Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT ISLAM IBNU RUSYD


Dosen Pengampu: Dr. Saiful Falah.M.Pd.I

Kelompok 3:
Firyali Sausan Nadiroh
Ahmadillah Fadlan
Muhammad Nur Fauzan
Nur Ameliya Rosadi
Siti Sopariyah
Sri Mulya Aprilian
Taufik Rahman

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT UMMUL QURO AL-ISLAMI BOGOR
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat islam dan
ihsan. Sholawat seiring salam semoga kita tercurah limpahkan kepada baginda
Nabi besar Muhammad SAW. Yang memberikan rahmat dan karunia –Nya
kepada kita semuanya sampai kelak pada akhir zaman nanti. Kami dapat
menyelesaikan makalah “IBNU RUSYD” dengan mata kuliah Filsafat Islam ini di
Institut Ummul Quro Al Islami, makalah ini dapat diperoleh dari sumber-sumber
media, internet, dan sebagian dari hasil buku referensi lainnya.
Dan tidak lupa juga kami sangat berterima kasih kepada bapak rektor
Dr.Saiful Falah.M.Pd.I yang telah membimbing kami dalam mata kuliah filsafat
Islam. Semoga bapak rektor diberikan kesehatan, dilancarkan rizkinya dan
mudah-mudahan bapak rektor dan keluarga selalu diberikan kesehatan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan-kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang
membangun agar kami dapat memperbaikinya dimasa yang akan datang.
Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan mudah-mudahan bisa memberikan manfaat kepada kita
semua, Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan, sekali lagi saya ucapkan terimakasih.

Bogor, 27 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i


DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN................................................................................................................................... 2
2.1. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd ......................................................................................... 2
2.2. Karya-karya Ibnu Rusyd .............................................................................................. 4
2.3. Pemikiran Filsafat Ibnu Rusyd .................................................................................. 6
BAB III ............................................................................................................................................... 16
PENUTUP ......................................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban
yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan
ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang
barat saja, khususnya orang yunani. Diantara filsafat yang pernah
berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat islam.
Tokoh terbesar dalam sejarah filsafat Andalusia dan dianggap paling
berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia
intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu
populernya Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650
terdapat sebuah gerakan yang disebut averroisme yang berusaha
mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusyd lah
mereka mempelajari Fisafat yunani Aristoteles (384-322 SM), karena Ibnu
Rusyd terkenal sangat konsisten pada filsafat Aristoteles. Maka dari itu pada
kesempatan kali ini pemakalah mencoba untuk mengkaji filsafat beliau.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana riwayat hidup Ibnu Rusyd ?
2. Apa saja karya-karya Ibnu Rusyd ?
3. Bagaimana pemikiran filsafat Ibnu Rusyd ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui riwayat hidup Ibnu Rusyd
2. Untuk mengetahui karya-karya Ibnu Rusyd
3. Untuk mengetahui pemikiran filsafat Ibnu Rusyd

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd


Puncak gunung fisafat Islam Barat berada di tangan Ibnu Rusyd.
Menurut Majid Fakhri, Ibnu Rusyd merupakan tokoh terbesar dalam sejarah
filsafat Andalusia. Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad bin
Ahmad bin Rusyd. Dilahir- kan di kota Kardoba Spanyol tahun 1126 M. Orang
Barat menyebutnya Averroes (Majid Fakhri, 2002:107).

Ibnu Rusyd terlahir dari kalangan keluarga terpandang. Ayahnya


seorang hakim agama (qadhi) sedangkan kakeknya dari jalaur ayah seorang
hakim agung (qadhi al-qadhi) di Kardoba. Orang tuanya sangat
memperhatikan pendidikan. Ayahnya mengajarkan kitab al-Muwatha
karangan Imam Malik. Dorongan tersebut yang menumbuhkan kecintaan
Ibnu Rusyd terhadap ilmu pengetahuan. Dia mengenyam pendidikan dasar di
kampung halamannya sehingga pada usia 40 tahun sudah menjadi seorang
ulama mumpuni. Dia menguasai berbagai bidang ilmu; Bahasa Arab, Fikih,
Teologi, Matematika, Fisika, Kedokteran, Astronomi, Logika dan Filsafat. Di
antara guru-guru Ibnu Rusyd adalah; Abd Malik ibn Zuhr dan Abu Jakfar
Harun At-Turjali yang mengajarinya ilmu kedokteran, Abu al-Qasim As-
Suhayli dan Ibn Baskuwal yang mengajarinya Fikih dan Ushul Fikih (A.
Khudori 1 Soleh, 2018:69).

