Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

“PEMIKIRAN EKONOMI ILMUWAN MUSLIM INDONESIA”

Disusun Oleh :

Cindy Indryani (2130602241)

Dosen Pengampu :

Fakhrina, S.E.,M.H.I

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH


PALEMBANG

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami masih diberi kesehatan dan dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PEMIKIRAN EKONOMI ILMUWAN MUSLIM
INDONESIA” tepat pada waktunya. Saya juga berterima kasih kepada ibu Fakhrina,
S.E.,M.H.I yang memberikan tugas ini untuk pembelajaran dan penilaian mata kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

Harapan saya semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan


serta pengalaman dari pembaca. Saya akui bahwa ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Ibu Fakhrina, S.E.,M.H.I, selaku dosen pengajar kami.


2. Kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.

Palembang, 17 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1. Latar Belakang.....................................................................................................4
2. Tujuan Pembahasan............................................................................................4
3. Rumusan Masalah................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
1) Latar Belakang KH. Abdullah bin Nuh..................................................................6
2.1 Karya-Karya Tulis Yang Ditulis KHR. Abdullah Bin Nuh................Error!
Bookmark not defined.
2.2 Gagasan dan Pemikiran Pendidikan KH. Abdullah Bin Nuh.............Error!
Bookmark not defined.
Tujuan Pendidikan..................................................Error! Bookmark not defined.
Materi Pendidikan...................................................Error! Bookmark not defined.
Manajemen Pendidikan..........................................Error! Bookmark not defined.
2) Latar Belakang Muhammad Amin Aziz..............................................................16
2.1 Teori dan Kebijakan Ekonomi Menurut Muhammad Amin Azis..............17
KESIMPULAN..............................................................................................................24
DAFTAR PUSAKA........................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Di sepanjang sejarah umat manusia negara menjadi salah satu fenomena


kehidupan umat manusia. Di zaman sekarang konsep negara berkembang begitu
pesatnya menjadi bentuk yang paling sempurna dari sebelumnya yang sangat
sederhana bentuknya. Bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan umat manusia
negara terus menerus dijadikan objek perhatian dan juga menjadi objek penelitian,
disebabkan negara merupakan bentuk organisasi kehidupan Bersama dalam
masyarakat.

Agama Islam hanyalah satu, yaitu agama yang haq dari Allah SWT. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika terdapat berbagai macam interpreatsi manusia
tentang Islam, termasuk tentang masalah ekonomi dalam islam. Tetapi hal ini
tidaklah mengurangi arti eksistensi dan vitalitas Islam. Justru merupakan keragaman
yang digunakan untuk memperkokoh Islam.

Tulisan berikut ini akan membahas tentang beberapa pendapat para tokoh
ekonomi Islam sebagai salah satu pembaharuan ekonomi Islam pada masa
kontemporer. Selain sebagai wisata intelektual, juga ingin mencoba menyelami
kembali pembaharuan-pembaharuan pemikiran yang dikeluarkannya, sehingga dapat
dijadikan referensi dalam menghadapi permasalahan-permasalahan ekonomi Islam
dimasa depan.

Makalah ini saya tujukan khususnya untuk kalangan remaja, pelajar dan
generasi muda yang tidak lain adalah sebagai generasi penerus bangsa agar kita
semua mengenal beberapa pemikir Islam yang berperan dalam mengembangkan
perekonomian Islam dan berpengaruh dengan perekonomian.

2. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas , untuk membatasi pembahasan,


maka pertanyaan yang dapat dibuat adalah:

4
1. Pemikiran Ekononomi Ilmuwan Muslim Indonesia menurut KH. Abdullah bin
Nuh
2. Pemikiran Ekonomi Ilmuwan Muslim Indonesia menurut Muhammad Amin
Aziz

3. Rumusan Masalah

1) Bagaimana latar belakang kehidupan KH. Abdullah bin Nuh ?


2) Bagaimana Latar belakang kehidupan Muhammad Amin Aziz?

5
BAB II

PEMBAHASAN

1) Latar Belakang KH. Abdullah bin Nuh

K.H.R. Abdullah bin Nuh dilahirkan di kota Cianjur, Jawa Barat, pada
tanggal 30 Juni 1905, dan wafat pada 26 oktober 1987. Abdullah adalah anak ke-3
dari keluarga ningrat K.H.R. Muhammad Nuh bin Idris seorang ulama besar
Cianjur. Abdullah bin Nuh pertama kali mengenal dasar-dasar keislaman dari
orang tuanya, dan menamatkan pendidikan dasar di pesantren milik keluarganya
yang bernama Panatut Talibil Muslimin. Kemudian pada usia 13 tahun, beliau
belajar dan mendalami Islam di madrasah Syamailul Huda (1918-1922). Abdullah
bin Nuh adalah seorang ulama intelektual yang serba ahli, aktif dan produktif.
Semasa muda, Abdullah bin Nuh pernah menjadi redaktur majalah mingguan
Hadramaut edisi Bahasa Arab di Surabaya (1922-1926) sekaligus juga mengajar
di Hadramaut School.1 Tahun 1926-1928 memperdalam Ilmu Fiqih di Jami'atul
Azhar, Kairo, lalu pulang dan mengajar di Cianjur sampai dengan tahun 1943.

1
“K.H.R. Abdullah bin Nuh riwayat hidup dan beberapa pemikirannya”
http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=20157611&lokasi=lokal (diakses pada 16 Sepetmber 2022)

6
Di saat memuncaknya perjuangan kemerdekaan, beliau memimpin PETA
sebagai Daidanco untuk wilayah Cianjur, Bogor dan Sukabumi. Tahun 1948-1950
terpilih menjadi anggota KNIP di Yogjakarta. Bersamaan dengan itu diangkat
pula menjadi Lektor Mda pada UII, dan pada waktu itulah beliau aktif di bidang
siaran bahasa Arab di RRI. Dari Yogjakarta kegiatan siaran dilanjutkan di Jakarta
dengan menjabat Kepala Siaran bahasa Arab RRI (1950-1964). Selain itu juga
mengajar bahasa Arab dan menjabat sebagai pengajar luar biasa pada FSUI (1960-
1967), Ketua Lembaga Penelitian Islam, Ketua Yayasan Ukhuwah Islamiyah dan
memimpin majalah Pembina (1962-1972). Pada tahun 1968, Abdullah bin Nuh
mulai merintis lembaga pendidikan Islam dengan nama Majlis Al-Ghazali di Kota
Paris, Bogor. Dari sinilah Abdullah bin Nuh dengan segala kearifan, kharisma dan
kedalaman ilmu keislamannya menyebarkan keharuman namanya sebagai seorang
ulama 'langka' yang memiliki keluasan ilmu, sikap rendah hati, tegas, berprinsip
namun arif. Kesemuanya membuat beliau amat toleran pada perbedaan pendapat,
karena menurutnya pandangan yang mutlak mutlakkan dan ingin benar sendiri
itulah yang menimbulkan sengketa di antara umat, dan hal itu amat
memprihatinkannya.

