Disusun Oleh :
M Mafrukhin (2220006)
TEMANGGUNG
2021
1
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Dasar yang diampu oleh
Faizah, M.Pd.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar – besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen mata
kuliah Filsafat Pendidikan Dasar kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, saya ucapkan terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk membaca makalah
yang kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………..…….……………… 5
A. Kesimpulan............................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan telah menjadi icon yang selalu menarik untuk diperbincangkan dan dikritisi
demi kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Baik di kalangan pemerhati pendidikan,
praktisi pendidikan dan lain sebagainya. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman yang
semakin pesat, yang syarat dengan kemajuan sains dan teknologi, informasi pendidikan semakin
massif. Pendidikan memegang peran strategis dalam membangun karakter bangsa yang lebih
ramah dan menyenangkan.
Pendidikan merupakan media untuk membentuk manusia. Terdapat jalin kelindan yang
erat antara pendidikan dan manusia dan mustahil dipisahkan. Pendidikan juga dapatdikatakan
sebagai proses humanisasi untuk membimbing manusia menjadi dewasa secara ruhani sehingga
menjadi lebih manusiawi. Jalan yang ditempuh tentu menggunakan massifikasi jalur kultural dan
bukan model kapitalisasi pendidikan atau politisasi pendidikan, karena pendidikan pada
hakekatnya berusa membentuk insan akademis yang berwawasan dan berkepribadian
kemanusiaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat Pendidikan Pembebasan dan Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Dasar?
3. Apa Persoalan Kontemporer di Era Revolusi Industri 4.0 dalam Pendidikan Dasar?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Hakikat Pendidikan Pembebasan dan Pendidikan Karakter dalam Pendidikan
Dasar.
3. Untuk mengetahui Persoalan Kontemporer di Era Revolusi Industri 4.0 dalam Pendidikan Dasar.
BAB II
4
PEMBAHASAN
Adalah Fiere yang begitu bersemangat mengeritik sistem pendidikan yang stagnan dan
cenderung menindas ini. Menurutnya, saat itu (ketika pada masanya) pendidikan di Brasil telah
menjadi alat penindasan dari kekuasaan untuk membiarkan rakyat dalam keterbelakangannya
dan ketidaksadarannya bahwa ia telah menderita dan tertindas. Pendidikan gaya bank, dimana
murid menjadi tabungan dan guru adalah penabung, adalah gaya pendidikan yang telah
melahirkan gepantara guru dengan murid. Dapat dipastikan bahwa konsep gaya bank
mengakibatkan terjadinya kejumudan berpikir dan matinya kesadaran kritis murid, karena
mereka hanya menjadi pendengar, pencatat, penghapal dan mengulangi ungkapan-ungkapan
yang disampaikan oleh guru tanpa menyadari dan memahami arti dan makna yang
sesungguhnya. Inilah yang disebut Freire sebagai kebudayaan bisu (the culture of silence).
1
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Maarif, 1980), h. 92
2
Rusli Karim, “PendidikanIslamSebagai Upaya Pembebasan Manusia” dalam Muslih Usa (ed), PendidikanIslamdi
Indonesia; Antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), h. 28
5
Untuk itu Fiere merasa terpanggil mengantisipasi persoalan tersebut demi masa depan
kemanusiaan. Menurutnya, kaum tertindas yang menginternalisasi citra diri kaum penindas dan
menyesuaikan diri dengan jalan fikiran mereka, akan membawa rasa takut yang berat. Padahal
kebebasan menghendaki mereka, untuk menolak citra diri tersebut harus menggantinya dengan
perasaan bebas serta tanggung jawab. Kebebasan hanya dapat direbut bukan dihadiahkan,
demikian Friere.3
Menurut Fiere, manusia sekarang telah dikuasai oleh kekuatan mitos-mitos dan telah
dimanipulasi oleh iklan-iklan yang jitu, kampanye idiologi, dan lainnya tanpa disadari oleh
manusia modern, yang pada gilirannya akan menghilangkan kemampuan untuk memilih dan
mengambil keputusan secara bebas. Manusia modern, kemudian tidak tidak terbiasa untuk
menagkap sendiri tugas-tugas zaman, melainkan hanya menerima apa adanya dari hasil
penafsiran penguasa atau kaum “elit”. Pendidikan kritis yang digagas oleh Freire merupakan
suatu bentuk kritik sosial, di mana semua pengetahuan pada dasarnya dimediasi oleh linguistik
yang tidak bisa dihindari secara sosial dan historis, individu-individu secara syechochical
berhubungan dengan masyarakat yang lebih luas melalui tradisi mediasi (yaitu bagaimana
lingkup keluarga, teman, agama, sekolah, formal, budaya, dan sebagainya). Pendidikan
mempunyai hubungan dialogis dengan konteks sosial yang melingkupinya. Sehingga, pendidikan
harus kritis terhadap fenomena yang ada dengan mengunakan pola pembahasan yang bernuansa
sosio-historis.