Setting sosial politik masa hidup Ibnu Rusyd tidak jauh berbeda dengan
Ibnu Thufail. Mereka hanya dipisahkan jarak usia 16 tahun. Lahir di masa al-
Murabithun (1040-1147 M) dan meninggal di masa al-Muwahhidun (1121-
1269 M). Dua dinasty Islam yang semula berasal dari Afrika Utara kemudian
meluaskan wilayahnya sampai ke Andalusia. Al-Murabithun yang
menjunjung tinggi mazhab fikih Maliki sempat memerangi filsafat dan
tasawuf. Di masa Al-Murabithun kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-
Ghazali sempat dilarang dan dibakar. Karena dianggap berisi ajaran bid’ah
yang bertentangan dengan doktrin fikih Maliki. Dinasti Al-Muwahhidun hadir

2
untuk mengubah kondisi social keagamaan umat Islam. Kedua filsuf sempat
bertemu di istana khalifah Al-Muwahhidun (A. Khudori Soleh, 2018:67).

Karier Ibnu Rusyd terbilang sangat cemerlang. Saat Ibnu Thufail


menjadi penasihat Khalifah Al-Mansur, Ibnu Rusyd diundang ke pusat
kerajaan Al-Muwahhidun di Marakesh. Khalifah memintanya untuk
menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat Aristoteles. Karena terkesan
dengan kecerdasan ulama muda tersebut, Khalifah memberikan jabatan
hakim agama (qadhi) di Seville tahun 1169. Kariernya bertambah naik saat
diangkat menjadi kepalahakim agama Kardoba tahun 1171 M. Dan puncak
karier adalah menjadi dokter istana sekaligus penasihat khalifah Abu Yusuf
Ya’qub al-Mansur di Marakesh. Dia mendapatkan posisi puncak di instana Al-
Muwahhidun berkat rekomendasi Ibnu Thufail (Majid Fakhri, 2002:107).

Hubungan baik antara Ibnu Rusyd dan khalifah mengalami pasang


surut. Tahun 1195 M seiring dengan gencarnya peperangan antara umat
islam dan umat kristiani, kebijakan khalifah berubah. Al-Mansur memilih
mendekat kepada para fuqaha. Hal ini dilakukan untuk mengambil simpati
mereka sehingga fuqaha bisa mengobarkan semangat jihad kepada
umat.Pilihanstrategi ini harus dibayar mahal. Para fuqaha yang sejak lama
tidak sejalan dengan pemikiran filsafat mendesak khalifah agar mengusir
Ibnu Rusyd dari istana. Sang filsuf diasingkan ke Lausanne, sebuah
perkampungan Yahudi berjarak sekitar 50 KM di selatan Kardoba. Buku-
buku karangan Ibnu Rusyd dibakar di hadapan massa. Ajarannya tentang
filsafat dinyatakan terlarang. Sedangkan tulisan berupa risalah kedokteran
dan astronomi masih diperbolehkan. Pengasingan terhadap Ibnu Rusyd tidak
berlangsang lama. Kecintaan khalifah al-Mansur kepada ilmu pengetahuan
dan ilmuwan mendorongnya untuk memanggil kembali penasihatnya ke
istana. Tidak lama setelah kembali ke istana khalifah, Ibnu Rusyd meninggal
dunia. Sangfilsuf terbesar di dunia Islam Barat yang sejajar dengan Al-Farabi
dan Ibnu Sina di Timur tersebut wafat pada tanggal 10 Desember 1198 M/19
Shafar 595 H (Asep Sulaiman, 2016:106-107).

3
2.2. Karya-karya Ibnu Rusyd
Kebesaran dan kejeniusan Ibn Rusyd bisa dilihat pada karya-
karyanya. Dalam berbagai karyanya ia selalu membagi pembahasannya ke
dalam tiga bentuk, yaitu komentar, kritik, dan pendapat. Ia adalah
seorang komentator sekaligus kritikus ulung. Ulasannya terhadap karya-
karya filsuf besar terdahulu banyak sekali, antara lain ulasannya terhadap
karya-karya Aristoteles. Dalam ulasannya itu ia tidak semata-mata
memberi komentar (anotasi) terhadap filsafat Aristoteles, tetapi juga
menambahkan pandangan-pandangan filosofisnya sendiri, suatu hal yang
belum pernah dilakukan oleh filsuf semasa maupun sebelumnya.
Kritik dan komentarnya itulah yang mengantarkannya menjadi
terkenal di Eropa. Ulasan-ulasannya terhadap filsafat Aristoteles
berpengaruh besar pada kalangan ilmuwan Eropa sehingga muncul
di sana suatu aliran yang dinisbatkan kepada namanya, Avereroisme. Selain
itu, ia juga banyak mengomentari karya-karya filsuf muslim pendahulunya,
seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, dan al-Ghazali. Komentar-
komentarnya itu banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani.
Para ahli sejarah berbeda pendapat akan jumlah buku-buku hasil
karyanya. Ermest Renan (1823-1892), seorang filosof Perancis
mengatakan bahwa Ibn Rusyd menulis sekitar 78 judul buku dalam
berbagai bidang ilmu, dengan rincian 39 judul tentang filsafat, 5 tentang ilmu
alam, 8 tentang fikih, 4 tentang ilmu falak, matematika dan astronomi, 2
tentang nahwu dan sastra dan 20 judul tentang kedokteran.
Disebutkan karya-karya tersebut banyak yang raib dan tidak sampai ke
tangan kita.
Raibnya karya-karya Ibn Rusyd tersebut terjadi ketika Ibn Rusyd
mengalami fitnah dan pengasingan, pada saat itu karyanya banyak yang
dibakar atas perintah Khalifah. Selain itu, dalam kaitannya dengan situasi dan
kondisi politik, kehidupan Ibn Rusyd tidak terpaut jauh dengan waktu
jatuhnya pemerintahan Islam di Spanyol, sejak abad ke-11 hingga 1492 satu
pesatu kota-kota Islam jatuh ke tangan orang-orang Kristen.