Abdullah bin Nuh adalah ulama yang sungguh mendambakan terwujudnya


ukhuwah Islamiyah. Sehingga, sebagai seorang penulis yang produktif, beliau
berupaya merambah ke jalan itu, yaitu dengan menyusun buku Ukhuwah
Islamiyah dan buku Ana Muslim Sunni Syafii yang merupakan 'masterpiece' dari
sekian banyak buku-buku karena beliau. Selain berdakwah langsung di majelis-
majelis ta'lim, ide, pandangan dan pemikirannya pun banyak beliau tuangkan
dalam berbagai media masa. Karya karyanya tersebut berkisar di bidang politik,
pendidikan dan kemasyarakatan Islam. Ternyata hasil pemikirannya banyak
membawa wawasan baru dalam pemikiran ajaran Islam di Indonesia, baik dalam
bidang hukum Islam, tasawuf dan sastra. Dalam kaitannya dengan perkembangan
pemikiran Islam di Indonesia, pemikiran K.H.R. Abdullah bin Nub ini berada
pada jalur antara Ulama tradisionalis dan modernis.2

2
Wikipedia, “Abdullah bin Nuh” https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Nuh# (diakses pada
16 September 2022).

7
1. Pemikiran Ekonomi Menurut KH. Abdullah bin Nuh
Zakat dan Philantrophisme
Dalam Islam tidaklah dikenal istilah “anarcho aquistive” yaitu
masyarakat dimana orang-orangnya saling berebut keuntungan dengan cara-cara
yang liar dan hanya mementingkan diri sendiri. Si kuat dan si lemah dibiarkan
terus menerus berada dalam pusaran lingkaran kehidupan, dimana didalamnya
mereka saling berebut mendapatkan keuntungan tanpa batas. Hingga yang terjadi
adalah kekayaan tak terhingga yang berhasil didapatkan oleh orang-orang yang
melakukan kejahatan.
Islam juga tidak mengizinkan adanya praktek philantrophisme (merasa
hanya karena cinta terhadap sesama manusia) pada orang-orang kaya. Menolong
orang miskin adalah kewajiban yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-
orang yang diberi kelapangan harta. Oleh karena itu, mereka tidak boleh merasa
memberikan budi baik bagi si miskin dan merasa lebih mulia dari si miskin.
Karena mereka menolong sebagai bentuk kepatuhan pada perintah Allah SWT. Si
miskin pun tidak boleh mereasa rendah diri terhadap pertolongan si kaya karena
memang pertolongan itu semata datang dari Allah SWT, bukan dari si kaya.
Hanya tuntunan akhlak yang membuat mereka harus menghargai usaha si kaya
memberikan hartanya karena perintah Allah.
Praktek philantrophisme akan membuat seseorang mudah tersakiti oleh
kesombongan karena merasa lebih dermawan dan mencintai sesamama manusia.
Praktek- praktek seperti inilah yang sekarang seringkali kita lihat dengan adanya
liputan-liputan bakti sosial, sumbangan pada dhuafa, atau komitmen sosial
perusahaan yang dipublikasikan secara luas, sehingga dapat terlihat betapa si kaya
menolong si miskin. Hal ini tentu dapat menimbulkan rasa sombong dan riya,
sekaligusmerendahkan harga diri si miskin yang menerima.
Islam memang sangat menghargai jasa orang-orang yang memberi
manfaat bagi orang lain. Namun, Islam juga sangat mencintai umatnya yang jika
“tangan kanannya memberi makan tangan kirinya tak perlu tahu”. Islam juga
memandang mulia orang-orang yang tak hanya sekadar memiliki tetapi juga
memberi manfaat bagi masyarakat luas dengan apa yang dimilikinya. Karena
itulah, umat islam sejatinya disebut dengan masyarakat fungsional yaitu

8
masyarakat yang dipandang kemuliaanya karena harta yang digunakannya, dan
bukan pada seberapa banyak harta yang dimilikinya.
Mama mengingatkan bahwa ada landasan-landasan ruhani yang digunakan
Islam untuk menjamin kelancaran sistem zakat ini berjalan di tengah masyarakat.
Landasan ruhani ini penting karena landasan ruhani adalah ide utama, sekaligus
tujuan yang akan membuat seseorang mengetahui untuk apa dan mau kemana
sesuatu yang dimilikinya akan digunakan. Bebeda jauh dengan penganut paham
materialisme ataupun komunisme yang membabibuta menganggap harta hanya
untuk mendapatkan harta yang lebih banyak lagi. Islam membawa landasan
kesucian bagi setiap kegiatan manusia untuk memperoleh harta dan kemudian
membelanjakannya di bawah perintah Allah SWT: “Sekali-kali tidak akan kamu
capai kebaikan jika kamu tidak memberikan sebagian dari apa yang kamu sukai”.
(QS. Ali Imran : 92).
Landasan ini membawa pengertian bahwa yang dicapai oleh kaum
muslimin hanya akan mencapai puncak sebagai kenikmatan yang sempurna
manakala pencapaian/pendapatan tersebut sebagiannya dinikmati orang-orang
yang membutuhkan. Secara psikologis, jelas, cara ini membawa dampak positif
bagi si pemberi dengan mendatangkan kebahagiaan saat melihat orang lain
bahagia. Secara sosiologis juga akan meredam gesekan sosial yang timbul dari
adanya iri hati yang dirasakan kaum miskin atas kenikmatan yang dirasakan orang
kaya.
Islam juga meniadakan doktrin laisser-faire yang telah usang dengan
mengguritanya kepincangan dan konflik sosial di negara yang tidak menggunakan
intervensi untuk mengimbangi perbedaan ekonomi. Negara, dalam Islam, harus
menggunakan intervensi aktif terhadap aktivitas perekonomian untuk menjaga
keseimbangan sosial. Kemurahan hati dari seseorang yang tidak teratur hanya
akan menjadi hiburan sementara. Namun, tidak efektif untuk melenyapkan
kepincangan sosial dan penderitaan masyarakat miskin yang biasanya mayoritas
di kehidupan bermasyarakat. Negaralah yang berperan untuk mengambil zakat
dan mengokohkannya dalam undang-undang teknis pemerintahan. Sehingga, rela
atau pun tidak, setiap wajib zakat memenuhi kewajibannya membayar zakat
sebagai bentuk kepatuhannya terhadap hukum Allah SWT.

