Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FILSAFAT

“MENELUSURI SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM : SEJARAH


PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM MODERN DAN KONTEMPORER”
Dosen Pengampu : Dr. Ayub Khan, M.Si

RYAN KUSUMA ADI


(F081171301)

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh


Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tak lupa saya
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Menelusuri sejarah
pemikiran filsafat Islam “ Sejarah Pemikiran Islam Modern dan Kontemporer" dari
dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk memberikan
tambahan wawasan bagi saya penulis dan pembaca.
Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan saya selaku penulis.
Waalaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh

Makassar, 09 November 2022

Ryan Kusuma Adi

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Pengertian Filsafat Islam Modern....................................................................................2
B. Pengertian Filsafat Islam Kontemporer............................................................................3
C. Sejarah Perkembangan Pemikiran Filsafat Islam Modern dan Kontemporer.............4
BAB III..................................................................................................................................................7
PENUTUP............................................................................................................................................7
Kesimpulan......................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................8

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat Islam dimaksudkan adalah filsafat dalam perspektif pemikiran orang
Islam. Seperti juga pendidikan Islam adalah dimaksudkan pendidikan dalam
perspektif orang Islam.
Tiga sampai empat dasawarsa terakhir ini dinamika pemikiran Islam
menunjukkan trend yang sama sekali baru. Perkembangan ini ditandai
dengan lahirnya karya-karya akademis dan intelektual sebagai pembacaan
ulang terhadap warisan budaya dan intelektual Islam. Bila dilihat dari awal
kemunculannya, fenomena pemikiran baru ini sesungguhnya merupakan
respon atas kekalahan bangsa Arab di tangan Israel pada perang enam hari
Juni1967. Peristiwa itulah yang menjadi garis pemisah antara apa yang
disebut dengan pemikiran modern dan pemikiran kontemporer,
Problem utama pemikiran Islam Kontemporer umumnya terkait sikap terhadap
tradisi (turâts) di satu sisi dan sikap terhadap modernitas (hadâtsah) di sisi
yang lain. Berbeda dengan pemikiran tradisional yang menyikapi modernitas
dengan apriori demi konservasi, juga berbeda dengan pemikiran modern yang
menyikapi tradisi sebagai sesuatu yang mesti dihilangkan demi kemajuan.
Filsafat Islam modern mulai berkembang sejak abad ke-19, tepatnya antara
1850-1914, ketika muncul kebangkitan (nahdhah) atau renaissance Islam. Inti
dari kebangkitan ini adalah upaya mengejar ketertinggalan Islam dari
kemajuan peradaban Eropa. Kesadaran ini dimulai Syria, kemudian
berkembang di Mesir. Kemajuan peradaban Eropa membuka mata umat
Islam untuk khazanah pemikiran Islam klasik, termasuk filsafat.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang filsafat Islam modern
2. Jelaskan tentang filsafat Islam kontemporer
3. Jelakan sejarah perkembangan pemikiran filsafat Islam modern dan
kontemporer

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang filsafat Islam modern
2. Untuk mengetahui tentang filsafat Islam kontemporer
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan pemikiran filsafat Islam
modern dan kontemporer

