TENTANG :
Disusun Oleh :
Kelompok 9
FAKULTAS SYARIAH
2022/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul
"Islam Wasathiyah Sebagai Solusi Terhadap Problematika Umat".
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .............................................................................................................1
B Rumusan Masalah............................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................4
PEMBAHASAN ................................................................................................................4
BAB III...............................................................................................................................22
PENUTUP..........................................................................................................................22
A. Kesimpulan ....................................................................................................................22
B. Saran ..............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................23
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk seluruh umat manusia, tanpa
membedakan agama, ras, dan strata sosial seseorang. Islam adalah sistem nilai bukan
konsep dan idiologi. Tujuan Islam adalah mentranspormasikan ajaran-ajaran Islam
kepada masyarakat yang belum atau kurang Islami. Islam dapat berdampingan
dengan paham-paham lain tanpa menghilangkan esensi dari ajaran itu sendiri,
terutama dalam posisi yang tidak dominan. Islam pada dasarnya sanggup
berdampingan secara damai dan toleran. Ia akan bereaksi jika paham-paham itu
mengganggu atau menimbulkan konflik dalam masyarakat. Dalam kondisi demikian
tidak bisa dielakan timbulnya reaksi keras dari masyarakat.1
Tapi wasathiyah Islam atau moderasi Islam telah ada seiring dengan turunnya
wahyu dan munculnya Islam di muka bumi pada 14 abad yang lalu. Hal ini dapat
dilihat dan dirasakan oleh umat Islam yang mampu memahami dan menjiwai Islam
sesuai dengan orisinalitas nashnya dan sesuai dengan konsep dan pola hidup Nabi
Muhammad saw, sahabat dan para salaf shaleh. Arah pemikiran Islam
“wasathiyah” ini menjadi sesuatu yang baru dan fenomenal dalam narasi dan
pemikiran Islam global, karena disegarkan kembali dan diperkenalkan kembali oleh
seorang mujtahid abad 21, yaitu yang mulia Al-Imam Profesor Doktor Yusuf Al-
1
Nuhrison, (2011), Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama Studi tentang Paham/Aliran Keagamaan,
Dakwah dan Kerukunan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 3.
1
Qaradhawi, seorang ulama besar dari Qatar kelahiran Mesir, alumni Universitas
terkemuka di dunia, Al-Azhar Mesir.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
2
Fuad Zakaria, Husain Ahmad Amin, Said Al-Asymawi dan Faraj Faudah tentang liberasi Islam dalam
Muhammad Al-Khair Abdul Qadir, Ittijahaat Haditsah fi Al-Fikr Al-Almani,(Khurtum: Ad-Daar As-
Sudaniyah Lil Kutub, 1999), hal 11-23.
2
1. Untuk Mengetahui Islam Wasathiyah dalam Al-Qur'an.
BAB II
3
PEMBAHASAN
3
Arif, Khairan M. "Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah Serta
Pandangan Para Ulama dan Fuqaha." Al-Risalah: Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran Islam 11.1
(2020): 22-43.
4
(perubahan). Oleh karena itu keseimbangan (al-tawazun) lanjut Al-Qardhawi;
sesungguhnya merupakan watak alam raya (universum) sekaligus menjadi watak
dari Islam sebagai risalah abadi. Bahkan, amal menurut Islam bernilai saleh, jika
amal itu diletakkan dalam prinsip-prinsip keseimbangan antara hablun minallah dan
hablun minannaas.
4
Usman, Abd Malik. "Islam Rahmah dan Wasathiyah (Paradigma Keberislaman Inklusif,
Toleran dan Damai)." Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum 15.1 (2015): 18136.
5
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu". (QS. Al-Baqarah: 143) Dari
Abu Said Al-Khudri ra, Nabi saw menjelaskan makna ummatan wasathan dalam ayat
ini adalah “keadilan” (HR. Tirmidzi, Shahih). At-thabari juga menjelaskan bahwa
makna “wasathan” bisa berarti “posisi paling baik dan paling tinggi”. AtThabari
mengutip Ibnu Abbas ra, Mujahid dan Atha’ saat menafsirkan ayat 143 berkata:
“Ummatan Washathan adalah “keadilan” sehingga makna ayat ini adalah “Allah
menjadikan umat Islam sebagai umat yang paling adil”. Al-Qurthubi berkata:
wasathan adalah keadilan, karena sesuatu yang paling baik adalah yang paling adil”.
Ibnu Katsir berkata: wasathan dalam ayat ini maksudnya paling baik dan paling
berkualitas”. Para ahli tafsir lain seperti Abdurrahman As-Sa’diy dan Rasyid Ridha
menafsirkan bahwa makna washathan dalam ayat ini adalah keadilan dan kebaikan”.
Dari beberapa hadits Nabi saw dan penjelaskan para mufassir dari kalangan Sahabat
dan tabi’in serta para mufassir generasi setelahnya sampai mufassir modern di atas,
dapat disimpulkan makna wasathan pada surat Al-Baqarah 143 ini adalah; “Keadilan
dan kebaikan, atau umatan wasathan adalah umat yang paling adil dan paling baik”.5
5
Ibnu Jarir At-Thabari, Tafsir At-Thabari, vol 2 (Kairo: Maktabah At-Taufiqiyah, 2004), hal 7.
6
Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Quthubi, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran (Tafsir AlQurthubi),
vol 1, (Kairo: Maktabah Al-Iman, tt), hal 477
6
dismpulkan bahwa makna akata ausathuhum adalah “paling adil, paling baik atau
ideal dan paling berilmu”.
7
Arif, Khairan M. "Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah
Serta Pandangan Para Ulama dan Fuqaha." Al-Risalah: Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran
Islam 11.1 (2020): 22-43.
7
Alaihissalam berkata; "Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan ummatnya".
Maka kami pun bersaksi bahwa Nabi Nuh 'alaihissalam telah menyampaikan risalah
yang diembannya kepada ummatnya. Begitulah seperti yang difirmankan Allah
Yang Maha Tinggi (QS al-Baqarah ayat 143 yang artinya), ("Dan demikianlah kami
telah menjadikan kalian sebagai ummat pertengahan untuk menjadi saksi atas
manusia.."). al-washath artinya al-'adl (adil). (HR. Bukhari, Hadits No. 3091 dan
Ahmad, Hadits No 10646). Dalam hadits di atas, sangat jelas Nabi saw memaknai
dan menafsirkan kata “wasathan” adalah “keadilan”. Yang dimaksud keadilan di sini
adalah, bahwa umat Islam adalah umat yang menempatkan sesuatu sesuai pada
tempatnya, menyikapi sesuatu sesuai dengan porsinya dan kedaaanya. Moderat adal
jujur dan komitmen tidak mendua serta inkonsisten dalam sikap, sehingga Allah
melengkapi surat Al-Baqarah: 143 di atas, setelah menyebut wasathan dengan “agar
kalian menjadi saksi-saksi bagi manusia”. Dalm Islam seorang saksi haruslah yang
adail dan jujur. Nampaknya adil, jujur dan konsisten sangat tepat untuk makna ayat
ini, sesuai dengan tafsir dari Nabi saw terhadap ayat ini, yaitu keadilan.
