Anda di halaman 1dari 11

WASATHIYAH DALAM KITAB FIQH

Dosen Pengampu:

Drs. Taufiqul Muin M.Ag

Hoirul Ro’is (53010230123)

Hanif Azam Kemalsyah (53010230104)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SALATIGA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Watahmatullahi Wabarokatuh,

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan
puja dan puji Syukur atas kehadiratnya yang telah melimpahkan Rahmat, hidayah dan
inayahnya, sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah Bahasa Indonesia tentang
Kalimat dan Paragraf.

Makalah ini telah kami susun dengan sebaik mungkin, terlepas dari itu semua kami
menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kata, kalimat, maupun tata
bahasa, dan mendapatkan dari berbagai sumber yang ada.Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca.
Terima Kasih.

Salatiga, 31 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Pengertian Wasathiyah Islam dalam kitab Fiqh.........................................................................5
B. Nilai-nilai Wasathiyah dalam kitab Fiqh....................................................................................6
BAB III..................................................................................................................................................9
PENTUPAN..........................................................................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................9

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam wasathiyah biasa disebut juga dengan istilah moderasi beragama.


Wasathiyah dalam Islam bertumpu pada tauhid sebagai ajaran Islam yang mendasar dan
sekaligus menegakkan keseimbangan dalam penciptaan dan kesatuan dari segala
lingkaran kesadaran manusia. Kata moderasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) diartikan menjadi dua pengertian, yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran
dari keekstreman. Sebagai contoh jika ada seseorang dikatakan bersikap moderat berarti
maknanya adalah orang itu bersikap sebagaimana mestinya, wajar, biasa-biasa saja dan
tidak ekstrem. Hal ini menunjukkan bahwa kata moderat berarti lebih condong maknanya
pada aspek keseimbangan dalam dimensi moral, watak dan keyakinan, baik ketika
seseorang dilihat sebagai individu atau ketika dihubungkan pada institusi negara.
Karakteristik Islam wasathiyah penting untuk diketengahkan dalam pembahasan ini,
mengingat perlunya membuat pandangan yang jelas, sebagai pemahaman dan praktik
amaliyah keagamaan umat Islam dalam konteks kehidupan beragama, bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah agar nilai-nilai ajaran Islam rahmatan lil
alamin dapat melahirkan umat yang terbaik (khaoirul ummah).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Wasathiyah Islam dalam kitab Fiqh pada pandangan ulama ?
2. Apa saja nilai-nilai Wasathiyah Islam dalam kitab Fiqh?

C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan pengertian tentang Wasathiyah islam dalam kitab Fiqh pada
pandangan ulama
2. Menyebutkan karakteristik atau nilai-nilai Wasathiyah Islam dalam kitab Fiqh

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wasathiyah Islam Dalam Kitab Fiqh Dalam Pandangan Ulama

Tidak lengkap rasanya bila tidak mengemukakkan secara khsusus pandangan Ulama Salaf
dan Khalaf tentang wasathiyah ini,sehingga secara epistimologi wasathiyah atau moderasi
Islam secara konsep dan definisi telah final dan tidak dapat ditolak oleh narasi apapun
baik berdasarkan nash-nash Islam maupun logika. Berikut adalah konsep dan pengertian
wasathiyah(Moderasi)dalam pandangan para Ulama.

1.Imam Ibnu Jarir At-Thabari(W:310H/923M).

Imam Ibnu Jarir At-Thabari adalah Syaikhul mufassirin, beliau telah menulis tafsir
bilma’tsur(berdasarriwayat)terlengkap didunia pada abad ke3 hijriah.Tafsirnya menjadi
rujukan para ulama tafsir di masanya sampai saat ini. At-Thabaritelah memeberi konsep
wasathiyah yang lengkap dan mumpuni, saat manafsirkan suratAl-Baqarah ayat 143,
sehingga menjadi referensi para ulama wasathiyah sampai saatini.At Thabari berpendapat
bahwa umat Islam yang wasathiyah adalah“Umat Islam adalah umat moderat, karena
mereka berada pada posisi tengah dalam semua agama,mereka bukanlah kelompok yang
ekstrem dan berlebihan seperti sikap ekstremnya nashrani dengan ajaran kerahibannya
yang menolak dunia dan kodratnya sebagai manusia.