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Islam Modern


Filsafat Islam modern juga sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim
merupakan suatu kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika,
moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di dalam
dunia Islam atau peradaban umat Muslim dan berhubungan dengan ajaran-ajaran
Islam.
Filsafat Islam adalah pekembangan pemikiran umat Islam dalam dunia Islam untuk
menjawab tantangan zaman disertai dengan ajaran Islam. Filsafat Islam merupakan
hasil pemikiran umat Islam secara keseluruhan. Pemikiran Islam merupakan
pemikiran yang khas, lain dari pada yang lain.
Pemikiran filsafat Islam modern merupakan filsafat Islam yang telah berkembang
mengikuti perkembangan masa atau zaman yang ada.
Tren-tren modern dalam pemikiran filsafat Islam, berdasarkan tipologi dalam,
bisa dibedakan menjadi empat kelompok filosof Islam dengan kecenderungan
titik-tolak pemikiran dominan yang mendasarinya. Tentu saja, tipologi memiliki sisi-isi
pertimbangan tertentu yang sifatnya relatif, dalam pengertian bahwa aspek yang
dipertimbangkan adalah aspek yang dominan, padahal latar belakang pemikiran
filsafat yang berpengaruh kepadatokoh-tokoh berikut bisa jadi beragam. Relativitas
itu juga berkaitan dengan penilaian terhadap seorang pemikir sebagai filosof atau
bukan.
Pertama, filosof-filosof Muslim berhaluan Islamis, yaitu filosof-filosof Muslim
yang mengemukakan pemikiran rasional dengan berbasis teks/ nash sebagai
sumber, inspirasi, atau titik-tolak. Para filosof Muslim modern tersebut adalah:
‘Abbâs Mahmûd al-‘Aqqâd, Muhammad al-Bahî,Rachid Ghannoushi, Malik Ben
Nabi, Mahmûd Syaltût, Hasan al-Turabi, dan Sayyid Quthb.12 Kedua,filosof-filosof
Muslim Berhaluan Marxisme, yaitu: Muhammad ‘Imârah, Mohammed Arkoun,
SadiqJ. Al-‘Azm, Abdallah Laroui, Husain Muruwah, dan Tayyib Tizayni. Ketiga,
filosof-filosof Muslim berhaluan materialisme, yaitu: Qâsim Amîn, Farah Anthûn, ‘Alî
‘Abd al-Râziq, Thâhâ Husayn, KhâlidM. Khâlid, Zaki Nagib Mahmûd, Ya`qub Sarruf,
Syibli Syumayyil, dan Salâmah Mûsâ. Keempat, filosof-filosof Muslim berhaluan
skolastik, yaitu: Syed Muhammad Naquib al-Attas (ISTAC, Malaysia), ‘Abdal-
Rahmân Badawî, Sulaymân Dunyâ, Ismail R. Al-Faruqi, Hasan Hanafî,
Muhammad ‘Âbid al-Jâbirî, Seyyed Hossein Nasr, M. M. Sharif, dan Fazlur
Rahman. Kelima, filosof-filosof Muslimberhaluan modern (bersifat eklektik), yaitu:
Jamâl al-Dîn al-Afghânî, Muhammad ‘Abduh, MuhammadRasyîd Ridhâ, Ameer Ali,
Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Iqbal, dan Badiuzzaman Said Nursi.
Di samping nama-nama di atas, terdapat nama-nama lain yang masuk kategori
filosof-filosof muslim modern. Di samping karena merupakan reaksi terhadap

2
Barat, di mana pemikiran yang muncul bersifat “pasif ” dengan hanya menggali
khazanah pemikiran Islam klasik, pemikiran yangmuncul juga bersifat “aktif ” dengan
mencarikan keselarasan atau melakukan sintesis antara pemikiran Barat dan
pemikiran Islam, sehingga pemikiran filsafat Islam modern dipengaruhi oleh filsafat
Barat.Jika William Montgomery Watt menyebut masuk pemikiran filsafat Yunani ke
dunia Islam melalui gelombang Hellenisme (the wave of Hellenism) dalam dua
gelombang, Budhy Munawar-Rachman menyebut masuknya filsafat Barat ke dunia
Islam sebagai masuknya “gelombang Hellenisme ketiga”.Perbedaan antara
keduanya adalah bahwa pada masa klasik, masuknya gelombang
pemikiranHellenisme tersebut tidak mengejutkan, karena dalam suasana
kebudayaan yang sama, yaitu“masyarakat agraris berkota” (agrarianate citied
society), sedangkan pada masa modern, masuk gelombang filsafat Barat, karena
dunia Islam masih tidak berubah, sebagai masyarakat agrarian-kota,sedangkan
Barat sudah berubah menjadi masyarakat zaman teknik. Implikasinya adalah
masuknya pemikiran diiringi oleh dominasi politik berupa kolonialisme, sehingga
pengaruh filsafat Barat diberbagai daerah terasa sangat besar.

