Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
Fakhrina, S.E.,M.H.I
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami masih diberi kesehatan dan dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PEMIKIRAN EKONOMI ILMUWAN MUSLIM
INDONESIA” tepat pada waktunya. Saya juga berterima kasih kepada ibu Fakhrina,
S.E.,M.H.I yang memberikan tugas ini untuk pembelajaran dan penilaian mata kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
kepada:
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1. Latar Belakang.....................................................................................................4
2. Tujuan Pembahasan............................................................................................4
3. Rumusan Masalah................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
1) Latar Belakang KH. Abdullah bin Nuh..................................................................6
2.1 Karya-Karya Tulis Yang Ditulis KHR. Abdullah Bin Nuh................Error!
Bookmark not defined.
2.2 Gagasan dan Pemikiran Pendidikan KH. Abdullah Bin Nuh.............Error!
Bookmark not defined.
Tujuan Pendidikan..................................................Error! Bookmark not defined.
Materi Pendidikan...................................................Error! Bookmark not defined.
Manajemen Pendidikan..........................................Error! Bookmark not defined.
2) Latar Belakang Muhammad Amin Aziz..............................................................16
2.1 Teori dan Kebijakan Ekonomi Menurut Muhammad Amin Azis..............17
KESIMPULAN..............................................................................................................24
DAFTAR PUSAKA........................................................................................................25
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Agama Islam hanyalah satu, yaitu agama yang haq dari Allah SWT. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika terdapat berbagai macam interpreatsi manusia
tentang Islam, termasuk tentang masalah ekonomi dalam islam. Tetapi hal ini
tidaklah mengurangi arti eksistensi dan vitalitas Islam. Justru merupakan keragaman
yang digunakan untuk memperkokoh Islam.
Tulisan berikut ini akan membahas tentang beberapa pendapat para tokoh
ekonomi Islam sebagai salah satu pembaharuan ekonomi Islam pada masa
kontemporer. Selain sebagai wisata intelektual, juga ingin mencoba menyelami
kembali pembaharuan-pembaharuan pemikiran yang dikeluarkannya, sehingga dapat
dijadikan referensi dalam menghadapi permasalahan-permasalahan ekonomi Islam
dimasa depan.
Makalah ini saya tujukan khususnya untuk kalangan remaja, pelajar dan
generasi muda yang tidak lain adalah sebagai generasi penerus bangsa agar kita
semua mengenal beberapa pemikir Islam yang berperan dalam mengembangkan
perekonomian Islam dan berpengaruh dengan perekonomian.
2. Tujuan Pembahasan
4
1. Pemikiran Ekononomi Ilmuwan Muslim Indonesia menurut KH. Abdullah bin
Nuh
2. Pemikiran Ekonomi Ilmuwan Muslim Indonesia menurut Muhammad Amin
Aziz
3. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
K.H.R. Abdullah bin Nuh dilahirkan di kota Cianjur, Jawa Barat, pada
tanggal 30 Juni 1905, dan wafat pada 26 oktober 1987. Abdullah adalah anak ke-3
dari keluarga ningrat K.H.R. Muhammad Nuh bin Idris seorang ulama besar
Cianjur. Abdullah bin Nuh pertama kali mengenal dasar-dasar keislaman dari
orang tuanya, dan menamatkan pendidikan dasar di pesantren milik keluarganya
yang bernama Panatut Talibil Muslimin. Kemudian pada usia 13 tahun, beliau
belajar dan mendalami Islam di madrasah Syamailul Huda (1918-1922). Abdullah
bin Nuh adalah seorang ulama intelektual yang serba ahli, aktif dan produktif.
Semasa muda, Abdullah bin Nuh pernah menjadi redaktur majalah mingguan
Hadramaut edisi Bahasa Arab di Surabaya (1922-1926) sekaligus juga mengajar
di Hadramaut School.1 Tahun 1926-1928 memperdalam Ilmu Fiqih di Jami'atul
Azhar, Kairo, lalu pulang dan mengajar di Cianjur sampai dengan tahun 1943.