At-Thabari memposisikan umat Islam antara dua ajaran agama samawi yangtelah
mengalami penyelewengan dan distorsi yaitu yahudi dan nashrani.

2.ImamAbuHamidAl-Ghazali(W:505H/1111M)16

Diantara Ulama besar yang telah memperkenalkan prinsip-prinsip wasathiyah Islam


adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali, beliau berpendapat dalam karyanya
“IhyaUlumiddin” ketika membahas sikap para Sahabat Nabi saw terhadap dunia pada
Bab Zuhud,Al-Ghazali berkata: “bahwa para sahabat tidak bekerja didunia untuk dunia

2
tapi untuk agama, para sahabat tidak menerima dan menolak dunia secara keseluruhan
atau secara mutlak. Sehingga mereka tidak ekstrem dalam menolak dan menerima, tapi
mereka bersikap antara keduanya secara seimbang,itulah keadilan dan pertengahan antara
dua sisi yang berbeda dan inilah sikap yang paling dicintai oleh Allah swt”17.

Al-Ghazali melihat bahwa kehidupan ideal dalam mengaktualisasikan ajaran Islam adalah
dengan jalan pertengahan,seimbang dan adil atau proporsional antara dunia dan akhirat,
antara rohani dan jasmani dan antara materi dan spiritual. Walaupun Al Ghazali dikenal
dengan pandangan tasaufnya dan kehidupan zuhudnya,namun beliau tetap mengakui dan
meyakini bahwa manhaj hidup yang paling sempurna dan sesuai dengan hakikat ajaran
Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta model hidup para Salaf shaleh adalah
arah wasathi (moderat) bukan manhaj ghuluw (ekstrem) atauta’thil (meninggal) ajaran
Islam.

3.ImamAl-Qurthubiy(W:671H/1273M)

Seorang ulama tafsir yang sangat dikenal dengan tafsirnya yang sangat terkenal dalam
dunia Islam sejak abad 7 (tujuh) Hijriah “Al-Jami’ Liahkam Al-Qur’an”,
ImamMuhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubiy. Bahwa umat wasathan adalah
umatyang berkeadilan dan paling baik karena sesuatu yang paling baik adalah yang
palingadil”.Al-Qurthubi menjelaskan bahwa Allah swt menginginkan umat Islam menjadi
umat yang moderat,paling adil dan paling cerdas.Bahwa umat Islam harus menjadi
umatyangselalupadaposisipertengahandanmoderattidakpadaposisiekstrematauberlebihan”

4.ImamIbnuTaimiyah(W:728H/1328M)23

Imam Ibnu Taimiyah adalah seorang Ulama besar abad 7 (tujuh) hijriah, dikenal sangat
tegas dan ketat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunna. Beliau sangat keras dan
tegas memerangi bid’ah juga menyatakan bahwa arah pemikiran Islam wasathiy
(moderat), tetap sebagai arah pemahaman dan pemikiran Islam yang paling baik dan
tepat. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa “Umat Islam disebut umat wasath karena
mereka tidak berlebihan dan ekstrem terhadap nabi-nabi mereka. Umat Islam moderat
tidak menyamakan para Nabi tersebut sebagai Tuhan dan menjadikan sifat para nabi
sebagai sifat ketuhanan,lalu menyembahnya dan menjadikan mereka penyembuh

3
penyakit. Umat Islam juga tidak mengabaikan para Nabi itu sebagai utusan Allah,
menolak mereka dan tidak mentaati mereka, tapi umat Islam menghormati
paraNabi,mengikuti syari’at mereka dan menolong agama mereka.

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa wasathiyah umat ini terletak pada masalah kebersihan
dan najis, pada masalah halal dan haram dan masalah akhlak atau moralitas.