Oleh sebab itu, kesadaran kritis menjadi tolak pemikiran pembebasann Freire. Tanpa
kesadaran kritis rakyat bahwa mereka sedang ditindas oleh kekuasaan, tak mungkin pembebasan
itu dapat dilakukan. Karena itu, konsep pendidikan Freire ditujukan untuk membuka kesadaran
kritis rakyat itu melalui pemberantasan buta huruf dan pendampingan langsung dikalangan
rakyat tertindas. Upaya membuka kesadaran kritis rakyat itu, di mata kekuasaan rupanya lebih
3
Paulo Fiere, Pendidikan Kaum Tertindas, Terj, (Jakarta: LP3ES, 1985). Terutama pada bab. 2.
6
dipandang sebagai suatu “gerakan politik” dari pada suatu gerakan yang mencerdaskan rakyat.
Karena itu, pada tahun 1864 Freire diusir oleh pemerintah untuk meninggalkan Brazil.
Pendidikan pembebasan, menurut Freire adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari
kondisi kerucut (submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society). Dalam Bahasa
lain Yamin menjelaskan, pendidikan yang diperjuangkan Freire adalah pendidikan yang mampu
memberikan warna dan arah baru perubahan struktur berpikir masyarakat dari masyarakat yang
berpikir magis dan naïf menuju masyarakat yang berpikir kritis. Tujuan pendidikan Freire
tersebut ingin agar masyarakat mampu menemukan jati dirinya tanpa meniru maupun menjiplak
orang lain. Pendidikan otonom bagi diri sendiri sangat penting diparksiskan agar pendidikan
betulbetul hadir menyelamatkan manusia dari jurang kebodohan.4
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk
melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas
4
Moh. Yamin,Menggugat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara, (Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media), h. 147-14
7
program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi
Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan
kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan,
memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.
Atas dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya sekedar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah
usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu
bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata
lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing),
perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action)
sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
8
Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin
Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17)
Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab.
5
Kementerian Pendidikan Nasional, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, (Jakarta : Balitbang Pusat
kurikulum dan Perbukuan, 2011), h. 6-10
6
James J. Heckman, Encyclopedia on Early Childhood Development Centre of Excellence for Early Childhood
Development, (Chicago : September 1, 2004), h.1
9
2) Tokoh-tokoh Islam
Ibnu Sina adalah salah satu tokoh pemikir muslim yang paling banyak menguasai
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Beliau di lahirkan di desa Afsyanah, dekat bukhara di
kawasan asia tengah pada tahun 370 H dan beliau meninggal dunia di Hamadzan pada tahun 428
H (1038 M ) dalam usia 57 tahun dan negara-negara barat yang lebih di kenal dengan sebutan
avicena. Namun, orang turki, persia, dan arab mengkalim bahwa Ibnu Sina adalah bangsanya.
Hal ini di karnakan sosok dari Ibnu Sina berkebangsaan turki, sedangkan ayah beliau adalah
berkebangsaan arab.7 Pola pemikiran ibnu sina dalam ilmu pendidikan adalah pendidikan adalah
sarana utama untuk mempetahankan unsur-unsur pembeda dai mahluk lain “karamah” yang di
anugrahkan allah kepada manusia (Q.S al isra ;70) hal ini menunjukan bahwa pendidikan tidak
akan pernah lepas dari kajian tentang hakikat manusia. Pentingnya membidik manusia sebagai
segala konsep pendidikan karena manusia adalah unsur vital di setiap dalam usaha pendidikan.
