Anda di halaman 1dari 45

ISLAM WASATHIYAH

TENTANG :

Islam Wasathiyah Sebagai Solusi Terhadap Problematika Umat

Disusun Oleh :

Kelompok 9

Anggota :1. Amri firman Tomi (2032022018)

2. Diva Cathabell Aqila R (2032022002)

Dosen Pembimbing: Dr.Mursyidin,S.Ag,MA

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul
"Islam Wasathiyah Sebagai Solusi Terhadap Problematika Umat".

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar Makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Meurandeh, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii

BAB I .................................................................................................................................1

PENDAHULUAN .............................................................................................................1

A. Latar Belakang ...............................................................................................................1

B Rumusan Masalah............................................................................................................2

C. Tujuan Pembahasan .......................................................................................................3

BAB II.................................................................................................................................4

PEMBAHASAN ................................................................................................................4

A. Islam Wasathiyah dalam Al-Qur'an ...............................................................................4

B. Wasathiyah dalam As-Sunnah .......................................................................................7

C. Berbagagai Problema Dasar Umat .................................................................................17

BAB III...............................................................................................................................22

PENUTUP..........................................................................................................................22

A. Kesimpulan ....................................................................................................................22

B. Saran ..............................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................23

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk seluruh umat manusia, tanpa
membedakan agama, ras, dan strata sosial seseorang. Islam adalah sistem nilai bukan
konsep dan idiologi. Tujuan Islam adalah mentranspormasikan ajaran-ajaran Islam
kepada masyarakat yang belum atau kurang Islami. Islam dapat berdampingan
dengan paham-paham lain tanpa menghilangkan esensi dari ajaran itu sendiri,
terutama dalam posisi yang tidak dominan. Islam pada dasarnya sanggup
berdampingan secara damai dan toleran. Ia akan bereaksi jika paham-paham itu
mengganggu atau menimbulkan konflik dalam masyarakat. Dalam kondisi demikian
tidak bisa dielakan timbulnya reaksi keras dari masyarakat.1

Wasathiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil,


seimbang, bermaslahat dan proporsional, atau sering disebut dengan kata “moderat”
dalam semua dimensi kehidupan. Wasathiyah atau moderasi saat ini telah menjadi
diskursus dan wacana keIslaman yang diyakini mampu membawa umat Islam lebih
unggul dan lebih adil serta lebih relevan dalam berinteraksi dengan peradaban
modern di era globalisasi dan revolusi industri, informasi dan komunikasi.
Wasathiyah Islam bukanlah ajaran baru atau ijtihad baru yang muncul di abad 20
masehi atau 14 hijriyah.

Tapi wasathiyah Islam atau moderasi Islam telah ada seiring dengan turunnya
wahyu dan munculnya Islam di muka bumi pada 14 abad yang lalu. Hal ini dapat
dilihat dan dirasakan oleh umat Islam yang mampu memahami dan menjiwai Islam
sesuai dengan orisinalitas nashnya dan sesuai dengan konsep dan pola hidup Nabi
Muhammad saw, sahabat dan para salaf shaleh. Arah pemikiran Islam
“wasathiyah” ini menjadi sesuatu yang baru dan fenomenal dalam narasi dan
pemikiran Islam global, karena disegarkan kembali dan diperkenalkan kembali oleh
seorang mujtahid abad 21, yaitu yang mulia Al-Imam Profesor Doktor Yusuf Al-

1
Nuhrison, (2011), Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama Studi tentang Paham/Aliran Keagamaan,
Dakwah dan Kerukunan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 3.

1
Qaradhawi, seorang ulama besar dari Qatar kelahiran Mesir, alumni Universitas
terkemuka di dunia, Al-Azhar Mesir.

Karya-karyanya baik dalam bentuk buku, makalah ilmiah, ceramah ataupun


sepak terjangnya dalam gerakan dakwah Islamiyah di seluruh dunia, seluruhnya
berlandaskan konsep Islam moderat atau wasathiyatul Islam, sehingga para Ulama
dunia dan masyarakat Islam internasional menerimanya dengan baik dan
menjadikannya sebagai konsep pemikiran baru sebagai prinsip implementasi Islam
yang rahmatam lilalamin. Konsep pemikiran moderasi Islam atau wasathiyatul Islam
menjadi menarik dan menjadi impian semua entitas, gerakan dakwah Islam bahkan
Negara-negara Islam, setelah dunia Islam dirisaukan dengan munculnya dua arus
pemikiran dan gerakan yang mengatasnamakan Islam. Pemikiran dan gerakan
pertama, mengusung model pemikiran dan gerakan yang kaku dan keras, atau sering
disebut dengan Al-Khawarij al-judud (New Khawarij). Kelompok ini melihat bahwa
Islam adalah agama nash dan konstan, tidak menerima perubahan dan hal-hal baru
dalam ajaran-ajarannya khususnya dalam akidah, ibadah, hukum dan muamalat,
sehingga perlu membersihkan anasir-anasir syirik dan bid’ah dari akidah, ibadah,
hukum dan muamalat umat.2

B. Rumusan Masalah

1. Berikan Penjelasan Islam Wasathiyah dalam Al-Qur'an!

2. Berikan Penjelasan Wasathiyah dalam As-Sunnah!

3. Berikan Penjelasan Berbagagai Problema Dasar Umat!

C. Tujuan Pembahasan
2
Fuad Zakaria, Husain Ahmad Amin, Said Al-Asymawi dan Faraj Faudah tentang liberasi Islam dalam
Muhammad Al-Khair Abdul Qadir, Ittijahaat Haditsah fi Al-Fikr Al-Almani,(Khurtum: Ad-Daar As-
Sudaniyah Lil Kutub, 1999), hal 11-23.

2
1. Untuk Mengetahui Islam Wasathiyah dalam Al-Qur'an.

2. Untuk Mengetahui Wasathiyah dalam As-Sunnah.

3. Untuk Mengetahui Berbagagai Problema Dasar Umat.

BAB II

3
PEMBAHASAN

A. Islam Wasathiyah dalam Al-Qur’an


Al-Qur’an telah disepakati secara consensus (Ijma’) oleh para Ulama Islam
setiap generasi dari masa Rasulullah SAW sampai kiamat, bahwa dia adalah referensi
utama dan tertinggi dalam Islam, baik secara akidah dan syar’at maupun secara
ilmiah. Kata wasathan/wasathiyah diambil dari istilah wasatha, wustha yang
bermakna tengah, dan menjadi istilah wasith-alwasith artinya penengah. Di dalam Al
quran disebutkan tentang hal ini, yaitu dala Q.s Al Baqarah ayat 143: “Dan demikian
(pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. 3

Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)


melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyianyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada manusia” (Q.S Al Baqarah:143). Di dalamm tafsir al misbah dijelaskan
bahwa umat Islam dijadikan sebagai ummatan wasathan (pertengahan) adalah
moderat dan teladan, sehingga dengan demikian keberadaan umat Islam dalam posisi
pertengahan tersebut, sesuai dengan posisi Ka’bah yang berada di pertengahan juga.
Posisi pertengahan menjadikan manusia tidak memihak ke kiri dan ke kanan, suatu
hal di mana dapat mengantar manusia berlaku adil. Posisi pertengahan menjadikan
seseorang dapat dilihat oleh siapa pun dalam penjuru yang berbeda, dan ketika itu ia
dapat menjadi teladan bagi semua pihak.

Yusuf Al-Qardhawi menyatakan pertengahan sebagai al-tawazun


(keseimbangan), yakni keseimbangan antara dua jalan atau dua arah yang saling
berhadapan atau bertentangan: ruhiyah (spiritualisme) dengan maddiyah
(materialisme); fardiyah (individu) dengan jamaiyah (kolektif); waqi‟iyah
(kontekstual) dengan mitsaliyah (idealisme); tsabat (konsisten) dengan taghayyur

3
Arif, Khairan M. "Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah Serta
Pandangan Para Ulama dan Fuqaha." Al-Risalah: Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran Islam 11.1
(2020): 22-43.

4
(perubahan). Oleh karena itu keseimbangan (al-tawazun) lanjut Al-Qardhawi;
sesungguhnya merupakan watak alam raya (universum) sekaligus menjadi watak
dari Islam sebagai risalah abadi. Bahkan, amal menurut Islam bernilai saleh, jika
amal itu diletakkan dalam prinsip-prinsip keseimbangan antara hablun minallah dan
hablun minannaas.

Di atas prinsip keseimbangan inilah, Islam sebagai hudan (pedoman hidup)


telah membimbing umatnya keluar dari kegelapan menuju cahaya dan
mengantarnya menggapai kemajuan dan kejayaan. Ibnu Katsir dalam kitabnya
Jami‟ul Bayan mengatakan istilah umatan wasathan bermakna sebagai kemampuan-
kemampuan positif yang dimiliki umat Islam sebagaimana dalam kurun pertama
sejarahnya yakni dalam capaian-capaian kemajuan di bidang material maupun
spiritual. Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam yang rahmat
dan wasathiyah itu terwujud pada sikap dan perilaku berislam yang inklusif, humais
dan toleran.4 Sikap tersebut seharusnya lebih ditonjolkan dalam menyikapi
pluralisme dan kebinekaan seperti Indonesia, dan seharusnya pula umat Islam tampil
sebagai “mediator” atau penengah, adil dan fair dalam hubungan antar kelompok
yang berbeda-beda. Al-Qur’an telah menjelaskan dengan mendasar, akuratif dan
relevan tentang hakikat arah pemikiran washathiyah dalam kehidupan umat Islam
pada banyak ayat dalam AlQur’an.

Dari isyarat Al-Qur’an ini lahirlah pandangan-pandangan dan konsep serta


manhaj moderasi Islam dalam setiap aspek kehidupan umat. lalu bagaimana
pengertian dan hakikat washathiyah menurut Al-Qur’an?. Muhammad Ali As-
Shalabiy (2007M) telah menulis dengan baik dan mumpuni tentang manhaj Al-
Washathiyah dalam Al-Qur’an lewat Thesis Magisternya di Universitas Ummu
Darman Sudan yang diterbitkan oleh Mu’assasah Iqro, Mesir tahun 2007, dengan
Judul “Al-Washathiyah fil Qur’an Al-Karim. Menurut As-Shalabi bahwa akar kata
Washathiyah terdapat dalam 4 (empat) kata dalam Al-Qur’an dengan arti yang
hampir mirip:

1. Wasathiyah bermakna sikap adil dan pilihan

4
Usman, Abd Malik. "Islam Rahmah dan Wasathiyah (Paradigma Keberislaman Inklusif,
Toleran dan Damai)." Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum 15.1 (2015): 18136.

5
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu". (QS. Al-Baqarah: 143) Dari
Abu Said Al-Khudri ra, Nabi saw menjelaskan makna ummatan wasathan dalam ayat
ini adalah “keadilan” (HR. Tirmidzi, Shahih). At-thabari juga menjelaskan bahwa
makna “wasathan” bisa berarti “posisi paling baik dan paling tinggi”. AtThabari
mengutip Ibnu Abbas ra, Mujahid dan Atha’ saat menafsirkan ayat 143 berkata:
“Ummatan Washathan adalah “keadilan” sehingga makna ayat ini adalah “Allah
menjadikan umat Islam sebagai umat yang paling adil”. Al-Qurthubi berkata:
wasathan adalah keadilan, karena sesuatu yang paling baik adalah yang paling adil”.