1
“K.H.R. Abdullah bin Nuh riwayat hidup dan beberapa pemikirannya”
http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=20157611&lokasi=lokal (diakses pada 16 Sepetmber 2022)
6
Di saat memuncaknya perjuangan kemerdekaan, beliau memimpin PETA
sebagai Daidanco untuk wilayah Cianjur, Bogor dan Sukabumi. Tahun 1948-1950
terpilih menjadi anggota KNIP di Yogjakarta. Bersamaan dengan itu diangkat
pula menjadi Lektor Mda pada UII, dan pada waktu itulah beliau aktif di bidang
siaran bahasa Arab di RRI. Dari Yogjakarta kegiatan siaran dilanjutkan di Jakarta
dengan menjabat Kepala Siaran bahasa Arab RRI (1950-1964). Selain itu juga
mengajar bahasa Arab dan menjabat sebagai pengajar luar biasa pada FSUI (1960-
1967), Ketua Lembaga Penelitian Islam, Ketua Yayasan Ukhuwah Islamiyah dan
memimpin majalah Pembina (1962-1972). Pada tahun 1968, Abdullah bin Nuh
mulai merintis lembaga pendidikan Islam dengan nama Majlis Al-Ghazali di Kota
Paris, Bogor. Dari sinilah Abdullah bin Nuh dengan segala kearifan, kharisma dan
kedalaman ilmu keislamannya menyebarkan keharuman namanya sebagai seorang
ulama 'langka' yang memiliki keluasan ilmu, sikap rendah hati, tegas, berprinsip
namun arif. Kesemuanya membuat beliau amat toleran pada perbedaan pendapat,
karena menurutnya pandangan yang mutlak mutlakkan dan ingin benar sendiri
itulah yang menimbulkan sengketa di antara umat, dan hal itu amat
memprihatinkannya.
2
Wikipedia, “Abdullah bin Nuh” https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Nuh# (diakses pada
16 September 2022).
7
1. Pemikiran Ekonomi Menurut KH. Abdullah bin Nuh
Zakat dan Philantrophisme
Dalam Islam tidaklah dikenal istilah “anarcho aquistive” yaitu
masyarakat dimana orang-orangnya saling berebut keuntungan dengan cara-cara
yang liar dan hanya mementingkan diri sendiri. Si kuat dan si lemah dibiarkan
terus menerus berada dalam pusaran lingkaran kehidupan, dimana didalamnya
mereka saling berebut mendapatkan keuntungan tanpa batas. Hingga yang terjadi
adalah kekayaan tak terhingga yang berhasil didapatkan oleh orang-orang yang
melakukan kejahatan.
Islam juga tidak mengizinkan adanya praktek philantrophisme (merasa
hanya karena cinta terhadap sesama manusia) pada orang-orang kaya. Menolong
orang miskin adalah kewajiban yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-
orang yang diberi kelapangan harta. Oleh karena itu, mereka tidak boleh merasa
memberikan budi baik bagi si miskin dan merasa lebih mulia dari si miskin.
Karena mereka menolong sebagai bentuk kepatuhan pada perintah Allah SWT. Si
miskin pun tidak boleh mereasa rendah diri terhadap pertolongan si kaya karena
memang pertolongan itu semata datang dari Allah SWT, bukan dari si kaya.
Hanya tuntunan akhlak yang membuat mereka harus menghargai usaha si kaya
memberikan hartanya karena perintah Allah.
Praktek philantrophisme akan membuat seseorang mudah tersakiti oleh
kesombongan karena merasa lebih dermawan dan mencintai sesamama manusia.