Selain di pandang sebagi subjek , Pembelajaran pendidikan agama memikiki kelemahan,
pendidikan agama cendrung bertumpu dengan aspek kogniif dari pada aspek efektif dan aspek
psikomotorik peserta didik.8
Al-Ghazali yang bernama lengkapkan Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad ibn
Muhammad Ibn Muhammad Al tusi Al-Ghazali, beliau dilahirkan di tus, dekat masyhad,
khurusan, pada tahun 450 H atau 1058 M. Dan sosok ayah yang penenun wol (ghazzal), sehingga
beliau di juluki sebagai Al-Ghazali. Ia wafat pada 11 jumadil akhir 505H bertepatan dengan
tanggal 1 desember 111M. Al-Ghazali mempelajari ilmu ushuludin, ilmu fiqih, ilmu mantiq,
ilmu akidah ahlak, usul fiqh ,dan filstafa. 9 Pola pemikiran al ghazali dalam sistem pendidikan
ahlak yaitu ada dua cara dalam mendidik nya. Yang pertama ilmu ladunniah yaitu ilmu yang
memohon karunia allah swt dan semua fitrahnya dengan kesempurnaan, patuh kepada akal dan
agama. Dan yang kedua adalah ilmu riyadhah yaitu ilmu yang membawa diri kepada perbuatan
yang di kehendaki dengan ahlak tersebut.10 Arti yang di maksud pendidikan akidah ahlak adalah
cara menanakan nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai agama,dan memberi karakter terhadap siswa.
Pendidikan akidah ahlak mempunyai tujuan untuk anak didik mempunyai karakter baik dalam
7
Aris Try Andreas Putra, “Pemikiran Filosofis Pendidikan Ibnu Sina Dan Implikasinya Pada Pendidikan Islam
Kontemporer,” Literasi (Jurnal Ilmu Pendidikan) 6, no. 2 (5 Agustus 2016), h.191–201
8
Abdullah Nur, “Ibnu Sina: Pemikiran Fisafatnya Tentang Al-Fayd, Al-Nafs, Al-Nubuwwah, Dan Al-Wujûd,”
Hunafa: Jurnal Studia Islamika 6, no. 1 (15 April 2009), h.105–106
9
Agung Setiyawan, “Konsep Pendidikan Menurut Al-Ghazali Dan Al-Farabi (Studi Komparasi Pemikiran),”
Tarbawiyah Jurnal Ilmiah Pendidikan 13, no. 01 (16 Mei 2016), h.51–71.
10
Eko Setiawan, “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Perspektif Imam Al Ghazali,” Jurnal Kependidikan 5, no. 1 (31
Mei 2017): h. 46-47.
10
agama islam, yaitu bersikap baik kepada allah swt, baik kepada diri sendiri mapun kepada orang
lain dan terhadap lingkungan serta kepada bangsa dan tanah air.11
3) Tokoh-tokoh Indonesia
11
Dedi Wahyudi dan Nelly Agustin, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Akidah Akhlak
Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Naturalistik Eksistensial Spiritual,” Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam 9, no. 1 (8 Juni 2018), h.37–59.
11
dapat menjadi salah satu solusi membangun kembali pendidikan dan kebudayaan nasional yang
telah diporak-porandakan oleh kepentingan kekuasan dan neoliberalisme.
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 Apil 1879. Beliau adalah seorang tokoh pahlawan
nasional Indonesia dari suku Jawa. Raden Ajeng Kartini berasal dari bangsa priyayi. Kartini
bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai usia 12 tahun. Di sisi lain Kartini belajar
Bahasa Belanda. Ia juga banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh
Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel paket majalah yang diedarkan took buku
kepada langganan. Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahaun yang cukup
berat. Kartini banyak membuat tulisan dan mengutip kalimat. Perhatiannya tersorot pada
emansipasi wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian
dari gerakan yang lebih luas. Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia
merupakan salah satu contoh kontribusi wanita dalam sejarah. Kartini mendobrak kondisi yang
memprihatinkan tersebut dengan membangun sekolah khusus wanita. Selain itu beliau juga
mendirikan perpustakaan bagi anak-anak. Kartini dalam memajukan pendidikan Indonesia
tertuang dalam karya nya “Door Duisternis Tot Licht”, yang diartikan sebagai ‘habis gelap
terbitlah terang’. Kartini telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam pendidikan
Indonesia. Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus mempunyai pemikiran jauh ke
depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal penting. Pendidikan akan mampu mengangkat
derajat dan martabat bangsa. Kartini konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang
mengasah budi pekerti, atau yang kita kenal sebagai pendidikan karakter pada masa sekarang.
