Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MODERASI BERAGAMA DAN ISLAM MODERAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Moderasi Beragama


Pengampu : M. Romli, S.Pd, M.S.I

Disusun Oleh :

1. Dava Dhito Sasiaji ( 40122074)


2. Mu’aimin ( 40122137)
3. Adrian Bagoes Prasetyo ( 40122132)

Kelas B

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
sedikit dari ilmu-Nya Yang Maha Luas sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
dengan waktu yang telah ditentukan dan dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dipergunakan sebagai salah satu acuan,petunjuk, maupun pedoman
bagi pembaca.

Harapan Kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. kami menyadari
bahwa penuliasan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena
kesempurnaan semata hanya milik ALLAH SWT dan karena pengetahuan yang
kami miliki sangat sedikit semoga makalah ini dapat membarikan wawasan yang
lebih luas menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa
UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan. Untuk itu kepada dosen kami
meminta masukkannya demi perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang
akan datang dan mengharapkan kritik dan saran akhir kata kami berharap makalah
ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Pekalongan, 28 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam Moderat .................................................................. 3
B. Ciri-Ciri Islam Moderat ..................................................................... 4
C. Perbedaan Islam Moderat dan Islam Radikal ..................................... 7
D. Keterkaitan Moderasi Beragama dan Islam Moderat ..........................
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN ...........................................................................................
SARAN ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Washatiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan ummatnya untuk bersikap adil
dan berdiri di tengah-tengah, tidak berpihak pada golongan kanan maupun golongan kiri atau
bisa dikatakan sebagai sikap “moderat”. Wasathiyah Islam bukanlah ajaran baru atau ijtihad
baru yang muncul di abad 20 masehi atau 14 hijriyah. Tapi wasathiyah Islam atau moderasi
Islam telah ada seiring dengan turunnya wahyu dan munculnya Islam di muka bumi pada 14
abad yang lalu. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh umat Islam yang mampu memahami
dan menjiwai Islam sesuai dengan orisinalitas nashnya dan sesuai dengan konsep dan pola
hidup Nabi Muhammad saw, sahabat dan para salaf shaleh.

Konsep pemikiran moderasi Islam atau wasathiyatul Islam menjadi menarik dan
menjadi impian semua entitas, gerakan dakwah Islam bahkan Negara-negara Islam, setelah
dunia Islam dirisaukan dengan munculnya dua arus pemikiran dan gerakan yang
mengatasnamakan Islam. Pemikiran dan gerakan pertama, mengusung model pemikiran dan
gerakan yang kaku dan keras, atau sering disebut dengan Al-Khawarij al-judud (New
Khawarij). Kelompok ini melihat bahwa Islam adalah agama nash dan konstan, tidak
menerima perubahan dan hal-hal baru dalam ajaran-ajarannya khususnya dalam akidah,
ibadah, hukum dan muamalat, sehingga perlu membersihkan anasir-anasir syirik dan bid’ah
dari akidah, ibadah, hukum dan muamalat umat. Paham dan pemikiran ini telah menimbulkan
kesan negative terhadap Islam, bahkan melahirkan stigma buruk terhadap Islam sebagai
agama yang keras, tertutup, radikal intoleran dan tidak humanis.

Sementara arus pemikiran dan gerakan kedua yang juga mengatasnamakan Islam, adalah
pemikiran dan gerakan liberasi Islam, atau sering disebut dengan Muktazilah aljudud (new
muktazilah), yang mengusung narasi dan pemikiran rasionalis dan kebebasan penuh terhadap
Islam. Gerakan ini melihat bahwa Islam adalah agama rasional dan cair terhadap semua
budaya dan perkembangan zaman. Sehingga Islam harus berubah dan mengikuti
perkembangan zaman dalam syari’ah, kaifiyat ibadah, 24 hukum, muamalat bahkan sebagian
akidahnya. Bila arus pemikiran pertama kaku, keras dan tidak mudah menerima hal-hal baru

1
dalam agama, maka arus pemikiran atau arah pemikiran kedua berpendapat sebaliknya,
mereka menerima semua perubahan, membolehkan semua hal-hal baru kedalam Islam
termasuk pemikiran, budaya dan kehidupan barat. Alian ini berani memastikan bahwa ada
nash-nash Al-Qur’an dan AsSunnah yang tidak lagi releven dalam kehidupan manusia
modern.1