Ibnu Katsir berkata: wasathan dalam ayat ini maksudnya paling baik dan paling
berkualitas”. Para ahli tafsir lain seperti Abdurrahman As-Sa’diy dan Rasyid Ridha
menafsirkan bahwa makna washathan dalam ayat ini adalah keadilan dan kebaikan”.
Dari beberapa hadits Nabi saw dan penjelaskan para mufassir dari kalangan Sahabat
dan tabi’in serta para mufassir generasi setelahnya sampai mufassir modern di atas,
dapat disimpulkan makna wasathan pada surat Al-Baqarah 143 ini adalah; “Keadilan
dan kebaikan, atau umatan wasathan adalah umat yang paling adil dan paling baik”.5

2.Wasathiyah bermakna paling baik dan pertengahan


Makna lain dari kata wustha dalam ayat ini selain “paling tengah, paling adil
dan paling baik.6

3.Wasathiyah bermakna paling adil, ideal paling baik dan berilmu


“Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah
aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?"
(QS. AlQalam: 28) Ibnu Abbas ra dan At-Thabari berkata: Bahwa yang diamaksud
dengan kata aushatuhum adalah “Orang yang paling adil dari mereka”11. Al-
Qurthubi menafsirkan ayat 28 surat Al-Qalam ini adalah “orang yang paling Ideal,
paling adil dan paling berakal dan paling berilmu”12. Dalam ayat ini juga dapat

5
Ibnu Jarir At-Thabari, Tafsir At-Thabari, vol 2 (Kairo: Maktabah At-Taufiqiyah, 2004), hal 7.
6
Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Quthubi, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran (Tafsir AlQurthubi),
vol 1, (Kairo: Maktabah Al-Iman, tt), hal 477

6
dismpulkan bahwa makna akata ausathuhum adalah “paling adil, paling baik atau
ideal dan paling berilmu”.

4.Wasathiyah bermakna di tengah-tengah atau pertengahan


“Dan kuda-kuda perang menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh” (QS.
AlAdiyat: 5) At-Thabari, Al-Qurthubi dan Al-Qasimi berkata: Maksudnya adalah
berada ditengahtengah musuh”13 Demikianlah Hakikat Washathiyah dalam Al-
Qur’an sesuai dengan penafsiran yang dipercaya dan otoritatif berdasarkan riwayat
yang shahih. Dari empat ayat Al-Qur’an yang berbeda-beda tentang kata wasathiyah
di atas, dapat disimpulkan secara pasti bahwa wasathiyah dalam kalimat dan istilah
Al-Qur’an adalah keadaan paling adil, paling baik, paling pertengahan dan paling
berilmu. Sehingga umat Islam adalah umat yang paling adil, paling baik, paling
unggul, paling tinggi dan paling moderat dari umat yang lainnya.

B. Wasathiyah dalam As-Sunnah


Untuk menguatkan hujjah bagi mereka yang masih menolak manhaj
wasathiyah, penulis mengutip beberapa hadits Nabi saw yang terkait dengan makna
wasathiyah Islam. Dalam As-Sunnah, Washathiyah ternyata telah diucapkan dan
dilafadzkan oleh Nabi Muhammad saw dalam beberapa haditsnya, yang dapat
dimaknai secara bahasa. Nabi terkadang menyebut wasath bermakna keadilan,
ketinggian, keberkahan, terbaik dan seimbang seperti dalam hadits-hadits berikut: 7

1. Wasathan (moderat) bermakna keadilan


Dari Abu Sa'id berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"(Pada hari qiyamat) Nabi Nuh 'alaihissalam dan ummatnya datang lalu Allah Ta'ala
berfirman: "Apakah kamu telah menyampaikan (ajaran)?. Nuh 'Alaihissalam
menjawab: "Sudah, wahai Rabbku". Kemudian Allah bertanya kepada ummatnya:
"Apakah benar dia telah menyampaikan kepada kalian?". Mereka menjawab; "Tidak.
Tidak ada seorang Nabi pun yang datang kepada kami". Lalu Allah berfirman
kepada Nuh 'alaihissalam: "Siapa yang menjadi saksi atasmu?". Nabi Nuh

7
Arif, Khairan M. "Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah
Serta Pandangan Para Ulama dan Fuqaha." Al-Risalah: Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran
Islam 11.1 (2020): 22-43.

7
Alaihissalam berkata; "Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan ummatnya".
Maka kami pun bersaksi bahwa Nabi Nuh 'alaihissalam telah menyampaikan risalah
yang diembannya kepada ummatnya. Begitulah seperti yang difirmankan Allah
Yang Maha Tinggi (QS al-Baqarah ayat 143 yang artinya), ("Dan demikianlah kami
telah menjadikan kalian sebagai ummat pertengahan untuk menjadi saksi atas
manusia.."). al-washath artinya al-'adl (adil). (HR. Bukhari, Hadits No. 3091 dan
Ahmad, Hadits No 10646). Dalam hadits di atas, sangat jelas Nabi saw memaknai
dan menafsirkan kata “wasathan” adalah “keadilan”. Yang dimaksud keadilan di sini
adalah, bahwa umat Islam adalah umat yang menempatkan sesuatu sesuai pada
tempatnya, menyikapi sesuatu sesuai dengan porsinya dan kedaaanya. Moderat adal
jujur dan komitmen tidak mendua serta inkonsisten dalam sikap, sehingga Allah
melengkapi surat Al-Baqarah: 143 di atas, setelah menyebut wasathan dengan “agar
kalian menjadi saksi-saksi bagi manusia”. Dalm Islam seorang saksi haruslah yang
adail dan jujur. Nampaknya adil, jujur dan konsisten sangat tepat untuk makna ayat
ini, sesuai dengan tafsir dari Nabi saw terhadap ayat ini, yaitu keadilan.

2. Wasathiyah bermakna posisi tengah penuh keberkahan


Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: “Apabila makanan telah dihidangkan,
maka ambillah dari pinggirnya dan tinggalkan tegahnya, sesungguhnya berkah itu
turun dibagian tengah” (HR. Ibnu Majah. Hadits No. 3268). Hadits di atas
menjelaskan tentang adab makan, bahwa mengambil makanan hendaknya dimulai
dari pinggirnya lalu bagian lainnya. Mengapa demikian? Karena Nabi saw sedang
mengajarkan umatnya bagaimana makanan menjadi berkah dan mencukupi untuk
orang banyak walaupun makananya sedikit, dengan cara terlebih dahulu mengambil
bagian pinggirnya dan membiarkan tengahnya, karena keberkahan makanan
diturunkan oleh Allah melalui bagian tengah makanan. Dalam hadits lain Nabi saw
bersabda: “Makanan untuk dua orang akan mencukupi tiga orang dan makanan
untuk tiga orang akan mencukupi empat orang” (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Wasathiyah bermakna posisi terbaik seperti Harta terbaik adalah harta pertengahan
Dari Abdullah bin Muawiyah Al Ghadhiri ia berkata; Nabi saw bersabda: "Tiga
perkara, barang siapa yang melaksanakannya maka ia akan merasakan nikmatnya

8
iman yaitu barang siapa yang beribadah kepada Allah semata dan tidak ada tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah, dan menunaikan zakat hartanya dengan jiwa
yang lapang dan jiwanya terdorong untuk menunaikan zakat setiap tahun dan tidak
memberikan hewan yang sudah tua dan tanggal giginya, lemah, serta yang sakit atau
menunaikannya dengan yang kecil jelek. Akan tetapi tunaikanlah dengan harta kalian
yang pertengahan karena sesungguhnya Allah tidak meminta harta terbaik kalian dan
tidak juga menyuruh kalian memberikan harta yang terburuk” (HR. Abu Daud. Hadits
No 1349). Hadits ini menjelaskn ajaran moderasi Islam dalam mengeluarkan zakat,
bahwa harta yang dikeluarkan oleh seorang muslim dari kewajiban zakatnya adalah
harta pertengahan antara harta yang paling mewah atau mahal dan harta yang paling
murah dan rendah.

4. Wasathiyah Menurut Para Ulama dan Fuqaha


Tidak lengkap rasanya bila tidak mengemukakkan secara khsusus pandangan
Ulama Salaf dan Khalaf tentang wasathiyah ini, sehingga secara epistimologi
wasathiyah atau moderasi Islam secara konsep dan definisi telah final dan tidak dapat
ditolak oleh narasi apapun baiik berdasarkan nash-nash Islam maupun logika. Berikut
adalah konsep dan pengertian wasathiyah (Moderasi) dalam pandangan para Ulama: 8

a. Imam Ibnu Jarir At-Thabari (W: 310H/923M)

Imam Ibnu Jarir At-Thabari adalah Syaikhul mufassirin, beliau telah menulis
tafsir bilma’tsur (berdasar riwayat) terlengkap di dunia pada abad ke 3 hijriah.
Tafsirnya menjadi rujukan para ulama tafsir di masanya sampai saat ini. At-Thabari
telah memeberi konsep wasathiyah yang lengkap dan mumpuni, saat manafsirkan
surat Al-Baqarah ayat 143, sehingga menjadi referensi para ulama wasathiyah
samapai saat ini. At-Thabari berpendapat bahwa umat Islam yang wasathiyah
adalah “Umat Islam adalah umat moderat, karena mereka berada pada posisi tengah
dalam semua agama, mereka bukanlah kelompok yang ekstrem dan berlebihan
seperti sikap ekstremnya nashrani dengan ajaran kerahibannya yang menolak dunia
dan kodratnya sebagai manusia.

Umat Islam juga bukan seperti bebasnya dan lalainya kaum yahudi yang
mengganti kitab-kitab Allah, membunuh para Nabi, mendustai Tuhan dan kafir
pada-Nya. Akan tetapi umat Islam adalah umat pertengahan dan seimbang dalam
8
Dakhoir, Ahmad, and Jefry Tarantang. "Hukum bunga bank (pendekatan fikih wasthiyah
iqtishadiyah)." (2020).

9
agama, maka karena inilah Allah menamakan mereka dengan umat moderat”15 .
At-Thabari memposisikan umat Islam antara dua ajaran agama samawi yang telah
mengalami penyelewengan dan distorsi yaitu yahudi dan nashrani. Yahudi adalah
agama yang dianut oleh bani israil dipimpin oleh para rahib yang tidak memiliki
konsistensi pada ajaran asli taurat, mereka merubah ajaran taurat sesuai dengan napsu
mereka. Firman Allah: “Diantara orang Yahudi yang merubah firman Allah dari
tempatnya, dan mereka berkata; kami mendengar tapi kami tidak mematuhinya” (QS.
An-Nisa: 46). Kaum Yahudi mengganti tuhan dan syari’at taurat yang diajarakan
Allah lewat para Nabi-Nya kepada mereka, serta menganti Allah dengan Nabi Uzair
dan individu lainnya sebagai anak tuhan. Allah berfirman: “Dan orang-orang Yahudi
berkata: Uzair putra Allah, dan orang-orang nashrani berkata: Al-Masih putra Allah”
(QS. AtTaubah: 30).