Kartini mengatakan bahwa pendidikan itu janganlah hanya akal saja yang dipertajam, tetapi budi
pekerti pun harus dipertinggi. Sekolah diperlukan dalam memajukan pendidikan. Pendidikan di
sekolah juga harus dibarengi dengan pendidikan di keluarga. Untuk para guru di sekolah, kartini
berharap guru tidak hanya mengajar semata, tetapi juga harus menjadi pendidik. Dalam notanya
berjudul ‘Berilah Orang Jawa Pendidikan’ Kartini dengan tegas mengatakan “guru-guru
memiliki tugas rangkap: menjadi guru dan pendidik! Mereka harus melaksanakan pendidikan
rangkap itu, yaitu pendidikan pikiran dan budi pekerti” Bagi Kartini mendidik perempuan
merupakan kunci peradaban, karena perempuan yang akan mendidik anak-anak (generasi muda).
Beliau juga memiliki pemikiran tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah berkewajiban
meningkatkan kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan,
dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan cerdas. Namun Kartini
juga tidak lantas membatasi pendidikan yang normatif, beliau memberi kebebasan kepada siswa
untuk berpikir dan mengutarakan pendapat. Bahan bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena
bahan bacaan atau yang sekarang ini kita artikan sebagai sumber belajar merupakan alat
pendidikan yang diharapkan banyak mendatangkan kebajikan. Anak-anak hendaknya diberi
bahan bacaan yang mengasyikkan , bukan karangan kering yang semata-mata ilmiah.
12
Pendidikan harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau industri. Oleh
sebab itu perkembangan pendidikan di dunia tidak lepas dari adanya perkembangan dari revolusi
industri yang terjadi di dunia, karena secara tidak langsung perubahan tatanan ekonomi turut
merubah tatanan pendidikan di suatu negara. Revolusi industri dimulai dari 1) Revolusi Industri
1.0 yang terjadi pada abad ke-18 melalui penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang
dapat diproduksi secara masal, 2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui
penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi
pada sekitar tahun 1970-an melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0
sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010-an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing
sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Kemunculan mesin
uap padaabad ke-18 telah berhasil mengakselerasi perekonomian secara drastis dimana dalam
jangka waktu dua abad telah mempu meningkatkan penghasilan perkapita negara-negara di dunia
menjadi enam kali lipat.Revolusi industri kedua dikenal sebagai Revolusi Teknologi. Revolusi
ini ditandai dengan penggunaan dan produksi besi dan baja dalam skala besar, meluasnya
penggunaan tenaga uap, mesin telegraf. Selain itu minyak bumi mulai ditemukan dan digunakan
secara luas dan periode awal digunakannya listrik. Pada revolusi industri ketiga, industri
manufaktur telah beralih menjadi bisnis digital. Teknologi digital telah menguasai industri media
dan ritel. Revolusi industri ketiga mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat
kontemporer. Revolusi ini telah mempersingkat jarak dan waktu, revolusi ini mengedepankan
sisi real time. Perubahan besar terjadi dalam sektor industri di era revolusi industri keempat, kita
bisa melihat saat ini di mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya di
hampir lini kehidupan manusia. Pada era ini hampir seluruh model bisnis mengalami perubahan
besar, dari hulu sampai hilir.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah langkah strategis yang
ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya ini dilakukan untuk
mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah ditetapkan untuk memanfaatkan peluang di
era revolusi industri keempat. Salah satu visi penyusunan Making Indonesia 4.0 adalah
menjadikan Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di
dunia pada tahun 2030. Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu bagian dari 10 prioritas
dalam melaksanakan program making indonesia 4.0. SDM adalah hal yang penting untuk
mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0.Indonesia berencana untuk merombak
13
kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM ( Science , Technology ,
Engineering , the Arts, dan Mathematics ), menyelaraskan kurikulum pendidikan nasional
dengan kebutuhan industri di masa mendatang. Indonesia akan bekerja sama dengan pelaku
industri dan pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus
memperbaiki program mobilitas tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM
dalam mempercepat transfer kemampuan. Diketahui bahwa Fokus keahlian bidang Pendidikan
abad 21 saat ini meliputi cretivity, critical thingking, communication dan collaboration atau yang
dikenal dengan 4Cs.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempersiapkan SDM Indonesia yang mampu
bersaing secara global untuk menyambut revolusi industri 4.0 melalui penyesuaian
perkembangan pendidikan diantaranya melalui pemanfaatan E-learning.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paulo freire ia menjadikan pendidikan sebagai alat atau sarana untuk membebaskan
masyarakat dari kepentingan kelompok elit yang menginginkan masyarakat menjadikan objek
kepentingannya sehingga terjadi ke senjangan antara kaum elit dan masyarakat pada ilmunya.