Para ulama modern menyadari kondisi benturan kedua arus pikiran tersebut yang
nantinya akan sangat berbahaya bagi peradaban islam dan ummat islam. Akhirnya, para
ulama wasathiy (moderat) berusaha mengedukasi ummat dengan mengarahkan dan
mengimplementasikan kepada ummat ajaran Islam yang wasathiy.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan karakteristik Islam Moderat?
2. Bagaimana perbedaan Islam Moderat dan Islam Radikal?
3. Bagaimana keterkaitan antara Moderasi Beragama dengan Islam Moderat?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian Islam Moderat dan karakteristik Islam Moderat
2. Mengertahui perbedaan Islam Moderat dan Islam Radikal
3. Menjelaskan keterkaitan antara Moderasi Beragama dengan Islam Moderat

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam Moderat

Islam moderat atau yang dimaksud juga Islam Wasathiyyah, berasal dari dua
kata yaitu Islam dan “wasathiyyah”. Secara etimologi, berdasarkan Kamus Besar

1
Muhammad Khairan Arif, ‘Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah Serta
Pandangan Para Ulama Dan Fuqaha’, Al-Risalah, 11.1 (2020), 22–43
<https://doi.org/10.34005/alrisalah.v11i1.592>.

2
Bahasa Indonesia (KBBI), moderat mempunyai arti sebagai sikap yang senantiasa
menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrim. Kata kunci penting di sini
adalah menghindari, perilaku/pengungkapan, dan ekstrim. Ekstrem berarti paling
ujung, paling sangat, paling keras, fanatik, hal yang keterlaluan. Jika merujuk pada
definisi ini, maka Islam moderat mengisyaratkan atas usaha sadar menjauhkan cara
keberagaman (Islam) yang jauh dari berbuat kasar, keras, dan keterlaluan. Baik itu
dalam bersikap, berpikir, berucap, ataupun bertindak.2

Kata moderasi dalam bahasa Arab diartikan “alwasathiyyah”. Secara bahasa


“al-wasathiyyah” berasal dari kata “wasath”. Kata “al-wasathiyyah” berakar pada kata
“alwasth” (dengan huruf sin yang di-sukun-kan) dan “al-wasth” (dengan huruf sin
yang di-fathah-kan) yang keduanya merupakan mashdar (infinitife) dari kata kerja
(verb) “wasatha”. Selain itu kata wasathiyyah juga seringkali disinonimkan dengan
kata “al-iqtishad” dengan pola subjeknya “almuqtashid”. Namun, secara aplikatif kata
“wasathiyyah” lebih populer digunakan untuk menunjukkan sebuah paradigma
berpikir paripurna, khususnya yang berkaitan dengan sikap beragama dalam Islam. 3

Yusuf Qardhawi mengungkapkan bahwa dalam konteks tersebut, Islam


moderat diterjemahkan dalam sebuah konsep Islam yang berada di tengah, tidak
ekstrim, tidak berlebih-lebihan, dan menghindari melakukan kekerasan dalam
beragama. Definisi tersebut tetap menyimpan sejumlah pertanyaan. Model
keberislaman seperti ini sesungguhnya sesuai dengan apa disampaikan Yusuf
Qaradhawi tentang karakter Islam. Menurutnya Islam merupakan agama Rabbaniyyah
(bersumber dari Tuhan dan terjaga otentisitasnya), insaniyyah (sesuai dengan fitrah
dan demi kepentingan manusia), wasathiyyah (moderat-mengambil jalan tengah),
waqiiyyah (kontekstual), jelas dan harmoni antara perubahan dengan ketetapan.4

B. Ciri – Ciri Islam Moderat

2
Abd Hannan, ‘Islam Moderat Dan Tradisi Popular Pesantren: Strategi Penguatan Islam Moderat Di
Kalangan Masyarakat Madura Melalui Nilai Tradisi Popular Islam Berbasis Pesantren’, Jurnal Sosiologi
Dialektika, 13.2 (2020), 152 <https://doi.org/10.20473/jsd.v13i2.2018.152-168>.
3
Mohamad Fahri and Ahmad Zainuri, ‘Moderasi Beragama Di Indonesia’, Intizar, 25.2 (2019), 95–
100 <https://core.ac.uk/download/pdf/326772412.pdf>.
4
Muhammad Ainun Najib and Ahmad Khoirul Fata, ‘Islam Wasatiyah Dan Kontestasi Wacana Moderatisme
Islam Di Indonesia’, Jurnal THEOLOGIA, 31.1 (2020), 115 <https://doi.org/10.21580/teo.2020.31.1.5764>.

