Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIKAN ISLAM ERA MILENIAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu Pendidikan islam

Dosen Pengampu :

Dr. Azkia Muharom, M.A.

Disusun Oleh :

Kelompok 12

Ibrohim 191105010513

Elywarni 191105010497

Ratu Balqis Sholiha 191105010408

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam ini karena atas izin dan
kehendak-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam kita haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberitahu kita jakan benar berupa ajaran
agama yang sempurna serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Terimakasih juga kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan


ide-idenya sehingga makalah ini bisa tersusun. Penulisan dan pembuatan makalah ini ialah
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam.

Semoga isi makalah ini dapat dengan mudah dipahami oleh siapapun, menjadi ilmu
bermanfaat dan dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan-
permasalahan lain pada makalah-makalah selanjutnya. Sebelumnya kami meminta maaf
apabila terdapat kesalahan penulisan kata dan kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah-
kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang tepat. Serta tak lupa kami juga berharap kepada
pembaca dapat memberi masukan, saran serta kritikan yang membangun pada makalah ini
demi terciptanya sebuah makalah yang lebih baik.

Bogor, 15 Oktober 20
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Sistem Pendidikan Islam Era Milenial....................................................................
B. Kurikulum Pendidikan Islam Era Milenial..............................................................
C. Lembaga Pendidikan Islam Era Milenial................................................................
D. Tokoh Pendidikan Islam Era Milenial.....................................................................
E. Faktor Penunjang & Penghambat Pendidikan Islam Era Milenial..........................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Sistem berarti perangkat unsur secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk totalitas, susunan yang teratur dari
pandangan, teori, asas dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan islam
maka sestem pendidikan islam adalah seperangkat unsur yang terdapat dalam
pendidikan yang berorientasi pada ajaran islam yang saling berkaitan sehingga
membentuk satu kesatuan dalam mencapai satu tujuan. Sistem Pendidikan Islam
merupakan cara dan langkah yang tersusun berdasarkan sumber-sumber ajaran islam
dengan dalam melaksanakan pendidikan secara baik dan teratur dalam mencapai
tujuan pendidikan islam.
Hubungan antara nilai-nilai dan unsur-unsur dalam suatu Sistem pendidikan
Islam merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antar satu dengan
lainnya, ibarat gula dengan manisnya dan garam dengan asinnya.
Pendidikan Islam adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan
sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah
agama Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-
latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan serta panca indera yang
dimilikinya.
Dalam Perspektif budaya, pendidikahn Islam adalah sebagai pewarisan budaya,
yaitu sebagai alat transmisi unsur-unsur pokok budaya kepada para generasi, sehingga
identitas umat tatap terpelihara dalam tangangan zaman, bahkan dalam terma sosio
kultural yang plural dikatakan pendidikan Islam tanpa daya sentuhan budaya akan
kehilangan daya tarik yang pada akhinya hanya akan menjadi tontonan artifisial yang
membosankan ditengah percaturan arus globalisasi.
Dari berbagai literature tampaknya Pendidikan Islam sebagai suatu sistem
tidaklah sama dengan sistem pendidikan kontemporer pada umumnya. Hal ini juga
disinyalir oleh Ramayulis “ pendidikan Islam memiliki system yang berbeda dengan
system pendidikan lain. Namun pendidikan Islam yang didasrkan pada Al-Qur’an dan
Hadits Nabi tidak menyebutkan secara spesifik tentang sistem pendidikan.
Prof.Dr.H.Ramayulis membagi sistem pendidikan[2] tersebut atas empat unsur,
yaitu :
1. Kegiatan pendidikan yang meliputi: pendidikan diri sendiri, pendidikan oleh
lingkungan, pendidikan oleh seseorang terhadap orang lain
2. Binaan pendidikan, mencangkup: jasmani akal dan galbu
3. Tempat pendidikan mencnagkup: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat
4.Komponen pendidikan mencangkup: dasar, tujuan, materi, metode, media, evaluasi,
administrasi, dan dan sebagainya.
B. Kurikulum Pendidikan islam Era Milenial
Perkataan kurikulum awal mulanya mulai dikenal dalam bidang pendidikan,
kurang lebih sejak satu abad yang lalu, dan dipergunakan pertama kali dalam bidang
olahraga,8 dengan istilah “Curriculae” yang berartikan sebagai pelari yang harus
mampu menempuh jarak langkahnya dari awal hingga akhir.9 Dalam Bahasa latin,
kurikulum berasal dari bahasa latin “Curiculum” dan dalam bahasa Prancis “Cuurier”
yang berarti berlari. Dalam peraturan pemerintah, No.19, Tahun 2005, tentang
Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa: kurikulum merupakan sekumpulan
rencana dan pengaturan berkaitan tujuan, isi, serta bahan pembelajaran dan strategi
yang dipakai sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran untuk
pencapaian tujuan pendidikan. Di lembaga pendidikan Islam, terdapat bagian-bagian
yang harus ada, serta tidak dapat terpisahkan. Dan bagian-bagian tersebut, termasuk
kedalam masalah-masalah yang ada dalam pendidikan, yaitu guru, peserta didik,
kurikulum, kemudian tujuan, serta evaluasi yang bertujuan untuk mengevaluasi
apakah pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan atau
belum.
Pada hakikatnya kurikulum pendidikan islam di era milenial merupaka suatu
usaha secara sadar untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang jelas dalam
membentuk kepribadian Muslim, dan sudah sangat berkembang dan berkemajuan
dengan pesat, dimana dahulu kurikulum pendidikan agama Islam, hanya mencakup
lingkup pembelajaran agama Islam (fikih, al-Qur’an dan Hadits, aqidah akhlak,
sejarah kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab), sekarang banyak lembaga pendidikan
yang mengembangkan kurikulum pendidikan agama Islam secara variative, seperti
pembelajaran tahfidzul Qur’an, mahfudzot, imla’, dan lain sebagainya. Pengembagan
kurikulum pendidikan agama Islam di era revolusi industry 4.0, merupakan alat yang
dapat digunakan sebagai pengembangan kemampuan intelektual peserta didik dalam