4
Peyusunan secara kronologis karya-karya Ibn Rusyd pertama kali
dilakukan oleh M. Alonso dalam karyanya La Cronogia en Las Obras des
Averoes pada tahun 1943. Karya-karya Ibn Rusyd dibedakan antara karya
yang berdasarkan pikiran sendiri Ibn Rusyd dan karya yang merupakan
komentar atas karya-karya orang lain terutama karya Aristoteles.
Beberapa karya Ibn Rusyd yang masih dapat dilacak diantaranya
sebagai berikut:
Filsafat dan hikmah
 Tahafut At Tahafut (kerancuan dalam Kerancuan) adalah
tanggapan atas buku Al Ghazali Tahafut Al Falasifah (Kerancuan
Para Filosof)
 Jauhar Al Ajram As Samawiyah (Struktur Benda-benda Langit)
 Ittishal Al 'Aql Al Mufarriq bi Al Insan (Komunikasi Akal
yang Membedakan dengan Manusia)
 Masa'il fi Mukhtalif Aqsam Al Manthiq (Beberapa Masalah tentang
Aneka Bagian Logika)
 Syuruh Katsirah 'ala Al Farabi fi Masa'il Al Manthiqi Aristha
(Beberapa Komentar terhadap Pemikiran Aristoteles)
 Maqalah fi Ar Radd 'ala Abi Ali bin Sina (Makalah Jawaban untuk
Ibnu Sina), dan lainnya banyak sekali.
Ilmu kalam
 Fashl Al Maqal fima Baina Al Hikmah wa Asy Syari'ah min
Al Ittishal (Uraian tentang Kitan filsafat dan Syari'ah)
 I'tiqad Masyasyin wa Al Mutakallimin (Keyakinan kaum
Liberalis dan Pakar Ilmu Kalam)
 Manahij Al Adillah fi 'Aqaid Al Millah (Beberapa Metode
Argumentatif dalam Akidah Agama), dan lain-lain.
Fikih dan ushul fikih
 Bidayah Al Muqtashid wa An Nihayah Al Muqtashid (Dasar
Mujtahid dan Tujuan Orang yang Sederhana). Kitab ini diakui oleh
Ibnu Jafar Zahabi sebagai buku terbaik di sekolah ilmu fikih Maliki,

5
dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan
sangat terkenal.
 Ad Dar Al Kamil fi Al Fiqh (Studi Fikih yang Sempurna)
 Risalah Adh Dhahaya (Risalah tentang Kurban), dan lain-lain.
Ilmu astronomi
 Maqalah fi Harkah Al Jirm As Samawi (Makalah tentang Gerakan
Meteor)
 Kalam 'ala Ru'yah Jirm Ats Tsabitah (Pendapat tentang Melihat
Meteor yang Tetap Tak Bergerak)
Ilmu Nahwu
 Kitab Adh Dharuri fi An Nahw (Yang Penting dalam Ilmu Nahwu)
 Kalam 'ala Al Kalimah wa Al Ism Al Musytaq (Pendapat tentang Kata
dan Isim Musytaq)
Kedokteran
 Al Kulliyat fi Ath Thibb (Studi Lengkap tentang Kedokteran).
Sebanyak 7 jilid, dan menjadi rujukan dan buku wajib di berbagai
universitas di Eropa. Diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris,
dan Ibrani.
 Syarh Arjuwizah Ibn Sina fi Ath Thibb. Secara kauntitas kitab ini
paling banyak beredar. Menjadi bahan kajian ilmu kedokteran di
Oxford University Leiden dan Universitas Sourborn Paris.
 Maqalah fi At Tiryaq (Makalah tentang Obat Penolak Racun), yang
telah diterjemahkan ke bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
 Nasha'ih fi Amr Al Ishal (Nasihat tentang Penyakit Perut dan
Mencret), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin dan Ibrani.
 Mas'alah fi Nawaib Al Humma (Masalah tentang Penyakit Demam