5.ImamAs-Syathibiy(W:790H/1388M)27

Salah satu Ulama maqashid terbesar dalam Islam adalah Imam As-Syathibiy,beliau
menjelaskan tentang wasathiyah atau manhaj moderasi adalah karakter utama syariah
Islam, tidak ada ajaran dan nilai-nilai syari’ah yang tidak mengandung prinsip moderat
dan tujuan yang moderat. Moderasi adalah standar syari’ah dan oleh karenanya setiap
ijtihad dan fatwa terkait dengan syari’at harus diwarnai prinsip moderasi atau wasathiy.
Dalam kitabnya “Al-Muwafaqaat” As-Syatibi berkata: “Bahwa kandungan syari’at
berjalan pada jalan pertengahan yang paling adil,berada pada posisi yang seimbang antara
dua kutub yang bertentangan, tanpa cenderung pada salah satunya.Berada pada
kemampuan hamba yang tidak menyulitkan dan meremehkan, akan tetapi syari’at berada
pada pembebanan mukallaf dengan ukuran yang seimbang dan sangat adil, seperti Ibadah
shalat, zakat, haji, jihad dan lainnya”. Bahkan Imam As-Syatibiberkata: “Bila seandainya
penetapan hukum syara’ terdapat kecenderungan keluar dan menyeleweng dari manhaj
moderat,kepada salah satu dari dua kutub yang saling bertentangan, yaitu kutub ekstrim
kanan dan ekstrim kiri, maka penetapan hukum atau fatwa,segera dikembalikan kepada
karakternya atau manhajnya yang moderat”.

Jadi menurut As-Syatibi kewajiban mengikuti manhaj moderat bukan sekedarmengikuti


secara pasif berdasarkan dalil-dalil dari nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah, akan tetapi
wasathiyah adalah standar dan patron abadi dan bersifat tetap serta mutlak,sehingga
kapan terjadi penyelewengan fatwa atau ijtihad fiqhiyah terkait syari’at Islam dalam
kasus-kasus atau produk-produk hukum Islam,maka harus dikembalikan pada sifat dan
karakternya yang wasathiy atau moderat.

6.SyekhMuhammadRasyidRidha(W:1935M)30

lahirtahun: 1865M dan wafat tahun: 1935M, dikenal dengan nama Rasyid Ridha. Beliau
adalah seorang intelektual muslim asal Suriah 0yang mengembangkan gagasan

4
modernisme Islam yang awalnya digagas 0leh Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad
Abduh.Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu,
dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut
antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang
berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan dibidang sains dan teknologi.Ridha
berpendapat bahwa. Pemikir dan cendikiawan Islam modern yang karya dan pandangan-
pandanganserta pemikirannya sangat berpengaruh dalam dunia Islam, baik salam akidah,
syariah dan social . Ridha berpendapata bahwa Islam bukan agama yang hanya focus
pada rohani, bukan pula pada jasmani, tapi Islam agama rohani dan jasmani sekaligus,
secara seimbang, moderat dan integral. Dalam Tafsirnya“Al-Manar”, saat menafsir surat
Al-Baqarah: 143 berkata: “Adapun umat Islam adalah umat yang Allah telah himpunkan
di dalamnya dua dimensi, yaitu; ruh dan jasad. Maka umat Islam adalah umat ruhani dan
jasmani. Karenanya umat Islam adalah umat yang diberikan semua dimensi kemanusiaan,
karena manusia terdiri dari rohani dan jasmani.

B. Nilai-nilai Wasathiyah dalam Kitab Fiqh

Menurut Imam Syafi`i fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syar`i yang bersifat amali
(praktis) dan diperoleh melalui proses istinbath hukum berdasarkan dalil-dalil yang
terperinci. Dari definisi ini dapat dikemukakan bahwa fiqh merupakan hukum-hukum
operasional yang sangat praktis dan aplikatif sebagai preskripsi dan panduan manusia
mukallaf dalam menjalankan aktivitas kesehariannya dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat.