3. Wasathiyah bermakna posisi terbaik seperti Harta terbaik adalah harta pertengahan
Dari Abdullah bin Muawiyah Al Ghadhiri ia berkata; Nabi saw bersabda: "Tiga
perkara, barang siapa yang melaksanakannya maka ia akan merasakan nikmatnya
8
iman yaitu barang siapa yang beribadah kepada Allah semata dan tidak ada tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah, dan menunaikan zakat hartanya dengan jiwa
yang lapang dan jiwanya terdorong untuk menunaikan zakat setiap tahun dan tidak
memberikan hewan yang sudah tua dan tanggal giginya, lemah, serta yang sakit atau
menunaikannya dengan yang kecil jelek. Akan tetapi tunaikanlah dengan harta kalian
yang pertengahan karena sesungguhnya Allah tidak meminta harta terbaik kalian dan
tidak juga menyuruh kalian memberikan harta yang terburuk” (HR. Abu Daud. Hadits
No 1349). Hadits ini menjelaskn ajaran moderasi Islam dalam mengeluarkan zakat,
bahwa harta yang dikeluarkan oleh seorang muslim dari kewajiban zakatnya adalah
harta pertengahan antara harta yang paling mewah atau mahal dan harta yang paling
murah dan rendah.
Imam Ibnu Jarir At-Thabari adalah Syaikhul mufassirin, beliau telah menulis
tafsir bilma’tsur (berdasar riwayat) terlengkap di dunia pada abad ke 3 hijriah.
Tafsirnya menjadi rujukan para ulama tafsir di masanya sampai saat ini. At-Thabari
telah memeberi konsep wasathiyah yang lengkap dan mumpuni, saat manafsirkan
surat Al-Baqarah ayat 143, sehingga menjadi referensi para ulama wasathiyah
samapai saat ini. At-Thabari berpendapat bahwa umat Islam yang wasathiyah
adalah “Umat Islam adalah umat moderat, karena mereka berada pada posisi tengah
dalam semua agama, mereka bukanlah kelompok yang ekstrem dan berlebihan
seperti sikap ekstremnya nashrani dengan ajaran kerahibannya yang menolak dunia
dan kodratnya sebagai manusia.
Umat Islam juga bukan seperti bebasnya dan lalainya kaum yahudi yang
mengganti kitab-kitab Allah, membunuh para Nabi, mendustai Tuhan dan kafir
pada-Nya. Akan tetapi umat Islam adalah umat pertengahan dan seimbang dalam
8
Dakhoir, Ahmad, and Jefry Tarantang. "Hukum bunga bank (pendekatan fikih wasthiyah
iqtishadiyah)." (2020).
9
agama, maka karena inilah Allah menamakan mereka dengan umat moderat”15 .
At-Thabari memposisikan umat Islam antara dua ajaran agama samawi yang telah
mengalami penyelewengan dan distorsi yaitu yahudi dan nashrani. Yahudi adalah
agama yang dianut oleh bani israil dipimpin oleh para rahib yang tidak memiliki
konsistensi pada ajaran asli taurat, mereka merubah ajaran taurat sesuai dengan napsu
mereka. Firman Allah: “Diantara orang Yahudi yang merubah firman Allah dari
tempatnya, dan mereka berkata; kami mendengar tapi kami tidak mematuhinya” (QS.
An-Nisa: 46). Kaum Yahudi mengganti tuhan dan syari’at taurat yang diajarakan
Allah lewat para Nabi-Nya kepada mereka, serta menganti Allah dengan Nabi Uzair
dan individu lainnya sebagai anak tuhan. Allah berfirman: “Dan orang-orang Yahudi
berkata: Uzair putra Allah, dan orang-orang nashrani berkata: Al-Masih putra Allah”
(QS. AtTaubah: 30).
Bahkkan Yahudi tega dan sadis membunuh para Nabi dan Rasul yang diutus
oleh Allah kepada mereka untuk memperbaiki akidah dan kehidupan mereka. Oleh
karena itulah mereka selamanya dihinakan, dilaknat dan dimurkai oleh Allah swt.
Allah berfirman: “Kemudian mereka ditimpa kehinaan dan kemiskinan serta selalu
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu karena disebabkan mereka mengingkari ayat-
ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar” (QS. Al-Baqarah: 61,
Ali Imran: 21 dan 112 dan At-Taubah: 111). Adapun agama dan umat Nashrani,
mereka adalah umat yang kurang menggunakan akal sehat dalam beragama, mereka
sangat tekstual dan kaku dalam memahami ajaran agamanya, nashrani adalah agama
yang hanya memperhatikan masalah ukhrawi dan tidak memperdulikan masalah
kehidupan dunia. Akibat pemahaman yang kaku dan tekstual ini mereka tidak
menerima perubahan dan mejadikan hidup kerahiban (menjauhi dunia) sebagai
ajaran agamanya padahal Allah tidak mengajarkan demikian. Allah berfirman:
“Mereka mengada-adakan rahbaniyah (hidup kerahiban), padahal Kami tidak
mengajarkannya kepada mereka, dan yang Kami wajibkan hanyalah mencari
keridhaan Allah, tetapi mereka tidak pelihara sebagaimana mestinya”. (QS. Al-
Hadid: 27).
10
Diantara Ulama besar yang telah memperkenalkan prinsip-prinsip wasathiyah
Islam adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali, beliau berpendapat dalam kayanya “Ihya
Ulumiddin” ketika membahas sikap para Sahabat Nabi saw terhadap dunia pada Bab
Zuhud, Al-Ghazali berkata: “bahwa para sahabat tidak bekerja di dunia untuk dunia
tapi untuk agama, para sahabat tidak menerima dan menolak dunia secara keseluruhan
atau secara mutlak. Sehingga mereka tidak ekstrem dalam menolak dan menerima,
tapi mereka bersikap antara keduanya secara seimbang, itulah keadilan dan
pertengahan antara dua sisi yang berbeda dan inilah sikap yang paling dicintai oleh
Allah swt”.
Seorang ulama tafsir yang sangat dikenal dengan tafsirnya yang sangat terkenal
dalam dunia Islam sejak abad 7 (tujuh) Hijriah “Al-Jami’ Liahkam Al-Qur’an”, Imam
Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubiy. Bahwa umat wasathan adalah umat
yang berkeadilan dan paling baik karena sesuatu yang paling baik adalah yang paling
9
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam: Fakta teoretis-filosofis dan aplikatif-normatif. Amzah,
2022.
11
adil”21. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa Allah swt menginginkan umat Islam
menjadi umat yang moderat, paling adil dan paling cerdas. Bahwa umat Islam harus
menjadi umat yang selalu pada posisi pertengahan dan moderat tidak pada posisi
ekstrem atau berlebihan”.
Imam Ibnu Taimiyah adalah seorang Ulama besar abad 7 (tujuh) hijriah,
dikenal sangat tegas dan ketat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunna.
Beliau sangat keras dan tegas memerangi bid’ah juga menyatakan bahwa arah
pemikiran Islam wasathiy (moderat), tetap sebagai arah pemahaman dan pemikiran
Islam yang paling baik dan tepat. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa “Umat Islam
disebut umat wasath karena mereka tidak berlebihan dan ekstrem terhadap nabi-nabi
mereka. Umat Islam moderat tidak menyamakan para Nabi tersebut sebagai Tuhan
dan menjadikan sifat para nabi sebagai sifat ketuhanan, lalu menyembahnya dan
menjadikan mereka penyembuh penyakit. Umat Islam juga tidak mengabaikan para
Nabi itu sebagai utusan Allah, menolak mereka dan tidak mentaati mereka, tapi umat
Islam menghormati para Nabi, mengikuti syari’at mereka dan menolong agama
mereka”10.