B. Pengertian Filsafat Islam Kontemporer


Pemikiran Islam kontemporer, secara morfologi kata pemikiran adalah kata yang
berakar dari kata “pikir” yang berarti pendayagunaan akal untuk mempertimbangkan
dan atau memperhatikan. Kata kontenporer secara leksikal berarti pada masa atau
semasa/sezaman atau pada waktu yang sama.
Pemikiran Islam kontemporer umumnya ditandai dengan lahirnya suatu kesadaran
baru atas keberadaan tradisi di satu sisi dan keberadaan modernitas di sisi yang
lain, serta bagaimana sebaiknya membaca keduanya. Maka “tradisi dan modernitas”
(al-turâts wa al-hadâtsah) merupakan isu pokok dalam pemikiran Islam kontemporer.
Berbeda dengan pemikiran Islam tradisional yang melihat modernitas sebagai
semacam dunia lain, dan berbeda pula dengan pemikiran Islam modernis yang
menggilas tradisi demi pembaharuan, pemikiran Islam kontemporer melihat bahwa
turâts adalah prestasi sejarah, sementara hadâtsah adalah realitas sejarah. Maka
tidak bisa menekan turâts apalagi menafikannya hanya demi pembaharuan;
rasionalisasi atau modernisasi sebagaimana perspektif modernis selama ini. Juga
tidak bisa menolak begitu saja apa-apa yang datang dari ‘perut’ hadâtsah, terutama
perkembangan sains dan teknologi. Karena sekalipun banyak mengandung
kelemahan, karenanya juga dikritik, tetap banyak memberikan penjelasan atas
problem kehidupan, keilmuan, mungkin juga keberagamaan.
Maka keduanya, turâts dan hadâtsah harus bisa dibaca secara kreatif, dengan
sadar, dengan “model pembacaan kontemporer” (qirâ’ah mu’âshirah). Di sini, turâts
tidak hanya dibaca secara harfiahtetapi sampai pada basis pembentuknya untuk
menemukan makna potensial sehingga bisa ditransformasikan di zaman kita. Tidak
sebagaimana perspektif modernisme, apa saja yang datang dari Barat diterima
tanpa kritik, bahkan dianggap pasti baik dan benar. Dalam pembacaan kontemporer,
h}adâtsah juga harus dibaca secara kritis, dengan kritik, dengan mengambil jarak,

3
juga untuk membongkar basis filosofis dan ideologisnya. Di sinilah peran filsafat
ilmu, juga sosiologi dan sejarah ilmu sebagai perspektif sangat diperlukan. Setelah
keduanya dibaca secara kritis-kreatif, lalu terbangun konstruksi pemaknaan yang
baru.
Sebagaimana disebutkan di atas, trend dan mode pemikiran demikian tidak bisa
dilepaskan dari dinamika pemikiran yang berkembang empat sampai lima
dasawarsa terakhir ini. Perkembangan ini ditandai dengan lahirnya karya-karya
akademis dan intelektual sebagai pembacaan ulang terhadap warisan budaya dan
intelektualisme Islam. Bila dilihat dari awal kemunculannya, fenomena pemikiran
baru ini sesungguhnya merupakan respon atas kekalahan bangsa Arab di tangan
Israel pada perang enam hari Juni 1967.
Peristiwa itulah yang menjadi garis pemisah antara apa yang disebut dengan
pemikiran modern dan pemikiran kontemporer, sekaligus merubah peta pemikiran di
dunia Arab. Menurut Sadik Al-Azm, “I found myself suddenly preoccupied with
writing about and debating direct political questions which I never dreamed would be
a concern of mine.” Peristiwa itu telah menimbulkan lahirnya “gelombang self-
criticism dan instropeksi” di kalangan pemikir Arab muslim. Ratusan publikasi yang
bersifat “deep social insight, self Analysis and a great measure of self-criticism,”
segera memenuhi literarur Arab Islam. Setiap orang kelihatannya sedang berbicara
tentang pembaharuan, kritik, dan alternatif, lalu berpendapat bahwa sesuatu mesti
dilakukan untuk mendobrak situasi yang ada sekarang. Masing-masing mencoba
untuk memberikan penafsiran (tafsir al-azmah) atas krisis yang terjadi. Mereka
mencoba mencari jawaban atas penyebab terjadinya peristiwa tersebut.