Bahkkan Yahudi tega dan sadis membunuh para Nabi dan Rasul yang diutus
oleh Allah kepada mereka untuk memperbaiki akidah dan kehidupan mereka. Oleh
karena itulah mereka selamanya dihinakan, dilaknat dan dimurkai oleh Allah swt.
Allah berfirman: “Kemudian mereka ditimpa kehinaan dan kemiskinan serta selalu
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu karena disebabkan mereka mengingkari ayat-
ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar” (QS. Al-Baqarah: 61,
Ali Imran: 21 dan 112 dan At-Taubah: 111). Adapun agama dan umat Nashrani,
mereka adalah umat yang kurang menggunakan akal sehat dalam beragama, mereka
sangat tekstual dan kaku dalam memahami ajaran agamanya, nashrani adalah agama
yang hanya memperhatikan masalah ukhrawi dan tidak memperdulikan masalah
kehidupan dunia. Akibat pemahaman yang kaku dan tekstual ini mereka tidak
menerima perubahan dan mejadikan hidup kerahiban (menjauhi dunia) sebagai
ajaran agamanya padahal Allah tidak mengajarkan demikian. Allah berfirman:
“Mereka mengada-adakan rahbaniyah (hidup kerahiban), padahal Kami tidak
mengajarkannya kepada mereka, dan yang Kami wajibkan hanyalah mencari
keridhaan Allah, tetapi mereka tidak pelihara sebagaimana mestinya”. (QS. Al-
Hadid: 27).

b. Imam Abu Hamid Al-Ghazali (W: 505H/1111M)

10
Diantara Ulama besar yang telah memperkenalkan prinsip-prinsip wasathiyah
Islam adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali, beliau berpendapat dalam kayanya “Ihya
Ulumiddin” ketika membahas sikap para Sahabat Nabi saw terhadap dunia pada Bab
Zuhud, Al-Ghazali berkata: “bahwa para sahabat tidak bekerja di dunia untuk dunia
tapi untuk agama, para sahabat tidak menerima dan menolak dunia secara keseluruhan
atau secara mutlak. Sehingga mereka tidak ekstrem dalam menolak dan menerima,
tapi mereka bersikap antara keduanya secara seimbang, itulah keadilan dan
pertengahan antara dua sisi yang berbeda dan inilah sikap yang paling dicintai oleh
Allah swt”.

Al-Ghazali melihat bahwa kehidupan ideal dalam mengaktualisasikan ajaran


Islam adalah dengan jalan pertengahan, seimbang dan adil atau proporsional antara
dunia dan akhirat, antara rohani dan jasmani dan antara materi dan spiritual.
Walaupun Al-Ghazali dikenal dengan pandangan tasaufnya dan kehidupan
zuhudnya, namun beliau tetap mengakui dan meyakini bahwa manhaj hidup yang
paling sempurna dan sesuai dengan hakikat ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah serta model hidup para Salaf shaleh adalah arah wasathi (moderat) bukan
manhaj ghuluw (ekstrem) atau ta’thil (meninggal) ajaran Islam. 9
Pada pembahasan
tentang Uzlah (mengasingkan diri dari manusia untuk ibadah) Al-Ghazali membahas
sangat luas dan mendalam antara keutaman uzlah dan berinteraksi dengan manusia?.
Ternyata Al-Ghazali walaupun beliau banyak menyampaikan manfaat uzlah dalam
kehidupan para hamba berdasarkan banyak ayat dan hadits Nabi saw, tapi beliau
tetap berpendapat dengan manhaj moderat dan pertengahan serta seimbang antara
memutuskan uzlah dan berdakwah serta menuntut Ilmu. Al-Ghazali berkata: “Amar
ma’ruf Nahi munkar” adalah salah satu dasar agama, hukumnya adalah wajib.

c. Imam Al-Qurthubiy (W: 671H/1273M)

Seorang ulama tafsir yang sangat dikenal dengan tafsirnya yang sangat terkenal
dalam dunia Islam sejak abad 7 (tujuh) Hijriah “Al-Jami’ Liahkam Al-Qur’an”, Imam
Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubiy. Bahwa umat wasathan adalah umat
yang berkeadilan dan paling baik karena sesuatu yang paling baik adalah yang paling

9
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam: Fakta teoretis-filosofis dan aplikatif-normatif. Amzah,
2022.

11
adil”21. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa Allah swt menginginkan umat Islam
menjadi umat yang moderat, paling adil dan paling cerdas. Bahwa umat Islam harus
menjadi umat yang selalu pada posisi pertengahan dan moderat tidak pada posisi
ekstrem atau berlebihan”.

d. Imam Ibnu Taimiyah (W: 728H/1328M)

Imam Ibnu Taimiyah adalah seorang Ulama besar abad 7 (tujuh) hijriah,
dikenal sangat tegas dan ketat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunna.
Beliau sangat keras dan tegas memerangi bid’ah juga menyatakan bahwa arah
pemikiran Islam wasathiy (moderat), tetap sebagai arah pemahaman dan pemikiran
Islam yang paling baik dan tepat. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa “Umat Islam
disebut umat wasath karena mereka tidak berlebihan dan ekstrem terhadap nabi-nabi
mereka. Umat Islam moderat tidak menyamakan para Nabi tersebut sebagai Tuhan
dan menjadikan sifat para nabi sebagai sifat ketuhanan, lalu menyembahnya dan
menjadikan mereka penyembuh penyakit. Umat Islam juga tidak mengabaikan para
Nabi itu sebagai utusan Allah, menolak mereka dan tidak mentaati mereka, tapi umat
Islam menghormati para Nabi, mengikuti syari’at mereka dan menolong agama
mereka”10.

e. Imam As-Syathibiy (W: 790H/1388M)

Salah satu Ulama maqashid terbesar dalam Islam adalah Imam As-Syathibiy,
beliau menjelaskan tentang wasathiyah atau manhaj moderasi adalah karakter utama
syariah Islam, tidak ada ajaran dan nilai-nilai syari’ah yang tidak mengandung prinsip
moderat dan tujuan yang moderat. Moderasi adalah standar syari’ah dan oleh
karenanya setiap ijtihad dan fatwa terkait dnegan syari’at harus diwarnai prisnsip
moderasi atau wasathiy. Dalam kitabnya “Al-Muwafaqaat” As-Syatibi berkata:
11

“Bahwa kandungan syari’at berjalan pada jalan pertengahan yang paling adil, berada
pada posisi yang seimbang antara dua kutub yang bertentangan, tanpa cenderung
pada salah satunya. Berada pada kemampuan hamba yang tidak menyulitkan dan
10
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Al-Wasathiyah Wa at-tajdid, hal 64
11
Lihat Ibnu Taimiyah, Majmu’ah Al-Fatawa Li Syaikhil Islam Ahmad bin Taimiyah, vol 28,
(AlManshurah: Daar Al-Wafa, cet-3, 2005), hal 613

12
meremehkan, akan tetapi syari’at berada pada pembebanan mukallaf dengan ukuran
yang seimbang dan sangat adil, seperti Ibadah shalat, zakat, haji, jihad dan lainnya”.

f. Syekh Muhammad Rasyid Ridha (W: 1935M)

Pemikir dan cendikiawan Islam modern yang karya dan pandangan-pandangan


serta pemikirannya sangat berpengaruh dalam dunia Islam, baik salam akidah, syariah
dan social adalah Syekh Muhammad Rasyid Ridha. Ridha berpendapata bahwa Islam
bukan agama yang hanya focus pada rohani, bukan pula pada jasmani, tapi Islam
agama ruhani dan jasmani sekaligus, secara seimbang, moderat dan integral. 12Dalam
Tafsirnya “Al-Manar”, saat menafsir surat Al-Baqarah: 143 berkata: “Adapun umat
Islam adalah umat yang Allah telah himpunkan di dalamnya dua dimensi, yaitu; ruh
dan jasad.

Maka umat Islam adalah umat ruhani dan jasmani. Karenanya umat Islam
adalah umat yang diberikan semua dimensi kemanusiaan, karena manusia terdiri dari
rohani dan jasmani. Saat Allah swt berfirman: “Demikian Kami jadikan kalian umat
yang pertengahan” (QS. Al-Baqarah: 143) ini menujukkan bahwa kalian umat Islam
mengetahui dua unsur manusia dan kalian memiliki dua kesempurnaan ini, agar
kalian menjadi saksi bagi manusia seluruhnya. Ridha berkata bahwa kelompok
pemuja jasad hanya memperhatikan masalah fisik dan meninggakan ruhani atau
bathin, sementara kelompok ruhani sangat ekstrem menyakini ruh manusia dan
meninggalkan dunia. Kelompok pertama berkata “Tidak ada kehidupan kecuali
hidup kita di dunia ini, kita mati mati dan hidup, dan tidak ada yang mematikan kita
kecuali waktu” (QS. Al-Jatsiyah: 24).

Kelompok ini sama dengan hewan dan mereka menolak semua keistimewaan
ruhani. Sementara kelompok yang ekstrem pada agama, mereka berkata:
“Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah penjara bagi ruh dan hukuman baginya,
maka kita harus membebaskan diri kita dari dunia dengan cara meniggalkan semua
nikmat jasmani dan menyiksanya, menghancurkan semua hak-hak napsu dan
melepaskannya dari semua yang llah berikan di dunia ini. Kalian menyaksikan
bagaimana dua kelompok telah keluar dari sikap adil dan seimbang” .

12
Abu Ishaq As-Syatibi, Al-Muwafaqat fii Ushul As-Syariah, vol 2, (Kairo: al- maktabah attaufiqiyah,
2003), hal 139

13
g. Al-Imam Hasan Al-Banna (W: 1368H/1949)

Imam Hasan Al-Banna adalah seorang ulama yang zuhud, alim dan
organisatoris ulung di zamannya. Beliau sangat mumpuni dalam memahami
kandungan Al-Qur’an dan Al-hadits, sehingga beliau meyakini bahwa Islam adalah
agama yang dinantikan dan menyelamatkan dunia dan kemanusiaan. Oleh karenanya
dalam pandangan Al-Banna’, umat Islam memiliki ideologi dan pemikiran yang
paling kuat di dunia ini, karena umat Islam memiliki dan mendakwahkan syari’ah
Al-Qur’an yang paling adil dan moderat di dunia” . Dalam tulisannya yang berjudul
“Dialektika Dakwah kita di Era Baru”. AlBanna’ mengkritik peradaban barat yang
sangat materialisme, liberal yang tidak moderat yang sebenarnya menyimpang dari
nilai-nilai kemanusiaan. Al-banna’ meyakini bahwa ajaran dan perdaban Islamlah
yang paling sempurna dan moderat, sesuai dengan fitrah mansuia, beliau berkata:

“Pada fase ini manusia materialis menolak eksistensi ketuhanan dan semua
yang terkait dengannya, mengingkari kenabian dan semua yang berhubungan
dengannya. Mereka menolak keberadaan alam akhirat, balasan amal dan alam ruh
dengan segala materinya. Barat materialisme hanya mengakui alam dunia yang
rendah dan terbatas ini dan mereka manfsirkan semua fenomenanya berdasarkan
kaidah-kaidah materialisme murni. Pemikiran materialisme di atas merupakan
kesalahan yang nyata dan fatal dan merupakan sikap yang ekstrem. Pemikiran barat
materialism menjadi bukti kebodohan manusia tentang segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Hasan Al-Banna’ lalu membandingkan peradaban barat materialisme
dan ekstrem ini dengan ajaran Islam berkata: “Ajaran Islam yang lurus telah
menjelaskan hal ini dengan benar. Islam mengakui eksistensi alam ruh dan
menjelaskan hubungan yang terjalin antara manusia dengan Allah, Tuhan seluruh
makhluk dan hubungannya dengan kehidupan alam akhirat yang akan dialami pasca
kehidupan dunia. Islam juga mengakui kelebihan yang ada pada alam materi ini
dengan segala manfaat yang dapat dirasakan oleh manusia jika mereka
memakmurkannya dengan benar, dan menggunakannya dalam batas-batas
kebaikan”.