2.3. Pemikiran Filsafat Ibnu Rusyd


Masalah utama filsafat di dunia islam adalah mencari titik temu antara
akal dan wahyu. Filsuf Islam pertama Al-Kindi telah mele- wati masa awal
talfiq. Dia berusaha mengislamkan filsafat yang dianggap produk kafir oleh
kalangan ulama fikih. Al-Kindi pun memperkenalkan teori ceratio ex nihilo,

6
bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Sang Filsuf Arab ingin
menghadirkan nuansa filsafat dalam kandungan ayat kun fayakun. Al-Farabi
yang datang kemudian tidak mau terlalu dalam terjebak dalam perangkap
dalil naqli. Kesamaan antara filsafat dan agama adalah sama-sama mencari
kebenaran hakiki. Agama mencarinya dari jalan ayat-ayat yang diturunkan
Allah kepada Nabi sedangkan filsuf mencari lewat optimalisasi potensi akal.
Al-Farabi pun memunculkan teori emanasi yang dia adopsi dari Plotinus.
Allah sebagai Wajib al-wujud berpikir tentang dzat-Nya, menghasilkan akal
pertama. Seterusnya akal pertama berpikir tentang dirinya menghasilkan
akal kedua, proses ini terjadi sampai sepuluh tingkatan.Akal kesepuluh
sebagai titik akhir menghasilkan dunia dan seisinya. Ibnu Sina pun mengikuti
teori emanasi al-Farabi. Perbedaannya hanya di kuantitas berpikir setiap
akal. Akal pertamaberpikir tentang dirinya sebagai wajib al-wujud
menghasilkan ruh. Akal pertama berpikir tentang dirinya sebagai mumkin al-
wujud menghasilkan langit. Menurut Ibnu Sina langit dan segala benda langit
memiliki jiwa. Al-Farabi dna Ibnu Sina secara eksplisit menyatakan alam
qadim.
Pendapat tentang keqadiman alam ditolak oleh Al-Ghazali. Dalam
kitabnya Tahafut al-Falasifah sang Hujjatul Islam menyatakan pemikiran
tersebut sesat dan yang meyakininya masuk dalam kategori kafir. Karena
hanya Allah yang memiliki sifat Qadim. Kontan pendapat Al-Ghazali yang
dianggap sebagai ulama kredibel mazhab teologis Asy’ari menjadi rujukan
semua ulama tradisional. Filsafat pun terjun bebas menjadi barang yang
dilarang. Upaya membawa filsafat ke dunia Islam yang dipelopori oleh al-
Kindi nyaris habis.
Di dunia Islam Timur berkat Tahafut al-Falasifah filsafat Aristotelian
yang lebih populer disebut peripatetic disuntik mati. Di dunia Islam Barat
Ibnu Bajjah menghidupkan pelita paripatetik. Dokter istana dinasti
Murabithun tersebut tidak memusingkan diri dengan penyatuan agama dan
filsafat. Dia menawarkan filsafat murni yang sepenuhnya bertumpu pada
akal. Sang filsuf menawarkan konsep al-Mutawahhid, figur manusia bahagia
yang mengoptimalkan potensi akal rohaninya. Pasca Ibnu Bajjah, islam Barat

7
melahirkan filsuf novelis dalam diri Ibnu Thufail. Lewat kisah ikoniknya Hayy
bin Yaqzhan sang filsuf menawarkan perdamaian antara agama dan filsafat.
Masa keemasan filsafat Aristotelian di Islam Barat berada di tangan
Ibnu Rusyd. Dia disebut sebagai the commentatorkarena komentar-komentar
lengkapnya terhadap hampir semua karya Aristoteles. Dan nama besar Ibnu
Rusyd ikut terkerek berkat karyanyaTahafut At-Tahafut (kerancuan kitab
Tahafut) yang membela filsafat paripatetik dari serangan al-Ghazali. Setelah
hampir seratus tahunfilsafat yang distempel kafir oleh al-Ghazali melalui
karyanya Tahafut al-Falasifah mendapatkan pembelaan. Ibnu Rusyd dalam
karyanya Fash al-Maqal menguatkan pendapat filsuf sebelumnya bahwa
agama dan filsafat tidak berseberangan.
Ibnu Rusyd kembali memberi penjelasan tentang fisafat dan agama
yang satu sama lain saling berkesesuaian. Dalam Fash al-Maqal Ibnu Rusyd
menulis alasan kesesuaian filsafat dengan agama, "Karena filsafat berbicara
tentang keberadaan entitas sejauh ia diciptakan dan merunjuk kepada Sang
Pencipta.” Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an surahAI-A’raf ayat
185 yang artinya, "Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit
dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah
dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka
akan beriman sesudah Al Quran itu?” Dan surah Ali Imran ayat 190-191 yang
artinya, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu)orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah
kamidari siksa neraka.”Merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur'an yang mengajak
manusia berpikir tentang ciptaan sebagai tanda-tanda keberadaan Sang
Pencipta Ibnu Rusyd berkeuan pemikiran Filsafatnya simpulan bahwa
mempelajari filsafat bukan hanya anjuran tapi masuk dalam kategori
kewajiban.

