Makalah imi disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Kontemporer
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
Rosyad Rojab
JAKARTA 2022 M
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui lebih jelas mengenai Tafsir Kontemporer.
Makalah ini memuat tentang “Tafsir Kontemporer” dan sengaja dipilih karena untuk memenuhi
tugas penyusun. Penyusun berharap makalah ini dapat membantu pembaca dalam
memahamilebih jelas mengenai Tafsir Konporer. Makalah ini dapat menjadi panduan pembaca
dalam pelaksanaan kegiatan tafsir kontenporer. Sebagai sebuah karya, makalah ini tentu tidak
terlepas dari kekurangan. Penyusun mohon maaf sebesar-besarnya jika terdapat kesalahan dalam
makalah ini baik meliputi isi ataupun ketikan. Kritik dan saran terhadap penyempurnaan makalah
ini sangat penyusun harapkan,
Penyusun mohon maaf sebesar-besarnya jika terdapat kesalahan dalam makalah ini baik
meliputi isi ataupun ketikan, Kritikan dan saran sangat kami harapan untuk penyempurnaan
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...................................................................................................................4
BAB II Pembahasan...................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an ibarat mata air yang tidak pernah kering. Sebab, al-Qur’an menjadi media
pelepas dahaga saat umat muslim mengalami kekeringan spiritual dan kerohanian. Secara teologi
normatif al-Qur’an merupakan sumber rujukan dan tuntunan dalam hidup umat Islam. Keyakinan
akan kesesuain al-Qur’an dengan segala bentuk perubahan zaman menjadikan alQur’an tidak
pernah sepi dari proses pengkajian dan penafsiran. Proses penafsiran terhadap al-Qur’an adalah
buah upaya yang telah dilakukan oleh para ulama yang terus berusaha menggali nilai-nilai dalam
al-Qur’an baik dari segi aspek, aqidah, akhlak dan hukum untuk diimplementasikan dalam
kehidupan.Namun dalam sejarah perjalanan penafsiran al-Qur’an yang telah dilakukan oleh
ulama tidak pernah lepas dari sorotan dan kritikan dari para pembaca1.
Pasalnya, ada kecenderungan dari kalangan umat Islam sekarang yang terlalu terkungkung
dengan hegemoni dari hasil penafsiran klasik. Yang secara sosiologi dan keadaan waktu dan
tempat sangat berbeda ketika proses penafsiran itu dilakukan. Kecenderungan semacam ini akan
berdampak pada kemandegan ilmu pengetahuan terutama dalam hal pengkajian terhadap
alQur’an.Produk tafsir yang seideal apapun tetap saja membawa relativitas ruang dan waktu, hal
ini disebabkan karena produk tafsir adalah hasil karya karsa manusia yang tidak dapat relevan
dalam setiap konteks dan waktu. Hasil pemikiran para mufassir yang melahirkan sebuah produk
tafsir dari kondisi objektif masa tertentu sesuai dengan masanya dan masa setelahnya. Tetapi
sebagian tidak relevan lagi untuk abad ke-20.
Melihat realitas yang terjadi saat ini, telah banyak upaya yang telah dilakukan dengan
berusaha melahirkan teori-teori terbaru yang lebih relevan dengan kondisi saat ini. Diantara
tokoh-tokoh muslim yang populer dengan gagasannya adalah M. Syahrur dengan teori
hududnya. Dalam bahasan artikel ini, penulis mencoba mengalisis teori yang digagas oleh
Muhammad Syahrur dan bagaimana bentuk penerapannya dalam kajian terhadap ayat-ayat
AlQur’an.
B. Tujuan Penelitian
PEMBAHASAN
2
Muhammad Shahrur, Al-Kitàb wa al-Qur’àn; Qiràah Mu’àêirah, (Beirut: Syarikah al-
Mathbù’àt li at-Tawzì’ wa an-Nasyr, 2000), cet. VI, h. 54.5Shahrur, Al-Kitab ... h. 55.
Menurutnya, an-nubuwwah bersifat pengetahuan objektif, historis, dan independen dari
penerimaan manusia,sedangkan ar-risalah mengandung hukum objektif dan tergantung pada
pengetahuan manusia, yang pertama merupakan kumpulan tema-tema pengetahuan tentang
alam semesta dan hukum sejarah yang berfungsi sebagai pembeda antara yang salah dan
yang benar. Sedangkan yang kedua merupakan kumpulan selurh ajaran yang mesti
dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia berupa ibadah, muamalah, akhlak yang
berfungsi sebagai dasar taklif.