Salah satu Ulama maqashid terbesar dalam Islam adalah Imam As-Syathibiy,
beliau menjelaskan tentang wasathiyah atau manhaj moderasi adalah karakter utama
syariah Islam, tidak ada ajaran dan nilai-nilai syari’ah yang tidak mengandung prinsip
moderat dan tujuan yang moderat. Moderasi adalah standar syari’ah dan oleh
karenanya setiap ijtihad dan fatwa terkait dnegan syari’at harus diwarnai prisnsip
moderasi atau wasathiy. Dalam kitabnya “Al-Muwafaqaat” As-Syatibi berkata:
11
“Bahwa kandungan syari’at berjalan pada jalan pertengahan yang paling adil, berada
pada posisi yang seimbang antara dua kutub yang bertentangan, tanpa cenderung
pada salah satunya. Berada pada kemampuan hamba yang tidak menyulitkan dan
10
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Al-Wasathiyah Wa at-tajdid, hal 64
11
Lihat Ibnu Taimiyah, Majmu’ah Al-Fatawa Li Syaikhil Islam Ahmad bin Taimiyah, vol 28,
(AlManshurah: Daar Al-Wafa, cet-3, 2005), hal 613
12
meremehkan, akan tetapi syari’at berada pada pembebanan mukallaf dengan ukuran
yang seimbang dan sangat adil, seperti Ibadah shalat, zakat, haji, jihad dan lainnya”.
Maka umat Islam adalah umat ruhani dan jasmani. Karenanya umat Islam
adalah umat yang diberikan semua dimensi kemanusiaan, karena manusia terdiri dari
rohani dan jasmani. Saat Allah swt berfirman: “Demikian Kami jadikan kalian umat
yang pertengahan” (QS. Al-Baqarah: 143) ini menujukkan bahwa kalian umat Islam
mengetahui dua unsur manusia dan kalian memiliki dua kesempurnaan ini, agar
kalian menjadi saksi bagi manusia seluruhnya. Ridha berkata bahwa kelompok
pemuja jasad hanya memperhatikan masalah fisik dan meninggakan ruhani atau
bathin, sementara kelompok ruhani sangat ekstrem menyakini ruh manusia dan
meninggalkan dunia. Kelompok pertama berkata “Tidak ada kehidupan kecuali
hidup kita di dunia ini, kita mati mati dan hidup, dan tidak ada yang mematikan kita
kecuali waktu” (QS. Al-Jatsiyah: 24).
Kelompok ini sama dengan hewan dan mereka menolak semua keistimewaan
ruhani. Sementara kelompok yang ekstrem pada agama, mereka berkata:
“Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah penjara bagi ruh dan hukuman baginya,
maka kita harus membebaskan diri kita dari dunia dengan cara meniggalkan semua
nikmat jasmani dan menyiksanya, menghancurkan semua hak-hak napsu dan
melepaskannya dari semua yang llah berikan di dunia ini. Kalian menyaksikan
bagaimana dua kelompok telah keluar dari sikap adil dan seimbang” .
12
Abu Ishaq As-Syatibi, Al-Muwafaqat fii Ushul As-Syariah, vol 2, (Kairo: al- maktabah attaufiqiyah,
2003), hal 139
13
g. Al-Imam Hasan Al-Banna (W: 1368H/1949)
Imam Hasan Al-Banna adalah seorang ulama yang zuhud, alim dan
organisatoris ulung di zamannya. Beliau sangat mumpuni dalam memahami
kandungan Al-Qur’an dan Al-hadits, sehingga beliau meyakini bahwa Islam adalah
agama yang dinantikan dan menyelamatkan dunia dan kemanusiaan. Oleh karenanya
dalam pandangan Al-Banna’, umat Islam memiliki ideologi dan pemikiran yang
paling kuat di dunia ini, karena umat Islam memiliki dan mendakwahkan syari’ah
Al-Qur’an yang paling adil dan moderat di dunia” . Dalam tulisannya yang berjudul
“Dialektika Dakwah kita di Era Baru”. AlBanna’ mengkritik peradaban barat yang
sangat materialisme, liberal yang tidak moderat yang sebenarnya menyimpang dari
nilai-nilai kemanusiaan. Al-banna’ meyakini bahwa ajaran dan perdaban Islamlah
yang paling sempurna dan moderat, sesuai dengan fitrah mansuia, beliau berkata:
“Pada fase ini manusia materialis menolak eksistensi ketuhanan dan semua
yang terkait dengannya, mengingkari kenabian dan semua yang berhubungan
dengannya. Mereka menolak keberadaan alam akhirat, balasan amal dan alam ruh
dengan segala materinya. Barat materialisme hanya mengakui alam dunia yang
rendah dan terbatas ini dan mereka manfsirkan semua fenomenanya berdasarkan
kaidah-kaidah materialisme murni. Pemikiran materialisme di atas merupakan
kesalahan yang nyata dan fatal dan merupakan sikap yang ekstrem. Pemikiran barat
materialism menjadi bukti kebodohan manusia tentang segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Hasan Al-Banna’ lalu membandingkan peradaban barat materialisme
dan ekstrem ini dengan ajaran Islam berkata: “Ajaran Islam yang lurus telah
menjelaskan hal ini dengan benar. Islam mengakui eksistensi alam ruh dan
menjelaskan hubungan yang terjalin antara manusia dengan Allah, Tuhan seluruh
makhluk dan hubungannya dengan kehidupan alam akhirat yang akan dialami pasca
kehidupan dunia. Islam juga mengakui kelebihan yang ada pada alam materi ini
dengan segala manfaat yang dapat dirasakan oleh manusia jika mereka
memakmurkannya dengan benar, dan menggunakannya dalam batas-batas
kebaikan”.
Hasan Al-Banna’ paham betul dan meyakini bahwa Islam adalah agama
sempurna, integral dan komprehensif. Hampir sama dengan Muhammad Rasyid
14
Ridha, Hasan Al-Banna memahami bahwa Islam mengatur hidup manusia di dunia
dan akhirat. Adalah sangat keliru orang yang memahami bahwa Islam hanya
mengurus masalah ibadah dan rohani atau spiritual semata. Padahal Islam, menurut
Al-Banna adalah akidah dan ibadah, tanah air dan warga Negara, agama dan Negara,
spiritual dan dan kerja serta mushaf dan pedang”.
Imam Muhammad Abu Zahrah adalah salah satu ulama besar Islam zaman
modern yang sangat mumpuni memahami dan menjiwai Islam, sehingga para Ulama
di zamannya menyebutnya sebagai syekhnya para Ulama di masanya. 13Sampai saat
ini para Ulama Islam dan para cendikiawan Islam dunia selalu merujuk pada
pendapat Abu Zahrah dalam berbagai masalah agama, seperti Fiqh, Ijtihad, teologi,
pemikiran Islam dan sebagainya. Menurut Abu Zahrah (sebutan yang sering dipakai
untuk Imam Muhammad Abu Zahrah), umat ini adalah umat yang meneladani
Nabinya, yaitu Muhammad saw dalam hal kelapangan dada dan toleransi.
Demikian pula Islam adalah agama moderat, pertengan dan terbaik. Abu
Zahrah ketika menafsirkan surat Al-Baqarah, ayat: 143 berkata: “kata wasatahan
pada ayat ini memiliki dua makna. Pertama: Sesuatu yang pertegahan antara dua hal
yang bertentangan. Kedua: bermakna kebaikan dan keunggulan.14 Islam adalah
agama pertengahan atau moderat yang berada pada posisi berlebihan atau ekstrem
dan posisi mengurangi atau melalaikan. Islam adalah pertengahan antara sikap
Yahudi dan Nashrani. Agama Yahudi telah durhaka dan lalai terhadap kewajiban
mereka teradap para Nabi, sehingga mereka membunuh para Nabi. Agama Nashrani
bersikap sebaliknya, mereka ekstrem dalam menghormati dan mensucikan Nabi,
sehingga mereka menyembahnya dan menjadikannya Tuhan. Karenanya manhaj atau
arah keagamaan yang pertengahan atau moderat adalah tidak ekstrem dan tidak pula
memudah-mudahkan atau meninggalkan”.