8
Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya, itu hanya tarjadi pada
tafsir objek tertentu seperti ayat-ayat mutasyabihat. Kalangan awam
mengartikan ayat-ayat tersebut sebagaimana adanya dalam teks. Pengikut
teologi Asy’ari mencoba menafsirkan ambiguitas ayat secara apa adanya
dengan penekanan pada ketetapan bi la kaifa.Sedangkanpara filsuf berusaha
untuk mencari makna tersembunyi dari ayat mutasyabihat. Menurut Ibnu
Rusyd Allah memberi peluang kepada kelompok elite intelektual untuk
mencari arti tersembunyi dari ayat-ayat mutasyabihat (Majid Fakhri,
2002:109-110).
Legitimasi ini terdapat pada Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 7

Artinya: “Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Di


antara (isi)nya ada ayat-ayat muhkamaat, itulahpokok-pokok isi Al-Qur’an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-
ayat mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-
cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah.
Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan
tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal".
Mungkin ada sebagian kalangan yang masih bersikap skeptic terhadap
filsafat. Dengan mengemukakan pertanyaan filsafat seperti apa yang sesuai

9
dengan ajaran agama atau filsuf mana yang berada di jalan Allah. Dalam Fash
al-Maqal sebagaimana disampaikan oleh Fahruddin Faiz dalam pengajian
filsafat di Masjid Jendral Soedirman Jogjakarta, Ibnu Rusyd menulis 5 syarat
menjadi seorang filsuf yaitu:
1. Bakat
Seorang yang ingin mendalami filsafat harus me-miliki nalar yang kuat.
Di sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa untuk menjadi filsuf
syarat pertama adalah harus cerdas.
2. Tertib
Mempelajari filsafat secara berurutan dan sistematis agar tidak terjadi
kerancuan. Seseorang tidakmungkin bisa mengenal filsafat dengan baik
dan benarjika tidak menyelami sejarah dan periode-periode
filsafatsecara tertib.
3. Objektfitas
Kejujuran merupakan syarat mutkak seorang filsuf. Ketika
mendapatkan kebenaran dari manapun sumbernya dia akan
menyatakan itu benar tanpadikurangi atau ditambah-tambahkan.
Begitu juga saatmendapatkan kekeliruan dalam sebuah pemikiran
diaberani menyatakan kekeliruan tersebut.
4. Keteguhan pendapat
Ketika seorang filsuf sampai kepada sebuah pemahaman yang dia
saksikan dan rasakankebenarannya, dia akan memegang teguh
pemahamantersebut meskipun konsekuensinya berat sampai
harusmerenggang nyawa. Seorang filsuf tidak pernah bermuka dua.
5. Keutamaan akhlak
Seorang filsuf selalu melandasi pemikiran dan perbuatannya kepada
kebaikan.
Terkait tuduhan kafir kepada filsuf dalam kitab Tahafut At-Tahafut Ibnu
Rusyd menyampaikan sanggahannya. Ada tiga objek pemikiran yang
dianggap sesat oleh al-Ghazali; pertama tentang keabadian alam, kedua
tentang pengetahuan Allah dan ketiga tentang kebangkitan jasad.