9
Suasana Untuk Zakat

Ada hal yang sangat luar biasa yang Mama jelaskan dalam bukunya yang
sekaligus membuat kearifannya sebagai seorang ulama pemimpin umat. Mama
Abdullah bin Nuh menulis, kekayaan yang sebenarnya dimiliki seseorang,
sejatinya adalah seberapa banyak ia melakukan kebaikan terhadap orang lain. Bila
ada orang yang meninggal dunia, tentu kemudian banyak orang yang bertanya,
berapa banyak kekayaan yang diwariskannya. Namun, para malaikat di alam
kubur sebaliknya akan bertanya, berapa banyak amalan kebaikan yang telah
diperbuatnya? Demikianlah yang disebutkan dalam banyak hadits-hadits
Rasulullah Saw.

Kesadaran hati untuk berbuat kebaikan inilah yang kemudian membuat


zakat berbeda dengan pungutan pajak. Tanpa adanya perubahan batin dan
kesadaran ini, maka pungutan 2,5% tersebut tak ada bedanya dengan pajak. Dan
berhasil atau tidaknya zakat menjadi sebuah rencana besar untuk berubah kondisi
sosial ekonomi masyarakat, terletak pada berhasil atau tidaknya diciptakan sebuah
suasana kondusif yang mendukung pelaksanaan zakat.

Zakat tidak akan tumbuh subur, jika tidak dipupuk oleh semangat shalat
yang melenyapkan egoisme. Shalat pun akan hampa bila ia tidak berbuah pada
dorongan untuk berbakti pada kesejahteraan sosial. Inilah yang disebut sebagai
suasana kondusif tadi. Sifat saling mempengaruhi yang dinamis antara shalat dan
zakat adalah lambang persatuan batin antara agama dengan perekonomian dalam
masyarakat Islam. Agama tanpa perekonomian merupakan sebuah praktek
parasitisme atau pengemisan yang kudus. Sebaliknya ekonomi tanpa agama hanya
akan memicu barbarianisme yang kejam.

Semangat moral berzakat, itulah yang membuat perekonomian sehat dan


bebas paksaan. Kondisi inilah yang memaksa H.G Wells berkata, “Islam has
created a society more free from widespread cruelty and social oppression than
any society had ever been in the world before (Islam telah menciptakan suatu
masyarakat yang bebas dari kekejaman luas dan penindasan sosial, lebih bebas
dari masyarakat manapun juga yang pernah ada di dunia sebelumnya).3
3
Ibid., h. 23 bersumber dari The Outline of History karya H.G. Wells hal. 325.

10
Kebebasan setiap orang dalam ekonomi Islam dengan sistem zakat inilah
yang akan menjadi penjamin kesejahteraan masyarakat. Walaupun menurut
Mama, tetap ada saat seseorang harus melepaskan kebebasan ekonomi dan
sosialnya, ketika berhadapan dengan kepentingan agama dan umat. Namun,
pelepasan ini tentu dilandasi dengan perasaan tulus ketundukkan terhadap perintah
Allah SWT dan Rasul-Nya dan juga kecintaannya kepada sesama muslim.
Pmandangan hidup yang bersifat cinta kasih ini akan timbul dari proses
pembaharuan ruhani bukan akibat yang timbul dari pemaksaan sosialnya. Islam
dengan segala ketentuan, bertindak berlandaskan paham bahwa tiap individu
adalah pusat pikiran, nilai, dan budaya. Ia sebagai individu memiliki harga dan
kehormatan. Nilai pribadi ini tidak boleh dikekang dan harus tetap
mengembangkan dan mempertinggi kemuliaannya. Pandangan ini memungkinkan
setiap individu menggunakan kualitas dan kapasitas dirinya sebagai manusia yang
berakal budi.

Islam menugaskan negara untuk menjalankan rencana sosial tanpa


pemaksaan dan penindasan terhadap hak individual. Salah satunya tercermin
ketika islam menanamkan paham cinta terhadap tetangga. Rasulullah SAW
bersabda, “tetanggamu memiliki hak atas dirimu”. Cinta dan kewajiban untuk
saling menolong tetangga merupakan salah satu tiang pondasi yang vitaldari
rencana sosial dalam tatanan masyarakat muslim.4 Paparan Mama tentang cinta
kasih sebagai pondasi tatanan masyarakat merupakan bentuk ketaatan pada
perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, tentu kita dapat menyimpulkan bahwa Mama
sangat memperhatikan hal-hal penting dalam mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran umat. Sekalipun Mama bukan ekonom atau sarjana ekonomi, namun
dengan berbekalkan pemahaman yang lurus terhadap Kitabullah dan sunnah
Rasul-Nya, Mama mampu memformulasikan dan menjabarkan secara taktis
mengenai kedahsyatan rencana sosial yang terkandung dalam perintah zakat.

Mama menjelaskan, rencana sosial menurut Islam menghapuskan segala


hak istimewa atau luar biasa yang anti sosial. Namun, ia tidak melenyapkan
bentuk-bentuk pokok dari kebebasan yang tidak saja sesuai dengan kesejahteraan
umum bahkan memajukannya melainkan mewujudkan kemanfaatan bersama.
4
Ibid., h. 24.