3
Kaum Islam moderat mempunyai semangat berpikir ilmiah, mereka menerima
dan mendudukan ilmu pengetahuan sebagai instrument mengarungi kehidupan.
Dalam kaitan ini aspek pengetahuan dan religiusitas keagamaan menjalin
kebersamaan dan berdampingan. Sehingga satu sama lain tidak saling menafikan, atau
bahkan dibenturkan.5 Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, model Islam
wasath, moderat, adil, dan tengahan itu yang seperti apa? Apa tanda-tanda atau ciri-
cirinya? Mengacu dalam buku Moderasi Islam, setidaknya ada enam ciri-ciri bersikap
moderat dalam berislam. 6

1. Memahami Realitas
Dikemukakan bahwa Islam itu relevan untuk setiap zaman dan waktu
(shalih li kulli zaman wa makan). Disebutkan juga bahwa ajaran Islam itu ada
yang tetap dan tidak bisa dirubah –seperti shalat lima waktu, dan ada juga
yang bisa dirubah karena waktu dan tempat –seperti zakat fitrah dengan beras,
gandum, atau sagu tergantung yang menjadi makanan pokok pada masyarakat
itu. Umat Islam yang bersikap moderat (wasath) adalah mereka yang mampu
membaca dan memahami realitas yang ada. Tidak gegabah atau ceroboh.
Mempertimbangkan segala sesuatu, termasuk kebaikan dan keburukannya.

Terkait hal ini kita bisa belajar banyak dari Nabi Muhammad
saw. Beliau adalah orang pandai dalam membaca realitas. Salah satu
contohnya adalah Nabi Muhammad saw. tidak menghancurkan patung-patung
yang ada di sekitar Ka’bah selama beliau berdakwah di sana. Beliau sadar
tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya pada waktu itu. Namun pada
saat Fathu Makkah, semua patung dan kemusyrikan di kota Makkah
dihancurkan semua.

2. Memahami Fiqih Prioritas


Umat Islam yang bersikap moderat sudah semestinya mampu
memahami mana-mana saja ajaran Islam yang wajib, sunnah, mubah, makruh,
dan haram. Mana yang fardlu ‘ain (kewajiban individual) dan mana yang

5
Hannan.
6
https://nu.or.id/opini/enam-ciri-sikap-moderat-dalam-berislam-1dQAY (diakses 18 Oktober 2023).

4
fardlu kifayah (kewajiban komunal). Di samping memahami mana yang dasar
atau pokok (ushul) dan mana yang cabang (furu).

3. Memberi kemudahan kepada orang lain dalam beragama


Ada istilah bahwa agama itu mudah, tapi jangan dipermudah. Pada saat
mengutus Muadz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman untuk
berdakwah, Nabi Muhammad saw. berpesan agar keduanya memberikan
kemudahan dan tidak mempersulit masyarakat setempat. Cerita lain, pada
suatu ketika ada sahabat nabi yang berhubungan badan dengan istrinya pada
siang bulan Ramadhan. Lalu sahabat tersebut mendatangi Nabi Muhammad
saw. untuk meminta solusi. Nabi Muhammad saw. menyebutkan kalau
hukuman dari perbuatan sahabatnya itu adalah memerdekakan budak, puasa
dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir
miskin. Ternyata sahabat tadi mengaku tidak mampu untuk menjalankan itu
semua karena dia memang miskin dan payah. Seketika sahabat tadi membawa
sekeranjang kurma untuk nabi. Kemudian Nabi Muhammad saw. menyuruh
sahabatnya itu untuk menyedekahkan kurma kepada orang yang paling miskin.
Sahabat tadi menjawab kalau dirinya lah orang yang paling miskin. Lalu Nabi
Muhammad saw. memerintahkan sahabat tadi untuk membawa sekeranjang
kurma itu dan menyedekahkan kepada keluarganya sebagai kafarat atas
perbuatannya, jima’ pada siang bulan Ramadhan.