13
Ibid, hal 228
14
Ibid, hal 119
15
Beliau adalah Ulama besar Islam asal Mesir, Syeikhul Al-Azhar, pemilik karya
yang sangat dikenal dalam keilmuan Islam yang berjudul “Al-Islam Akidah wa
Syari’ah”. Syalthut berpendapat bahwa Islam adalah agama moderat karea dia terdiri
dari akidah dan syari’ah yaitu agama yang mengandung unsur teori dan implementasi
serta aktualisasi. 15
Akidah adalah ajaran yang bersifat teori, abstrak dan keimanan,
sementara syari’ah adalah ajaran yang bersifat praktek (amaliy) yang
mengaktualisasikan teori, konsep dan keimanan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Syalthut berkata: “Akidah adalah dimensi teori yang menuntut keimanan dan
keyakinan padanya sebelum hal-hal yang lainnya, yang membutuhkan keyakinan
tanpa keraguan, karakter akidah adalah berdasarkan nash-nash Al-Qur’an yang pasti
dan Ijma’
Ulama yang disepakati, dia adalah awal dari semua misi dakwah para Nabi
dan Rasul. Sementara syari’ah adalah system yang Allah swt syari’atkan atau yang
Allah tetapkan dasar-dasarnya agar manusia menjadikannya sebagai landasan dalam
berinteraksi pada Allah swt, landasan hubungan dan interaksi dengan saudaranya
sesama muslim, intekasi kepada saudaranya sesama manusia dan interaksi kepada
alam semesta dan kehidupan ini. Karenanya Allah swt selalu menyebut akidah
dengan iman dan syari’at ini dengan amal shaleh. Seperti firman Allah
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka mereka akan
tinggal di surga firdaus” (QS. AlKahfi: 107) dan ayat-ayat lainnya”.
16
1. Problema Aqidah
Problem ini merupakan problem terbesar dan sangat krusial. Di atas agama
dan akidah inilah, semua urusan terbangun. Semua urusan tersebut, baik dan buruknya
sangat bergantung pada baik dan buruknya agama, artinya, jika agama itu maka
semua akan baik, begitu juga sebaliknya. Namun faktanya, dalam masalah agama dan
akidah (keyakinan), manusia telah berpecah belah dan menempuh jalan yang
bermacam-macam. Semua jalan yang mereka tempuh merupakan jalan yang salah,
menyimpang dari kebenaran serta tidak memberikan manfaat apapun, kecuali jalan
orang yang mendapatkan hidayah kepada agama Islam yang hakiki. Mereka
mendapatkan keistiqamahan, kebaikan, dan kenyamanan dari segala sisi.
Sebagian manusia, ada yang dipermainkan oleh syaitan sehingga mereka menyembah
selain Allâh Azza wa Jalla , menyembah bebatuan, pepohonan, gambar, para nabi dan
malaikat, menyembah orang shalih atau yang tidak shalih, padahal mereka meyakini
hanya Allâh Azza wa Jalla Rabb mereka, pemilik dan pencipta mereka tanpa ada
sekutu bagi-Nya. Dengan demikian, berarti mereka mengakui tauhid rubûbiyah dan
melencengan dari tauhid ulûhiyah (mengesakan Allâh Azza wa Jalla dalam hal
ibadah). Mereka ini termasuk orang-orang musyrik meski dalam warna, mazhab dan
kelompok yang berbeda. Semua kitab samawi ( kitab yang Allâh Azza wa Jalla
turunkan kepada para Nabi ) telah mengabarkan kebinasaan dan kesengsaraan
mereka.
Semua para Nabi dan Rasul telah bersepakat dalam menyerukan tauhid dan melarang
kesyirikan. Mereka juga bersepakat bahwa orang yang menyekutukan Allâh Azza wa
Jalla diharamkan bagi mereka surga dan tempat mereka yang tepat adalah neraka.
Akal yang sehat serta fitrah yang selamat juga mengisyaratkan buruknya perbuatan
syirik, perbuatan menuhankan dan menyembah para makhluk. Jadi, kesyirikan itu
batil secara syairi’at dan rusak menurut akal yang sehat.
Sebagian manusia, ada juga yang beriman kepada sebagian rasul dan kitab-kitab
samawi serta menolak sebagian yang lainnya, padahal para rusul, dan kitab-kitab
17
samawi satu sama lainnya saling membenarkan dan bersepakat dalam masalah-
masalah inti. Oleh karena itu, pendustaan orang-orang ini terhadap sebagian kitab dan
rasul telah membatalkan keimanan mereka terhadap sebagian yang lainnya, sehingga
mereka tetap berada dalam penyimpangan, kebingungan dan kontradiksi. Allâh Azza
wa Jalla berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allâh Azza wa Jalla dan rasul-rasul-
Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allâh Azza wa Jalla
dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada yang sebahagian
dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan
itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah
orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. [an-Nisâ’/4:150-151]
Allâh Azza wa Jalla menghukumi mereka sebagai orang-orang kafir yang hakiki,
karena Allâh Azza wa Jalla mengetahui pengakuan mereka sebagai orang-orang yang
beriman adalah pengakuan dusta dan tidak benar. Seandainya pengakuan mereka
benar tentu mereka juga beriman terhadap semua hal yang disepakati oleh para Nabi,
akan tetapi mereka berkata :
ص ِّدقًا لِ َما َم َع ُه ْم ُّ قَالُوا نُْؤ ِمنُ بِ َما ُأ ْن ِز َل َعلَ ْينَا َويَ ْكفُرُونَ بِ َما َو َرا َءهُ َو ُه َو ا ْل َح
َ ق ُم
Mereka mengatakan, “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada
kami”. Dan mereka kafir kepada al-Qur’ân yang diturunkan sesudahnya, sedang al-
Qur’ân itu adalah (Kitab) yang haq; yang membenarkan apa yang ada pada mereka
[al-Baqarah/2:91]
18
Jadi pengakuan mereka ini merupakan pengakuan dusta, oleh karena itu Allâh Azza
wa Jalla membantah mereka dengan firman-Nya :
َقُ ْل فَلِ َم تَ ْقتُلُونَ َأ ْنبِيَا َء هَّللا ِ ِمنْ قَ ْب ُل ِإنْ ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِين
Lantas, mengapa kamu dahulu membunuh para Nabi Allâh jika benar kamu orang-
orang yang beriman? [al-Baqarah/2:91]
Sebagian umat manusia, ada juga yang mengaku-ngaku sebagai ahli ilmu falsafah
(filsafat) dan ilmu lagika. Lalu mereka ini datang membawa kesesatan dan hal-hal
yang mustahil. Mereka menentang Allâh Azza wa Jalla dan mengingkari eksistensi-
Nya k , apalagi kewajiban beriman kepada para Nabi, kitab-kitab, serta hal-hal yang
ghaib. Mereka menentang ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla dengan penuh kesombongan,
padahal jiwa meyakini kebenarannya. Mereka mendustakan semua ilmu para Rasul
dan semua kandungan kitab-kitab Allâh Azza wa Jalla . Mereka sombong, tidak mau
menerima kitab-kitab itu dan membangga-banggakan pengetahuan mereka tentang
alam semesta. Menolak semua kebenaran dan tidak mau menerimanya kecuali hal-hal
yang mereka ketahui dengan akal dan panca indra yang sangat terbatas serta
eksperimen-eksperimen yang sangat dangkal dan sempit bila dibandingkan dengan
ilmu para Nabi. Mereka menyembah alam semesta dan menjadikannya segala-galanya
bagi mereka. Mereka tunduk dan patuh kepada tabiat, serta tidak mau terikat dengan
sesuatu apapun yang berkenaan dengan akhlak atau syari’at. Keadaan mereka tidak
lebih baik dibandingkan hewan ternak, karena mereka tidak memiliki akhlak dan
selalu memperturutkan syahwat. Mereka tidak memiliki tujuan akhir yang ingin
dicapai. Mereka mengatakan :
َوقَالُوا َما ِه َي ِإاَّل َحيَاتُنَا ال ُّد ْنيَا نَ ُموتُ َونَ ْحيَا َو َما يُ ْهلِ ُكنَا ِإاَّل ال َّد ْه ُر
Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup
dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa, [al-Jatsiyah/45:24]
19
ISLAM MENYELAMATKAN MANUSIA
Lalu bagaimana dengan Islam? Agama Islam telah mengeluarkan dan menyelamatkan
makhluk dari gelapnya kebodohan, kekufuran, serta dari gelapnya permusuhan dan
berbagai jenis keburukan. Islam membimbing mereka menuju cahaya ilmu, iman,
keyakinan, keadilan, kasih sayang serta semua jenis kebaikan.
