Oleh:
PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) DATOKARAMA PALU
TAHUN 2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Shalawat serta salam selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad saw.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Pendidikan
Islam. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi penulis dan pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai penulis, kami merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat membutuhkan saran dan kritik yang dapat membangun
kesempurnaan dari makalah ini agar bisa menjadi tulisan yang bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I ....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................................. 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ...................................................................................................... 6
A. Biografi Abdullah Nashih Ulwan ................................................................... 6
B. Pengertian Etika, Moral Akhlak dan Keteladanan ...................................... 8
C. Konsep Pendidikan Etika dan Keteladanan ................................................ 11
D. Konsep Reward dan Punishment ................................................................. 18
BAB III .................................................................................................................. 21
PENUTUP ............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini manusia menghadapi berbagai macam persoalan. Problem-
problem di dunia modern justru disebabkan oleh pemikiran manusia sendiri.
Dibalik kemajuan ilmu dan teknologi, dunia modern sesungguhnya berhadapan
dengan masalah-masalah yang mengancam martabat manusia. Keberhasilan dalam
ekonomi, struktur politik dan peradaban yang maju, pada saat yang sama manusia
menjadi tawanan atas hasil ciptaannya sendiri. Masalah yang melanda kehidupan
manusia era modern ini tidak terlepas dari Barat yang bercita-cita melepaskan diri
dari pengaruh agama. Manusia era modern sekarang ini diposisikan sebagai
mekanisme sebuah proses produksi semata (pabrik). Oleh sebab itu, dalam proses
kerja itu manusia kemudian terbelenggu oleh hasil kerjanya sendiri, terpisah dari
sesamanya. 1
1
. Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, cet. 3, (Bandung: Mizan, 1991),
159-161.
2
. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen
Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009),
101-102.
3
. Zubaedi, Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kepita Selekta
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 51-52.
4
Islam sentuhan yang mencakup setidaknya tiga aspek, yaitu pertama adalah
aspek knowing, yaitu pemahaman yang benar terhadap ajaran agama. Kedua
adalah aspek doing praktik yang benar dalam beragama, dan ketiga adalah aspek
being yaitu kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama Islam. 4
B. Rumusan Masalah
4
. Muhaimin, Op.Cit, 3.
5
. Lift Anis Ma'shumah dalam Ismail SM, (ed), Paradigma Pendidikan Islam, cet. 1,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 226.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-aulad fi al-islam, Jilid. II, (Beirut: Dar al-salam,
1983), 119.
6
kepada Islam, dan lagi pula karena beliau memiliki budaya dan kultur yang
berlandaskan Islam serta berbagai pengalaman kaum muslimin terdahulu dan
dewasa ini. Maka membuatnya tidak memerlukan pendapat orang lain. 7 Sejatinya,
Ulwan adalah pemikir Islam orisinal, gambaran ini diilustrasikan dalam karya
besarnya, Tarbiyah al-aulad fi al-islam. Seringkali Ulwan mengutip al-qur an dan
Hadits dalam mendukung pemikiran-pemikirannya. Dalam memandang media
audio-visual (terutama televisi), yang banyak disoroti adalah efek negatifnya yang
merupakan ciri khas kaum saleh muslim (terutama kaum asketis) terdahulu.