11
Erosi total dari inisiatif perseorangan atas nama negara seperti yang terjadi di
negara komunis, hanya akan menenggelamkan seseorang dalam sistem sosial
yang anti progresivitas atau anti kemajuan. Sistem yang dijalankan oleh negara-
negara komunis itu hanya akan menyebabkan penghambaan warga terhadap
negara. Sedangkan persamaan yang diharapkan, justru berakhir pada ketiadaan
persamaan dan ketidakpuasan yang akan menjadi bibit dari timbulnya konflik dan
ketimpangan yang berujung pada ketidakadilan pendapatan, status, dan
kekuasaan. Suatu masyarakat yang berdiri di atas prinsip-prinsip islam tidak dapat
dan tidak akan membiarkan segala sesuatu berjalan begitu saja atau tak
mempedulikan krisis-krisis moral dan ekonomi yang mengancam masyarakat.
Zakat yang mengandung arti tumbuh dan suci, efektif digunakan sebagai
perbendaharaan umum dari tempat dimana ia dengan mudah dapat disimpan atau
dicairkan ketempat-tempatyang membutuhkan. Sehingga dengan maksimal dapat
menumbuhkan kekuatan sosial dan menghasilkan manfaat sebesar-besarnya untuk
mengantisipasi ancaman tanpa harus menimbulkan konflik sosial dan ekonomi.

Zakat merupakan usaha perbaikan yang tepat sekali dan efektif


menyelesaikan permasalahsn ekonomi yang senantiasa berkembang dari waktu ke
waktu. Ia mengikat masyarakat dan negara untuk mempergunakan dana zakat
secara efektif dan produktif dalam menjamin hidup yang layak bagi tiap
warganya. Sistem zakat juga memberikan tempat yang luas bagi warga negara
untuk menumbuhkan keinginan berbuat baik dan tolong-menolong antar warga.
Keinginan berbuat baik itu tidak dipangkas begitu saja oleh rezim pemerintahan
seperti yang terjadi di negara-negara sosialis. Kemiskinan tidak mesti dientaskan
dengan tangan besi dan pemaksaan. Islam menciptakan sebuah tatanan kehidupan
yang memiliki kemurnian moral, berkeadilan sosial, dan simetris estetikanya.

Mama Abdullah bin Nuh menegaskan bahwa masyarakat yang dibangun


berdasarkan prinsip-prinsip Al-Qur’an adalah masyarakat yang kohesif, harmonis,
dan simetris, hingga tak menyisakan tempat bagi kehendak tiranisme dan
anarkisme. Soal kemiskinan yang bagaikan lingkaran setan, dapat diputuskan
dengan mudah, bila menggunakan undang-undang Islam yang mewajibkan zakat
yang dijalankan sebagaimana mestinya.5
5
Ibid., h. 26.

12
Di akhir penjelasan dalam pendahuluan buku “Zakat dan Dunia Modern”,
Mama kembali mengingatkan bahwa rencana masyarakat atas dasar prinsip-
prinsip Al-Qur’an itu memanusiakan manusia. Hanya ada satu jalan untuk
melepaskan cengkeraman kapitalisme dan penindasan sosialisme yang telah teruji
selama berabad-abad tanpa kegagalan, yaitu jalan yang bernama zakat. Zakat
sebagai salah satu rukun Islam memiliki arti tersendiri. Bila syahadat sebagai
rukun pertama berarti pintu gerbang dari mana manusia masuk ke alam bahagia
dan damai sebagaimana yang ia idam-idamkan, maka shalat adalah latihan,
pembersihan dan pengisian batin agar hidup sesuai dengan alam yang ia masuki.
Zakat kemudian memiliki makna bahwa manusia tidaklah hidup sendiri dan
tujuan hidupnya di alam itu tidak akan tercapai bila tidak hidup bersama dengan
cara yang seharusnya. Yaitu cara yang telah digariskan oleh Sang Pemilik Alam
agar tercipta keteraturan dan kesejahteraan. Arti-arti sosial yang terdapat dalam
shalat berjama’ah, puasa Ramadhan, dan haji akan terlihat lebih konkret dalan
rukun yang betnama zakat.

Zakat Membentuk Akhlak

Tujuan zakat yang paling nampak adalah tolong-menolong, dan bahwa


tidak ada yang boleh terlantar, lapar, dan telanjang. Hendaknya orang yang kaya
memelihara keluarga dan lingkungannya agar jangan sampai ada yang mencuri
karena lapar atau kesulitan ekonomi lainnya. Agar orang mukmin jangan lupa
bahwa dalam harta yang dinikmatinya, meskipun ia mengupayakan dengan
tangannya sendiri, ada bagian yang harus diberikan pada yang berhak
sebagaimana telah disebutkan dalam daftar mustahiq zakat. Ini merupakan
tuntunan akhlak Islam, bahwa kebaikan bukanlah berarti kebaikan yang dirasakan
oleh dirinya sendiri. Namun, pada dasarnya, manusia adalah pemimpin yang
bertugas menebarkan kebaikan untuk orang lain dan alam sekitarnya. Dengan
adanya zakat, maka kebaikan tingkah laku dan budi pekerti menjadi sangat
mungkin dilakukan. Kesejahteraan akan memadamkan api buruk sangka,
kecemburuan, dan kekejaman akibat ketidakadilan. Orang yang memberi zakat
dan mendermawankan hartanya pun akan selalu terdorong untuk mengupayakan
perniagaan atau bisnis yang lebih maju ketika melihat banyak orang berbahagia

13
atas kebahagiaan yang ia capai. Hal ini tentu akan mendorong perekonomian
masyarakat menjadi lebih bergairah dan banyak membuka lapangan pekerjaan.