4. Memahami teks keagamaan secara komprehensif


Perlu dipahami bahwa satu teks dengan yang lainnya itu saling terkait,
terutama teks-teks tentang jihad misalnya. Ini yang biasanya dipahami
separuh-separuh, tidak utuh, sehingga jihad hanya diartikan perang saja.
Padahal makna jihad sangat beragam sesuai dengan konteksnya.

5. Bersikap Toleran
Umat Islam yang bersikap moderat adalah mereka yang bersikap
toleran, menghargai pendapat lain yang berbeda –selama pendapat tersebut
tidak sampai pada jalur penyimpangan. Karena sesungguhnya perbedaan itu
adalah sesuatu yang niscaya. Intinya sikap toleran adalah sikap yang terbuka
dan tidak menafikan yang lainnya. Para sahabat sangat baik sekali

5
mempraktikkan sikap toleran. Misalnya Abu Bakar melaksanakan shalat
Tahajjud setelah bangun tidur, sementara Umar bin Khattab tidak tidur dulu
saat menjalankan salat Tahajjud. Para ulama terdahulu juga sangat toleran
sekali. Imam Syafi’i misalnya. Bahkan, dia sampai berkata: “Kalau
pendapatku benar tapi mungkin juga salah. Pendapat orang lain salah tapi
mungkin juga benar.”

6. Memahami Sunnatullah dalam Penciptaan


Allah menciptakan segala sesuatu melalui proses, meski dalam Al-
Qur’an disebutkan kalau Allah mau maka tinggal “kun fayakun.” Namun
dalam beberapa hal seperti penciptaan langit dan bumi –yang diciptakan dalam
waktu enam masa. Pun dalam penciptaan manusia, hewan, dan tumbuhan.
Semua ada tahapannya. Begitu pun Islam, orang yang bersikap moderat pasti
memahami kalau ajaran-ajaran Islam itu diturunkan dan didakwahkan secara
bertahap. Pada awal-awal, Nabi Muhammad saw. berdakwah secara
sembunyi-sembunyi, lalu terang-terang-terangan. Juga dalam minuman keras
(khamr) misalnya. Ada empat tahapan dalam pelarangan khamr: informasi
kalau kurma dan anggur itu mengandung khamr (an-Nahl: 67), informasi
manfaat dan mudarat khamr (al-Baqarah: 219), larangan melaksanakan shalat
saat mabuk (an-Nisa: 43), dan penetapan keharaman khamr (al-Maidah: 90).

C. Perbedaan Islam Moderat dan Islam Radikal

Khalid Abu al-Fadl mengilustrasikan Islam moderat secara kontekstual


sebagai seorang muslim yang tidak memperlakukan agama mereka laksana monumen
yang beku, namun melakukannya lebih ke dalam suatu kerangka iman yang aktif dan
dinamis, sehingga seorang muslim moderat sangat menghargai berbagai macam
pencapaian yang diperoleh dari sesama muslim di masa lalu, namun mereka juga
hidup di zaman sekarang.7 Sedangkan secara tekstual moderasi dalam Islam dapat
ditilik pada konsep wasathiyah yang digali dari beberapa ayat dan hadis Nabi.
‫خيراالموراوسطها‬

7
Abdul Djalal, ‘Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies’, 4.2 (2020).

6
“Sebaik-baik persoalan adalah jalan tengahnya.” (HR. Al Baihaqi)

‫خير االعمال اوسطها دين هلال بين القاس ي و الغالي‬


“Sebaik-baik amal perbuatan adalah tengah-tengah, dan agama Allah itu berada di
antara yang beku dan yang mendidih.”