Hasan Al-Banna’ paham betul dan meyakini bahwa Islam adalah agama
sempurna, integral dan komprehensif. Hampir sama dengan Muhammad Rasyid

14
Ridha, Hasan Al-Banna memahami bahwa Islam mengatur hidup manusia di dunia
dan akhirat. Adalah sangat keliru orang yang memahami bahwa Islam hanya
mengurus masalah ibadah dan rohani atau spiritual semata. Padahal Islam, menurut
Al-Banna adalah akidah dan ibadah, tanah air dan warga Negara, agama dan Negara,
spiritual dan dan kerja serta mushaf dan pedang”.

h. Al- Imam Muhammad Abu Zahrah (W: 1974M)

Imam Muhammad Abu Zahrah adalah salah satu ulama besar Islam zaman
modern yang sangat mumpuni memahami dan menjiwai Islam, sehingga para Ulama
di zamannya menyebutnya sebagai syekhnya para Ulama di masanya. 13Sampai saat
ini para Ulama Islam dan para cendikiawan Islam dunia selalu merujuk pada
pendapat Abu Zahrah dalam berbagai masalah agama, seperti Fiqh, Ijtihad, teologi,
pemikiran Islam dan sebagainya. Menurut Abu Zahrah (sebutan yang sering dipakai
untuk Imam Muhammad Abu Zahrah), umat ini adalah umat yang meneladani
Nabinya, yaitu Muhammad saw dalam hal kelapangan dada dan toleransi.

Demikian pula Islam adalah agama moderat, pertengan dan terbaik. Abu
Zahrah ketika menafsirkan surat Al-Baqarah, ayat: 143 berkata: “kata wasatahan
pada ayat ini memiliki dua makna. Pertama: Sesuatu yang pertegahan antara dua hal
yang bertentangan. Kedua: bermakna kebaikan dan keunggulan.14 Islam adalah
agama pertengahan atau moderat yang berada pada posisi berlebihan atau ekstrem
dan posisi mengurangi atau melalaikan. Islam adalah pertengahan antara sikap
Yahudi dan Nashrani. Agama Yahudi telah durhaka dan lalai terhadap kewajiban
mereka teradap para Nabi, sehingga mereka membunuh para Nabi. Agama Nashrani
bersikap sebaliknya, mereka ekstrem dalam menghormati dan mensucikan Nabi,
sehingga mereka menyembahnya dan menjadikannya Tuhan. Karenanya manhaj atau
arah keagamaan yang pertengahan atau moderat adalah tidak ekstrem dan tidak pula
memudah-mudahkan atau meninggalkan”.

i. Al-Imam Al-Akbar Mahmud Syalthut (W:1893H/1963M)

13
Ibid, hal 228
14
Ibid, hal 119

15
Beliau adalah Ulama besar Islam asal Mesir, Syeikhul Al-Azhar, pemilik karya
yang sangat dikenal dalam keilmuan Islam yang berjudul “Al-Islam Akidah wa
Syari’ah”. Syalthut berpendapat bahwa Islam adalah agama moderat karea dia terdiri
dari akidah dan syari’ah yaitu agama yang mengandung unsur teori dan implementasi
serta aktualisasi. 15
Akidah adalah ajaran yang bersifat teori, abstrak dan keimanan,
sementara syari’ah adalah ajaran yang bersifat praktek (amaliy) yang
mengaktualisasikan teori, konsep dan keimanan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Syalthut berkata: “Akidah adalah dimensi teori yang menuntut keimanan dan
keyakinan padanya sebelum hal-hal yang lainnya, yang membutuhkan keyakinan
tanpa keraguan, karakter akidah adalah berdasarkan nash-nash Al-Qur’an yang pasti
dan Ijma’

Ulama yang disepakati, dia adalah awal dari semua misi dakwah para Nabi
dan Rasul. Sementara syari’ah adalah system yang Allah swt syari’atkan atau yang
Allah tetapkan dasar-dasarnya agar manusia menjadikannya sebagai landasan dalam
berinteraksi pada Allah swt, landasan hubungan dan interaksi dengan saudaranya
sesama muslim, intekasi kepada saudaranya sesama manusia dan interaksi kepada
alam semesta dan kehidupan ini. Karenanya Allah swt selalu menyebut akidah
dengan iman dan syari’at ini dengan amal shaleh. Seperti firman Allah
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka mereka akan
tinggal di surga firdaus” (QS. AlKahfi: 107) dan ayat-ayat lainnya”.

C. Berbagai Problema Dasar Umat


15
Muhammad Abu Zahrah, Zahrah At-Tafasir, (Daar Al-Fikr Al-Arabiy, 187), hal 438

16
1. Problema Aqidah
Problem ini merupakan problem terbesar dan sangat krusial. Di atas agama
dan akidah inilah, semua urusan terbangun. Semua urusan tersebut, baik dan buruknya
sangat bergantung pada baik dan buruknya agama, artinya, jika agama itu maka
semua akan baik, begitu juga sebaliknya. Namun faktanya, dalam masalah agama dan
akidah (keyakinan), manusia telah berpecah belah dan menempuh jalan yang
bermacam-macam. Semua jalan yang mereka tempuh merupakan jalan yang salah,
menyimpang dari kebenaran serta tidak memberikan manfaat apapun, kecuali jalan
orang yang mendapatkan hidayah kepada agama Islam yang hakiki. Mereka
mendapatkan keistiqamahan, kebaikan, dan kenyamanan dari segala sisi.

Sebagian manusia, ada yang dipermainkan oleh syaitan sehingga mereka menyembah
selain Allâh Azza wa Jalla , menyembah bebatuan, pepohonan, gambar, para nabi dan
malaikat, menyembah orang shalih atau yang tidak shalih, padahal mereka meyakini
hanya Allâh Azza wa Jalla Rabb mereka, pemilik dan pencipta mereka tanpa ada
sekutu bagi-Nya. Dengan demikian, berarti mereka mengakui tauhid rubûbiyah dan
melencengan dari tauhid ulûhiyah (mengesakan Allâh Azza wa Jalla dalam hal
ibadah). Mereka ini termasuk orang-orang musyrik meski dalam warna, mazhab dan
kelompok yang berbeda. Semua kitab samawi ( kitab yang Allâh Azza wa Jalla
turunkan kepada para Nabi ) telah mengabarkan kebinasaan dan kesengsaraan
mereka.

Semua para Nabi dan Rasul telah bersepakat dalam menyerukan tauhid dan melarang
kesyirikan. Mereka juga bersepakat bahwa orang yang menyekutukan Allâh Azza wa
Jalla diharamkan bagi mereka surga dan tempat mereka yang tepat adalah neraka.
Akal yang sehat serta fitrah yang selamat juga mengisyaratkan buruknya perbuatan
syirik, perbuatan menuhankan dan menyembah para makhluk. Jadi, kesyirikan itu
batil secara syairi’at dan rusak menurut akal yang sehat.

Sebagian manusia, ada juga yang beriman kepada sebagian rasul dan kitab-kitab
samawi serta menolak sebagian yang lainnya, padahal para rusul, dan kitab-kitab

17
samawi satu sama lainnya saling membenarkan dan bersepakat dalam masalah-
masalah inti. Oleh karena itu, pendustaan orang-orang ini terhadap sebagian kitab dan
rasul telah membatalkan keimanan mereka terhadap sebagian yang lainnya, sehingga
mereka tetap berada dalam penyimpangan, kebingungan dan kontradiksi. Allâh Azza
wa Jalla berfirman :

ٍ ‫ ُر بِبَ ْع‬AAُ‫ض َونَ ْكف‬


‫ض‬ ُ ‫وا َبيْنَ هَّللا ِ َو ُر‬AAُ‫دُونَ َأنْ يُفَ ِّرق‬AA‫لِ ِه َويُ ِري‬AA‫س‬
ٍ ‫ْؤ ِمنُ بِبَ ْع‬AAُ‫ونَ ن‬AAُ‫لِ ِه َويَقُول‬AA‫س‬ ُ ‫رُونَ بِاهَّلل ِ َو ُر‬AAُ‫ِإنَّ الَّ ِذينَ يَ ْكف‬
‫﴾ ُأو ٰلَِئ َك ُه ُم ا ْل َكافِرُونَ َحقًّا‬١٥٠﴿ ‫سبِياًل‬ ٰ
َ ‫َويُ ِريدُونَ َأنْ يَت َِّخ ُذوا بَيْنَ َذلِ َك‬

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allâh Azza wa Jalla dan rasul-rasul-
Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allâh Azza wa Jalla
dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada yang sebahagian
dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan
itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah
orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. [an-Nisâ’/4:150-151]

Allâh Azza wa Jalla menghukumi mereka sebagai orang-orang kafir yang hakiki,
karena Allâh Azza wa Jalla mengetahui pengakuan mereka sebagai orang-orang yang
beriman adalah pengakuan dusta dan tidak benar. Seandainya pengakuan mereka
benar tentu mereka juga beriman terhadap semua hal yang disepakati oleh para Nabi,
akan tetapi mereka berkata :

‫ص ِّدقًا لِ َما َم َع ُه ْم‬ ُّ ‫قَالُوا نُْؤ ِمنُ بِ َما ُأ ْن ِز َل َعلَ ْينَا َويَ ْكفُرُونَ بِ َما َو َرا َءهُ َو ُه َو ا ْل َح‬
َ ‫ق ُم‬

Mereka mengatakan, “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada
kami”. Dan mereka kafir kepada al-Qur’ân yang diturunkan sesudahnya, sedang al-
Qur’ân itu adalah (Kitab) yang haq; yang membenarkan apa yang ada pada mereka
[al-Baqarah/2:91]

18
Jadi pengakuan mereka ini merupakan pengakuan dusta, oleh karena itu Allâh Azza
wa Jalla membantah mereka dengan firman-Nya :

َ‫قُ ْل فَلِ َم تَ ْقتُلُونَ َأ ْنبِيَا َء هَّللا ِ ِمنْ قَ ْب ُل ِإنْ ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِين‬

Lantas, mengapa kamu dahulu membunuh para Nabi Allâh jika benar kamu orang-
orang yang beriman? [al-Baqarah/2:91]

Sebagian umat manusia, ada juga yang mengaku-ngaku sebagai ahli ilmu falsafah
(filsafat) dan ilmu lagika. Lalu mereka ini datang membawa kesesatan dan hal-hal
yang mustahil. Mereka menentang Allâh Azza wa Jalla dan mengingkari eksistensi-
Nya k , apalagi kewajiban beriman kepada para Nabi, kitab-kitab, serta hal-hal yang
ghaib. Mereka menentang ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla dengan penuh kesombongan,
padahal jiwa meyakini kebenarannya. Mereka mendustakan semua ilmu para Rasul
dan semua kandungan kitab-kitab Allâh Azza wa Jalla . Mereka sombong, tidak mau
menerima kitab-kitab itu dan membangga-banggakan pengetahuan mereka tentang
alam semesta. Menolak semua kebenaran dan tidak mau menerimanya kecuali hal-hal
yang mereka ketahui dengan akal dan panca indra yang sangat terbatas serta
eksperimen-eksperimen yang sangat dangkal dan sempit bila dibandingkan dengan
ilmu para Nabi. Mereka menyembah alam semesta dan menjadikannya segala-galanya
bagi mereka. Mereka tunduk dan patuh kepada tabiat, serta tidak mau terikat dengan
sesuatu apapun yang berkenaan dengan akhlak atau syari’at. Keadaan mereka tidak
lebih baik dibandingkan hewan ternak, karena mereka tidak memiliki akhlak dan
selalu memperturutkan syahwat. Mereka tidak memiliki tujuan akhir yang ingin
dicapai. Mereka mengatakan :

‫َوقَالُوا َما ِه َي ِإاَّل َحيَاتُنَا ال ُّد ْنيَا نَ ُموتُ َونَ ْحيَا َو َما يُ ْهلِ ُكنَا ِإاَّل ال َّد ْه ُر‬

Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup
dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa, [al-Jatsiyah/45:24]

19
ISLAM MENYELAMATKAN MANUSIA

Lalu bagaimana dengan Islam? Agama Islam telah mengeluarkan dan menyelamatkan
makhluk dari gelapnya kebodohan, kekufuran, serta dari gelapnya permusuhan dan
berbagai jenis keburukan. Islam membimbing mereka menuju cahaya ilmu, iman,
keyakinan, keadilan, kasih sayang serta semua jenis kebaikan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ‫ ة‬A‫اب َوا ْل ِح ْك َم‬A


َ Aَ‫ َز ِّكي ِه ْم َويُ َعلِّ ُم ُه ُم ا ْل ِكت‬Aُ‫ ِه َوي‬Aِ‫س ِه ْم يَ ْتلُو َعلَ ْي ِه ْم آيَات‬ ُ ‫لَقَ ْد َمنَّ هَّللا ُ َعلَى ا ْل ُمْؤ ِمنِينَ ِإ ْذ بَ َع َث فِي ِه ْم َر‬
ِ ُ‫سواًل ِمنْ َأ ْنف‬
ٍ ِ‫ضاَل ٍل ُمب‬
‫ين‬ َ ‫َوِإنْ َكانُوا ِمنْ قَ ْب ُل لَفِي‬

Sungguh Allâh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allâh
mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allâh l , membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [Ali
Imrân/3:164]

Juga berfirman :

َ ‫ِإنَّ هَّللا َ يَْأ ُم ُر بِا ْل َع ْد ِل َواِإْل ْح‬


َ‫سا ِن َوِإيتَا ِء ِذي ا ْلقُ ْربَ ٰى َويَ ْن َه ٰى َع ِن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر َوا ْلبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allâh Azza wa Jalla melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran. [an-Nahl/16:90]

Juga berfirman :

20
ِ ‫ا ْليَ ْو َم َأ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأ ْت َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬
ْ ‫ضيتُ لَ ُك ُم اِإْل‬
‫ساَل َم ِدينًا‬

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu
[al-Mâidah/5:3]

Juga berfirman :

‫ص ْدقًا َو َع ْداًل‬
ِ ‫َوتَ َّمتْ َكلِ َمتُ َربِّ َك‬

Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’ân) sebagai kalimat yang benar dan adil.
[al-An’âm/6:115]

Kata “kalimah” pada ayat di atas maksudnya adalah firman Allâh Azza wa Jalla (al-
Qur’ân) yang melalui perantaraannya Allâh Azza wa Jalla mensyari’atkan syari’at
juga hukum-hukum. Allâh Azza wa Jalla telah menjadikannya :

1. Sempurna dari segala sisi, tidak ada kekurangannya dari sisi manapun;

2. Benar dalam pemberitaannya tentang Allâh Azza wa Jalla , keesaan-Nya dan


pembalasan-Nya, juga tentang kebenaran para rasul dalam mengkhabarkan perkara-
perkara gaib;

3. Adil dalam semua hukumnya. Semua perintah yang ada di dalamnya adalah
keadilan, kebaikan, dan perbaikan, semua larangannya penuh dengan hikmah. Dia
melarang perbuatan zhalim, permusuhan, dan kerusakan-kerusakan yang lainnya.

21
َ ‫َو َمنْ َأ ْح‬
َ‫سنُ ِمنَ هَّللا ِ ُح ْك ًما لِقَ ْو ٍم يُوقِنُون‬

Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allâh Azza wa Jalla bagi
orang-orang yang yakin? [al-Mâidah/5:50]

Pertanyaan dalam ayat ini bermakna nafyun (peniadaan hukum yang lebih baik) yang
telah ditetapkan keberadaannya dalam fitrah dan akal sehat.

Agama Islam telah membolehkan semua yang baik dan bermanfaat serta
mengharamkan setiap yang buruk dan mencelakakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

ِ ‫ا ْل َم ْع ُر‬AAِ‫سو َل النَّبِ َّي اُأْل ِّم َّي الَّ ِذي َي ِجدُونَهُ َم ْكتُوبًا ِع ْن َد ُه ْم ِفي الت َّْو َرا ِة َواِإْل ْن ِجي ِل يَْأ ُم ُر ُه ْم ب‬
‫ا ُه ْم‬AA‫وف َويَ ْن َه‬ ُ ‫الَّ ِذينَ َيتَّبِعُونَ ال َّر‬
‫ص َر ُه ْم َواَأْل ْغاَل َل الَّتِي َكانَتْ َعلَ ْي ِه ْم‬ ْ ‫ض ُع َع ْن ُه ْم ِإ‬ ِ ‫َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر َويُ ِح ُّل لَ ُه ُم الطَّيِّبَا‬
َ َ‫ت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ا ْل َخبَاِئ َث َوي‬

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang mereka dapati
(namanya) tertulis dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka [al-A’râf/7:157]

Agama Islam merupakan agama yang mengarahkan para hamba kepada semua yang
bermanfaat, dalam urusan agama dan dunia, serta melarang mereka dari segala
perkara yang membahayakan agama dan kehidupan mereka. Islam adalah agama yang
memerintahkan para pemeluknya untuk bermusyawarah tatkala tidak jelas antara
maslahat yang dominan ataukah mudharat? Musyawarah bertujuan untuk memilih
yang dominan maslahatnya dan meninggalkan yang mudharat dominan.

22
Agama Islam merupakan agama yang agung dan universal yang menyeru manusia
agar mengimani seluruh kitab yang Allâh Azza wa Jalla turunkan juga mengimani
para Rasul yang telah Allâh Azza wa Jalla utus, sebagaimana firman Allâh Azza wa
Jalla :

ٰ
ُ ‫ ِد َل بَ ْينَ ُك ُم ۖ هَّللا‬Aْ‫رتُ َأِلع‬Aْ ‫ب ۖ َوُأ ِم‬ ٍ ‫ا‬Aَ‫زَ َل هَّللا ُ ِمنْ ِكت‬A‫ا َأ ْن‬A‫ ْل آ َم ْنتُ بِ َم‬Aُ‫م ۖ َوق‬Aْ ‫ستَقِ ْم َك َما ُأ ِم ْرتَ ۖ َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َء ُه‬
ْ ‫فَلِ َذلِ َك فَا ْد ُع ۖ َوا‬
‫صي ُر‬ ِ ‫َربُّنَا َو َربُّ ُك ْم ۖ لَنَا َأ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم َأ ْع َمالُ ُك ْم ۖ اَل ُح َّجةَ بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُك ُم ۖ هَّللا ُ يَ ْج َم ُع بَ ْينَنَا ۖ َوِإلَ ْي ِه ا ْل َم‬

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:
“Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allâh dan aku diperintahkan
supaya berlaku adil diantara kamu. Allâh-lah Rabb kami dan Rabb kamu. Bagi kami
amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami
dan kamu, Allâh mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)” [as-
Syûrâ/42:15]

Agama Islam adalah agama yang dipersaksikan kebenaran dan kesempurnaannya oleh
Allâh Azza wa Jalla juga para makhluk pilihan Allâh Azza wa Jalla .

‫ َد‬A‫دِّينَ ِع ْن‬A‫﴾ ِإنَّ ال‬١٨﴿ ‫ ُز ا ْل َح ِكي ُم‬A‫و ا ْل َع ِزي‬A ٰ ْ ِ‫ش ِه َد هَّللا ُ َأنَّهُ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل ُه َو َوا ْل َماَل ِئ َكةُ َوُأولُو ا ْل ِع ْل ِم قَاِئ ًما بِا ْلق‬
َ A‫ هَ ِإاَّل ُه‬Aَ‫س ِط ۚ اَل ِإل‬ َ
‫ساَل ُم‬ ْ ‫هَّللا ِ اِإْل‬

Allâh Azza wa Jalla menyatakan bahwa tidak ada ilah melainkan Dia (yang berhak
diibadahi), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada ilah melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang
diridhai) disisi Allâh Azza wa Jalla hanyalah Islam. [Ali Imrân/3:18-19]

23
Baca Juga  Kenali Penyakit yang Memperlemah Kekuatan Umat Islam

Agam Islam merupakan agama yang memberikan keindahan lahir maupun batin, dan
kesempurnaan akhlak serta amal bagi para pemeluknya.

ْ ‫سنُ ِدينًا ِم َّمنْ َأ‬


ِ ‫سلَ َم َو ْج َههُ هَّلِل ِ َوه َُو ُم ْح‬
ٌ‫سن‬ َ ‫َو َمنْ َأ ْح‬

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allâh [an-Nisâ’/4:125]

Tidak ada yang lebih baik daripada orang yang ikhlas kepada Allâh l , berlaku baik
kepada para hamba, ikhlas serta mengikuti syari’at Allâh Azza wa Jalla yang
merupakan syariat terbaik dan paling adil, sehingga hatinya akan terwarnai dengan
tauhid dan ikhlas, akan lurus akhlak dan amalnya diatas hidayah dan kebenaran.

َ‫ص ْب َغةً ۖ َونَ ْحنُ لَهُ عَابِدُون‬ َ ‫ص ْب َغةَ هَّللا ِ ۖ َو َمنْ َأ ْح‬
ِ ِ ‫سنُ ِمنَ هَّللا‬ ِ

Shibghah Allâh. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allâh? Dan
hanya kepada-Nya-lah kami beribadah. [al-Baqarah/2:138]

Agama Islam, dengannya para pemeluknya telah mampu membuka banyak hati
dengan ilmu dan iman, membuka penjuru dunia dengan keadilan, rahmat (kasih
sayang), dan nasehat untuk ummat manusia. Dengannya, Allâh Azza wa Jalla
memperbaiki keyakinan dan akhlak; Allâh Azza wa Jalla memperbaiki kehidupan
dunia dan akhirat dan dengannya pula Allâh Azza wa Jalla menyatukan hati-hati yang
bercerai-berai.

Agama Islam merupakan agama yang agung dan kokoh dalam setiap khabar (berita)
dan hukumnya. Islam tidak mengabarkan tentang sesuatu kecuali dengan cara benar

24
dan haq, tidak pula menetapkan suatu hukum kecuali dengan cara adil. Tidak ada satu
pun ilmu yang benar (shahih) yang menolak kebenaran berita yang dibawa Islam dan
tidak ada satu hukum yang lebih baik dari hukum Islam. Ditambah lagi, pokok-pokok,
kaidah-kaidah dan pondasi ajaran Islam selalu selaras dengan zaman yang telah lewat
dan waktu yang akan datang. Jika etika bermuâmalah (etika dalam bergaul atau
berbisnis) diterapkan dalam hubungan antar individu masyarakat ataupun dengan
kelompok-kelompok tertentu disetiap waktu dan tempat, maka pasti melahirkan
keadilan, kasih sayang dan kebaikan. Karena Islam turun dari yang Dzat Yang
Mahabijaksana dan Mahaterpuji. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

‫يم َخبِي ٍر‬ ِّ ُ‫َاب ُأ ْح ِك َمتْ آيَاتُهُ ثُ َّم ف‬


ٍ ‫صلَتْ ِمنْ لَدُنْ َح ِك‬ ٌ ‫الر ۚ ِكت‬

Alif Lâm Râ, (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Tahu [Hûd/11:1]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

ٍ ‫اَل َيْأتِي ِه ا ْلبَا ِط ُل ِمنْ بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َواَل ِمنْ َخ ْلفِ ِه ۖ تَ ْن ِزي ٌل ِمنْ َح ِك‬
‫يم َح ِمي ٍد‬

Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’ân) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
[Fusshilat/41:42]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

ِّ ‫ِإنَّا نَ ْحنُ نَ َّز ْلنَا‬


َ‫الذ ْك َر َوِإنَّا لَهُ لَ َحافِظُون‬

25
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’ân, dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya. [al-Hijr/15:9]

Kami menjaga setiap lafaznya dari segala bentuk penambahan, pengurangan, dan
perubahan; Kami menjaga hukum-hukumnya dari segala bentuk penyelewengan dan
kekurangan. Karena al-Qur’ân memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam masalah
keadilan, keistiqamahan, dan kemudahan.