Sungguh Allâh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allâh
mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allâh l , membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [Ali
Imrân/3:164]
Juga berfirman :
Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allâh Azza wa Jalla melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran. [an-Nahl/16:90]
Juga berfirman :
20
ِ ا ْليَ ْو َم َأ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأ ْت َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر
ْ ضيتُ لَ ُك ُم اِإْل
ساَل َم ِدينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu
[al-Mâidah/5:3]
Juga berfirman :
ص ْدقًا َو َع ْداًل
ِ َوتَ َّمتْ َكلِ َمتُ َربِّ َك
Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’ân) sebagai kalimat yang benar dan adil.
[al-An’âm/6:115]
Kata “kalimah” pada ayat di atas maksudnya adalah firman Allâh Azza wa Jalla (al-
Qur’ân) yang melalui perantaraannya Allâh Azza wa Jalla mensyari’atkan syari’at
juga hukum-hukum. Allâh Azza wa Jalla telah menjadikannya :
1. Sempurna dari segala sisi, tidak ada kekurangannya dari sisi manapun;
3. Adil dalam semua hukumnya. Semua perintah yang ada di dalamnya adalah
keadilan, kebaikan, dan perbaikan, semua larangannya penuh dengan hikmah. Dia
melarang perbuatan zhalim, permusuhan, dan kerusakan-kerusakan yang lainnya.
21
َ َو َمنْ َأ ْح
َسنُ ِمنَ هَّللا ِ ُح ْك ًما لِقَ ْو ٍم يُوقِنُون
Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allâh Azza wa Jalla bagi
orang-orang yang yakin? [al-Mâidah/5:50]
Pertanyaan dalam ayat ini bermakna nafyun (peniadaan hukum yang lebih baik) yang
telah ditetapkan keberadaannya dalam fitrah dan akal sehat.
Agama Islam telah membolehkan semua yang baik dan bermanfaat serta
mengharamkan setiap yang buruk dan mencelakakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
ِ ا ْل َم ْع ُرAAِسو َل النَّبِ َّي اُأْل ِّم َّي الَّ ِذي َي ِجدُونَهُ َم ْكتُوبًا ِع ْن َد ُه ْم ِفي الت َّْو َرا ِة َواِإْل ْن ِجي ِل يَْأ ُم ُر ُه ْم ب
ا ُه ْمAAوف َويَ ْن َه ُ الَّ ِذينَ َيتَّبِعُونَ ال َّر
ص َر ُه ْم َواَأْل ْغاَل َل الَّتِي َكانَتْ َعلَ ْي ِه ْم ْ ض ُع َع ْن ُه ْم ِإ ِ َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر َويُ ِح ُّل لَ ُه ُم الطَّيِّبَا
َ َت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ا ْل َخبَاِئ َث َوي
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang mereka dapati
(namanya) tertulis dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka [al-A’râf/7:157]
Agama Islam merupakan agama yang mengarahkan para hamba kepada semua yang
bermanfaat, dalam urusan agama dan dunia, serta melarang mereka dari segala
perkara yang membahayakan agama dan kehidupan mereka. Islam adalah agama yang
memerintahkan para pemeluknya untuk bermusyawarah tatkala tidak jelas antara
maslahat yang dominan ataukah mudharat? Musyawarah bertujuan untuk memilih
yang dominan maslahatnya dan meninggalkan yang mudharat dominan.
22
Agama Islam merupakan agama yang agung dan universal yang menyeru manusia
agar mengimani seluruh kitab yang Allâh Azza wa Jalla turunkan juga mengimani
para Rasul yang telah Allâh Azza wa Jalla utus, sebagaimana firman Allâh Azza wa
Jalla :
ٰ
ُ ِد َل بَ ْينَ ُك ُم ۖ هَّللاAْرتُ َأِلعAْ ب ۖ َوُأ ِم ٍ اAَزَ َل هَّللا ُ ِمنْ ِكتAا َأ ْنA ْل آ َم ْنتُ بِ َمAُم ۖ َوقAْ ستَقِ ْم َك َما ُأ ِم ْرتَ ۖ َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َء ُه
ْ فَلِ َذلِ َك فَا ْد ُع ۖ َوا
صي ُر ِ َربُّنَا َو َربُّ ُك ْم ۖ لَنَا َأ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم َأ ْع َمالُ ُك ْم ۖ اَل ُح َّجةَ بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُك ُم ۖ هَّللا ُ يَ ْج َم ُع بَ ْينَنَا ۖ َوِإلَ ْي ِه ا ْل َم
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:
“Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allâh dan aku diperintahkan
supaya berlaku adil diantara kamu. Allâh-lah Rabb kami dan Rabb kamu. Bagi kami
amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami
dan kamu, Allâh mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)” [as-
Syûrâ/42:15]
Agama Islam adalah agama yang dipersaksikan kebenaran dan kesempurnaannya oleh
Allâh Azza wa Jalla juga para makhluk pilihan Allâh Azza wa Jalla .
َدAدِّينَ ِع ْنA﴾ ِإنَّ ال١٨﴿ ُز ا ْل َح ِكي ُمAو ا ْل َع ِزيA ٰ ْ ِش ِه َد هَّللا ُ َأنَّهُ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل ُه َو َوا ْل َماَل ِئ َكةُ َوُأولُو ا ْل ِع ْل ِم قَاِئ ًما بِا ْلق
َ A هَ ِإاَّل ُهAَس ِط ۚ اَل ِإل َ
ساَل ُم ْ هَّللا ِ اِإْل
Allâh Azza wa Jalla menyatakan bahwa tidak ada ilah melainkan Dia (yang berhak
diibadahi), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada ilah melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang
diridhai) disisi Allâh Azza wa Jalla hanyalah Islam. [Ali Imrân/3:18-19]
23
Baca Juga Kenali Penyakit yang Memperlemah Kekuatan Umat Islam
Agam Islam merupakan agama yang memberikan keindahan lahir maupun batin, dan
kesempurnaan akhlak serta amal bagi para pemeluknya.
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allâh [an-Nisâ’/4:125]
Tidak ada yang lebih baik daripada orang yang ikhlas kepada Allâh l , berlaku baik
kepada para hamba, ikhlas serta mengikuti syari’at Allâh Azza wa Jalla yang
merupakan syariat terbaik dan paling adil, sehingga hatinya akan terwarnai dengan
tauhid dan ikhlas, akan lurus akhlak dan amalnya diatas hidayah dan kebenaran.