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa wasathiyyah berarti jalan tengah
atau keseimbangan antara dua hal yang berbeda atau berkebalikan, seperti
keseimbangan antara ruh dan jasad, antara dunia dan akhirat, antara individu dan
masyarakat, antara idealitas dan realitas, antara yang baru dan yang lama, antara ‘aql
dan naql, antara ilmu dan amal, antara usul dan furu’, antara sarana dan tujuan, antara
pesimis dan optimis, dan seterusnya. Jalan tengah antara dua hal yang berbeda,
misalnya antara A dan B, mengandung dua pengertian. Pertama, moderat bisa berarti
bukan A dan juga bukan B. konsep Islam tentang infaq, misalnya, adalah jalan tengah
antara kikir (taqtir) dan boros (israf), artinya Islam mengajarkan agar pemberi nafkah
tidak kikir dan juga tidak boros, melainkan berada di antara keduanya. Contoh lain
yaitu konsep Islam tentang paham adalah jalan tengah di antara liberalisme dan
konservatisisme, ini artinya bahwa tidak mengajarkan liberalism dan juga tidak
konservativisme. Kedua, moderat juga bisa berarti bukan hanya A dan juga bukan
hanya B, atau dengan kata lain ya A dan juga ya B. Islam, misalnya, adalah agama
yang bukan hanya mengajarkan/ mengurusi hal-hal yang bersifat rohani dan juga
bukan hanya mengajarkan/ mengurusi hal-hal yang bersifat jasmani, tetapi
mengajarkan/ mengurusi keduanya, mengajarkan/ mengurusi hal-hal yang bersifat
rohani dan juga mengajarkan/ mengurusi hal-hal yang bersifat jasmani.

Sedangkan radikalisme berasal dari bahasa latin “radix” yang berarti "akar“.
Radikalisme adalah suatu pandangan, paham dan gerakan yang menolak secara
menyeluruh terhadap tatanan, tertib sosial, dan paham politik yang ada dengan cara
perubahan atau perombakan secara besar-besaran melalui jalan kekerasan.8

Kelompok Islam radikal memahami Islam sebagai agama yang sempurna


dan lengkap, serta memberikan perhatian kepada otentisitas kultural. Islam

8
Muhammad Hasbi and others, ‘Pencegahan Radikalisme Pada Pendidikan Anak Usia Dini’, 2020.

7
bukanlah agama dalam pengertian Barat, tetapi Islam adalah cara hidup yang
sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Pemahaman ini
membentuk pandangan hidup yang senantiasa merindukan pemberlakuan aspek-
aspek keislaman di setiap sendi kehidupan, tidak hanya dalam aspek ritual
ibadah semata. Hal ini pun berdampak pada pembentukan identitas yang ekslusif
sebagai kriteria khusus golongan ini. 9

Kriteria Islam radikal antara lain:


1. Mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan
untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung.
2. Dalam kegiatannya, mereka seringkali menggunakan aksi-aksi yang keras,
bahkan tidak menutup kemungkinan kasar terhadap kegiatan kelompok lain
yang dinilai bertentangan dengan keyakinan mereka.
3. Secara sosio kultural dan sosio religius, kelompok radikal mempunyai ikatan
kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang
khas.
4. Kelompok Islam radikal seringkali bergerak secara bergerilya, walaupun banyak
juga yang bergerak secara terang terangan.

D. Keterkaitan Moderasi Beragama dan Islam Moderat

Wasathiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil, seimbang, bermaslahat
atau sering disebut dengan kata “moderat” dalam semua dimensi kehidupan. Wasathiyah atau
moderasi saat ini telah menjadi wacana keIslaman yang diyakini mampu membawa umat Islam lebih
unggul dan lebih adil dalam berinteraksi dengan peradaban modern di era globalisasi dan revolusi
industri, informasi dan komunikasi.

Al-Qur’an telah disepakati secara Ijma’oleh para Ulama Islam setiap generasi dari masa
Rasulullah SAW sampai kiamat, bahwa dia adalah referensi utama dan tertinggi dalam Islam, baik
secara akidah dan syar’at maupun secara ilmiah. Al-Qur’an telah menjelaskan dengan mendasar,
akuratif dan relevan tentang hakikat arah pemikiran washathiyah dalam kehidupan umat Islam pada

9
Emna Laisa, ‘Islam Dan Radikalisme’, Islamuna: Jurnal Studi Islam, 1.1 (2014), 1–18
<https://doi.org/10.19105/islamuna.v1i1.554>.