Zakat, merupakan pendorong terciptanya akhlak yang baik di tengah


masyarakat sekaligus merupakan cermin akhlak yang baik dari masyarakat Islam.
Mama Abdullah bin Nuh menegaskan bahwa akhlak masyarakat dan individu
sebenarnya bisa diubah. Misalkan, akhlak masyarakat sekarang yang suka berlaku
kejam pada sesama orang kecil atau yang menjadi pejabat suka korup, sebenarnya
semua bisa di rubah, asalkan akhlak si individu harus berubah terlebih dahulu.
Akhlak ini pun tak mungkin sekonyong-konyong berubah tanpa adanya tuntunan
akidah dan bimbingan dari masyarakat sekitarnya. Mama memberikan beberapa
metode efektif untuk merubah akhlak seseorang menjadi baik bahkan lebih baik,
yaitu dengan metode pembiasaan, ketauladanan, mujahadah wa arriyadhah, dan
metode pembentukkan pola pikir.

Pembiasaan, sebagaimana pepatah mengatakan bahwa bisa karena biasa


adalah cara yang sangat efektif untuk membuat seseorang merubah tingkah laku
dan perilakunya. Bila selama ini mungkin seseorang menjadi ringan tangan (suka
melakukan kekerasan) atau panjang tangan (suka mencuri) karena pengaruh
lingkungannya, maka lingkungan yang lebih baik dan kesejahteraan harus
diwujudkan sehingga seseorang akan lebih mudah memperbaiki akhlaknya. Mama
Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa pembentukan akhlak yang paling efektif
adalah melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan semenjak masih di usia
balita. Disinilah diperlukan peran yang sangat penting dari orangtua, lingkungan
dimana anak tersebut tumbuh dan perhatian dari alim ulama untuk membina
generasi ini menjadi generasi yang lebih baik.

Metode selanjutnya berupa ketauladanan sebagai metode yang tak kalah


penting dalam membentuk akhlak seseorang. Rasulullah menyatakan, dakwah
paling baik adalah dakwah dengan keteladanan atau dakwah bil hal. Keteladanan
ini diperlakukan di seluruh sektor kehidupan. Dalam rumah tangga dibutuhkan
keteladanan orangtua, di sekolah membutuhkan keteladanan guru, di kantor
dibutuhkan keteladanan atasan, di lingkungan di butuhkan keteladanan pemimpin
dan sebagainya. Keteladan bisa benar-benar terciptanya dan terpelihara manakala

14
dalam masyarakat sudah pupus rasa egoisme dan keinginan menang sendiri
sebagaimana tujuan dari shalat dan zakat.

Berikutnya adalah metode mujahadah wa ar-riyadhah. Metode ini diawali


dengan kedisiplinan diri untuk membentuk pribadi pemaaf, pemurah, khusyu’,
rendah hati, suka memberi, taat aturan dan sikap-sikap terpuji lainnya. Termasuk
cakupan dalam metode mujahadah ini adalah kemampuan diri untuk melawan
segala tingkah laku buruk dan tercela, serta menahan keinginan diri dari hawa
nafsu. Sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT, “Dan adapun orang-
orang yang takut akan kebesaran Rabb-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal mereka”. (QS. An-
Nazi’at:40-41). Terakhir yaitu metode pembentukan pola pikir. Mama Abdullah
bin Nuh memandang bahwa tingkah laku adalah buah dari pemikiran dan
pemahaman. Oleh sebab itu, untuk membentuk tingkah laku harus berangkat dari
pembentukan pola pikir.6 Disinilah perlunya kekokohan aqidah dan tuntunan
keteladanan dari para ulama untuk membentuk pola pikir yang diharapkan. Selain
itu, lingkungan yang baik juga turut membentuk pola pikir tentang nilai-nilai yang
diterima oleh masyarakat dan dapat dilakukan.

Inilah posisi penting zakat guna membentuk lingkungan yang sarat dengan
nilai-nilai kebaikan sehingga keteladanan menjadi mungkin untuk diperhatikan
dan tuntunan nilai aqidah menjadi lebih nyata. Zakat adalah pusaka yang paling
ampuh untuk melawan segala ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang
mencengkeram kehidupan masyarakat. Zakat juga ukuran yang paling tepat untuk
menilai diri dan masyarakat kita sendiri, sudahkan kita maksimal berupaya
menjalankan ajaran-ajaran Islam. Bagaikan orang sakit yang mencari pengobatan
dengan sia-sia di luar rumah, padahal di dalam rumah kita sendiri sudah tersedia
obat mujarab yang telah terlupakan. Itulah ibaratnya zakat dalam rumah agama
kita saat ini. Mama Abdullah bin Nuh mengingatkan kita, untuk tak segan
menggunakan dan meninggikan aturan zakat dalam masyarakat kita, agar tercipta
lingkungan seindah di zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya dulu.

6
Abdullah bin Nuh, kitab al- AK.H.laq, (Bogor: Markaz Al-Ghazaly al- Islami, t.t) h. 16-21.

15
Sehingga tercipta tatanan masyarakat berakhlak mulia yang akan mewujudkan
masyarakat aman dan sejahtera.7

2) Latar Belakang Muhammad Amin Aziz

Amin Aziz merupakan tokoh cendikiawan muslim di Indonesia yang


menggagas sistem ekonomi syariah. Salah satunya dengan mendirikan Bank
Muamalat dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Anggota Presidium ICMI, Nanat
Fatah Natsir, mengenal sosok Amin Aziz sebagai orang yang sangat
memperhatikan ekonomi kerakyatan dan bagaimana cara menanggulangi
kemiskinan.
Salah satunya dengan mendirikan, menyeponsori dan mengelola BMT
yang saat ini tersebar di seluruh Indonesia. Bersama BJ Habibie, kata Nanat,
Amin Aziz mendirikan ICMI dan kemudian menjadi Sekretaris ICMI. Setelah itu,
Amin Aziz mengisi program-program ICMI dengan konsep-konsep
penanggulangan kemiskinan.
“Beliau orang yang sangat ikhlas dan konsen sekali terhadap masyarakat
kecil. Kalau digambarkan hidupnya diabdikan untuk membela masyarakat
7
Op.cit., h.50.

16
lemah,” kata Nanat. Di mata Nanat, Amin Aziz merupakan sosok yang religius
dan rendah hati. Menurutnya, sosok Amin Aziz sangat perhatian kepada
masyarakat miskin. Dia membuat kegiatan-kegiatan yang bersifat
mengembangkan ekonomi kecil.