Agama Islam adalah agama yang membimbing pemeluknya menuju al-haq dan
menuju jalan yang lurus. Kejujuran adalah syi’arnya (simbolnya), keadilan
merupakan porosnya (orbitnya), al-haq penopangnya, ar-rahmah (kasih sayang)
merupakan ruh dan tujuannya, kebaikan adalah patnernya, kebaikan dan perbaikan
merupakan keindahan dan aktivitasnya sementara hidayah dan petunjuk adalah
bekalnya.

Agama Islam merupakan agama yang memadukan antara tuntutan-tuntutan


(kebutuhan) ruh, hati dan jasad. Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kaum Mukminin
dengan perintah yang Allâh Azza wa Jalla perintahkan kepada para rasul, yaitu agar
beribadah kepada-Nya, melakukan amal shalih yang mendatang ridha-Nya,
mengkonsumsi makanan yang halal dan memanfaatkan apa yang Allâh Azza wa Jalla
sediakan untuk para hamba-Nya dalam kehidupan ini. Jadi agama Islam menggiring
dan mengantarkan orang yang melakukannya dengan benar kepada ketinggian,
kemuliaan dan kearah kemajuan yang benar.

Barangsiapa mengetahui karakteristik agama ini maka otomatis dia akan memahami
betapa agung nikmat Allâh Azza wa Jalla yang dianugerahkan kepada para makhluk-
Nya berupaka agama ini. Sebaliknya, siapa saja yang mencampakkannya, maka pasti
dia akan terjatuh dalam kebatilan, kesesatan dan kerugian. Karena semua agama yang
menyelisihi Islam berada diantara khurafat dan paganis (penyembahan terhadap
berhala), antara penyimpangan dan materialis, yang menjadikan hati dan amalan

26
pemeluknya seperti hewan ternak bahkan lebih sesat. Karena jika agama Islam hilang
dari hati, maka akhlak mulianpun sirna lalu diganti akhlak yang buruk. Ini semua
menyebabkan pemilik hati tersebut tersibukkan dengan perkara-perkara yang
rendahan. Kemudian yang menjadi perhatian dan tujuan tertinggi mereka adalah
bersenang-senang dengan kehidupan dunia fana ini.

Selayaknya kita bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla atas nikmat yang teramat
agung ini. Nikmat yang datang hanya dari Allâh Azza wa Jalla . Ingatlah firman Allâh
Azza wa Jalla :

ُ ‫ي لَ ْواَل َأنْ َهدَانَا هَّللا‬


َ ‫َوقَالُوا ا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي َهدَانَا لِ ٰ َه َذا َو َما ُكنَّا لِنَ ْهتَ ِد‬

Mereka berkata, “Segala puji bagi Allâh yang telah menunjuki kami kepada (surga)
ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allâh tidak memberi
kami petunjuk.” [al-A’râf/7:43]

(Diangakat dari kitab ad-Din as-Shahih Yahullu Jami’a al-Masyakil)

2. Problema Akhlak

Globalisasi berpengaruh pada peradaban dunia termasuk pada kehidupan masyarakat


modern. Masyarakat modern meyakini bahwa kemajuan kehidupan dapat diselesaikan
dengan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan. Semakin berkembangnya
teknologi dan ilmu pengetahuan pada masyarakat modern sehingga membuat stigma
bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan diatas apapun dan mengabaikan spiritual.
Penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan masih sering digunakan oleh masyarakat
yang kurang bertanggung jawab sehingga teknologi dan ilmu pengetahuan yang terus
berkembang menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan. Dalam pandangan islam,
umat islam harus memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan agar tidak
disalahgunakan. Dengan demikian, pentingnya akhlak menjadi faktor utama dalam
kehidupan guna menahan dampak buruk dari teknologi dan ilmu pengetahuan yang
semakin berkembang dengan pesat. Adapun kemajuan teknologi dan ilmu

27
pengetahuan telah menimbulkan sejumlah problematika pada masyarakat saat ini
dalam mempengaruhi akhlak pada kehidupan, antara lain:

1..Ilmu pengetahuan yang terdesintegrasi Pada kehidupan masyarakat saat ini


ditandai dengan adanya pengkhususan di bidang ilmu pengetahuan. Setiap ilmu
pengetahuan memiliki cara khusus dalam.pemecahan suatu masalah yang sedang
dihadapi. Keadaan beragam ilmu pengetahuan yang saling bertolak belakang antara
satu pokok ilmu dan lainnya terdapat kerenggangan. Hal ini merupakan dasar
terjadinya kekurangan spiritual pada kehidupan. Ilmu pengetahuan yang berjalan
masing-masing tanpa ada tali pengikat dan petunjuk jalan yang memimpin semuanya,
sehingga manusia jauh dari pengetahuan akan kesatuan pada alam.

2. Terpecahnya kepribadian (split personality) Terpecahnya kepribadian ini


disebabkan oleh manusia dengan kehidupan yang dibentuk oleh ilmu pengetahuan
yang memiliki corak kurang akan nilai-nilai religious dan terpisah-pisah sehingga
menjadi terpecahnya kepribadian. Terpecahnya kepribadian ini akan menuju pada
kehancuran pribadi manusia jika proses keilmuan yang dikembangkan tidak berada
dibawah kendali spiritual. Keilmuan berdasarkan agama sangat dianjurkan dalam
kepribadian.

3. Penyalahgunaan iptek Teknologi dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang


dengan cepat dapat membuat seseorang salah dalam penggunaannya. Ilmu
pengetahuan yang tidak digunakan berdasarkan spiritual akan menjadi hal yang
disalahgunakan bahkan menjadi hal yang berimplikasi dan berdampak negatif bagi
kehidupan, bukan hanya berdampak negatif untuk orang lain tapi berdampak negatif
untuk diri sendiri

.4. Pendangkalan iman Perubahan zaman yang semakin berkembang membuat


manusia menjadi dangkal akan keimanan, sebagai akibat dari bentuk pikiran keilmuan
yang lebih khusus pada ilmu-ilmu yang mengetahui fakta yang bersifat empiris.
Informasi yang didapat pada saat ini membuat manusia tidak tersentuh oleh wahyu,
bahkan banyak orang pada zaman sekarang menganggap bahwa apa yang
disampaikan lewat wahyu Allah SWT. itu dianggap tidak ilmiah.

5. Pola hubungan materialistic Zaman yang terus bekembang terutama pada ilmu
pengetahuan dan teknologi membuat manusia terus mencari keuntungan yang bersifat
material, bahkan dalam bentuk penghargaan yang seseorang berikan atas orang lain

28
banyak dinilai dalam bentuk keuntungan material semata. Akibat dari materialistik ini
membuat material menjadi di atas perhitungan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan,
nilai spiritual bahkan keimanan.

6. Segala cara yang dihalalkan Akibat dari dangkalnya keimanan dan bentuk
materialistik maka manusia akan mudah menggunakan prinsip menghalalkan segala
cara untuk mencapai suatu tujuan dan hal yang ia inginkan. Sifat ingin cepat
mendapatkan sesuatu dengan tanpa usaha yang dapat menjadikan manusia
menghalalkan segala cara, sehingga dapat membuat kosongnya nilai-nilai spiritual
bahkan kurangnya iman pada kehidupannya.

7. Stress atau frustasi Perkembangan zaman yang terus berubah dengan cepat
membuat manusia harus terus mengikuti perkembangannya. Kehidupan membuat
manusia menjadi kompetitif dan menyebabkan manusia menyerahkan seluruh tenaga,
pikiran, dan kemampuannya dalam mengerjakan sesuatu hal. Sifat yang dimiliki
manusia yang selalu merasa tidak puas dan tidak mengenal batas dalam bekerja
hingga berlebihan, apalagi jika mengalami kegagalan maka akan mudah kehilangan
suatu pegangan. Saat tidak memiliki pegangan yang cukup kuat berasal dari nilai-nilai
spiritual atau iman yang dangkal, membuat mereka mengalami suatu masalah yang
tidak dapat terpecahkan, sehingga pada akhirnya mereka akan mengalami stress atau
frustasi, bahkan bias saja mengakhiri hidupnya.

8. Hilangnya harga diri dan masa depan Pergaulan saat ini semakin banyak dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat banyak orang salah jalan
dalam memilih kehidupan. Banyak problematika dalam pengembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat yang mengalami berbagai masalah
dalam aspek lainnya, seperti aspek pluralisme agama, aspek spiritual, bahkan aspek
politik yang dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan dengan
cepat sehingga lupa akan nilai-nilai spiritual dan keimanan bahkan menjadikan
manusia lupa akan kehidupan akhirat. Kurangnya nilai-nilai spiritual tersebut dapat
mengakibatkan dangkalnya keimanan yang mengakibatkan seorang manusia jauh dari
sang maha pencipta dan meninggalkan ajaran yang dimuat di dalam agama. Selain itu,
kurangnya nilai spiritual dapat membentuk penyimpangan moral dalam aspek etika
dan akhlak.

29
C. PERAN PENTING AKHLAK DALAM KEHIDUPAN

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menduduki posisi yang sangat penting,
karena akhlak merupakan pondasi dari diri seseorang. Maka akhlak memiliki
pengaruh dan peran yang besar dalam menjaga kehidupan masyarakat supaya tidak
mengalami kerusakan moral.

Adapun peran akhlak dalam membina kehidupan yaitu:

1. Akhlak dapat mewujudkan kehidupan yang makmur


Seseorang yang memiliki akhlak yang baik akan melakukan sesuatu yang
membawa kehidupannya menjadi lebih Makmur. Sebagai mana di gambarkan
dalam
QS. Ibrahim ayat 24
ٌ ِ‫ب هّٰللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة طَيِّبَ ٍة اَصْ لُهَا ثَاب‬
‫ت َّوفَرْ ُعهَا فِى ال َّس َم ۤا ۙ ِء‬ َ َ‫اَلَ ْم تَ َر َك ْيف‬
َ ‫ض َر‬
Artinya: “Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan
cabangnya (menjulang) ke langit”
Maksudnya yaitu orang yang memiliki akhlak yang baik di ibaratkan seperti
pohon rindang yang memiliki buah yang banyak dan bermanfaat bagi orang lain,
dan menjadi penyejuk, menjadi penguat, penopang bagi setiap orang yang berada
di dekatnya, sehinggak menjadi tenang ketika berada di dekat orang orang yang
berkhlak

2. Akhlak mencegah terjadinya tindak kejahatan


Islam mengajarkan kepada setiap manusia untuk berprilaku baik dan memiliki
akhlak yang mulia sehingga ketika orang orang yang memiliki akhlak mulia akan
terhindar dari yang namanya tindakan kejahatan karena dia malu ketika akan
melakukan kejahatan

3. Akhlak menjadikan manusia berkarakter dan terhormat

Orang yang berakhlak akan memiliki karakter yang baik dan menjadikan dirinya
terhormat baik di dunia maupun di akhirat. Mereka yang memiliki akhlak yang baik
akan menjadi motivasi dan penggerak aktivitas kehidupan masyarakat, keberadaannya

30
di rasakan sangat bermanfaat oleh orang lain. Maka, pantas bagi mereka yang
mempunyai akhlak baik akan di hormati oleh orang lain.