Dalam hal ini ada kemiripan dengan Ibn Miskawaih, akan tetapi ada pemisah
yang mencolok antara keduanya. Ibn Miskawaih merupakan tokoh Islam yang
akrab dengan pemikir-pemikir Yunani yang dipropagandakan sebagai akar
pemikiran Barat, sedangkan Ulwan adalah pemikir Islam orisinal. 8
Ulwan juga seorang penulis produktif, banyak sekali karya-karya terkenal
yang telah ditulisnya. Secara garis besar karya-karyanya dapat dibagi dalam empat
kelompok besar, yaitu:
1. Bidang pendidikan dan pengajaran Ila Waratsati al-anbiya i Hatta Ya lama al-
syabab Tarbiyah al-aulad fi al-islam Hukum al-islam fi al-tilfiziyyun
2. Bidang fiqh dan muammalah Fadhail al-shiyam wa Ahkamuh Ahkam al-zakat
Adab al-khithabah wa al-zifaf wa Huquq al-zaujain Aqabat al-zawaj wa al-thuruq Mu
alajatiha ala Dawai al- Islam Nihzam al-rizq fi al-islam Hukm al-islam fi Wasail al-
Ilam Al-Islam Syariah al-zaman wa al-makan
3. Bidang akidah Syubuhat wa Rudud Haula al-aqidah wa Ashl al-irtsan Huriyah al-
Itiqad fi al-syariah
7
. Wahbi Sulaiman al-ghawajj al-albani, Sebuah Pengantar, dalam Abdullah Nashih Ulwan,
Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jamaludin Miri, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999)
8
. Abdullah Nashih Ulwan Pemikiran-pemikirannya dalam Bidang Pendidikan, dalam Ruswan
Thoyib (eds.), Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), 53-54.
7
4. Bidang umum Al-Takaful al-ijtima i fi al-islam Shalahuddin al-ayyubi Ahkam al-ta
min Takwin al-syahsyiyah al-insaniyah fi Nazhair al-islam Al-Qaumiyah fi Mizan al-
islam.
B. Pengertian Etika, Moral Akhlak dan Keteladanan
Menurut bahasa etika ialah ilmu yang membahas tentang perihal yang baik
dan perihal yang buruk, dan membahas tentang masalah hak dan kewajiban moral
atau akhlak (baik dan buruk).9 Etika dalam pandangan Amin Syukur disebut ilmu
akhlak. Akhlak adalah suatu bidang ilmu yang membahas permasalahan perilaku
manusia tentang perihal baik dan buruknya. Dalam pandangan Fazlur Rahman
kerangka akhlak meliputi Iman, Islam dan Taqwa. Ketiga tidak dapat dipisahkan.
Iman terkait dengan kehidupan batin, Islam berkaitan dengan amalan lahir, dan
taqwa secara serempak terdiri dari keimanan dan keislaman.10
Moral dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti; 1. Ajaran tentang baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak budi
pekerti; 2. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat,
bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap
dalam perbuatan; 3. Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.
Moral adalah segala yang berurusan dengan sopan santun, yang
berhubungan dengan etiket. Sumber moral bisa berasal dari tradisi masyarakat,
agama, ideologi atau gabungan dari beberapa sumber tersebut. Oleh sebab itu,
kepribadian seseorang bisa dipengaruhi oleh cara berpikirnya yang berdasarkan
pertimbangan moral tertentu. Pertimbangan berdasarkan moral yang baik yang
dimiliki seseorang akan dapat membantu dalam pembentukan kepribadian yang
baik. 11
Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa, dengan bentuk jamaknya
9
. Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002),309.
10
. Amin Syukur, Tasawuf Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 163-165.
11
. Syarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet 1, 34.
8
adalah khuluqun yang artinya tabiat, budi pekerti. Kata itu dalam kamus al-
Munawir artinya adat kebiasaan (al-adat), keprawiraan, kekesatriaan, kejantanan
(al-muru’at), agama (ad-din), kemarahan (al-ghadab). Selain itu pula memiliki
kesesuaian dengan khalqun yang artinya adalah kejadian. Kata lainnya adalah
khaliq yang artinya pencipta dan makhluk yang artinya diciptakan. 12
Penjelasan Amin Syukur tentang akhlak merupakan bagian dari tasawuf. Salah
satu karakteristik mistisisme termasuk tasawuf adalah peningkatan moralitas/etika.