Nanat mengaku terakhir bertemu dengan Amin Aziz tiga bulan yang lalu
dalam forum rapat yang membahas Bank Muamalat untuk kembali ke khitohnya
mengembangkan ekonomi syariah.

“Orangnya egaliter. Penampilannya sederhana pakai sarung padahal beliau


profesor doktor dari ITB. Beliau juga sangat hormat sekali kepada tamu, saat saya
berkunjung ke rumahnya selalu diajak makan,” kenang Nanat.8

2.1 Teori dan Kebijakan Ekonomi Menurut Muhammad Amin Azis

Di Indonesia telah banyak Bank Syari'ah yang sudah berdiri. Di sisi lain di
awal pendiriannya di tahun 1990, di Indonesia banyak kesulitan yang dihadapi
oleh para perintis Bank Syari'ah. Kesulitan yang utama pada saat itu masih adanya
Islam Phobia dimana masih adanya ketakutan terhadap berbagai hal yang
"berbau" Islam, termasuk dalam hal pengelolaan ekonomi. Salah seorang yang
sangat berjasa besar dalam membangun Bank Syari'ah di Indonesia adalah M.
Amin Aziz, seorang guru besar Fakultas Pertanian UMY Malang. Prof. Amin
Aziz merupakan salah satu tokoh yang berperan besar dalam sejarah
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Beliau memiliki strategi dan
pemikiran yang cerdas bagaimana merintis perbankan syari'ah. untuk itu rumusan
masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana pembangunan Bank Syariah di
Indonesia dan bagaimana pemikiran dan strategi M. Amin Aziz dalam
pembangunan Bank Syariah di Indonesia.

Pemikiran M.Amin Aziz dalam Pembangunan Bank Syari’ah di Indonesia


dilakukan dengan 3 tahapan, Tahap pertama yaitu persiapan pembentukan,
Tahapan kedua yaitu Tahap Pembentukan, Tahapan terakhir yaitu Tahap

8
Yudha Manggala P Putra, “Amin Aziz Dikenal Rendah Hati dan Sederhana”
https://www.republika.co.id/berita/n96fpq/amin-aziz-dikenal-rendah-hati-dan-sederhana (diakses
pada 16 septerber 2022).

17
Pemeliharaan, strategi M. Amin Aziz dalam membangun Bank Syari’ah di
Indonesia yang masih diterapkan sampai saat ini yaitu pertama Revitalisasi
Sinergi dengan Bank Induk, Yang kedua Pengembangan Produk, dan yang
terakhir yaitu Pembiayaan yang Lebih Bersifat Produktif. Pemikiran M.Amin
Aziz dalam membangun Bank Syariah dimulai dari membangun dunia perbankan,
Perbankan syariah harus langsung menyentuh ke tingkat masyarakat bawah.9

Gagasan untuk mendirikan perbankan bagi hasil (sebelum berubah


menjadi perbankan syariah) bermula dari adanya perdebatan mengenai apakah
bunga bank itu identik dengan riba? Dan hal ini cukup kontroversial. Pendapat
pertama beranggapan bahwa bunga bank itu termasuk riba,10 Pendapat kedua
bunga bank tidak termasuk riba.11 Kedua pendapat tersebut yang paling dominan
adalah yang pertama dipegang oleh umat Islam, sehingga enggan berhubungan
dengan perbankan konvensional. Berangkat dari persoalan tersebut, beberapa
kalangan tokoh Islam berusaha untuk mendirikan bank yang sesuai dengan
syari’at Islam. Dengan demikian akan dapat mendorong masyarkat muslim
mengintegrasikan dirinya dengan sistem perekonomian modern sekaligus
mendorong produktivitas ekonomi yang pada gilirannya akan membahayakan
perekonomian umat Islam. Ide pendirian bank syariah ini sudah muncul
sebenarnya sekitar tahun 1970an, awal orde baru. Gagasan ini pada mulanya
dicurigai sebagai bagian dari sisa-sisa gagasan Negara Islam, karenanya tidak
diizinkan oleh pemerintah. Alasannya berbenturan dengan perangkat perundang-
undangan perbankan yang pada saat itu tidak memberikan ruang bagi
beroperasinya bank tanpa bunga. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang
Pokok Perbankan No. 14/1967 Bab I yang mengharuskan setiap transaksi kredit
disertai dengan bunga.12
9
Prameswari, Reyshara, “Analisis Terhadap Pemikiran Dan Strategi M. Amin Aziz Dalam
Pembangunan Bank Syariah Di Indonesia (Studi Tokoh Pendiri Bank Muamalat Indonesia)”
(Online) (2015).
10
Penjelasan-penjelasan bahwa bunga bank sama dengan riba dapat dilihat dalam Afzalurrahman,
Economic Doctrines of Islam: (Lahore: Islamic Publication, 1990). Lihat Abul A’la Maududi,
Toward Understanding Islam (Lahore: Islamic Publication, 1967). Lihat Adiwarman Karim,
Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 72-74.
11
Pendapat ini dikemukakan oleh Sjafruddin Prawiranegara, Kasman Singodimedjo dan
Mohammad Hatta. Lihat Dawam Rahardjo, “Bank Islam”, dalam Ensiklopedi Islam Tematis
(Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hove).
12
Dawam Rahardjo, “Bank Islam”, dalam Ensiklopedi Islam Tematis (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hove). dalam Noor Azmah Hidayati, Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat

18
Ide ini kembali digulirkan pada tahun 1973, tetapi gagasan ini belum dapat
terwujud karena kurangnya modal yang diperlukan bagi pendirian sebuah bank.
Kemudian dirundingkan kembali pada awal periode 1990-an diskusi mengenai
bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam. Para tokoh yang terlibat dalam kajian
tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmaja, M.Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin,
M. Amien Aziz, dan lain-lain.13 Diselenggarakan di Cisarua Bogor, yang ide
pertamanya berasal dari Majlis Ulama Indonesia (MUI) kemudian mendapat
dukungan dari pejabat pemerintah, para pengusaha yang berpengalaman dibidang
perbankan.14 Sekalipun status hukum bunga bank masih mengambang dalam
lokakarya tersebut, forum telah berhasil menyepakati untuk mendirikan bank
bebas bunga yang sejalan dengan syari’at Islam. Rekomendasi dari lokakarya
tersebut ditindaklanjuti dengan Musyawarah Nasional MUI ke IV dengan
menugaskan Dewan Pimpinan MUI untuk memprakarsai pendirian bank
tersebut.15 Suatu tim perbankan MUI yang diketuai oleh M. Amin Aziz dibantu
tim hukum ICMI yaitu Karnaen Perwaatmaja. 16 Tim ICMI yang tergabung di
dalamnya adalah Sri-Edi Swasono