10
Dalam kitabnya Ibnu Rusyd menegaskan bahwa terjadi kesalahan
interpretasi al-Ghazali terhadap pandangan Ibnu Sina tentang kekekalan
alam. Al-Ghazali menyangka Ibnu Sina dan filsuf sebelumnya seperti al-
Farabi yang terpengaruh Aristoteles menyatakan alam qadim yang berarti
mengakui ada yang qadim selain Allah. Ini bertentangan dengan dengan ayat
yang berbunyi, “Huwa al-awwalu wa al-akhiru”. Padahal maksud Ibnu Sina
dan para filsuf muslim sebelumnya qadim-nya alam bukan berarti alam
berdiri sendiri. Qadimnya alam disebabkan oleh al-muharrik yang qadim
yaitu Allah. Alam disebut qadim karena sejak awal Allah sudah
menciptakannya. Tidak ada jarak antara kemaujudan Allah dan keinginannya
untuk menciptakan. Para filsuf beralasan apabila ada jarak maka ada indikasi
Allah tidak konsisten, dari awalnya tidak mencipta kemudian mencipta. Hal
ini sangat mustahil bagi Allah.Intinya para filsuf yakin sepenuhnya bahwa
alam diciptakan oleh Allah (Ibnu Rusyd, 2017:91-97).
Majid Fakhri dengan sangat jelas memaparkan pembelaan Ibnu Rusyd
terkait tiga persoalan yang dituduhkan al-Ghazali.Ibnu Rusyd menyampaikan
surah Hud ayat 7 yang artinya, "Dan Dialah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas
air...” Makna ayat ini oleh Ibnu Rusyd dikaitkan dengan qadimnya singgasana,
air, dan waktu yang menjadi ukuran durasi dari semuanya. Demikian juga di
surah Fushilat ayat 11 yang artinya, “Kemudian Dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-
Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang
dengan suka hati”.Hal ini juga menunjukkan bahwa ada materi sebelum
penciptaan langit dan bumi. Qadimnya singgasana, air dan waktu tentu
berbeda dengan qadim-Nya Allah. Allah lebih dahulu dari pada ketiganya
karena dia yang menciptakan. Adapun asap yang terindikasi sebagai materi
langit dan bumi menunjukan bahwa teori creatio ex nihilo tidak bisa
dikatakan terbukti secara tegas sebagaimana diklaim oleh para teolog
termasuk al-Ghazali.

11
Tentang pengetahuan Allah yang bersifat universal tidak parsial, Ibnu
Rusyd menjelaskan bahwa para filsuf tidak bermaksud mengingkari
pengetahuan Allah tentang objek-objek partikular. Para filsuf mengakui
bahwa Allah mengetahui segala sesuatu sebagaimana tercermin dalam Al-
Qur’an. Para filsuf ingin menunjukan bahwa mode pengetahuan Allah
berbeda dengan mode pengetahuan manusia. Pengetahuan Allah menjadi
sebab dari keberadaan objek-objek. Sedangkan pengetahuan manusia adalah
akibat dari keberadaan objek-objek. Pengetahuan Allah tidak juziyyat karena
Allah tidak mengetahui sesuatu dari objek-objek.
Ketiga tentang kebangkitan jasad dan ruh, bagi Ibnu Rusyd itu hanya
perbedaan pemahaman saja. Semua filsuf meyakini akan adanya hari
kebangkitan. Semua manusia akan dibangkitkan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia. Ini titik temu antara filsuf
dan teolog. Ibnu Rusyd tidak menyalahkan Al Ghazali karena dalam Al-Qur’an
jelas disebutkan bahwa ada kebangkitan jasmani. Hanya saja menurut Ibnu
Rusyd hal yang terkait dengan gambaran jasmaniah dalam Al-Qur’an
ditunjukan kepada orang awam. Mereka selalu terikat dengan materi karena
pijakan ilmunya adalah panca indra. Sedangkan bagi para filsuf yang
mendalami hakikat manusia, dimensi jasmani sudah dilampaui. Mereka
berada dalam dimensi rohani. Oleh karena itu bagi mereka kebangkitan yang
hakiki adalah kebangkitan rohani. Siksa dan pahala yang hakiki dialami oleh
rohani (MajidFakhri, 2002:109-111-113).
Sebagai seorang filsuf mulim Ibnu Rusyd tidak melupakan dalam
pembahasan filsafatnya tentang ketuhanan. Menurutnya eksistensi Allah
dapat dilihat melalui dua argument; inayah (pemeliharaan) dan ikhtira
(penciptaan). Kedua argument ini dapat diterima oleh semua kalangan
masyarakat, baik awam atau filsuf. Perbedaannya hanya pada kualitas. Awal
sebatas mengetahui melalui pembuktian indra, sedangkan filsuf
menambahkannya dengan pembuktian melalui akal (burhani). Ibnu Rusyd
mengklasifikasikan Ayat-ayat al-Qur'an sebagai bukti keberadaan Allah ke
dalam 3 tipologi; ayat yang mengandung argument pemeliharaan, ayat yang