Oleh karena itu, tasawuf mempunyai kaitan erat dengan teori-teori moral yang lazim
disebut etika. Teori etika al-Ghazali umumnya ditulis setelah menempuh jalan
hidup sufi. Disebabkan kondisi kerohaniannya banyak berpengaruh terhadap
bangunan konsepsi etikanya. Di sisi lain, teori etikanya juga dilatarbelakangi oleh
kondisiobyektif masyarakatnya yang mengalami degradasi moralnya dan merugikan
kehidupan akhirat. Perhatian utama hidup dan pemikirannya selama menempuh
kehidupan sufi adalah kehidupan akhirat yang baik, karena faktor inilah yang
menyebabkan etikanya bersifat religius dansufistik.14
12
. Tim Penyusun Kamus, Op.Cit,754-755.
13
. Dalam Maktabah Samilah, Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’kub Miskawaih,
Tahdzibal-Akhlak wa Tathir al-A’araq, Juz 1, (Bairut: Maktabah al-Tsaqafah ad-Diniyyah, 2001), 41.
14
. Amin Syukur, Intelektualisme Tasawuf, cet. 2, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.
183.
9
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, pengertian etika ialah ilmu yang
membicarakan tentang sesuatu yang menurut ukuran dikatakan baik dan buruk
tentang perihal yang terkait dengan moral (akhlak). Adapun moral membahas tentang
hal-hal yang berkaitan sopan santun. Adapun sumbernya dapat berasal dari
kebudayaan, tradisi atau adat istiadat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan
dari beberapa sumber. Sumber moral dalam Islam paling utama adalah agama,
sebagai cerminan keimanan seseorang dalam berperilaku dalam kehidupannya.
10
(temporal) diubah
Adapun keteladanan berasal dari kata teladan yang artinya adalah sesuatu
hal yang layak dan patut untuk ditiru, dengan kata lain merupakan contoh yang
baik. 15 Pandangan Said Muhammad Qabil, keteladanan merupakan contoh yang
diikuti oleh orang lain, lalu di ikuti oleh orang yang lainnya dan akan melakukan
apa yang dilakukan oleh yang mencontohkannya.16 Teladan adalah di antara
metode yang paling penting dalam pendidikan, baik untuk pendidikan yang sudah
dewasa maupun untuk anak kecil sama saja. Teladan melahirkan sikap
menghargai keutamaan akhlak melalui pengamalannya dalam kehidupan sehari-
hari.
Keteladanan seorang pendidik merupakan salah satu faktor kunci yang
menentukan baik buruknya sifat anak. Bila orang tua berakhlak mulia dan
menghindari perilaku tercela maka anak akan mencontohnya. Oleh sebab itu,
sebagai orang tua harus menjadi teladan dan dapat memperlihatkan contoh yang
baik kepada anak-anaknya. 17
15
. Tim Reality, Kamus Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Reality Publisher,
2008), 625.
16
. Mahmud Al-Khal’awi dan Muhamad Said Mursi, Mendidik Anak dengan Cerdas, (Solo:
Insan Kamil, 2007), 90.
17
. Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, (Yogyakarta: Belukar,
2006), 34
11
1. Aspek Pedagogis
Dalam proses pendidikan anak akan berhasil jika ada keserasian antara
kecerdasan dan minatnya, antara pembawaan dan pandangannya. Siapa yang
cenderung kepada sastra, syair tulis menulis, tidak menonjol di bidang ilmu ukur,
ilmu eksak, kedokteran dan matematika. Siapa yang berbakat dalam ilmu ukur,
matematika, kedokteran maka sulit menonjol dalam syair dansastra.20
18
. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 2, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), 86-89.
19
. ibid, 445.
20
. ibid, 450.
12
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial, makhluk berkebudayaan,
makhluk yang membutuhkan dan memerlukan makhluk lainnya. Oleh karena itu
maka manusia perlu melakukan pemindahan dan penyaluran serta pengoperan
kebudayaannya kepada generasiyang akan menggantikannya di kemudian hari. 21
21
. Abdullah Nashih Ulwan, Op.Cit, hlm. 435.
22
. ibid, 436
23
. ibid, 439
24
. ibid, 463
13
3. Aspek Tauhid
25
. Nur Uhbiyati, Op.Cit, 86-89.
26
. Abdullah Nashih Ulwan, Op.Cit, hlm. 165.