Untuk mewujudkan proyek tersebut, MUI kemudian membentuk Dana


Dakwah Pembangunan dengan ketua umumnya Hasan Basri dan sekretaris umum
M. Amin Aziz, yang kemudian menyiapkan tiga puluh tenaga perbankan untuk
mengikuti training di Lembaga Pelatihan Perbankan Indonesia (LPPI) di Jakarta
selama tiga bulan, pada bulan Maret 1991 dengan harapan para peserta tersebut
nantinya bisa memberikan pelatihan lebih lanjut pada kader-kader muda
perbankan, baik konvensional maupun syariah..17

Islam: Telaah Historis Kelahiran Perbankan Syariah, (Millah Vol. IV, No. 2, Januari 2005).
13
M. Amin Azis, Mengembangkan Islam di Indonesia (Jakarta: Bankit, 1992).
14
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakarta: Al-
Vabet, 2001), 17.
15
Noor Azmah Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah
Historis Kelahiran Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).
16
Aminuddin, Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia Sebelum dan sesudah
Runtuhnya Rezim Soeharto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 285.
17
Aminuddin, Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia Sebelum dan sesudah
Runtuhnya Rezim Soeharto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 286. Dalam Noor Azmah
Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah Historis Kelahiran
Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).

19
Pada tanggal 21 Pebruari 1991 tim perbankan MUI bersilaturrahim dengan
menteri kehakiman, Ismail Saleh dan memperoleh tanggapan positif dengan
menyatakan kesediaannya untuk memperlancar berdirinya badan hukum bank
tanpa bunga tersebut. Bahkan pada tanggal 29 Maret 1991, menteri muda
keuangan Nasruddin Sumintapura bersedia membuka acara di LPPI. Dalam
sambutannya dikatakan bahwa bank syariah harus mampu untuk menstimulasi
aktivitas investasi, diharapkan dapat menolong masyarakat ekonomi lemah.18

Menristek sekaligus ketua umum ICMI B,J. Habibie yang terlihat paling
antusias menyatakan dukungannya terhadap pendirian bank syariah. Segera
Habibie menggalang dana pensiun dari tiga industri yang berada di bawah
kendalinya dan berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp. 36 M. Jumlah uang
tersebut terus bertambah ketika tim perbankan MUI dipanggil oleh menteri
perindustrian untuk diberikan dana tambahan dari beberapa perusahaan yang
pemiliknya kebanyakan non Islam, termasuk di dalamnya Salim Group.19 Tanggal
27 Agustus 1991 Presiden Soeharto memberikan dana Rp. 3 M dari Yayasan
Amal Bhakti Muslim Pancasila tanpa bunga dan tanpa batas pengembalian.
Selanjunya Presiden akan membantu modal awal yang diperlukan untuk pendirian
bank syariah ini dengan menggelar saresehan di Istana Bogor pada 3 Nopember
1991 yang berhasil dihadiri sekitar 4.600 undangan. Saham yang dijual seharga
Rp. 1000 per-lembar dalam waktu dua jam menggalang dana sekitar Rp. 25 M. 20
Selain keterlibatan Presiden beserta menteri-menterinya tersebut, kehadiran
perbankan syariah juga didukung oleh adanya kebijakan deregulasi perbankan
tahun 1993 yang telah memberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga
termasuk nol persen. Selanjutnya hadirnya paket oktober 1988 (pakto 88) semakin
memperkuat kehadiran perbankan dengan diperbolehkannya menerapkan bunga

18
Darul Aqs}a, Islam in Indonesia, : A Survey of Event and Development From 1998 to March
1993 (Jakarta: INIS, 1995).
19
H. Karnaen A. Parwaatmadja, “Peluang dan Strategi Operasional BMI”, Makalah, 1992. Dalam
Noor Azmah Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah Historis
Kelahiran Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).
20
Aminuddin, Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia Sebelum dan sesudah
Runtuhnya Rezim Soeharto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 287-290 dalam Noor Azmah
Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah Historis Kelahiran
Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).

20
nol persen.21 Dengan izin usaha yang dikeluarkan berdasarkan keputusan menteri
keuangan tanggal 24 April 1992, maka BMI mulai beroperasi tanggal 1 Mei
1992.22 Dengan modal awal Rp. 106.126.382.000,00. Bulan September 1999 Bank
Mu’amalat Indonesia memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Balik Papan dan Makasar.23

Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan


disetujuinya Undang-Undang No.10 Tahun 1998.24 Dengan diberlakukannya
Undang-Undang ini perbankan syariah mendapat kesempatan yang lebih luas
untuk menyelenggarakan kegiatan usaha, termasuk pemberian kesempatan kepada
bank umum komvensional untuk membuka cabang yang khusus melaksanakan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Pemberian kesempatan pembukaan kantor
cabang syariah ini adalah sebagai upaya meningkatkan jaringan perbankan syariah
yang tentunya akan dilakukan bersamaan dengan upaya pemberdayaan perbankan
syariah. Upaya tersebut diharapkan akan mendorong perluasan jaringan kantor,
pengembangan pasar uang antar bank syariah, peningkatan sumber daya manusia,
dan kinerja bank syariah, yang pada intinya akan menunjang pembentukan
landasan perekonomian rakyat yang lebih kuat dan Tangguh.25 Kebijakan
pemerintah mengenai perkembangan perbankan syariah di era reformasi yang
dijadikan sebagai payung hukum bagi penguatan posisi perbankan syariah terdiri

21
Muhammad, “Dasar Falsafah dan hukum Bank Syariah”, dalam Muhammad (ed), Bank
Syariah , Analisis Kekuatan, kelemahan, Peluang dan Ancaman (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), 58.
22
Dawam Rahardjo, “Bank Islam”, dalam Ensiklopedi Islam Tematis (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hove). dalam Noor Azmah Hidayati, “Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat
Islam: Telaah Historis Kelahiran Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2,
(Januari 2005).
23
Bank Mu’amalat “Annual Report”, Jakarta, 1999 dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori dan Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2007), 26-27. 39 Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah dari Teori dan Praktek(Jakarta: Gema Insani, 2007), 26.
24
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori dan Praktek(Jakarta: Gema Insani, 2007),
26.
25
Nasrullah, “Bentuk-Kebijakan-Publik-Terhadap-Bank”, Artikel, http:// nasrulloh-
one.blogspot.com/2009/03/bentuk-kebijakan-publik-terhadap-bank_26. html (diakses pada tanggal
26 september 2009).