8
banyak ayat dalam AlQur’an. Dari isyarat Al-Qur’an ini lahirlah pandangan-pandangan dan konsep
serta manhaj moderasi Islam dalam setiap aspek kehidupan umat.

pengertian dan hakikat washathiyah menurut Al-Qur’an yaitu : Islam moderat bermakna
sikap adil “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu". (QS. Al-Baqarah: 143). Dari Abu Said Al-Khudri ra, Nabi saw menjelaskan
makna ummatan wasathan dalam ayat ini adalah “keadilan” (HR. Tirmidzi, Shahih). At-thabari juga
menjelaskan bahwa makna “wasathan” bisa berarti “posisi paling baik dan paling tinggi”. AtThabari
mengutip Ibnu Abbas ra, Mujahid dan Atha’ saat menafsirkan ayat 143 berkata: “Ummatan
Washathan adalah “keadilan” sehingga makna ayat ini adalah “Allah menjadikan umat Islam sebagai
umat yang paling adil”. Al-Qurthubi berkata: wasathan adalah keadilan, karena sesuatu yang paling
baik adalah yang paling adil”. Ibnu Katsir berkata: wasathan dalam ayat ini maksudnya paling baik
dan paling berkualitas” . Para ahli tafsir lain seperti Abdurrahman As-Sa’diy dan Rasyid Ridha
menafsirkan bahwa makna washathan dalam ayat ini adalah keadilan dan kebaikan”

Menurut Imam Abu Hamid Al-Ghazali (W: 505H/1111M). Diantara Ulama besar yang telah
memperkenalkan prinsip-prinsip wasathiyah Islam adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali, beliau
berpendapat dalam kayanya “Ihya Ulumiddin” ketika membahas sikap para Sahabat Nabi saw
terhadap dunia pada Bab Zuhud, Al-Ghazali berkata: “bahwa para sahabat tidak bekerja di dunia
untuk dunia tapi untuk agama, para sahabat tidak menerima dan menolak dunia secara keseluruhan
atau secara mutlak. Sehingga mereka tidak ekstrem dalam menolak dan menerima, tapi mereka
bersikap antara keduanya secara seimbang, itulah keadilan dan pertengahan antara dua sisi yang
berbeda dan inilah sikap yang paling dicintai oleh Allah swt” . Al-Ghazali melihat bahwa kehidupan
ideal dalam mengaktualisasikan ajaran Islam adalah dengan jalan pertengahan, seimbang dan adil atau
proporsional antara dunia dan akhirat, antara rohani dan jasmani dan antara materi dan
spiritual. Walaupun Al-Ghazali dikenal dengan pandangan tasawufnya dan kehidupan
zuhudnya, namun beliau tetap mengakui dan meyakini bahwa manhaj hidup yang paling
sempurna dan sesuai dengan hakikat ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah
serta model hidup para Salaf shaleh adalah arah wasathi (moderat) bukan manhaj ghuluw
(ekstrem) atau ta’thil (meninggal) ajaran Islam.

Pada pembahasan tentang Uzlah (mengasingkan diri dari manusia untuk ibadah) Al-
Ghazali membahas sangat luas dan mendalam antara keutaman uzlah dan berinteraksi dengan
manusia. Ternyata Al-Ghazali walaupun beliau banyak menyampaikan manfaat uzlah dalam
kehidupan para hamba berdasarkan banyak ayat dan hadits Nabi saw, tapi beliau tetap
berpendapat dengan manhaj moderat dan pertengahan serta seimbang antara memutuskan

9
uzlah dan berdakwah serta menuntut Ilmu. Al-Ghazali berkata: “Amar ma’ruf Nahi munkar”
adalah salah satu dasar agama, hukumnya adalah wajib. Karenanya barang siapa yang
berinteraksi dengan manusia pasti dia akan menyaksikan kemungkaran dan bila dia diam atas
kemungkaran itu, maka dia berdosa dan durhaka pada Allah swt . Dalam masalah belajar dan
mengajar Al-Ghazali melihat bahwa seorang muslim harus dan wajib belajar dan mengajar
bahwa keduanya adalah salah satu ibadah yang paling besar di dunia dan keduanya tidak bisa
dilakukan kecuali berinteraksi dengan manusia. Barang siapa yang dirinya belum berilmu dan
butuh belajar dan ilmu, maka baginya haram beruzlah, sebaliknya bila dia telah berilmu dan
mengetahui hal-hal wajib dalam agama, serta melohat bahwa dia membutuhkan focus dalam
ibadah, maka dia boleh beruzlah”.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Ajaran umat islam yang bersifat universal mengajarkan umatnya berpikir, berperilaku,
dan berinteraksi yang didasari sikap tawazun atau seimbang dalam dimensi duniawi dan
ukhrawi islam juga meletakan dsar ajaran untuk mengimplementasikan sikap-sikap moderasi
umat beragama, termasuk didalamnya menghargai perbedaan agama, menghormati keyakinan
dan cara mengamalkan umat yang berbeda agama, menyatakan toleransi, dan berlaku adil
terhadap seluruh umat beragama.