14
dan buruknya. 27
a. Tabiat yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki
dan tanpa diupayakan.
b. Adat yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan yakni
berdasarkan keinginan.
c. Watak yakni meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal yang
diupayakan hingga menjadi adat.
Akhlak atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang
akan muncul secara spontan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu dalam melahirkan perbuatan-perbuatan, serta tidak memerlukan dorongan
dari luar sebagaimana yang diutarakan oleh Imam al-Ghazali dan IbnuMiskawaih.
Etika atau akhlak dapat dikatakan sebagai pendidikan moral dalam diskursus
pendidikan islam. Telaah tentang konsep etika oleh Abdullah Nashih Ulwan sejalan
dengan teori etika al- Ghazali yang bercorak teologis yang berakar pada pemikiran
Aristoteles dan para filosof muslim lainnya seperti ibnu Sina, al-Farabi, dan Ibnu
Miskawaih yang menimbang bahwa nilai kebaikan dan keburukan suatu perbuatan
dikaitkan dengan akibatnya. 29
27
. Amin Syukur, Tasawuf Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 163.
28
. Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), 10.
29
. Amin Syukur dan Masyarudin, Intelektualisme Tasawuf, cet. 2, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012), hlm. 186.
15
Pokok permasalahan yang menjadi bahasan ilmu akhlak adalah perbuatan dan
perilaku manusia, lalu ditentukan kriterianya tersebut, apakah termasuk bagian dari
kriteria yang baik atau kriteria yang buruk. Oleh sebab itu, ruang lingkup
pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. maka ukuran yang harus digunakan
adalah ukuran normatif., jika perbuatan tersebut dikatakan baik atau buruk.
Pembagian skhlak secara definitif secara umum di bedakan menjadi dua, yaitu
akhlak terpuji (mahmudah) dan akhlak yang tercela (madzmumah). Jika suatu
perbuatan manusia sesuai dengan perintah Allah dan rasul, kemudian melahirkan
perbuatan yang baik, itulah yang disebut sebagai akhlak terpuji. Jika sesuai dengan
apa yang dilarang, perbuatan-perbuatan yang buruk, perilaku tersebut dinamakan
sebagai yang tercela.
30
. Muhammad Zain Yusuf, Akhlak Tasawuf, (Semarang: Al-Husna, 1993), 22.
16
Keteladanan merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
merealisasikan tujuan pendidikan Islam dengan memberi contoh keteladanan
yang baik agar anak didik dapat berkembang secara fisik dan mental serta
memiliki akhlak yang baik. 31 Dalam hal ini Abdullah Nashih Ulwan
menyatakan bahwa keteladanan merupakan metode yang berpengaruh dan
terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk karakteristik
anak. Pendidik merupakan figur terbaik dalam pandangan anak yang akan ditiru
oleh mereka dalam berbagai bentuk perkataan dan perbuatan.32Meskipun
manusia memiliki kepribadian yang unik dan membedakannya dengan
kepribadian manusia lainnya, di dalam diri manusia terdapat potensi dasar
(fitrah) yang sama sebagai individu. Fitrah berarti potensi yang dimiliki manusia
untuk menerima agama, iman dan tauhid serta perilaku suci. Dalam
pertumbuhannya, manusia itu sendiri yang berupaya mengarahkan fitrah kepada
iman atau tauhid melalui pendidikan, pergaulan dan lingkungan yang kondusif.33
Oleh sebab itu, diperlukannya pendidikan melalui keteladanan dan pembiasaan
agar fitrah manusia senantiasa terjaga.Akhlak manusia dapat dibina proses
pendidikan dan pembiasaan, sehingga suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya
otomatis tanpa direncanakan terlebih dulu dan dilakukan dengan otomatis tanpa
pelu dipikirkan lagi. Dengan proses pendidikan pembiasaan memberikan
kesempatan kepada anak didik terbiasa mengamalkan ajaran-ajaran agamanya,
baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.