Praktek- praktek seperti inilah yang sekarang seringkali kita lihat dengan adanya
liputan-liputan bakti sosial, sumbangan pada dhuafa, atau komitmen sosial
perusahaan yang dipublikasikan secara luas, sehingga dapat terlihat betapa si kaya
menolong si miskin. Hal ini tentu dapat menimbulkan rasa sombong dan riya,
sekaligusmerendahkan harga diri si miskin yang menerima.
Islam memang sangat menghargai jasa orang-orang yang memberi
manfaat bagi orang lain. Namun, Islam juga sangat mencintai umatnya yang jika
“tangan kanannya memberi makan tangan kirinya tak perlu tahu”. Islam juga
memandang mulia orang-orang yang tak hanya sekadar memiliki tetapi juga
memberi manfaat bagi masyarakat luas dengan apa yang dimilikinya. Karena
itulah, umat islam sejatinya disebut dengan masyarakat fungsional yaitu
8
masyarakat yang dipandang kemuliaanya karena harta yang digunakannya, dan
bukan pada seberapa banyak harta yang dimilikinya.
Mama mengingatkan bahwa ada landasan-landasan ruhani yang digunakan
Islam untuk menjamin kelancaran sistem zakat ini berjalan di tengah masyarakat.
Landasan ruhani ini penting karena landasan ruhani adalah ide utama, sekaligus
tujuan yang akan membuat seseorang mengetahui untuk apa dan mau kemana
sesuatu yang dimilikinya akan digunakan. Bebeda jauh dengan penganut paham
materialisme ataupun komunisme yang membabibuta menganggap harta hanya
untuk mendapatkan harta yang lebih banyak lagi. Islam membawa landasan
kesucian bagi setiap kegiatan manusia untuk memperoleh harta dan kemudian
membelanjakannya di bawah perintah Allah SWT: “Sekali-kali tidak akan kamu
capai kebaikan jika kamu tidak memberikan sebagian dari apa yang kamu sukai”.
(QS. Ali Imran : 92).
Landasan ini membawa pengertian bahwa yang dicapai oleh kaum
muslimin hanya akan mencapai puncak sebagai kenikmatan yang sempurna
manakala pencapaian/pendapatan tersebut sebagiannya dinikmati orang-orang
yang membutuhkan. Secara psikologis, jelas, cara ini membawa dampak positif
bagi si pemberi dengan mendatangkan kebahagiaan saat melihat orang lain
bahagia. Secara sosiologis juga akan meredam gesekan sosial yang timbul dari
adanya iri hati yang dirasakan kaum miskin atas kenikmatan yang dirasakan orang
kaya.
Islam juga meniadakan doktrin laisser-faire yang telah usang dengan
mengguritanya kepincangan dan konflik sosial di negara yang tidak menggunakan
intervensi untuk mengimbangi perbedaan ekonomi. Negara, dalam Islam, harus
menggunakan intervensi aktif terhadap aktivitas perekonomian untuk menjaga
keseimbangan sosial. Kemurahan hati dari seseorang yang tidak teratur hanya
akan menjadi hiburan sementara. Namun, tidak efektif untuk melenyapkan
kepincangan sosial dan penderitaan masyarakat miskin yang biasanya mayoritas
di kehidupan bermasyarakat. Negaralah yang berperan untuk mengambil zakat
dan mengokohkannya dalam undang-undang teknis pemerintahan. Sehingga, rela
atau pun tidak, setiap wajib zakat memenuhi kewajibannya membayar zakat
sebagai bentuk kepatuhannya terhadap hukum Allah SWT.
9
Suasana Untuk Zakat
Ada hal yang sangat luar biasa yang Mama jelaskan dalam bukunya yang
sekaligus membuat kearifannya sebagai seorang ulama pemimpin umat. Mama
Abdullah bin Nuh menulis, kekayaan yang sebenarnya dimiliki seseorang,
sejatinya adalah seberapa banyak ia melakukan kebaikan terhadap orang lain. Bila
ada orang yang meninggal dunia, tentu kemudian banyak orang yang bertanya,
berapa banyak kekayaan yang diwariskannya. Namun, para malaikat di alam
kubur sebaliknya akan bertanya, berapa banyak amalan kebaikan yang telah
diperbuatnya? Demikianlah yang disebutkan dalam banyak hadits-hadits
Rasulullah Saw.