C. Sejarah Perkembangan Pemikiran Filsafat Islam Modern dan


Kontemporer
Dalam sejarah perkembangan filsafat Islam, filosof pertama yang lahir dalam dunia
Islam adalah al-Kindi (796-873 M). Ide-ide al-Kindi dalam filsafat misalnya, filsafat
dan agama tidak mungkin ada pertentangan. Cabang termulia dari filsafat adalah
ilmu tauhid atau teologi. Filsafat membahas kebenaran atau hakekat. Kalau ada
hakekat-hakekat mesti ada hakekat pertama (‫ول‬RRR‫ق األ‬RRR‫( الح‬yakni Tuhan. Ia juga
membicarakan tentang jiwa dan akal. Filosof besar kedua dalam sejarah
perkembangan filsafat Islam ialah alFarabi (872-950 M). Dia banyak menulis buku-
buku tentang logika, etika, ilmu jiwa dan sebagainya. Ia menulis buku “Tentang
Persamaan Plato dan Aristoteles”, sebagai wujud keyakinan beliau bahwa filsafat
Aristoteles dan Plato dapat disatukan. Filsafatnya yang terkenal adalah filsafat
emanasi. Selanjutnya, filosof setelah al-Farabi adalah Ibnu Sina (980-1037 M).
Nama Ibnu Sina terkenal akibat dua karangan beliau yakni al-Qanun Fiy al-Tibb
yang merupakan sebuah Ensiklopedia tentang ilmu kedokteran yang telah
titerjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M, dan menjadi buku
pegangan di universitas-universitas Eropa, dan al-Syifa al-Qanun yang merupakan
Einsiklopedia tentang filsafat Aristoteles dan ilmu pengetahuan. Di dunia Barat,
beliau dikenal dengan Avicenna (Spanyol Aven Sina) dan popularitasnya di dunia
Barat sebagai dokter melampau popularitasnya sebagai filosof, sehingga ia diberi

4
gelar dengan “the Prince of the Physicians”. Di dunia Islam sendiri, ia diberi gelar al-
Syaikh al-Ra’is atau pemimpin utama dari filosof-filosof.
1. Sejarah perkembangan pemikiran filsafat Islam modern
Filsafat Islam modern mulai berkembang sejak abad ke-19, tepatnya antara 1850-
1914, ketika muncul kebangkitan (nahdhah) atau renaissance Islam. Inti dari
kebangkitan ini adalah upaya mengejar ketertinggalan Islam dari kemajuan
peradaban Eropa. Kesadaran ini dimulai Syria, kemudian berkembang di Mesir.
Kemajuan peradaban Eropa membuka mata umat Islam untuk merevitalisasi
khazanah pemikiran Islam klasik, termasuk filsafat.
Kesadaran akan ketertinggalan tersebut tampak terefleksikan dari berbagai tawaran
pembaruan yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Islam. Jamâl al-Dîn al-Afghânî dan
Muhammad ‘Abduh menyatakan bahwa ajaran Islam pada dasarnya bersifat
rasional, sehingga ajaran Islam tetap relevan di dunia modern dalam menghadapi
pemikiran dan kemajuan teknik Barat. Mushthafâ ‘Abd al-Râziq, seorang filosof
Mesir, menyatakan bahwa khazanah pemikiran filsafat lama memiliki otentisitas dan
karenanya masih relevan untuk menghadapi problem masyarakat Muslim modern.
Menurutnya, rasionalisme tidak bertentangan wahyu, ia berupaya meyakinkan
bahwa ilmu Islam tradisional masih relevan menghadapi ilmu pengetahuan dan
rasionalitas.