Pembiasaan diri dan pengalaman ini penting untuk diterapkan karena
pembentukan akhlak dan rohani, serta pembinaan sosial memerlukan latihan
yang terus menerus. Pendidikan dengan pembiasaan yaitu membiasakan anak
31
. Binti Maunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), 102.
32
. Abdullah Nashih Ulwan, Op.Cit, 142
33
. Abdurrahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), 46.
17
dengan hal-hal tertentu sehingga menjadi kebiasaan dirinya, dan melakukannya
dengan tanpa perlu pengarahan. 34
Yang tidak kalah pentingnya dalam usaha pembentukan karakter anak
melalui pembiasaan yaitu dengan cara melatih dan membiasakan anak dengan
segala jenis perilaku, etika dan akhlak Islami. Dengan membiasakan anak
berakhlak Islami pada akhirnya menjadi kebiasaan yang mengakar dalam diri
anak dan karakter yang istimewa bagi anak, orang tua membiasakan diri pada
anaknya dengan tradisi-tradisi Islami yang merupakan metode yang menyeluruh
dan mencakup seluruh lini kehidupan dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Pembentukan kebiasaan dapat dilakukan melalui teladan yang baik.35
D. Konsep Reward dan Punishment
Abdullah Nashih Ulwan Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Ulwan
merupakan tokoh ulama Islam orisinal, beliau jarang mengutip pendapat orang-
orang di luar Islam. Ulwan mengutip sebuah hadits dari Aisyah, ketika menjawab
pertanyaan tentang akhlak Nabi saw. Jawaban Aisyah akhlak Nabi adalah al-
quran. Menurut Ulwan, jawaban tersebut sangat mendalam, singkat dan
universal, karena menghimpun metode al-qur an secara universal dan prinsip-
prinsip budi pekerti yang utama. Dengan demikian Nabi saw. merupakan
penterjemah hidup keutamaan-keutamaan al-qur an, gambaran yang bergerak
dari petunjuk al-quran yang abadi. 36 Sehingga segala sesuatu yang telah
dicontohkan dan dipraktikan oleh Nabi saw. harus direfleksikan oleh umat Islam
sendiri. Sebagaiman petunjukkan al-qur an menyebutkan pada surah Al-ahzab
ayat 21 yang artinya:
“Sesungguhnya bagi kamu sekalian dalam diri Rasulullah terdapat suri
tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan keridhaan Allah dan
34
. Muhammad Rasyid Dimas, 25 Cara Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak, (Jakarta: Pustaka
AlKautsar, 2006), 62.
35
. Ibid, 46.
36
. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-aulad fi al-islam, Jilid II, op. cit., 635.
18
hari akhir, dan mengingat Allah sebanyak-banyaknya.”
Lalu pada surah Al-hasyr ayat 7 yang artinya:
“Dan segala apa yang telah dikerjakan oleh Rasul maka ambillah, segala
apa yang dilarang olehnya maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada
Allah sesungguhnya Ia Maha dasyat siksaan-nya.”
Melihat melalui kaca mata pendidikan, Nabi saw. dianggap oleh para sahabat
sebagai guru riil, an actual teacher, yang bisa dilihat seharihari dengan mata
kepala sendiri. Umat yang sekarang memandang Nabi sebagai guru imajiner,
tetapi efektif. Yakni guru yang belum pernah bertatap muka, tapi kedekatan umat
Islam dengannya dan ajaran-ajarannya mengalahkan dimensi ruang dan waktu.
Sehingga pendidikan yang diajukan oleh ulwan adalah hasil dari interpretasi dan
modifikasinya terhadap al-qur an dan sunnah Nabi saw. Dengan demikian,
seorang pendidik harus mampu merefleksikan perilaku pendidikan yang telah
dilakukan oleh Nabi yang sangat menomersatukan perhatianya terhadap umat.