4. Benci serta takut kepada maksiat


yang berakhlak akan berpikir terlebih dahulu dalam bertindak, karena mereka
takut kalau tindakan mereka membawa ke jalan yang tidak baik atau merugikan
dirinya sendiri atau orang lain.tindakan mereka membawa ke jalan yang tidak
baik atau merugikan dirinya sendiri atau orang lain.

5. Meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat


Orang yang berakhlak akan meninggalkan suatu perkara yang tidak bermanfaat
bagi dirinya dan orang lain, bagi kehidupan dunia dan akhiratya. Seperti di
jelaskan dalam hadits Al-Tarmidzi 1944:142/4 yang artinya: “dari Abu Hurairah
berkata “Rasulullah Saw. Bersabda sebaik baiknya seorang islam ialah seseorang
yang meninggalkan sesuatu yang tidak memberi makna kepadanya.”

6. Meningkatkan motivasi dalam beramal shaleh


Akhlak sangat berperan dalam kehidupan kita apalagi dalam hal memotivasi dri
kita menjadi lebih baik lagi. Seperti dalam buku Kamarul Azmi dikatakan “Peran
akhlak merupakan asas penting untuk meningkatkan motivasi dalam diri individu
mengenai amal shaleh yang harus dicapai”.

D. UPAYA MENGATASI PROBLEMATIKA AKHLAK

Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi problematika akhlak diantaranya:

1. Melalui pendidikan karakter


Pendidikan merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk mengatasi
problematika akhlak. Salah satu pendidikan yang berkaitan dengan akhlak, etika
dan moral adalah pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan
penanaman nilai-nilai karakter terhadap masyarakat atau individu melalui arahan,
tindakan dan pelatihan yang berulangulang agar menjadi manusia yang
seutuhnya, yang dapat bermanfat bagi orang lain sebagaimana kodrat manusia
diciptakan.

31
Berikut adalah metode yang harus dilakukan sebagai upaya mengatasi
problematika akhlak di lembaga pendidikan :
1.1 Metode keteladanan.
Dalam menerapkan keteladanan, biasanya seorang pelajar akan lebih mudah
mencontoh prilaku dari pendidiknya. Seperti yang dikatakan Amr bin Utbah
bahwa ketika seorang guru akan mengajar anaknya maka haruslah guru
tersebut bisa mengerjakan yang baik dan meninggalkan sesuatu yang buruk
atau dalam kata lain seorang guru harus memimbing dirinya terlebih dahulu
karena padangan anak akan tertuju pada guru yang memimbingnya
(Sa’aduddin, 2006:89). Secara psikologis anak-anak cenderung lebih mudah
meniru tanpa memikirkan dampaknya. Maka, jadilah seorang pendidik yang
mampu mendidik dengan perilaku yang berakhlak mulia.

1.2 Metode Pelatihan dan Penerapan yang berulang-ulang


Melatih dan menerapkan sesuatu hal baik dengan menerapkan norma yang
berlaku sehingga dapat melakat di kehidupan para peserta didik, seperti
menerapkan kesopanan dalam bergaul

.1.3 Metode Cerita


Bercerita merupakan metode yang sangat unik dan menarik, biasanya
peserta didik akan lebih tertarik jika dibacakan cerita mengenai akhlak mulia
dibandingkan dengan menggunakan teori. Hal ini dikarenakan dalam cerita
terdapat unsur zaman dahulu, hal yang jarang terjadi pada zaman sekarang,
dan lainnya. Sesuatu yang dapat di ingat dengan kuat dan bahkan tidak akan
mudah dilupakan oleh otak manusia adalah sebuah cerita

1.4 Metode Mauidzah


Mauidzah artinya nasihat. Mauidzah adalah nasihat dalam bentuk ajakan,
peringatan, dan teguran dengan jalan kebenaran dan kebaikan dengan cara
yang baik dan menyentuh sebagai bentuk perhatian manusia pada sesame.
Menurut Rasyid Ridha, hal ini lah yang dikenal dengan nasehat.

32
1.5 Metode Pahala dan Sanksi
Jika penanaman akhlak tidak bisa diterapkan dengan nasehat dsb, maka jalan
terbaik adalah dengan pahala dan neraka. Karena Alloh pun telah berjanji
dengan adanya surge dan mengancam dengan adanya neraka.

2. Ajaran Tasawuf
Agar manusia berakhlak mulia dan dapat bermanfaat bagi sesama, maka sebagai
seorang manusia harus memiliki keteguhan moral Islam dalam dirinya. Hal ini
dapat dilakukan dengan menerapkan ajaran tasawuf dalam berbagai macam
bidang kehidupan di masa modern Berikut adalah ajaran Tasawuf yang bisa
diterapkan dalam mengahadapi problematika akhlak di zaman modern ini:

2.1 Ajaran mendekatkan diri kepada Tuhan atau taqarub ilallah. Manusia modern
akan terjauh dari tipu daya dunia jika manusia tersebut mendakatkan diri kepada
Tuhan dengan penuh kesadaran.
2.2 Ajaran berserah diri pada Tuhan atau tawakkal ilallah. Ajaran ini
memperkuat diri, mempunyai sandaran yang kauat dan menyandarkan segala
sesuatu kepada Tuhan. Seseorang akan merasa nyaman jika ia tidak berpikir
negatif, serahkan segala urusan hanya kepada Alloh, karena Alloh yang maha
Tahu dan Kuasa.
2.3 Ajaran sikap ridha. Ketenangan dalam menghadapi sesuatu akan selalu di
rasakan seseorang yang mempunyai sikap ridha dalam dirinya dan tidak pernah
merasa sputus asa karena selalu pasrah dan menerima segala keputusan Tuhan.
2.4 Ajaran meninggal hal yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat atau
zuhud. Ajaran ini mengajarkan untuk tidak dijajah oleh duniawi. Zuhud ini sangat
tepat diterapkan pada manusia modern yang mempunyai sikap materialistic dan
hedonistic.
2.5 Ajaran uzlah yaitu mengasingkan diri dari hingar bingar kehidupan duniawi
dengan cara bertafakur dan dzikir terhadap Alloh swt. Ajaran ini mengajarkan
manusia modern untuk mengontrol aktifitasnya sesuai dengan nilai-nilai
ketuhanan dan tidak tergiur dengan manisnya duniawi

33
a. Problematika Iman

Menurut Drs Achmad Kifni, Iman adalah keyakinan dalam hati, yang di ikrarkan
melalui lisan (ucapan) dan di amalkan dengan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.
Iman itu kadang-kadang bertambah kuat, kadang-kadang bisa berkurang, bahkan
kadang-kadang bisa rusak atau bahkan hilang. Ini berarti iman itu bisa berubah-ubah.
Hal ini sesuai dengan hadits rosulillah yang artinya: “iman itu ucapan dan amalan
kadang-kadang bertambah, kadang-kadang berkurang” (H.R. Bukhori)

Lebih lanjut Achmad Kifni menyampaikan bahwa Iman itu ibarat tanaman, kalau
dipelihara dengan baik, disiram, di pupuk maka akan tumbuh subur, tetapi bila tidak
terpelihara dengan baik tanaman itu akan kurus bahkan akan mati. Demikian pula
iman, perlu di peliharan dengan baik melalui berbagai kegiatan keagamaan seperti :
mengikuti pengajian, membaca Al-Quran, berdzikir, berdoa, selalu beribadah,
menjalankan syariat agama maka iman seseorang akan tumbuh subur dan kuat.
Sebaliknya apabila tidak mau menjaga keimanan  maka iman  mudah terserang
penyakit yang akhirnya akan mati imanya.

Hal – hal yang dapat merusak iman antara lain :

1. Berbuat kesyirikan. Syirik adalah menyekutukan Alloh SWT dengan sesuatu atau
menyamakan Alloh dengan yang lain (menyembah selain Alloh). Perbuatan syirik
adalah perbuatan sia-sia dan bertentangan dengan ajarann islam. Orang yang
menyembah selain Alloh di sebut musyrik. Allah SWT sangat mengutuk perbuatan
syirik, karena sangat merendahkan Alloh SWT dan tidak akan mendapat ampunan
dari Allah SWT. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 48: yang berbunyi :

‫هّٰلل‬ َ ِ‫اِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ۡغفِ ُر اَ ۡن ي ُّۡش َركَ بِ ٖه َويَ ۡغفِ ُر َما ُد ۡونَ ٰذ ل‬
ِ ‫ك لِ َم ۡن يَّ َشٓا ُ‌ء ۚ َو َم ۡن ي ُّۡش ِر ۡك بِا‬
‫فَقَ ِد ۡافت َٰۤـرى اِ ۡث ًما َع ِظ ۡي ًما‬
Innal laaha laa yaghfiru ai yushraka bihii wa yaghfiru maa duuna zaalika limai
yashaaa'; wa mai yushrik billaahi faqadif taraaa isman 'aziimaa

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena


mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain
(syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan
Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.

2. Berkeras hati. Berkeras hati untuk mendatangi tempat – tempat tertentu yang kurang
membawa manfaat, sebagaimana sabda rosululloh saw dalam khadist. Dari Abu
Hurairah Rasululloh bersabda “jangan berkeras hati untuk berpergian kecuali untuk
menuju tiga buah masjid, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha”

3. Mendatangi tukang ramal. Mendatangi dengan membenarkan tukang ramal dalam


segala hal dengan keyakinan bahwa tukang ramal itu mengetahui segala sesuatu,
maka hal tersebut hukumnya haram dan termasuk golongan orang kafir (keluar dari

34
Islam), segala amal ibadahnya tidak diterima.  “Barang siapa mendatangi tukang
ramal lalu bertanya sesuatu, maka sholat yang dia kerjakan selama empat puluh hari
tidak diterima” (HR. Muslim)

Dengan mengetahui perkara yang dapat merusak iman diharapkan para peserta yang
hadir mengikuti pengajian dapat menghindari dari berbagai perkara yang dapat
merusak iman serta senantiasa  mengokohkan dan menyempurnakan imanya.

d. Problematika Ekonomi

Perkembangan sistem ekonomi Islam di Indonesia mulai menunjukkan


kemajuan yang cukup pesat. Dari kalangan para masyarakat umum tanah air saja, bisa
kita lihat bahwa ekonomi Islam dikenal secara luas sejak mulai beroperasinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI) pada 27 Syawal 1412 H atau bertepatan dengan tanggal 1
Mei 1992. Pada tahun belakangan ini, lembaga-lembaga ekonomi syariah yang
berbasiskan syariah tentunya ini semakin marak di panggung perekonomian nasional.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 dapat dikatakan memberikan hikmah
bagi ekonomi dan keuangan syariah. Ekonomi konvensional pada saat itu telah
dianggap tidak mampu mengatasi krisis bahkan menjadi penyebab dari krisis itu
sendiri sehingga orang mulai beralih kepada ekonomi Islam. Hal ini sejalan dengan
trend global yang mulai melirik ekonomi dan keuangan Islam sebagai sebuah
alternatif yang mampu memberikan keadilan kepada dunia, terlebih nanti diakhirat.
‫هّٰللا‬
َ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر ِ بِ ٖه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُوْ َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّديَـةُ َوالنَّ ِط ْي َحـ ةُ َو َمــٓا اَ َكـ‬
‫ـل‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
‫س الَّ ِذ ْينَ َكفَـرُوْ ا ِم ْن ِد ْينِ ُك ْم فَاَل‬ َ ‫ق اَ ْليَــوْ َم يَ ِٕى‬ٌ ۗ ‫ب َواَ ْن تَ ْستَ ْق ِس ُموْ ا بِااْل َ ْزاَل ۗ ِم ٰذلِ ُك ْم فِ ْسـ‬ ِ ‫ص‬ ُ ُّ‫ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى الن‬
‫اضــطُ َّر فِ ْي‬ ْ ‫ْت لَ ُك ُم ااْل ِ ْســاَل َم ِد ْينً ۗــا فَ َم ِن‬ ُ ‫ضــي‬ ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِ ْي َو َر‬ ُ ‫اخ َشــوْ ۗ ِن اَ ْليَــوْ َم اَ ْك َم ْل‬
ُ ‫ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَ ْت َم ْم‬ ْ ‫ت َْخ َشــوْ هُ ْم َو‬
‫هّٰللا‬
3 ‫َّح ْي ٌم‬ِ ‫ف اِّل ِ ْث ۙ ٍم فَ ـا ِ َّن َ َغفُــوْ ٌر ر‬ ٍ ِ‫ص ـ ٍة َغ ْيـ َر ُمتَ َجـ ان‬ َ ‫ َم ْخ َم‬. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah,
yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih
untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah),
(karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa

35
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan
telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.
Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka
sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Di dalam ayat ini Allah telah menjelaskan bahwa Dia telah menyempurnakan agama
kita untuk kita. Maka, agama ini tidak akan kurang selama-lamanya, dan
Problematika Sistem Ekonomi Islam di Indonesia Naelul Azmi 46 tidak butuh
tambahan selama-lamanya. Ayat yang mulia ini merupakan nash (teks) yang nyata,
bahwa agama Islam tidaklah meninggalkan sesuatupun yang dibutuhkan oleh manusia
di dunia dan di akhirat, kecuali agama ini telah menerangkannya dan telah
menjelaskannya, apa saja perkara itu. Di antara masalah besar yang dijelaskan oleh
Islam dan merupakan topik pembicaraan dunia adalah masalah ekonomi. Berikut ini
kami hadirkan sebuah tulisan menarik berjudul Alquran Mengatur Masalah Ekonomi
yang diterjemahkan dari salah satu sub tema sebuah buku berjudul ٌ ‫ل ِ َكام ٌ ْن ي ِ د ُ ْالَم ِإلس‬
‫ َ) ا‬Islam Agama yang Sempurna) karya seorang ulama besar Islam, Syaikh
Muhammad Al-Amin bin Muhammad AlMukhtar Asy-Syanqithi. Hadirnya sistem
ekonomi Islam di Indonesia memunculkan berbagai pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Salah satunya yaitu dengan semakin maraknya lembaga berbasis syariah
di Indonesia, serta dominasi masyarakat muslim lalu mengapa sistem ekonomi Islam
sendiri masih sulit untuk dikembangkan dan diimplementasikan secara menyeluruh.
Semisal Pariwisata Syariah, Hotel Syari’ah, dan lain sebagainya. Diantara
problematika atau masalah yang dihadapi dalam pengembangan sistem ekonomi
Islam di Indonesia yaitu sebagai berikut:

1. Mensyariahkan bank syariah1 Masalah yang muncul adalah mengenai definisi


institusi keuangan syariah itu sendiri serta produk dan operasionalisasinya menurut
perspektif hukum Islam. Selama ini banyak orang di Indonesia yang berpikir bahwa
institusi keuangan, khususnya bank, adalah sebuah institusi yang menggunakan "riba"
(keuntungan yang diambil dari hutang secara tidak sah) yang dalam prosesnya
melibatkan bunga. Salah satu bentuk keraguan terhadap produk perbankan syariah
adalah penggunaan sistem bagi hasil yang dianggap tidak ada bedanya dengan tingkat
suku bunga yang diberikan oleh bank konvensional. Dengan kata lain, perbedaan
keduanya hanya terletak dari segi istilah saja. Bagi masyarakat awam tentu hal itu

36
dianggap sebagai solusi atas permasalahan akibat riba yang pada dasarnya bahwa
bank syariah sendiri ternyata menggunakan prinsip tanaazu al-haqq, yaitu suatu pihak
dapat melepaskan haknya untuk diberikan pada pihak lainnya sehingga secara
ekuivalen tingkat bagi hasil menyamai tingkat suku bunga di bank konvensional.

2. Persepsi yang salah mengenai ekonomi Islam Selama ini banyak orang yang
menganggap bahwa ekonomi Islam dalam hal ini lembaga keuangan syariah hanya
diperuntukkan bagi orang Islam saja. Padahal kenyataannya, lembaga keuangan
syariah merupakan lembaga komersial yang melayani siapa saja dan dapat
dilaksanakan oleh siapa saja,

Sebab tujuan utama dari ekonomi Islam adalah sebagai alternatif dalam mencapai
keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dianggapnya sistem bagi hasil
cenderung tidak pasti sehingga sulit dijadikan parameter untuk melakukakan prediksi
usaha ke depan. Justru yang sebenarnya semua tergantung dari segi pengelolaan yang
efektif dan efisien dengan melibatkan keadilan dan moral. Terkait mengenai zakat,
masyarakat Indonesia menganggap zakat sebagai kewajiban normatif bukan sebagai
kewajiban positif. Mereka membayar zakat hanya memandang dari tuntutan agama,
tidak dari dampak pemberiannya kepada masyarakat.

3. Kualitas Sumber Daya Manusia Masalah lainnya yang muncul terkait dengan
sistem ekonomi Islam di Indonesia adalah kualitas sumber daya manusia baik
pengetahuan maupun keahlian yang diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan
permintaan akibat dari pertumbuhan yang pesat. Pemenuhan kebutuhan ini akan
menjamin generasi sekarang dan generasi yang akan datang didukung pula oleh
alokasi dan distribusi sumber daya yang membantu mewujudkan falah. Tentunya,
peranan negara dalam hal ini pemerintah sangatlah penting dalam meningkatkan serta
memaksimalkan potensi dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki salah
satunya adalah melalui perguruan tinggi yang mengajarkan tentang ekonomi Islam
demi tercapainya kesejahteraan.

4. Keberadaan Lembaga Keuangan Islam2 Minimnya jumlah lembaga keuangan


Islam di Indonesia yang masih kalah jauh dibandingkan dengan jumlah lembaga
keuangan konvensional. Dominasi lembaga konvensional tersebut menghambat
pengembangan sistem ekonomi Islam. Masyarakat akan menjadi semakin asing
hingga perlahan akan menyingkirkan keberadaan ekonomi Islam. Dukungan dari

37
pemerintah tentunya diperlukan dalam peningkatan pengembangan jaringan sistem
ekonomi Islam sebagai suatu alternatif dan solusi permasalahan ekonomi di
Indonesia. Selanjutnya ada beberapa masalah besar yang ada dalam ekonomi syariah,
diantaranya akan dipaparkan di bawah ini sebagaimana dikatakan oleh Sekretaris
Jenderal Asosiasi Bank-bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana
menjelaskan sampai detik ini aset industri yang ada pada perbankan syariah masih
memiliki pangsa pasar di bawah 4 % dibandingkan dengan daripada keseluruhan
perbankan nasional. Sebenarnya ada tiga masalah besar di perbankan syariah. Ini yang
menghambat perkembangan bisnis syariah sampai saat ini. Pertama, ketersediaan
produk dan standarisasi produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan selama ini
masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah.
Standardisasi ini diperlukan dengan alasan industri perbankan syariah memiliki
perbedaan dengan bank konvensional. 2 Ibid, hal 2 Problematika Sistem Ekonomi
Islam di Indonesia Naelul Azmi 48 Apalagi, produk bank syariah tidak hanya
diperuntukkan bagi nasabah muslim, melainkan juga nasabah nonmuslim. Kedua, dari
tingkat pemahaman (awareness) produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit
masyarakat yang tahu tentang produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di
perbankan syariah. Hanya sekitar 30 persen dari sumber daya yang direkrut
mengetahui istilah perbankan syariah serta tingkat awareness-nya. Dan yang ketiga
dalam industri perbankan syariah itu merupakan sumber daya manusia (SDM).
Masalah yang terjadi ini bahwa pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM
perbankan syariah yang berkompeten dan mumpuni. Pihak pelaku/pelaku ekonomi
syariah/pakar ekonomi yang kompeten justru banyak mengambil SDM untuk
perbankan syariah dari perbankan konvensional dan SDMSDM yang potensial.
Sangat sedikit SDM yang diambil atau lulusan perguruan tinggi syariah. Artinya SDM
yang sesuai dengan kompetennya belum tercukupi. Allah SWT berfirman: “Tidak ada
dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabb-mu”. (QS Al
Baqarah : 198

38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk seluruh umat manusia, tanpa
membedakan agama, ras, dan strata sosial seseorang. Islam adalah sistem nilai bukan
konsep dan idiologi. Tujuan Islam adalah mentranspormasikan ajaran-ajaran Islam
kepada masyarakat yang belum atau kurang Islami. Islam dapat berdampingan
dengan paham-paham lain tanpa menghilangkan esensi dari ajaran itu sendiri,
terutama dalam posisi yang tidak dominan. Islam pada dasarnya sanggup
berdampingan secara damai dan toleran. Ia akan bereaksi jika paham-paham itu
mengganggu atau menimbulkan konflik dalam masyarakat. Dalam kondisi demikian
tidak bisa dielakan timbulnya reaksi keras dari masyarakat.

Pemahaman Islam yang baik adalah pemahaman yang didasari pada Al-Qur'an
dan Sunnah yang shahih sehingga Islam dipahami secara utuh, yakni secara syamil
(menyeluruh) dan kamil (sempurna). Realitanya, tidak sedikit dari umat yang
memahami Islam secara parsial (juz'iyah) sehingga mereka mengamalkan satu aspek
dari Islam itu lalu mengabaikan aspek lainnya.

39
B. Saran

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi


bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena
terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh
hubungannya dengan makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Kairo: Al-Maktabah A-taufiqiyah, 2003

Abu Ishaq As-Syatibi, Al-Muwafaqat fii Ushul As-Syariah, Kairo: al- maktabah at-
taufiqiyah, 2003

Ali Muhammad As-Shalabiy, Al-Wasathiyah fil Qur’an Al-Karim, Kairo: Mu’assasah


Iqra’ Linasyri watauzi wattarjamah, 2007

Hasan Al-Banna’, Majmu’ah Ar-Rsail, Kairo: Daar At-tauzi’ wa An-Nasyr AlIslamiy,


1992

Ibnu Jarir At-Thabari, Tafsir At-Thabari, Kairo: Maktabah At-Taufiqiyah, 2004

Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-adzim, Beirut: Daar Al-Fikri, 1994)

Ibnu Taimiyah, Majmu’ah Al-Fatawa Li Syaikhil Islam Ahmad bin Taimiyah, Al-
Manshurah: Daar Al-Wafa, cet-3, 2005)

Alma’arif, Islam Nusantara: Studi Epistemologis dan Kritis, Jurnal Analisis: Jurnal
Studi Keislaman, Vol. 15, No.2 (Desember 2015).

40
Darajat, Zakiya, Muhammadiyah dan NU: Penjaga Moderatisme Islam di Indonesia,
Jurnal Hayula: Indonesian Journal of Multidiciplinary Islamic Studies, Vol. 1,
No. 1, (Januari 2017), P-ISSN: 2549-0761, EISSN:2548-9860.

41

Anda mungkin juga menyukai