Zakat tidak akan tumbuh subur, jika tidak dipupuk oleh semangat shalat
yang melenyapkan egoisme. Shalat pun akan hampa bila ia tidak berbuah pada
dorongan untuk berbakti pada kesejahteraan sosial. Inilah yang disebut sebagai
suasana kondusif tadi. Sifat saling mempengaruhi yang dinamis antara shalat dan
zakat adalah lambang persatuan batin antara agama dengan perekonomian dalam
masyarakat Islam. Agama tanpa perekonomian merupakan sebuah praktek
parasitisme atau pengemisan yang kudus. Sebaliknya ekonomi tanpa agama hanya
akan memicu barbarianisme yang kejam.
10
Kebebasan setiap orang dalam ekonomi Islam dengan sistem zakat inilah
yang akan menjadi penjamin kesejahteraan masyarakat. Walaupun menurut
Mama, tetap ada saat seseorang harus melepaskan kebebasan ekonomi dan
sosialnya, ketika berhadapan dengan kepentingan agama dan umat. Namun,
pelepasan ini tentu dilandasi dengan perasaan tulus ketundukkan terhadap perintah
Allah SWT dan Rasul-Nya dan juga kecintaannya kepada sesama muslim.
Pmandangan hidup yang bersifat cinta kasih ini akan timbul dari proses
pembaharuan ruhani bukan akibat yang timbul dari pemaksaan sosialnya. Islam
dengan segala ketentuan, bertindak berlandaskan paham bahwa tiap individu
adalah pusat pikiran, nilai, dan budaya. Ia sebagai individu memiliki harga dan
kehormatan. Nilai pribadi ini tidak boleh dikekang dan harus tetap
mengembangkan dan mempertinggi kemuliaannya. Pandangan ini memungkinkan
setiap individu menggunakan kualitas dan kapasitas dirinya sebagai manusia yang
berakal budi.
11
Erosi total dari inisiatif perseorangan atas nama negara seperti yang terjadi di
negara komunis, hanya akan menenggelamkan seseorang dalam sistem sosial
yang anti progresivitas atau anti kemajuan. Sistem yang dijalankan oleh negara-
negara komunis itu hanya akan menyebabkan penghambaan warga terhadap
negara. Sedangkan persamaan yang diharapkan, justru berakhir pada ketiadaan
persamaan dan ketidakpuasan yang akan menjadi bibit dari timbulnya konflik dan
ketimpangan yang berujung pada ketidakadilan pendapatan, status, dan
kekuasaan. Suatu masyarakat yang berdiri di atas prinsip-prinsip islam tidak dapat
dan tidak akan membiarkan segala sesuatu berjalan begitu saja atau tak
mempedulikan krisis-krisis moral dan ekonomi yang mengancam masyarakat.
Zakat yang mengandung arti tumbuh dan suci, efektif digunakan sebagai
perbendaharaan umum dari tempat dimana ia dengan mudah dapat disimpan atau
dicairkan ketempat-tempatyang membutuhkan. Sehingga dengan maksimal dapat
menumbuhkan kekuatan sosial dan menghasilkan manfaat sebesar-besarnya untuk
mengantisipasi ancaman tanpa harus menimbulkan konflik sosial dan ekonomi.