12
mengandung argumen penciptaan dan ayat yang mengandung argument
keduanya (Zaprulkhan, 2019:77-78).
Ilmu dalam perspektif Ibnu Rusyd adalah pengenalan (ma’rifah)
tentang suatu objek dengan sebab-sebab yang melingkupinya. Dalam ajaran
Aristotels sebab-sebab yang melingkup ilmu ada 4; sebab material (al-asbab
al-madiyah) terkait dengan bendanya, sebab formal (al-asbab As-Surlyah)
terkait dengan bentuknya sebab efisien (al-asbab al-failah) terkait dengan
proses dan dayaguna, dan sebab final (al-asbab al-ghaiyah) terkait tujuannya
(A.Khudori Soleh, 2018: 88). Ma'rifah lebih dipilih daripada ma’lumah karena
mengenal lebih dalam maknanya dari pada mengetahui. Pernyataan, “Saya
kenal pak Budi.” berbeda dengan “Saya tahu Pak Budi.” Orang yang mengenal
pak Budi tentu lebih tahu siapa pak Budi daripada orang yang sekadar tahu
pak Budi.
Berdasarkan bentuknya Ibnu Rusyd membagi sebab menjadi dua
macam sebab empirik (syahid) dan sebab transenden (ghaib). Sebab empirik
adalah sebab-sebab yang bisa diamati secara langsung oleh indra seperti
keberadaan asap disebabkan oleh api, lumpur disebabkan air yang
menggenang dan lain sebagainya. Sedangkan sebab transenden adalah
sebab-sebab yang hanya bisa dipahami oleh rasio, seperti sakit yang
sebabnya hanya bisa diketahui setelah proses penelitian dan pemikiran.
Sebab akibat adalah hukum universal yang membuat keteraturan di
alam semesta. Allah sebagai pengatur mengajarkan kepada manusia untuk
tanggap terhadap sebab-sebab agar bisa memprediksi akibat-akibat. Karena
tidak mungkin ada akibat tanpa sebab. Al-Qur’an berbicara nyaring terkait
hukum sebab akibat, seperti dalam surah Ibrahim ayat 7 yang artinya, “Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Sebab
empirik melahirkan ilmu sedangkan sebab transenden melahirkan hikmah.
Dari sini Ibnu Rusyd membedakan ilmu dan filsafat. Sebagai mana ditulis
dalam kitab Manahijal-Adillah. “Ilmu adalah pengenalan (ma’rifah) tentang

13
sesuatu berdasarkan sebab empirik. Sedangkan hikmah atau filsafat adalah
pengenalan asuatu berdasarkan sebab transenden."
Berdasarkan sifat objeknya, Ibnu Rusyd membagi ilmu ke dalam dua
bagian ilmu partikular (al-ilm al-juz'iyyat) dan ilmu universal (al-ilm al-
kulliyat). Ilmu particular adalah ilmu yang didasarkan atas wujud fisik yang
bersifat particular. Sedangkan ilmu universal adalah ilmu yang didasarkan
atas wujud metafisik yang ber- sifat universal. Perlu dipahami bahwa wujud
metafisika adalah wujud yang terdapat dalam pikiran. Ilmu manusia
berdasarkan wujud-wujud tersebut. Oleh karena wujud partikular sifatnya
di- namis, suka berubah maka ilmu manusia pun ikut berubah. Ilmu universal
bersifat statis, tetap dan terus seperti itu. Dengan jelas dan ringkas Ibnu
Rusyd membedakan ilmu manusia dan ilmu Allah (A. Khudori Soleh,
2018:90).
Sosok Ibnu Rusyd mencerminkan seorang muslim yang komplit. Doa
seorang ilmuwan yang ulama, mengerti syariah dan hikmah serta
menjalankannya dalam kehidupan. Prinsip hidupnya sangat jelas mencari
kebenaran, menerima kebenaran dan melaksanakan kebeneran, kemudian
menyebarkan kebenaran. Dalam menyikapi perbedaan pendapat Ibnu Rusyd
tidak menyalah-nyalahkan orang yang tidak sependapat dengannya. Dalam
Tahafut At-Tahafut dia selalu menyebut Al-Ghazali dengan panggilan Abu
Hamid. Panggilan yang dimulai dengan kata Abu atau Ibnu dalam budaya
Arab merupakan panggilan kesayangan. Ibnu Rusyd sebagai junior sangat
menghormati al-Ghazali. Dia tidak menyalahkan Al-Ghazali yang telah
mengafirkan para filsuf. Ibnu Rusyd menyampaikan bahwa terjadi
misunderstanding. Penulis berkeyakinan andai Imam al-Ghazali masih hidup,
tentu beliau juga akan mengakui kebenaran yang disampaikan oleh iuniornya
tersebut.
Penulis melihat dua sosok ulama yang sering dianggap berbeda
tersebut akan berpelukan andai dipertemukan oleh Allah. Apalagi jika
pertemuan mereka terjadi selepas Imam al-Ghazali mendapat penyingkapan
hikmah melalui jalan tasawuf. Perlu dicatat, buku Tahafut al-Fasalifah ditulis
oleh Imam al-Ghazali dalam periode kebimbangan. Sulaiman Dunya menulis