menghadapi tantangan di masa yang akan datang, khususnya kemampuan
berperasaan, berpikir, dan berbuat. Oleh karena itu, pada hakekatnya prinsip
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam yang baik, lebih mengarah kepada
peranan kurikulum pendidikan agama Islam untuk membentuk dan mengubah
paradigma masyarakat dalam berbuat dan berpikir.
C. Lembaga Pendidikan Islam Era Milenial
1. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi
bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu
penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat
dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik,
materil, kongkrit, dan 2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak.
Dalam bahasa inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu
sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam
pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma
untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan
bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata.
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembagapendidikan dengan
orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap
pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan
penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang terhadap peserta didik, sehingga
dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang wajar bukan merupakan
keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu bentuk
organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan
relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas
formal dan sangsi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Daud Ali dan Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang
kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil,
kongkrit dan kedua pengertian secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat
dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi
fisik menampakkan suatu badan dan sarana yang didalamnya ada beberapa orang
yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan
suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan.
Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat diartikan suatu
wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam. Dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian
kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan
adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penananggung jawab
pendidikan itu sendiri.
Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalamkelembagaannya
tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada.Lembaga tersebut juga
institusi atau pranata, sedangkan lembaga sosialadalah suatu bentuk organisasi
yang tersusun realatif tepat atas pola-polatingkah laku, peranan-peranan dan
relasi-relasi yang yang terarah dalammengikat individu yang mempunyai otoritas
formal dan sangsi hukum,guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Menurut Pius Partanto, M. Dahlan Al Barry ”lembaga adalah badanatau yayasan
yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan,kemasyarakatan dan
sebagainya”
Menurut Muhaimin ”lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentukorganisasi
yang mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankanfungsinya, serta
mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikatindividu yang berada dalam
naungannya, sehingga lembaga ini mempunyaikekuatan hukum sendiri”.
Merujuk dari pendapat di atas lembaga pendidikan Islam adalah tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam bersama dengan prosespembudayaan
serta dapat mengikat individu yang berda dalamnaungannya, sehingga lembaga ini
mempunyai kekuatan hukum. Pendidikan Islam yang berlangsung melalui proses
operasionalmenuju tujuannya, memerlukan sistem yang konsisten dan
dapatmendukung nilai-nilai moral spiritual yang melandasinya. Nilai-nilaitersebut
diaktualisasikan berdasarkan otentasi kebutuhan perkembanganfitrah siswa yang
dipadu dengan pengaruh lingkungan kultural yang ada
2. JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2008) mengemukakan beberapa jenis
lembaga pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan
madrasah.Selain yang di ungkapkandari Abdul Mujib dan jusuf Mudzakkir juga
akan dipaparkan tentang lembaga pendidikan Islam
MajelisTa’limdanPerguruanTinggi Islam (IAIN).
 Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan
nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan
(suami, istri), persusuan, dan pemerdekaan.[9] Pentingnya serta keutamaan
keluarga sebagai lembaga pendidikan islam disyaratkan dalam al-Quran:
[10] Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka”. (Q.S. al-Tahrim : 6) Sebagai pendidik anak-
anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan memiliki bentuk yang
berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari
nafkah untuk mencukupi kebutuhaan keluarganya melalui pemanfaatan
karunia Allah SWT di muka bumi (QS. Al-Jumu’ah : 10) dan selanjutnya
dinafkahkan pada anak istrinya (QS. al-Baqarah: 228, 233). Kewajiban ibu
adalah menjaga, memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya,
terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Dalam sabda Nabi SAW.
dinyatakan: “Dan perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan
akan ditanyai dari pimpinannya itu” (HR. Bukhari-Muslim).
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga
dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat
dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang
lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah
dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan yang
diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehingga
masjid, pondok pesantren dan sekolah merupakan tempat peralihan dari
pendidikan keluarga.
Secara umum, kewajiban orang tua pada anak-anaknya adalah sebagi
berikut:
1. Mendo’akan anak-anaknya dengan do’a yang baik. (QS. al-Furqan:
74)
2. Memelihara anak dari api neraka. (QS. at-Tahrim: 6)
3. Menyerukan shalat pada anaknya. (QS. Thaha: 132)
4. Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. (QS. an-Nisa’: 128)
5. Mencintai dan menyayangi anak-anaknya. (QS. ali Imran: 140)
6. Bersikap hati-hati terhadap anak-anaknya. (QS. al-Taghabun: 14)
7. Mencari nafkah yang halal. (QS. al-Baqarah: 233)
8. Mendidik anak agar berbakti pada bapak-ibu (QS. an-Nisa’: 36, al-
An’am: 151, al-Isra’: 23) dengan cara mendo’akannya yang baik.
9. Memberi air susu sampai 2 tahun. (QS. al-Baqarah: 233)