Ketika pendidik mendapatkan anak didiknya mengerjakan perbuatan munkar
atau dosa, seperti mencuri atau mengeluarkan kata-kata kotor, pendeknya
melakukan pelanggaran dan menyalahi ketentuan dari akhlak, perlu adanya
tahdzir, peringatan dan penjelasan bahwa perbuatan tersebut munkar, keji, busuk
dan hukumnya haram. Sebaliknya, ketika anak didik mengerjakan kebaikan atau
perbuatan ma’ruf seperti sadaqah atau memberikan pertolongan, pendidik
memberikan targhib, dorongan atau dukungan, untuk terus mengerjakan serta
menjelaskan bahwa perbuatan tersebut baik dan halal. 37 Menurut Ulwan, dalam
rangka rangka menghasilkan dan memilki peran yang sangat besar dalam
membentuk moral, dan membiasakan anak didik berakhlak mulia yaitu
diantaranya dengan cara targhib (pemberian stimulus berupa pujian dan sesuatu
yang menyenangkan) dan tarhib (pemberian stimulus berupa peringatan atau
sesuatu yang ditakuti). Atau bahkan pendidik pada kondisi tertentu terpaksa
memberikan uqubah, hukuman, jika dipandang terdapat kemaslahatan dalam
37
. ibid, 89.
19
proses taqwim alinhiraf wa al- iwijaj, meluruskan penyimpangan dan
penyelewengan.
38
. Muhammad Thalib, Pendidikan dengan Metode 30 T, (Bandung: Irsyad Baitus Salam,
1996), 156-157.
39
. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-aulad fi al-islam, Jilid II, op. cit.,729.
40
. ibid, 753.
20
BAB III
PENUTUP
Corak pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dipetakan menjadi beberapa
aspek, yaitu aspek pedagogis, aspek sosial dan kultural, dan aspek tauhid. Aspek-
aspek tersebut dikaitkan dengan konsep pendidikan etika dan keteladanan adalah
bagian dari tanggung jawab pendidik. Konsep pendidikan etika disebut
pendidikan akhlak yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia dan
menetapkan perbuatan-perbuatan itu tergolong perbuatan yang baik atau
perbuatan yang buruk. Adapun dalam konsep pendidikan keteladanan menurut
Abdullah Nashih Ulwan melahirkan sikap menghargai keutamaan akhlak melalui
praktik dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan etika
dan keteladanan Abdullah Nashih Ulwan menempatkan guru sebagai model,
yaitu pendidikan yang dapat menampilkan perilakunya yang baik sebagai contoh
atau teladan kepada anak-anak didiknya agar dapat melahirkan perilaku yang
baik sebagai cerminan kepribadian guru.
Seorang pendidik harus pendai menyembunyikan kemarahannya,
menampakkan kesabaran, hormat, lemah lembut, kasih sayang, dan tabah dalam
mencapai sesuatu keinginan. Dengan demikian dalam memandang kesalahan
anak, seorang pendidik tidak langsung menyimaknya hanya sebagai kesalahan
semata. Akan tetapi, harus senantiasa melihat apa sebab yang melatar belakangi
kesalahan tersebut. Bisa jadi karena unsur ketidaktahuan, keteledoran, atau
kemungkinan-kemungkinan lain, mengingat anak didik bukanlah seperti
pendidik sendiri, bukan orang dewasa.
21
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011).
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-aulad fi al-islam, Jilid II, op. cit.,729.
Dalam Maktabah Samilah, Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’kub Miskawaih,
Tahdzibal-Akhlak wa Tathir al-A’araq, Juz 1, (Bairut: Maktabah al-Tsaqafah
ad-Diniyyah, 2001).
Lift Anis Ma'shumah dalam Ismail SM, (ed), Paradigma Pendidikan Islam, cet. 1,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).
Mahmud Al-Khal’awi dan Muhamad Said Mursi, Mendidik Anak dengan Cerdas,
(Solo: Insan Kamil, 2007).
22
Muhammad Rasyid Dimas, 25 Cara Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak, (Jakarta:
Pustaka AlKautsar, 2006).
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 2, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998).
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002).
Tim Reality, Kamus Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Reality Publisher,
2008).
Zubaedi, Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kepita Selekta
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).
23