Dari segi program pemikiran pendidikan Paulo Freire cenderung tidak memiliki agenda atau
kurikulum yang harus dicapai. Berbagai hal yang dipelajari tampaknya diserahkan sepenuhnya
kepada masyarakat. Sehingga boleh jadi tidak tercapai target kompetensi utama. Di lihat dari
sitem yang diterapkan pendidikan bersifat kritis, kesadaran, pemahaman yang mendalam dan
bukan bersifat reflektif. Selalu mengedepankan dialog ini menempatkan seseorang dalam posisi
yang sejajar tidak menguasai, tidak saling memojok, dan tidak saling merendahkan, setiap orang
mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapat yang harus di hargai dan di hormati.
Inilah mungkin kesamaannya dengan pendidikan Islam yang lebih mengutamakan nilai-nilai
akhlak dalam semua diri kesiatanya.
14
uoaya pemerintah untuk memperioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan
pendidikan.
Tokoh-tokoh dalam pendidikan dasar antara lain: Martin Luther, Jean-Jacques Rousseau,
Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ki Hajar Dewantara dan Raden Ajeng Kartini.
Revolusi industri dimulai dari 1) Revolusi Industri 1.0 yang terjadi pada abad ke-18
melalui penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal, 2)
Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat biaya
produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970-an melalui
penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010-
an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan
konektivitas manusia dan mesin.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat banyak kesalahan baik dari isi
dan cara penulisan. Untuk menyempurnakan makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca atau pihak yang menggunakan makalah ini. Dengan kerendahan hati
penulis mohon maaf apabila banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, dengan senang
hati kritik dan saran dan pandangan dari berbagai pihak menyempurnakan makalah ini. Atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Langgulung. 1980 Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: al Maarif.
Moh. Yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar
Dewantara. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Nur, Abdullah. “Ibnu Sina: Pemikiran Fisafatnya Tentang Al-Fayd, Al-Nafs, Al-Nubuwwah,
Dan Al-Wujûd.” Hunafa: Jurnal Studia Islamika 6, No. 1 (15 April 2009)
15
Pranoto, Alvini.dkk. 2009. Sains dan Teknologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Putra, Aris Try Andreas. “Pemikiran Filosofis Pendidikan Ibnu Sina Dan Implikasinya Pada
Pendidikan Islam Kontemporer.” Literasi (Jurnal Ilmu Pendidikan) 6, No. 2 (5 Agustus 2016)
Rusli Karim. 1999 “Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia” dalam Muslih Usa
(ed), Pendidikan Islam Di Indonesia; Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Setiyawan, Agung. “Konsep Pendidikan Menurut Al-Ghazali Dan Al-Farabi (Studi Komparasi
Pemikiran).” Tarbawiyah Jurnal Ilmiah Pendidikan 13, No. 01 (16 Mei 2016)
Setiawan, Eko. “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Perspektif Imam Al Ghazali.” Jurnal
Kependidikan5, No. 1 (31 Mei 2017)
Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.
Wahyudi, Dedi, Dan Nelly Agustin. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran
Akidah Akhlak Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Naturalistik Eksistensial
Spiritual.” Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam9, No. 1 (8 Juni 2018)
16