21
dari beberapa peraturan perundang-undangan telah dibuat. 26 Yaitu:27 1). UU No.
10/ 1998 Tentang Perbankan; 2). UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia; 3).
UU No. 3/ 2004 Tentang Bank Indonesia; 4). UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga
Penjamin Simpanan. Kemudian disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, PP RI Nomor 39 tahun 2005 tentang Penjaminan
Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, dan PERPRES RI No. 2
tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan. 5). UU No. 19/ 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara; 6). UU No. 21/ 2008 tentang Perbankan Syariah.

Setelah terwujudnya Undang-Undang ini, kemunculan perbankan syariah


semakin pesat. Menurut laporan Bank Indonesia sampai akhir September 2009,
kantor perbankan syariah mengalami perkembangan yang sangat pesat dibanding
priode tahun 2008. Kondisi ini terjadi karena penambahan outlet layanan syariah
sebanyak 218 kantor cabang dan jaringan kantor dibawah kantor cabang, baik
yang berasal dari BUS dan UUS maupun penambang 245 layanan syariah di

26
Nasrullah, “Bentuk-Kebijakan-Publik-Terhadap-Bank”, Artikel, http:// nasrulloh-
one.blogspot.com/2009/03/bentuk-kebijakan-publik-terhadap-bank_26. html (diakses pada tanggal
26 september 2009). Peraturan perundang-undangan yang telah dibuat bagi penguatan perbankan
syariah di era reformasi yaitu: (1). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. (2). Undang-Undang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia. (3). Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. (4). Peraturan Bank Indonesia No. 2/ 7/PBI/2000 tentang Giro
Wajib Minimum Dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum yang Melakukan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. (5). Peraturan Bank Indonesia No. 2/ 8 /PBI/2000 tentang
Pasar Uang Antar bank Berdasarkan Prinsip Syariah. (6). Peraturan Bank Indonesia No. 2/
9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. (7). Peraturan Bank Indonesia No. 4/ 1/
PBI 2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh
Bank Umum Konvensional. (8). Peraturan Bank Indonesia No. 5/ 3/ PBI 2003 tentang Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah. (9). Peraturan Bank Indonesia No. 5/ 7/ PBI 2003
tentang Kualitas Aktifa Produktif Bagi Bank Syariah. (10). Peraturan Bank Indonesia No. 5/ 9/
PBI 2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah. (11). Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir Tahun 1999 tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah. (12). Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir
Tahun 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan tersebut
merupakan landasan berpijak bagi operasional perbankan syariah di Indonesia sebelum
terbentuknya undang-undang perbankan syariah yang khusus. (13). Pada tanggal 16 Juli, disahkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
94. Inilah undang-undang yang yang spesifik mengatur tentang perbankan syariah. Ini merupakan
kebijakan publik yang menjadi payung hukum yang kuat dalam operasional perbankan syariah di
Indonesia.
27
Rama Pratama, “Selamat Datang Undang-Undang Perbankan-Syariah”, Artikel, http://elqorni.
wordpress.com/2009/02/04/welcome-to-undang-undangperbankan-syariah dan-strategi
percepatan-pertumbuhan-bank-syariah/ (diakses pada tanggal 26 september 2009).

22
kantor cabang bank konvensional (office chanelling). Dengan demikian per
September 2009 terdapat 1059 kantor bank syariah yang dioperasikan oleh 5 BUS
dan 24 UUS, serta 1685 layanan syariah.28

Melihat semakin pesatnya perkembangan lembaga keuangan Islam di


Indonesia, terutama di era reformasi (1998-2009 M). Hal ini menarik untuk dikaji
lebih dalam lagi secara akademik mengenai politik ekonomi Islam Indonesia era
reformasi.

28
Ramzi A. Zuhdi, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2010 (Jakarta: Direktorat Bank Syariah-
BI, 2009), 31.

23
KESIMPULAN

Dari materi yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa


kedua tokoh pemikir ekonomi islam ini memiliki perbedaan dalam sudut pandang
ekonomi.

Pemikiran ekonomi KH.Abdullah bin Nuh adalah tentanng “ Zakat dan Dunia
Modern “, dimana zakat disini berperan sebagai solusi dalam mengatasi kemiskinan
dan sistem zakat ini dinilai dan diakui lebih baik dibandingkan sitem kapitalisme
dan liberalisme.

Dan Pemikiran ekonomi menurut Muhammad Amin Aziz yaitu


mengenai pembangunan dunia perbankan dimana kemudian pembangunan bank
syariah dapat dijalankan, sehingga masyarakat ekonomi kebawah dapat mengakses
dunia perbankan tersebut.

24
DAFTAR PUSAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Nuh#:~:text=K.H.%20R.,pendiri
%20pesantren%20Al%20Ghozali%2C%20Bogor

file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/2119-8602-1-PB.pdf

file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/629-Article%20Text-1761-1-10-
20210703%20(3).pdf

http://repository.uinbanten.ac.id/1414/1/1.%20BUKU%20%28Politik
%20Ekonomi%20Islam%20Indonesia%20Era%20Reformasi%29.pdf

https://ejournal.iaimbima.ac.id/index.php/tajdid/article/view/629/456

https://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20157611.pdf

https://journal.aira.or.id/index.php/j-reb/article/view/182/81

25

Anda mungkin juga menyukai