Diantara kitab fiqh yang masyhur dikalangan santri adalah Fathul Qorib, Tausikh `Ala
Ibnu Qosim, Hasyiyah Bajuri, Fathul Mu`in dan Fathul Wahhab, Bidayatul Mujtahid. Jika
dibaca secara seksama, banyak nilai-nilai wasathiyah yang terdapat di dalamnya. Nilai-
nilai tersebut misalnya berupa kemanusian, persamaan di depan hukum, kepedulian
terhadap sesama, mengutamakan kepentingan komunal dari kepentingan individual.

Dalam kitab Fathul Qorib dijelaskan bahwa alasan kemanusiaan dapat menjadi salah satu
udzur yang membolehkan seseorang untuk bersesuci dengan cara bertayamum. Diantara

5
alasan yang dicantumkan adalah penggunaan air dapat menyebabkan kematian, tidak
berfungsinya sebagian anggota tubuh, jika menuju tempat air khawatir diterkam binatang
buas, diganggu musuh atau hartanya takut diambil pencuri. Menurut penulis ini adalah
nilai wasathiyah yang ditampilkan fiqh. Umat Islam tidak perlu memaksakan diri untuk
menggunakan air ketika bersesuci apabila dapat mendatang mudarat yang besar. Lalu fiqh
memberikan solusi dengan bertayamum.

Nilai wasathiyah juga ditemukan dalam bab peradilan (qadla`). Menurut fiqh qadla`
hakim diharuskan memberikan perlakuan yang sama terhadap dua pihak yang sedang
berperkara di pengadilan. Memperlakukan sama dalam hal memulyakan, menjawab
salam, memandang, mendengarkan pembicaraan, menampakkan wajah ceria dan
memberikan tempat duduk yang sama. Adapun semua orang di muka peradilan tidak ada
yang lebih diunggulkan sebab harta, kemulyaan dan kedudukannya.

Dalam bab shadaqoh juga ditemukan nilai wasathiyah berupa kepedulian terhadap sesama
manusia. Imam Nawawi dalam Majmu` Syarah Muhadzdzab menjelaskan bahwa
bersedekah hukumnya sunnah. Dalam masalah sedekah hendaknya kerabat yang lebih
dekat harus lebih diprioritaskan. Jika memiliki kerabat atau tetangga yang non muslim,
maka fiqh tidak melarang untuk bersedekah kepada mereka, bahkan tetap ada nilai pahala
di dalamnya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam fiqh banyak terkandung nilai-nilai
wasathiyah. Nilai wasathiyah tersebut misalnya terlihat dari prinsip mendahulukan yang
lebih penting (taqdim al-aham), tidak terlalu menyulitkan dan tidak terlalu
menggampangkan, tidak terlalu memperbanyak beban (taqlil at-takalif) dan melakukan
gradualisasi dalam proses penetapan hukum (tadrij).

6
BAB III

PENTUPAN
A. Kesimpulan

Islam wasathiyah yaitu Islam yang berada di antara realitas dan idealitas.
Yakni, Islam memiliki cita-cita yang tinggi dan ideal untuk mensejahterakan umat di
dunia dan akhirat. Cita-citanya yang melangit, tapi ketika dihadapkan pada realitas,
maka bersedia untuk turun ke bawah. Wasathiyah yang disebut dalam alQur’an QS al-
Baqarah 143 dapat juga diartikan jalan diantara ini dan itu. Dapat juga
dikontekstualisasikan Islam wasatihiyah adalah tidak liberal dan tidak radikal.

Memaknai dan mengamalkan Islam secara wasathiyah harus bersandar pada


dalil-dalil syar’i dan mencontoh Rasulullah saw dalam mempraktekkannya agar tidak
terjebak dalam pemahaman ekstrim maupun liberal, sebab beliau adalah standar
ketakwaan.

Dalam kitab Fiqh Wasathiyah beberapa kali muncul, karena agama Islam
sendiri itu bersifat moderasi yang menjadikan makna dari wasathiyah itu sendiri.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Malik, Abi Muhammad bin Hisyam, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, (Mesir, Maktabah
Multazamiyah, 1999).
Asnawi dan Safruddin (Penerjemah), Studi Perdamaian: Perdamaian dan Konflik
Pembangunan dan Peradaban, (Surabaya, Pustaka Eureka, 2003).

Anda mungkin juga menyukai