12
Di akhir penjelasan dalam pendahuluan buku “Zakat dan Dunia Modern”,
Mama kembali mengingatkan bahwa rencana masyarakat atas dasar prinsip-
prinsip Al-Qur’an itu memanusiakan manusia. Hanya ada satu jalan untuk
melepaskan cengkeraman kapitalisme dan penindasan sosialisme yang telah teruji
selama berabad-abad tanpa kegagalan, yaitu jalan yang bernama zakat. Zakat
sebagai salah satu rukun Islam memiliki arti tersendiri. Bila syahadat sebagai
rukun pertama berarti pintu gerbang dari mana manusia masuk ke alam bahagia
dan damai sebagaimana yang ia idam-idamkan, maka shalat adalah latihan,
pembersihan dan pengisian batin agar hidup sesuai dengan alam yang ia masuki.
Zakat kemudian memiliki makna bahwa manusia tidaklah hidup sendiri dan
tujuan hidupnya di alam itu tidak akan tercapai bila tidak hidup bersama dengan
cara yang seharusnya. Yaitu cara yang telah digariskan oleh Sang Pemilik Alam
agar tercipta keteraturan dan kesejahteraan. Arti-arti sosial yang terdapat dalam
shalat berjama’ah, puasa Ramadhan, dan haji akan terlihat lebih konkret dalan
rukun yang betnama zakat.
13
atas kebahagiaan yang ia capai. Hal ini tentu akan mendorong perekonomian
masyarakat menjadi lebih bergairah dan banyak membuka lapangan pekerjaan.
14
dalam masyarakat sudah pupus rasa egoisme dan keinginan menang sendiri
sebagaimana tujuan dari shalat dan zakat.
Inilah posisi penting zakat guna membentuk lingkungan yang sarat dengan
nilai-nilai kebaikan sehingga keteladanan menjadi mungkin untuk diperhatikan
dan tuntunan nilai aqidah menjadi lebih nyata. Zakat adalah pusaka yang paling
ampuh untuk melawan segala ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang
mencengkeram kehidupan masyarakat. Zakat juga ukuran yang paling tepat untuk
menilai diri dan masyarakat kita sendiri, sudahkan kita maksimal berupaya
menjalankan ajaran-ajaran Islam. Bagaikan orang sakit yang mencari pengobatan
dengan sia-sia di luar rumah, padahal di dalam rumah kita sendiri sudah tersedia
obat mujarab yang telah terlupakan. Itulah ibaratnya zakat dalam rumah agama
kita saat ini. Mama Abdullah bin Nuh mengingatkan kita, untuk tak segan
menggunakan dan meninggikan aturan zakat dalam masyarakat kita, agar tercipta
lingkungan seindah di zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya dulu.
6
Abdullah bin Nuh, kitab al- AK.H.laq, (Bogor: Markaz Al-Ghazaly al- Islami, t.t) h. 16-21.
15
Sehingga tercipta tatanan masyarakat berakhlak mulia yang akan mewujudkan
masyarakat aman dan sejahtera.7
16
lemah,” kata Nanat. Di mata Nanat, Amin Aziz merupakan sosok yang religius
dan rendah hati. Menurutnya, sosok Amin Aziz sangat perhatian kepada
masyarakat miskin. Dia membuat kegiatan-kegiatan yang bersifat
mengembangkan ekonomi kecil.
Nanat mengaku terakhir bertemu dengan Amin Aziz tiga bulan yang lalu
dalam forum rapat yang membahas Bank Muamalat untuk kembali ke khitohnya
mengembangkan ekonomi syariah.
Di Indonesia telah banyak Bank Syari'ah yang sudah berdiri. Di sisi lain di
awal pendiriannya di tahun 1990, di Indonesia banyak kesulitan yang dihadapi
oleh para perintis Bank Syari'ah. Kesulitan yang utama pada saat itu masih adanya
Islam Phobia dimana masih adanya ketakutan terhadap berbagai hal yang
"berbau" Islam, termasuk dalam hal pengelolaan ekonomi. Salah seorang yang
sangat berjasa besar dalam membangun Bank Syari'ah di Indonesia adalah M.