َص ْب َغةً ۖ َونَ ْحنُ لَهُ عَابِدُون َ ص ْب َغةَ هَّللا ِ ۖ َو َمنْ َأ ْح
ِ ِ سنُ ِمنَ هَّللا ِ
Shibghah Allâh. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allâh? Dan
hanya kepada-Nya-lah kami beribadah. [al-Baqarah/2:138]
Agama Islam, dengannya para pemeluknya telah mampu membuka banyak hati
dengan ilmu dan iman, membuka penjuru dunia dengan keadilan, rahmat (kasih
sayang), dan nasehat untuk ummat manusia. Dengannya, Allâh Azza wa Jalla
memperbaiki keyakinan dan akhlak; Allâh Azza wa Jalla memperbaiki kehidupan
dunia dan akhirat dan dengannya pula Allâh Azza wa Jalla menyatukan hati-hati yang
bercerai-berai.
Agama Islam merupakan agama yang agung dan kokoh dalam setiap khabar (berita)
dan hukumnya. Islam tidak mengabarkan tentang sesuatu kecuali dengan cara benar
24
dan haq, tidak pula menetapkan suatu hukum kecuali dengan cara adil. Tidak ada satu
pun ilmu yang benar (shahih) yang menolak kebenaran berita yang dibawa Islam dan
tidak ada satu hukum yang lebih baik dari hukum Islam. Ditambah lagi, pokok-pokok,
kaidah-kaidah dan pondasi ajaran Islam selalu selaras dengan zaman yang telah lewat
dan waktu yang akan datang. Jika etika bermuâmalah (etika dalam bergaul atau
berbisnis) diterapkan dalam hubungan antar individu masyarakat ataupun dengan
kelompok-kelompok tertentu disetiap waktu dan tempat, maka pasti melahirkan
keadilan, kasih sayang dan kebaikan. Karena Islam turun dari yang Dzat Yang
Mahabijaksana dan Mahaterpuji. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Alif Lâm Râ, (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Tahu [Hûd/11:1]
ٍ اَل َيْأتِي ِه ا ْلبَا ِط ُل ِمنْ بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َواَل ِمنْ َخ ْلفِ ِه ۖ تَ ْن ِزي ٌل ِمنْ َح ِك
يم َح ِمي ٍد
Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’ân) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
[Fusshilat/41:42]
25
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’ân, dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya. [al-Hijr/15:9]
Kami menjaga setiap lafaznya dari segala bentuk penambahan, pengurangan, dan
perubahan; Kami menjaga hukum-hukumnya dari segala bentuk penyelewengan dan
kekurangan. Karena al-Qur’ân memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam masalah
keadilan, keistiqamahan, dan kemudahan.
Agama Islam adalah agama yang membimbing pemeluknya menuju al-haq dan
menuju jalan yang lurus. Kejujuran adalah syi’arnya (simbolnya), keadilan
merupakan porosnya (orbitnya), al-haq penopangnya, ar-rahmah (kasih sayang)
merupakan ruh dan tujuannya, kebaikan adalah patnernya, kebaikan dan perbaikan
merupakan keindahan dan aktivitasnya sementara hidayah dan petunjuk adalah
bekalnya.
Barangsiapa mengetahui karakteristik agama ini maka otomatis dia akan memahami
betapa agung nikmat Allâh Azza wa Jalla yang dianugerahkan kepada para makhluk-
Nya berupaka agama ini. Sebaliknya, siapa saja yang mencampakkannya, maka pasti
dia akan terjatuh dalam kebatilan, kesesatan dan kerugian. Karena semua agama yang
menyelisihi Islam berada diantara khurafat dan paganis (penyembahan terhadap
berhala), antara penyimpangan dan materialis, yang menjadikan hati dan amalan
26
pemeluknya seperti hewan ternak bahkan lebih sesat. Karena jika agama Islam hilang
dari hati, maka akhlak mulianpun sirna lalu diganti akhlak yang buruk. Ini semua
menyebabkan pemilik hati tersebut tersibukkan dengan perkara-perkara yang
rendahan. Kemudian yang menjadi perhatian dan tujuan tertinggi mereka adalah
bersenang-senang dengan kehidupan dunia fana ini.
Selayaknya kita bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla atas nikmat yang teramat
agung ini. Nikmat yang datang hanya dari Allâh Azza wa Jalla . Ingatlah firman Allâh
Azza wa Jalla :
Mereka berkata, “Segala puji bagi Allâh yang telah menunjuki kami kepada (surga)
ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allâh tidak memberi
kami petunjuk.” [al-A’râf/7:43]
2. Problema Akhlak
27
pengetahuan telah menimbulkan sejumlah problematika pada masyarakat saat ini
dalam mempengaruhi akhlak pada kehidupan, antara lain:
5. Pola hubungan materialistic Zaman yang terus bekembang terutama pada ilmu
pengetahuan dan teknologi membuat manusia terus mencari keuntungan yang bersifat
material, bahkan dalam bentuk penghargaan yang seseorang berikan atas orang lain
28
banyak dinilai dalam bentuk keuntungan material semata. Akibat dari materialistik ini
membuat material menjadi di atas perhitungan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan,
nilai spiritual bahkan keimanan.
6. Segala cara yang dihalalkan Akibat dari dangkalnya keimanan dan bentuk
materialistik maka manusia akan mudah menggunakan prinsip menghalalkan segala
cara untuk mencapai suatu tujuan dan hal yang ia inginkan. Sifat ingin cepat
mendapatkan sesuatu dengan tanpa usaha yang dapat menjadikan manusia
menghalalkan segala cara, sehingga dapat membuat kosongnya nilai-nilai spiritual
bahkan kurangnya iman pada kehidupannya.
7. Stress atau frustasi Perkembangan zaman yang terus berubah dengan cepat
membuat manusia harus terus mengikuti perkembangannya. Kehidupan membuat
manusia menjadi kompetitif dan menyebabkan manusia menyerahkan seluruh tenaga,
pikiran, dan kemampuannya dalam mengerjakan sesuatu hal. Sifat yang dimiliki
manusia yang selalu merasa tidak puas dan tidak mengenal batas dalam bekerja
hingga berlebihan, apalagi jika mengalami kegagalan maka akan mudah kehilangan
suatu pegangan. Saat tidak memiliki pegangan yang cukup kuat berasal dari nilai-nilai
spiritual atau iman yang dangkal, membuat mereka mengalami suatu masalah yang
tidak dapat terpecahkan, sehingga pada akhirnya mereka akan mengalami stress atau
frustasi, bahkan bias saja mengakhiri hidupnya.
8. Hilangnya harga diri dan masa depan Pergaulan saat ini semakin banyak dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat banyak orang salah jalan
dalam memilih kehidupan. Banyak problematika dalam pengembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat yang mengalami berbagai masalah
dalam aspek lainnya, seperti aspek pluralisme agama, aspek spiritual, bahkan aspek
politik yang dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan dengan
cepat sehingga lupa akan nilai-nilai spiritual dan keimanan bahkan menjadikan
manusia lupa akan kehidupan akhirat. Kurangnya nilai-nilai spiritual tersebut dapat
mengakibatkan dangkalnya keimanan yang mengakibatkan seorang manusia jauh dari
sang maha pencipta dan meninggalkan ajaran yang dimuat di dalam agama. Selain itu,
kurangnya nilai spiritual dapat membentuk penyimpangan moral dalam aspek etika
dan akhlak.
29
C. PERAN PENTING AKHLAK DALAM KEHIDUPAN
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menduduki posisi yang sangat penting,
karena akhlak merupakan pondasi dari diri seseorang. Maka akhlak memiliki
pengaruh dan peran yang besar dalam menjaga kehidupan masyarakat supaya tidak
mengalami kerusakan moral.