Dualitas berikutnya adalah antara al-Qur’àn dan al-Kitàb. Dengan teori anti-
sinonimitasnya, Shahrur menegaskan bahwa al-Qur’àn tidaklah mencakup keseluruhan al-
Kitàb, tetapi hanya mencakup dimensi an-nubuwwah. Adapun hukum Islam (syarì’ah)
masuk dalam dimensi ar-risàlah yang disebut Umm alKitàb. Baik al-Qur’àn maupun Umm
al-Kitàb, semuanya tercakup dalam al-Kitàb. Ia juga membagi al-Kitàb ke dalam dua bagian
besar, sebagaimana tersurat dalam Q.S Ali Imran [3]: 7. Ayat-ayat muhkamàt yang disebut
umm al-kitàb berupa sekumpulan hukum yang dibawa oleh Nabi saw. dan memuat asas-asas
perilaku manusia yaitu ibadah, muamalah, akhlak dan hal lain yang membentuk risalahnya
dan berfungsi selaku pembeda antara yang halal dan haram. Pada bagian kedua terdapat
ayat-ayat mutasyàbihàt. Lebih jauh, ia juga membuat suatu klarifikasi tersendiri, yaitu ayat-
ayat yang bukan muhkamat dan bukan pula mutasyabihat Pada tataran selanjutnya, shahrur
merngklarifikasi al-kitab kedalam tiga bagian, yaitu:
1.al-Qur’àn wa as-Sab’u al-Matsànì,
2.Umm al-Kitàb
3.Tafsir al-Kitàb
Secara ringkas dapat diurai bahwa yang pertama (al-Qur’àn) merupakan bagian dari al-
Kitàb yang bersangkut-paut dengan ayat-ayat mutasyàbihàt. Menurutnya, Banyak hal yang
dipunyai Al-Qur'an dan diluar jangkauan kesadaranmanusia yang membutuhkan penelitian
ilmiah dan objektif untuk memahaminya.
33
Syahrur, al-Kitab wa al-Qur'an,...h. 174; bandingkan Muhammad Syahur, Metodologi
Fiqih Islam Kontemporer, terj: Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin, Cet-6 (Yogyakarta:
eLSAQ Press,
2010), h. 35-36.
Syahrur, al-Kitab wa al-Qur'an..., h. 29.
Ibid., h. 234-235
Ibid., h. 250 Muhammad Syahrur Dirasah Islamiyyah …, h. 210-217.
4
5
Dengan status ini maka, Syahrur menganjurkan kepada pembaca Al-Qur'an untuk
memposisikan diri dalam dua model. Pertama, berposisi layaknya sahabat pada masa Islam
awal. Dalam catatan sejarah mereka diajar Al-Qur'an secara langsung oleh Nabi
Muhammad.Kedua, berposisi seperti shahabat yang baru saja ditinggal wafat oleh
Muhammad SAW sebagai nabi mereka. Dengan posisi ini maka akan terbangun sebuah
pemahaman bahwa At-Tanzil selalu relevan dalam konteks dan dimensi apapun.
Implikasi teoritis dari pandangan ini adalah pembaca yang hidup pada era kontemporer
seperti saat ini, perlu menggunakan perangkat keilmuan kontemporer dalam memahami Al-
Qur'an tanpa terbebani secara psikologis dan teologis oleh karya tafsir klasik yang telah ada
di hadapan pembaca. Implikasi ini sebenarnya tidak hanya layak disematkan kepada
pembaca di era kontemporer saja. Namun lebih luas lagi, tepatnya ketika Al-Qur'an masih
dibaca dan dikaji maka, selama itu pula perangkat keilmuan yang ada dan berkembang dapat
diaplikasikan untuk memahami Al-Qur'an. Secara psikologis anggapan ini memberikan rasa
percaya diri pada setiap generasi dimanapun dan kapanpun untuk memberikan penafsiran
yang relevan bahkan sesuai dengan keadaan masing-masing.Bahkan tidak menutup
kemungkinan menghasilkan produk tafsir sangat berbeda dengan produk tafsir yang telah
ada. Selain berusaha untuk berposisi layaknya generasi awal, sebelum Syahrur melakukan
interpretasi terhadap ayat At-Tanzil terlebih dahulu objek kajian didekatinya dengan dua
pendekatan.6
Ahmad Zaki Mubarok, pendekatan stukturalisme linguistic dalam tafsir Al-Qur’an kontenpoter
64
4. Minum khamr atau minuman keras, palakunya diancam dengan hukuman dera (cambuk)
empat puluh kali, seperti yang dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Muslim.
5. Gangguan keamanan atau perampok (al-Hirabah dan Quththâ` al-Tharîq). Palakunya akan
dihukum hadd, dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya (Q.S. al-Mâ‟idah [5]: 33).
6. Pembunuhan secara sengaja. Pelakunya diancam hukuman hadd, yakni dibunuh (qishâsh)
(Q.S. al-Baqarah [2]:178)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah menelusuri pemikiran Shahrur dalam kaitannya dengan hukum Islam, maka dapat
ditarik sebuah gambaran bahwa pemikirannya tergolong liberal dan berusaha menggugah
kesadaran para pembaca karyanya bahwa konsep berpikir selama ini dalam beberapa hal
sudah semestinya ditata ulang.
Beranjak dari kerangka berpikirnya yang mengedepankan prinsip tidak adanya
sinonimitas, melahirkan produk pemikiran yang berbeda dengan pemahaman mayoritas
ulama Dalam wacana ilmiah, sederet kontribusi pemikiran yang ia kemukakan tanpa
mengaitkan dengan latar akademiknya patut mendapat apresiasi akademik yang
proporsional. Konteks ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah yang dipahaminya secara berbeda
dengan pemahaman mayoritas menyebabkan terbukanya kerang untuk berkreasi intelektual
(ijtihad) yang niat awalnya mensejajarkan validitas wahyu dengan pesatnya perubahan dan
perkembangan situasi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ramdani hamid. 2012. Jakarta. Kementrian Agama Republik Indonesia. Pemikiran Modern
Islam 2012, hal. 178