2. Sejarah perkembangan pemikiran filsafat Islam kontemporer


Mencermati perkembangan pemikiran Islam kontemporer, setidaknya ada lima tren
besar yang dominan. Pertama, fundamentalistik, kelompok pemikiran yang
sepenuhnya percaya kepada doktrin Islam sebagai satu-satunya alternatif bagi
kebangkitan umat dan manusia. Mereka ini dikenal sangat commited dengan aspek
religius budaya Islam. Bagi mereka, Islam sendiri telah cukup, mencakup tatanan
sosial, politik dan ekonomi sehingga tidak butuh segala metode maupun teori-teori
dari Barat. Garapan utama mereka adalah menghidupkan Islam sebagai agama,
budaya sekaligus peradaban, dengan menyerukan kembali kepada sumber asli (al-
Qur`an dan al-sunnah) dan menyerukan untuk mempraktekkan ajaran islam
sebagaimana yang dipraktekkan Rasul dan khulafa al-râsyidîn. Sunnahsunnah
Rasul harus dihidupkan dalam kehidupan modern dan itulah inti dari kebangkitan
Islam.
Kedua, tradisionalistik (salaf), kelompok pemikiran yang berusaha untuk berpegang
teguh pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Bagi kelompok ini, seluruh persoalan
umat telah dibicarakan secara tuntas oleh para ulama pendahulu, sehingga tugas
kita sekarang hanya menyatakan kembali apa yang pernah dikerjakan mereka, atau
paling banter menganalogkan pada pendapat-pendapatnya. Namun demikian,
berbeda dengan kaum fundamental yang sama sekali menolak modernitas dan
membatasi tradisi hanya pada khulafa’ al-râsyidîn yang empat, kelompok tradisional
justru melebarkan tradisi sampai pada seluruh salaf al-shâlih dan tidak menolak
pencapaikan modernitas, karena apa yang dihasilkan oleh modernitas, sains dan
teknologi, bagi mereka, tidak lebih dari apa yang pernah dicapai umat Islam pada

5
masa kejayaan dahulu. Sedemikian, sehingga mereka masih mau “mengadopsi”
peradaban luar, tapi dengan syarat bahwa semua itu harus diislamkan lebih dahulu.
Karena itu, garapan mereka khususnya dikalangan sarjananya adalah islamisasi
segala aspek kehidupan. Mulai dari masalah etika sampai ilmu pengetahuan dan
landasan epistemologinya yang akan diserap harus diislamkan, agar seluruh gerak
dan tindakan umat Islam adalah islami.
Ketiga, reformistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha merekontruk ulang
warisan-warisan budaya Islam dengan cara memberi tafsiran-tafsiran baru. Menurut
kelompok ini, umat Islam sesungguhnya telah mempunyai budaya dan tradisi (turâts)
yang bagus dan mapan. Namun, tradisi-tradisi tersebut harus dibangun kembali
secara baru (i`âdah buniyat min al-jadid) dengan karangka modern dan prasyarat
rasional agar bisa tetap survaif dan diterima dalam kehidupan modern. Karena itu,
kelompok ini berbeda dengan kalangan tradisional yang tetap menjaga dan
melanggengkan tradisi masa lalu seperti apa adanya.
Keempat, post-tradisionalistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha
mendekonstruksi warisan-warisan budaya Islam berdasarkan standar-standar
modernitas. Kelompok ini, pada satu segi, tidak berbeda dengan kelompok kedua,
reformistik, yaitu bahwa keduanya sama-sama mengakui bahwa warisan tradisi
islam sendiri tetap relevan untuk era modern selama ia dibaca, diinterpretasi dan
difahami sesuai standar modernitas. Namun, bagi post-tradisionalistik, relevansi
tradisi Islam tersebut tidak cukup dengan interpretasi baru lewat pendekatan
rekonstruktif melainkan harus lebih dari itu, yakni dekonstruktif. Inilah perbedaan
utama diantara keduanya. Bagi kaum post-tra, seluruh bangunan pemikiran Islam
klasik (turâts) harus dirombak dan dibongkar, setelah sebelumnya diadakan kajian
dan analisa terhadapnya. Tujuannya, agar segala yang dianggap absolut berubah
menjadi relatif dan yang ahistoris menjadi histories.
Kelima, modernistik, yaitu kelompok pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional-
ilmiah dan menolak cara pandang agama serta kecenderungan mistis yang tidak
berdasarkan nalar praktis. Menurut kelompok ini, agama dan tradisi masa lalu sudah
tidak relevan dengan tuntutan zaman, sehingga ia harus dibuang dan ditinggalkan.
Karakter utama gerakannya adalah keharusan berpikir kritis dalam soal-soal
kemasyarakatan dan keagamaan, penolakan terhadap sikap jumûd (kebekuan
berfikir) dan taqlîd. Yang masuk dalam kelompok ini umumnya adalah para tokoh
muslim yang banyak mengkaji dan dipengaruhi pemikiran Maxisme (aspek
intelektualitasnya dan bukan idiologinya), seperti Kassim Ahmad, Thayyib Tayzini,
Abd Allah Arwi, Fuad Zakaria, Zaki Nadjib Mahmud, dan Qunstantine Zurayq. Di
tanah air, kalangan Muhammadiyah sering mengklaim diri sebagai golongan
modernis.