Amin Aziz, seorang guru besar Fakultas Pertanian UMY Malang. Prof. Amin
Aziz merupakan salah satu tokoh yang berperan besar dalam sejarah
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Beliau memiliki strategi dan
pemikiran yang cerdas bagaimana merintis perbankan syari'ah. untuk itu rumusan
masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana pembangunan Bank Syariah di
Indonesia dan bagaimana pemikiran dan strategi M. Amin Aziz dalam
pembangunan Bank Syariah di Indonesia.
8
Yudha Manggala P Putra, “Amin Aziz Dikenal Rendah Hati dan Sederhana”
https://www.republika.co.id/berita/n96fpq/amin-aziz-dikenal-rendah-hati-dan-sederhana (diakses
pada 16 septerber 2022).
17
Pemeliharaan, strategi M. Amin Aziz dalam membangun Bank Syari’ah di
Indonesia yang masih diterapkan sampai saat ini yaitu pertama Revitalisasi
Sinergi dengan Bank Induk, Yang kedua Pengembangan Produk, dan yang
terakhir yaitu Pembiayaan yang Lebih Bersifat Produktif. Pemikiran M.Amin
Aziz dalam membangun Bank Syariah dimulai dari membangun dunia perbankan,
Perbankan syariah harus langsung menyentuh ke tingkat masyarakat bawah.9
18
Ide ini kembali digulirkan pada tahun 1973, tetapi gagasan ini belum dapat
terwujud karena kurangnya modal yang diperlukan bagi pendirian sebuah bank.
Kemudian dirundingkan kembali pada awal periode 1990-an diskusi mengenai
bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam. Para tokoh yang terlibat dalam kajian
tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmaja, M.Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin,
M. Amien Aziz, dan lain-lain.13 Diselenggarakan di Cisarua Bogor, yang ide
pertamanya berasal dari Majlis Ulama Indonesia (MUI) kemudian mendapat
dukungan dari pejabat pemerintah, para pengusaha yang berpengalaman dibidang
perbankan.14 Sekalipun status hukum bunga bank masih mengambang dalam
lokakarya tersebut, forum telah berhasil menyepakati untuk mendirikan bank
bebas bunga yang sejalan dengan syari’at Islam. Rekomendasi dari lokakarya
tersebut ditindaklanjuti dengan Musyawarah Nasional MUI ke IV dengan
menugaskan Dewan Pimpinan MUI untuk memprakarsai pendirian bank
tersebut.15 Suatu tim perbankan MUI yang diketuai oleh M. Amin Aziz dibantu
tim hukum ICMI yaitu Karnaen Perwaatmaja. 16 Tim ICMI yang tergabung di
dalamnya adalah Sri-Edi Swasono
Islam: Telaah Historis Kelahiran Perbankan Syariah, (Millah Vol. IV, No. 2, Januari 2005).
13
M. Amin Azis, Mengembangkan Islam di Indonesia (Jakarta: Bankit, 1992).
14
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakarta: Al-
Vabet, 2001), 17.
15
Noor Azmah Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah
Historis Kelahiran Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).
16
Aminuddin, Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia Sebelum dan sesudah
Runtuhnya Rezim Soeharto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 285.
17
Aminuddin, Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia Sebelum dan sesudah
Runtuhnya Rezim Soeharto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 286. Dalam Noor Azmah
Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah Historis Kelahiran
Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).