B. Saran
Makalah ini dibuat dengan menggunakan referensi yang valid dan dipadukan dengan
pemahaman penulis, tentunya masih banyak kesalahan serta membutuhkan perbaikan agar
dapat lebih baik lagi. Maka dari itu kami mnegharapkan saran dan kritik anda yang
membangun dan dapat dijadikan rujukan untuk melengkapi makalah ini di kemudian hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muhammad Khairan, ‘Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-
Sunnah Serta Pandangan Para Ulama Dan Fuqaha’, Al-Risalah, 11.1 (2020), 22–43
<https://doi.org/10.34005/alrisalah.v11i1.592>
Djalal, Abdul, ‘Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies’, 4.2 (2020)
Fahri, Mohamad, and Ahmad Zainuri, ‘Moderasi Beragama Di Indonesia’, Intizar, 25.2
(2019), 95–100 <https://core.ac.uk/download/pdf/326772412.pdf>
Hannan, Abd, ‘Islam Moderat Dan Tradisi Popular Pesantren: Strategi Penguatan Islam
Moderat Di Kalangan Masyarakat Madura Melalui Nilai Tradisi Popular Islam Berbasis
Pesantren’, Jurnal Sosiologi Dialektika, 13.2 (2020), 152
<https://doi.org/10.20473/jsd.v13i2.2018.152-168>
Hasbi, Muhammad, Agustinus Budiarti Lestari Koesoemawardhani, Murtiningsih, Nanik
Suwaryani, Dona Paramita, and Ari Susanto, ‘Pencegahan Radikalisme Pada Pendidikan
Anak Usia Dini’, 2020
Laisa, Emna, ‘Islam Dan Radikalisme’, Islamuna: Jurnal Studi Islam, 1.1 (2014), 1–18
<https://doi.org/10.19105/islamuna.v1i1.554>
Najib, Muhammad Ainun, and Ahmad Khoirul Fata, ‘Islam Wasatiyah Dan Kontestasi
Wacana Moderatisme Islam Di Indonesia’, Jurnal THEOLOGIA, 31.1 (2020), 115
<https://doi.org/10.21580/teo.2020.31.1.5764>
Arif, Muhammad Khairan, ‘Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-
Sunnah Serta Pandangan Para Ulama Dan Fuqaha’, Al-Risalah, 11.1 (2020), 22–43
<https://doi.org/10.34005/alrisalah.v11i1.592>
Djalal, Abdul, ‘Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies’, 4.2 (2020)
Fahri, Mohamad, and Ahmad Zainuri, ‘Moderasi Beragama Di Indonesia’, Intizar, 25.2
(2019), 95–100 <https://core.ac.uk/download/pdf/326772412.pdf>
Hannan, Abd, ‘Islam Moderat Dan Tradisi Popular Pesantren: Strategi Penguatan Islam
Moderat Di Kalangan Masyarakat Madura Melalui Nilai Tradisi Popular Islam Berbasis
Pesantren’, Jurnal Sosiologi Dialektika, 13.2 (2020), 152
<https://doi.org/10.20473/jsd.v13i2.2018.152-168>

11
Hasbi, Muhammad, Agustinus Budiarti Lestari Koesoemawardhani, Murtiningsih, Nanik
Suwaryani, Dona Paramita, and Ari Susanto, ‘Pencegahan Radikalisme Pada Pendidikan
Anak Usia Dini’, 2020
Laisa, Emna, ‘Islam Dan Radikalisme’, Islamuna: Jurnal Studi Islam, 1.1 (2014), 1–18
<https://doi.org/10.19105/islamuna.v1i1.554>
Najib, Muhammad Ainun, and Ahmad Khoirul Fata, ‘Islam Wasatiyah Dan Kontestasi
Wacana Moderatisme Islam Di Indonesia’, Jurnal THEOLOGIA, 31.1 (2020), 115
<https://doi.org/10.21580/teo.2020.31.1.5764>

12

Anda mungkin juga menyukai