Orang yang berakhlak akan memiliki karakter yang baik dan menjadikan dirinya
terhormat baik di dunia maupun di akhirat. Mereka yang memiliki akhlak yang baik
akan menjadi motivasi dan penggerak aktivitas kehidupan masyarakat, keberadaannya
30
di rasakan sangat bermanfaat oleh orang lain. Maka, pantas bagi mereka yang
mempunyai akhlak baik akan di hormati oleh orang lain.
31
Berikut adalah metode yang harus dilakukan sebagai upaya mengatasi
problematika akhlak di lembaga pendidikan :
1.1 Metode keteladanan.
Dalam menerapkan keteladanan, biasanya seorang pelajar akan lebih mudah
mencontoh prilaku dari pendidiknya. Seperti yang dikatakan Amr bin Utbah
bahwa ketika seorang guru akan mengajar anaknya maka haruslah guru
tersebut bisa mengerjakan yang baik dan meninggalkan sesuatu yang buruk
atau dalam kata lain seorang guru harus memimbing dirinya terlebih dahulu
karena padangan anak akan tertuju pada guru yang memimbingnya
(Sa’aduddin, 2006:89). Secara psikologis anak-anak cenderung lebih mudah
meniru tanpa memikirkan dampaknya. Maka, jadilah seorang pendidik yang
mampu mendidik dengan perilaku yang berakhlak mulia.
32
1.5 Metode Pahala dan Sanksi
Jika penanaman akhlak tidak bisa diterapkan dengan nasehat dsb, maka jalan
terbaik adalah dengan pahala dan neraka. Karena Alloh pun telah berjanji
dengan adanya surge dan mengancam dengan adanya neraka.
2. Ajaran Tasawuf
Agar manusia berakhlak mulia dan dapat bermanfaat bagi sesama, maka sebagai
seorang manusia harus memiliki keteguhan moral Islam dalam dirinya. Hal ini
dapat dilakukan dengan menerapkan ajaran tasawuf dalam berbagai macam
bidang kehidupan di masa modern Berikut adalah ajaran Tasawuf yang bisa
diterapkan dalam mengahadapi problematika akhlak di zaman modern ini:
2.1 Ajaran mendekatkan diri kepada Tuhan atau taqarub ilallah. Manusia modern
akan terjauh dari tipu daya dunia jika manusia tersebut mendakatkan diri kepada
Tuhan dengan penuh kesadaran.
2.2 Ajaran berserah diri pada Tuhan atau tawakkal ilallah. Ajaran ini
memperkuat diri, mempunyai sandaran yang kauat dan menyandarkan segala
sesuatu kepada Tuhan. Seseorang akan merasa nyaman jika ia tidak berpikir
negatif, serahkan segala urusan hanya kepada Alloh, karena Alloh yang maha
Tahu dan Kuasa.
2.3 Ajaran sikap ridha. Ketenangan dalam menghadapi sesuatu akan selalu di
rasakan seseorang yang mempunyai sikap ridha dalam dirinya dan tidak pernah
merasa sputus asa karena selalu pasrah dan menerima segala keputusan Tuhan.
2.4 Ajaran meninggal hal yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat atau
zuhud. Ajaran ini mengajarkan untuk tidak dijajah oleh duniawi. Zuhud ini sangat
tepat diterapkan pada manusia modern yang mempunyai sikap materialistic dan
hedonistic.
2.5 Ajaran uzlah yaitu mengasingkan diri dari hingar bingar kehidupan duniawi
dengan cara bertafakur dan dzikir terhadap Alloh swt. Ajaran ini mengajarkan
manusia modern untuk mengontrol aktifitasnya sesuai dengan nilai-nilai
ketuhanan dan tidak tergiur dengan manisnya duniawi
33
a. Problematika Iman
Menurut Drs Achmad Kifni, Iman adalah keyakinan dalam hati, yang di ikrarkan
melalui lisan (ucapan) dan di amalkan dengan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.
Iman itu kadang-kadang bertambah kuat, kadang-kadang bisa berkurang, bahkan
kadang-kadang bisa rusak atau bahkan hilang. Ini berarti iman itu bisa berubah-ubah.
Hal ini sesuai dengan hadits rosulillah yang artinya: “iman itu ucapan dan amalan
kadang-kadang bertambah, kadang-kadang berkurang” (H.R. Bukhori)
Lebih lanjut Achmad Kifni menyampaikan bahwa Iman itu ibarat tanaman, kalau
dipelihara dengan baik, disiram, di pupuk maka akan tumbuh subur, tetapi bila tidak
terpelihara dengan baik tanaman itu akan kurus bahkan akan mati. Demikian pula
iman, perlu di peliharan dengan baik melalui berbagai kegiatan keagamaan seperti :
mengikuti pengajian, membaca Al-Quran, berdzikir, berdoa, selalu beribadah,
menjalankan syariat agama maka iman seseorang akan tumbuh subur dan kuat.
Sebaliknya apabila tidak mau menjaga keimanan maka iman mudah terserang
penyakit yang akhirnya akan mati imanya.
1. Berbuat kesyirikan. Syirik adalah menyekutukan Alloh SWT dengan sesuatu atau
menyamakan Alloh dengan yang lain (menyembah selain Alloh). Perbuatan syirik
adalah perbuatan sia-sia dan bertentangan dengan ajarann islam. Orang yang
menyembah selain Alloh di sebut musyrik. Allah SWT sangat mengutuk perbuatan
syirik, karena sangat merendahkan Alloh SWT dan tidak akan mendapat ampunan
dari Allah SWT. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 48: yang berbunyi :
هّٰلل َ ِاِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ۡغفِ ُر اَ ۡن ي ُّۡش َركَ بِ ٖه َويَ ۡغفِ ُر َما ُد ۡونَ ٰذ ل
ِ ك لِ َم ۡن يَّ َشٓا ُء ۚ َو َم ۡن ي ُّۡش ِر ۡك بِا
فَقَ ِد ۡافت َٰۤـرى اِ ۡث ًما َع ِظ ۡي ًما
Innal laaha laa yaghfiru ai yushraka bihii wa yaghfiru maa duuna zaalika limai
yashaaa'; wa mai yushrik billaahi faqadif taraaa isman 'aziimaa
2. Berkeras hati. Berkeras hati untuk mendatangi tempat – tempat tertentu yang kurang
membawa manfaat, sebagaimana sabda rosululloh saw dalam khadist. Dari Abu
Hurairah Rasululloh bersabda “jangan berkeras hati untuk berpergian kecuali untuk
menuju tiga buah masjid, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha”
34
Islam), segala amal ibadahnya tidak diterima. “Barang siapa mendatangi tukang
ramal lalu bertanya sesuatu, maka sholat yang dia kerjakan selama empat puluh hari
tidak diterima” (HR. Muslim)
Dengan mengetahui perkara yang dapat merusak iman diharapkan para peserta yang
hadir mengikuti pengajian dapat menghindari dari berbagai perkara yang dapat
merusak iman serta senantiasa mengokohkan dan menyempurnakan imanya.
d. Problematika Ekonomi
35
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan
telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.
Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka
sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Di dalam ayat ini Allah telah menjelaskan bahwa Dia telah menyempurnakan agama
kita untuk kita. Maka, agama ini tidak akan kurang selama-lamanya, dan
Problematika Sistem Ekonomi Islam di Indonesia Naelul Azmi 46 tidak butuh
tambahan selama-lamanya. Ayat yang mulia ini merupakan nash (teks) yang nyata,
bahwa agama Islam tidaklah meninggalkan sesuatupun yang dibutuhkan oleh manusia
di dunia dan di akhirat, kecuali agama ini telah menerangkannya dan telah
menjelaskannya, apa saja perkara itu. Di antara masalah besar yang dijelaskan oleh
Islam dan merupakan topik pembicaraan dunia adalah masalah ekonomi. Berikut ini
kami hadirkan sebuah tulisan menarik berjudul Alquran Mengatur Masalah Ekonomi
yang diterjemahkan dari salah satu sub tema sebuah buku berjudul ٌ ل ِ َكام ٌ ْن ي ِ د ُ ْالَم ِإلس
َ) اIslam Agama yang Sempurna) karya seorang ulama besar Islam, Syaikh
Muhammad Al-Amin bin Muhammad AlMukhtar Asy-Syanqithi. Hadirnya sistem
ekonomi Islam di Indonesia memunculkan berbagai pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Salah satunya yaitu dengan semakin maraknya lembaga berbasis syariah
di Indonesia, serta dominasi masyarakat muslim lalu mengapa sistem ekonomi Islam
sendiri masih sulit untuk dikembangkan dan diimplementasikan secara menyeluruh.
Semisal Pariwisata Syariah, Hotel Syari’ah, dan lain sebagainya. Diantara
problematika atau masalah yang dihadapi dalam pengembangan sistem ekonomi
Islam di Indonesia yaitu sebagai berikut:
36
dianggap sebagai solusi atas permasalahan akibat riba yang pada dasarnya bahwa
bank syariah sendiri ternyata menggunakan prinsip tanaazu al-haqq, yaitu suatu pihak
dapat melepaskan haknya untuk diberikan pada pihak lainnya sehingga secara
ekuivalen tingkat bagi hasil menyamai tingkat suku bunga di bank konvensional.
2. Persepsi yang salah mengenai ekonomi Islam Selama ini banyak orang yang
menganggap bahwa ekonomi Islam dalam hal ini lembaga keuangan syariah hanya
diperuntukkan bagi orang Islam saja. Padahal kenyataannya, lembaga keuangan
syariah merupakan lembaga komersial yang melayani siapa saja dan dapat
dilaksanakan oleh siapa saja,
Sebab tujuan utama dari ekonomi Islam adalah sebagai alternatif dalam mencapai
keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dianggapnya sistem bagi hasil
cenderung tidak pasti sehingga sulit dijadikan parameter untuk melakukakan prediksi
usaha ke depan. Justru yang sebenarnya semua tergantung dari segi pengelolaan yang
efektif dan efisien dengan melibatkan keadilan dan moral. Terkait mengenai zakat,
masyarakat Indonesia menganggap zakat sebagai kewajiban normatif bukan sebagai
kewajiban positif. Mereka membayar zakat hanya memandang dari tuntutan agama,
tidak dari dampak pemberiannya kepada masyarakat.
3. Kualitas Sumber Daya Manusia Masalah lainnya yang muncul terkait dengan
sistem ekonomi Islam di Indonesia adalah kualitas sumber daya manusia baik
pengetahuan maupun keahlian yang diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan
permintaan akibat dari pertumbuhan yang pesat. Pemenuhan kebutuhan ini akan
menjamin generasi sekarang dan generasi yang akan datang didukung pula oleh
alokasi dan distribusi sumber daya yang membantu mewujudkan falah. Tentunya,
peranan negara dalam hal ini pemerintah sangatlah penting dalam meningkatkan serta
memaksimalkan potensi dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki salah
satunya adalah melalui perguruan tinggi yang mengajarkan tentang ekonomi Islam
demi tercapainya kesejahteraan.
37
pemerintah tentunya diperlukan dalam peningkatan pengembangan jaringan sistem
ekonomi Islam sebagai suatu alternatif dan solusi permasalahan ekonomi di
Indonesia. Selanjutnya ada beberapa masalah besar yang ada dalam ekonomi syariah,
diantaranya akan dipaparkan di bawah ini sebagaimana dikatakan oleh Sekretaris
Jenderal Asosiasi Bank-bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana
menjelaskan sampai detik ini aset industri yang ada pada perbankan syariah masih
memiliki pangsa pasar di bawah 4 % dibandingkan dengan daripada keseluruhan
perbankan nasional. Sebenarnya ada tiga masalah besar di perbankan syariah. Ini yang
menghambat perkembangan bisnis syariah sampai saat ini. Pertama, ketersediaan
produk dan standarisasi produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan selama ini
masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah.
Standardisasi ini diperlukan dengan alasan industri perbankan syariah memiliki
perbedaan dengan bank konvensional. 2 Ibid, hal 2 Problematika Sistem Ekonomi
Islam di Indonesia Naelul Azmi 48 Apalagi, produk bank syariah tidak hanya
diperuntukkan bagi nasabah muslim, melainkan juga nasabah nonmuslim. Kedua, dari
tingkat pemahaman (awareness) produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit
masyarakat yang tahu tentang produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di
perbankan syariah. Hanya sekitar 30 persen dari sumber daya yang direkrut
mengetahui istilah perbankan syariah serta tingkat awareness-nya. Dan yang ketiga
dalam industri perbankan syariah itu merupakan sumber daya manusia (SDM).
Masalah yang terjadi ini bahwa pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM
perbankan syariah yang berkompeten dan mumpuni. Pihak pelaku/pelaku ekonomi
syariah/pakar ekonomi yang kompeten justru banyak mengambil SDM untuk
perbankan syariah dari perbankan konvensional dan SDMSDM yang potensial.
Sangat sedikit SDM yang diambil atau lulusan perguruan tinggi syariah. Artinya SDM
yang sesuai dengan kompetennya belum tercukupi. Allah SWT berfirman: “Tidak ada
dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabb-mu”. (QS Al
Baqarah : 198
38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk seluruh umat manusia, tanpa
membedakan agama, ras, dan strata sosial seseorang. Islam adalah sistem nilai bukan
konsep dan idiologi. Tujuan Islam adalah mentranspormasikan ajaran-ajaran Islam
kepada masyarakat yang belum atau kurang Islami. Islam dapat berdampingan
dengan paham-paham lain tanpa menghilangkan esensi dari ajaran itu sendiri,
terutama dalam posisi yang tidak dominan. Islam pada dasarnya sanggup
berdampingan secara damai dan toleran. Ia akan bereaksi jika paham-paham itu
mengganggu atau menimbulkan konflik dalam masyarakat. Dalam kondisi demikian
tidak bisa dielakan timbulnya reaksi keras dari masyarakat.
Pemahaman Islam yang baik adalah pemahaman yang didasari pada Al-Qur'an
dan Sunnah yang shahih sehingga Islam dipahami secara utuh, yakni secara syamil
(menyeluruh) dan kamil (sempurna). Realitanya, tidak sedikit dari umat yang
memahami Islam secara parsial (juz'iyah) sehingga mereka mengamalkan satu aspek
dari Islam itu lalu mengabaikan aspek lainnya.
39
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ishaq As-Syatibi, Al-Muwafaqat fii Ushul As-Syariah, Kairo: al- maktabah at-
taufiqiyah, 2003
Ibnu Taimiyah, Majmu’ah Al-Fatawa Li Syaikhil Islam Ahmad bin Taimiyah, Al-
Manshurah: Daar Al-Wafa, cet-3, 2005)
Alma’arif, Islam Nusantara: Studi Epistemologis dan Kritis, Jurnal Analisis: Jurnal
Studi Keislaman, Vol. 15, No.2 (Desember 2015).
40
Darajat, Zakiya, Muhammadiyah dan NU: Penjaga Moderatisme Islam di Indonesia,
Jurnal Hayula: Indonesian Journal of Multidiciplinary Islamic Studies, Vol. 1,
No. 1, (Januari 2017), P-ISSN: 2549-0761, EISSN:2548-9860.
41