14
dalam muqodimah terjemah Tahafut al-Falasifah bahwa Imam al-Ghazali
membagi karyanya ke dalam dua kelompok. Karya pertama adalah tulisan-
tulisan yang terlarang bagi selain yang berkompeten (al-madhnun biha ala
ghairi ahliha). Karya kedua adalah tulisan-tulisan yang disajikan untuk
konsumsi masyarakat umum (jumhur). Tahafut masuk masuk ke dalam
kelompok kedua. Adapun kitab-kitab khusus Imam al-Ghazali tidak diajarkan
kecualikepada orang-orang tertentu yang sudah memenuhi syarat. Dan
apabila sudah menerima pelajaran tidak diperkenankan menyebarkannya.
Untuk gambaran karakteristik murid khusus yang boleh belajar ilmu-
ilmu ma’rifat Imam Al-Ghazali bisa dilihat dari syarat yang diminta yaitu:
 Merdeka dalam pengetahuan-pengetahuan lahir dan telah mencapai
tingkat imam di dalamnya
 Melepaskan hati dari dunia secara keseluruhan dengancara menghapus
akhlak tercela. Sehingga tidak tersisadalam diri kecuali rasa haus
kepada kebenaran, perhatian hanya kepadanya, kesibukan hanya
dengannya dankecondongan hanya ke arahnya.
 Memiliki kecerdasan yang sempurna dan kesucian jiwasehingga
terbebas dari pengetahuan palsu (SulaimanDunya dalam Tahafut al-
Falasifah, 2016:38-39).
Sebagai penutup bagian ini saya hadirkan perkataan bijak Ibnu Rusyd,
“Kebenaran teks-teks Ilahi tidak mungkin bertentangan dengan akal sehat,
Keduanya saling menguatkan dan menopang, karena keduanya sama-sama
anugerah dari Allah.”

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Majid Fakhri, Ibnu Rusyd merupakan tokoh terbesar dalam
sejarah filsafat Andalusia. Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad
bin Ahmad bin Rusyd. Dilahir- kan di kota Kardoba Spanyol tahun 1126 M.
Orang Barat menyebutnya Averroes (Majid Fakhri, 2002:107).

Karier Ibnu Rusyd terbilang sangat cemerlang. Karena terkesan


dengan kecerdasan ulama muda tersebut, Khalifah memberikan jabatan
hakim agama (qadhi) di Seville tahun 1169. Kariernya bertambah naik saat
diangkat menjadi kepalahakim agama Kardoba tahun 1171 M.
Ilmu dalam perspektif Ibnu Rusyd adalah pengenalan (ma’rifah)
tentang suatu objek dengan sebab-sebab yang melingkupinya. Dalam ajaran
Aristotels sebab-sebab yang melingkup ilmu ada 4; sebab material (al-asbab
al-madiyah) terkait dengan bendanya, sebab formal (al-asbab As-Surlyah)
terkait dengan bentuknya sebab efisien (al-asbab al-failah) terkait dengan
proses dan dayaguna, dan sebab final (al-asbab al-ghaiyah) terkait tujuannya
(A.Khudori Soleh, 2018: 88).
Berdasarkan sifat objeknya, Ibnu Rusyd membagi ilmu ke dalam dua
bagian ilmu partikular (al-ilm al-juz'iyyat) dan ilmu universal (al-ilm al-
kulliyat). Ilmu particular adalah ilmu yang didasarkan atas wujud fisik yang
bersifat particular. Sedangkan ilmu universal adalah ilmu yang didasarkan
atas wujud metafisik yang ber- sifat universal.

Sosok Ibnu Rusyd mencerminkan seorang muslim yang komplit. Doa


seorang ilmuwan yang ulama, mengerti syariah dan hikmah serta
menjalankannya dalam kehidupan. Prinsip hidupnya sangat jelas mencari
kebenaran, menerima kebenaran dan melaksanakan kebeneran, kemudian
menyebarkan kebenaran. Dalam menyikapi perbedaan pendapat Ibnu Rusyd
tidak menyalah-nyalahkan orang yang tidak sependapat dengannya.

16
DAFTAR PUSTAKA
Falah, Saiful. 2020. Jalan bahagia berkenalan dengan filsafat islam. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo
Kurnia, Ia. 2010. Pemikiran dan pengaruhnya di barat. Bandung: STIE
Muhammadiyah
Joko. 2010. “Pemikiran filsafat Ibnu Rusyd”,
https://pandidikan.blogspot.com/2010/12/pemikiran-filsafat-ibnu-rusyd,
diakses pada 27 Desember 2020 pukul 16.47 WIB

17

Anda mungkin juga menyukai