6
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat Islam adalah pekembangan pemikiran umat Islam dalam dunia Islam untuk
menjawab tantangan zaman disertai dengan ajaran Islam. Filsafat Islam merupakan
hasil pemikiran umat Islam secara keseluruhan. Pemikiran Islam merupakan
pemikiran yang khas, lain dari pada yang lain.
Filsafat Islam modern mulai berkembang sejak abad ke-19, tepatnya antara 1850-
1914, ketika muncul kebangkitan (nahdhah) atau renaissance Islam. Inti dari
kebangkitan ini adalah upaya mengejar ketertinggalan Islam dari kemajuan
peradaban Eropa. Kesadaran ini dimulai Syria, kemudian berkembang di Mesir.
Kemajuan peradaban Eropa membuka mata umat Islam untuk merevitalisasi
khazanah pemikiran Islam klasik, termasuk filsafat.
Pemikiran Islam kontemporer, secara morfologi kata pemikiran adalah kata yang
berakar dari kata “pikir” yang berarti pendayagunaan akal untuk mempertimbangkan
dan atau memperhatikan. Kata kontenporer secara leksikal berarti pada masa atau
semasa/sezaman atau pada waktu yang sama.
Pemikiran Islam kontemporer umumnya ditandai dengan lahirnya suatu kesadaran
baru atas keberadaan tradisi di satu sisi dan keberadaan modernitas di sisi yang
lain, serta bagaimana sebaiknya membaca keduanya. Maka “tradisi dan modernitas”
(al-turâts wa al-hadâtsah) merupakan isu pokok dalam pemikiran Islam kontemporer.

7
DAFTAR PUSTAKA

al-Jabiri., M. A., 2003. Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: s.n.


Hayani, S., 2017. Dari Filsafat Islam Ke Pemikiran Islam, Riau: Jurusan Ilmu Aqidah Dan
Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Ibrahim, 2016. Pemikiran Islam Kontemporer (Studi Kritis terhadap Pemikiran Harun
Nasution). Aqidah-Ta, II(2), pp. 99-110.
Lubis, I., 2012. Aneka Ragam Makalah. [Online]
Available at: https://www.anekamakalah.com/2012/02/filsafat-islam-modern.html?m=1
[Diakses 1 November 2021].
Muslih, M., 2012. Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode Pemikiran dan Model
Pembacaan. Tsaqafah, VIII(2), pp. 348-368.
Ramly, F., 2014. Kontribusi Pemikiran Islam Kontemporer Bagi Perkembangan Filsafat Ilmu-
Ilmu Keislaman. International Journal of Islamic Studies, I(2), pp. 221-236.
Santoso, M. A. F., 2014. Filsafat Sosial dalam Filsafat Islam Kontemporer: Wacaana
Masyarakat Madani dan Kontribusinya pada Filsafat Pendidikan. Tsaqafah, X(1), pp. 23-46.
Wardani, 2014. Perkembangan Pemikiran FIlsafat Islam Modern: Sebuah Tinjauan Umum.
Ilmu Ushuluddin, XIV(1), pp. 27-47.
Wardani, W., 2016. Perkembangan Pemikiran Filsafat Islam Modern (Sebuah Tinjauan
Umum). Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, 14(1), pp. 27-47.
Zainuddin, 2013. UIN Maulana Malik Ibrahim. [Online]
Available at: https://www.uin-malang.ac.id/blog/post/read/131101/sejarah-pertumbuhan-dan-
perkembangan-filsafat-islam.html
[Diakses 1 November 2021].

Anda mungkin juga menyukai