19
Pada tanggal 21 Pebruari 1991 tim perbankan MUI bersilaturrahim dengan
menteri kehakiman, Ismail Saleh dan memperoleh tanggapan positif dengan
menyatakan kesediaannya untuk memperlancar berdirinya badan hukum bank
tanpa bunga tersebut. Bahkan pada tanggal 29 Maret 1991, menteri muda
keuangan Nasruddin Sumintapura bersedia membuka acara di LPPI. Dalam
sambutannya dikatakan bahwa bank syariah harus mampu untuk menstimulasi
aktivitas investasi, diharapkan dapat menolong masyarakat ekonomi lemah.18
Menristek sekaligus ketua umum ICMI B,J. Habibie yang terlihat paling
antusias menyatakan dukungannya terhadap pendirian bank syariah. Segera
Habibie menggalang dana pensiun dari tiga industri yang berada di bawah
kendalinya dan berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp. 36 M. Jumlah uang
tersebut terus bertambah ketika tim perbankan MUI dipanggil oleh menteri
perindustrian untuk diberikan dana tambahan dari beberapa perusahaan yang
pemiliknya kebanyakan non Islam, termasuk di dalamnya Salim Group.19 Tanggal
27 Agustus 1991 Presiden Soeharto memberikan dana Rp. 3 M dari Yayasan
Amal Bhakti Muslim Pancasila tanpa bunga dan tanpa batas pengembalian.
Selanjunya Presiden akan membantu modal awal yang diperlukan untuk pendirian
bank syariah ini dengan menggelar saresehan di Istana Bogor pada 3 Nopember
1991 yang berhasil dihadiri sekitar 4.600 undangan. Saham yang dijual seharga
Rp. 1000 per-lembar dalam waktu dua jam menggalang dana sekitar Rp. 25 M. 20
Selain keterlibatan Presiden beserta menteri-menterinya tersebut, kehadiran
perbankan syariah juga didukung oleh adanya kebijakan deregulasi perbankan
tahun 1993 yang telah memberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga
termasuk nol persen. Selanjutnya hadirnya paket oktober 1988 (pakto 88) semakin
memperkuat kehadiran perbankan dengan diperbolehkannya menerapkan bunga
18
Darul Aqs}a, Islam in Indonesia, : A Survey of Event and Development From 1998 to March
1993 (Jakarta: INIS, 1995).
19
H. Karnaen A. Parwaatmadja, “Peluang dan Strategi Operasional BMI”, Makalah, 1992. Dalam
Noor Azmah Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah Historis
Kelahiran Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).
20
Aminuddin, Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia Sebelum dan sesudah
Runtuhnya Rezim Soeharto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 287-290 dalam Noor Azmah
Hidayati,”Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat Islam: Telaah Historis Kelahiran
Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2, (Januari 2005).
20
nol persen.21 Dengan izin usaha yang dikeluarkan berdasarkan keputusan menteri
keuangan tanggal 24 April 1992, maka BMI mulai beroperasi tanggal 1 Mei
1992.22 Dengan modal awal Rp. 106.126.382.000,00. Bulan September 1999 Bank
Mu’amalat Indonesia memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Balik Papan dan Makasar.23
21
Muhammad, “Dasar Falsafah dan hukum Bank Syariah”, dalam Muhammad (ed), Bank
Syariah , Analisis Kekuatan, kelemahan, Peluang dan Ancaman (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), 58.
22
Dawam Rahardjo, “Bank Islam”, dalam Ensiklopedi Islam Tematis (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hove). dalam Noor Azmah Hidayati, “Politik Akomodasionis Orde Baru Terhadap Umat
Islam: Telaah Historis Kelahiran Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Millah Vol . IV, No. 2,
(Januari 2005).
23
Bank Mu’amalat “Annual Report”, Jakarta, 1999 dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori dan Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2007), 26-27. 39 Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah dari Teori dan Praktek(Jakarta: Gema Insani, 2007), 26.
24
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori dan Praktek(Jakarta: Gema Insani, 2007),
26.
25
Nasrullah, “Bentuk-Kebijakan-Publik-Terhadap-Bank”, Artikel, http:// nasrulloh-
one.blogspot.com/2009/03/bentuk-kebijakan-publik-terhadap-bank_26. html (diakses pada tanggal
26 september 2009).
21
dari beberapa peraturan perundang-undangan telah dibuat. 26 Yaitu:27 1). UU No.
10/ 1998 Tentang Perbankan; 2). UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia; 3).
UU No. 3/ 2004 Tentang Bank Indonesia; 4). UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga
Penjamin Simpanan. Kemudian disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, PP RI Nomor 39 tahun 2005 tentang Penjaminan
Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, dan PERPRES RI No. 2
tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan. 5). UU No. 19/ 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara; 6). UU No. 21/ 2008 tentang Perbankan Syariah.
26
Nasrullah, “Bentuk-Kebijakan-Publik-Terhadap-Bank”, Artikel, http:// nasrulloh-
one.blogspot.com/2009/03/bentuk-kebijakan-publik-terhadap-bank_26. html (diakses pada tanggal
26 september 2009). Peraturan perundang-undangan yang telah dibuat bagi penguatan perbankan
syariah di era reformasi yaitu: (1). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. (2). Undang-Undang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia. (3). Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. (4). Peraturan Bank Indonesia No. 2/ 7/PBI/2000 tentang Giro
Wajib Minimum Dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum yang Melakukan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. (5). Peraturan Bank Indonesia No. 2/ 8 /PBI/2000 tentang
Pasar Uang Antar bank Berdasarkan Prinsip Syariah. (6). Peraturan Bank Indonesia No. 2/
9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. (7). Peraturan Bank Indonesia No. 4/ 1/
PBI 2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh
Bank Umum Konvensional. (8). Peraturan Bank Indonesia No. 5/ 3/ PBI 2003 tentang Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah. (9). Peraturan Bank Indonesia No. 5/ 7/ PBI 2003
tentang Kualitas Aktifa Produktif Bagi Bank Syariah. (10). Peraturan Bank Indonesia No. 5/ 9/
PBI 2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah. (11). Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir Tahun 1999 tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah. (12). Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir
Tahun 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan tersebut
merupakan landasan berpijak bagi operasional perbankan syariah di Indonesia sebelum
terbentuknya undang-undang perbankan syariah yang khusus. (13). Pada tanggal 16 Juli, disahkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
94. Inilah undang-undang yang yang spesifik mengatur tentang perbankan syariah. Ini merupakan
kebijakan publik yang menjadi payung hukum yang kuat dalam operasional perbankan syariah di
Indonesia.
27
Rama Pratama, “Selamat Datang Undang-Undang Perbankan-Syariah”, Artikel, http://elqorni.
wordpress.com/2009/02/04/welcome-to-undang-undangperbankan-syariah dan-strategi
percepatan-pertumbuhan-bank-syariah/ (diakses pada tanggal 26 september 2009).
22
kantor cabang bank konvensional (office chanelling). Dengan demikian per
September 2009 terdapat 1059 kantor bank syariah yang dioperasikan oleh 5 BUS
dan 24 UUS, serta 1685 layanan syariah.28
28
Ramzi A. Zuhdi, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2010 (Jakarta: Direktorat Bank Syariah-
BI, 2009), 31.
23
KESIMPULAN
Pemikiran ekonomi KH.Abdullah bin Nuh adalah tentanng “ Zakat dan Dunia
Modern “, dimana zakat disini berperan sebagai solusi dalam mengatasi kemiskinan
dan sistem zakat ini dinilai dan diakui lebih baik dibandingkan sitem kapitalisme
dan liberalisme.
24
DAFTAR PUSAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Nuh#:~:text=K.H.%20R.,pendiri
%20pesantren%20Al%20Ghozali%2C%20Bogor
file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/2119-8602-1-PB.pdf
file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/629-Article%20Text-1761-1-10-
20210703%20(3).pdf
http://repository.uinbanten.ac.id/1414/1/1.%20BUKU%20%28Politik
%20Ekonomi%20Islam%20Indonesia%20Era%20Reformasi%29.pdf
https://ejournal.iaimbima.ac.id/index.php/tajdid/article/view/629/456
https://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20157611.pdf
https://journal.aira.or.id/index.php/j-reb/article/view/182/81
25