Peranan para orang tua sebagai pendidik adalah:


1. korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak
memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya;
2. inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi
pengembangan kreativitas anak;
3. informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu
pengetahuan kepada anak agar ilmu pengetahuan anak didik semakin
luas dan mendalam;
4. organisator, yaitu memiliki keampuan mengelola kegiatan
pembelajaran anak yang baik dan benar;
5. motivator, yaitu mendorong anak semakin aktif dan kreatif dalam
belajar;
6. inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan
kemajuan pendidikan anak;
7. fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran
bagi kegiatan belajar anak;
8. pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak ke arah
kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai
dengan nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang berlaku di
masyarakat.
 Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Secara harfiah, masjid adalah “tempat untuk bersujud”. Namun, dalam


arti terminologi, masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan
aktivitas ibadah dalam arti yang luas[15]. Dalam bahasa Indonesia, masjid
diartikan rumah tempat bersembahyang bagi orang Islam. Di dalam bahasa
inggris, kata masjid merupakan terjemahan dari kata mosque. Pendidikan
Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga
pengembangan pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan sutau lingkaran
(lembaga) dan ditumbuhkannya. Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit,
tidak sebagaimana pada zaman Nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-
lembaga sosial keagamaan semakin memadat, sehingga masjid terkesan
sebagai tempat ibadah shalat saja. Pada mulanya, masjid merupakan sentral
kebudayaan masyarakat Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat
pendidikan, dan pusat pemukiman, serta sebagai tempat ibadah dan I’tikaf.
Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk
kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid,
akan terlihat hidupnya Sunnah-sunnah Islam, menghilangkan segala bid’ah,
mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangnya stratafikasi
status sosial-ekonomi dalam pendidikan. Karena itu, masjid merupakan
lembaga kedua setelah lembaga pendidikan keluarga.
Fungsi masjid dapat lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas-
fasilitas terjadinya proses belajar mengajar. Fasilitas yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
1. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan
berbagai disiplin keilmuan.
2. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum dan
sesudah shalat jamaah. Program inilah yang dikenal dengan istilah
“I’tikaf ilmiah”.
3. Ruang kuliah, baik digunakan untuk traning (tadrib) remaja masjid,
atau juga untuk Madrasah Diniyah. Omar Amin Hoesin memberi
istilah ruang kuliah tersebut dengan Sekolah Masjid. Kurikulum
yang disampaikan khusus mengenai materi-materi keagamaan
untuk membantu pendidikan formal, yang proporsi materi
keagamaannya lebih minim dibandingkan dengan proporsi materi
umum.
4. Apabila memungkinkan, teknik ceramah dapat diubah dengan
teknik komunikasi transaksi, yakni antara penceramah dengan para
audien, terjadi dialog aktif satu sama lain, sehingga situasi dalam
ceramah menjadi semakin aktif dan tidak monoton.

Menurut Abuddin Nata, terdapat dua peran yang dilakukan oleh


masjid. Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan
nonformal. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dilihat
dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, shalat Idul Fitri,
Idul Adha, berzikir dan berdo’a. Pada semua kegiatan ibadah tersebut terdapat
nilai-nilai pendidikan mental spiritual yang amat dalam. Adapun peran masjid
sebagai lembaga pendidikan nonformal dapat terlihat dari sejumlah kegiatan
pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqoh (lingkaran studi) yang
dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya tentang ilmu agama
Islam dengan berbagai cabangnya. Kegiatan tersebut berlangsung mengalir
sedemikian rupa, tanpa sebuah aturan formal yang tertulis dan mengikat secara
kaku. Kedua, peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan
dan kepemimpinan. Hal-hal yang berkaitan dengan kepentinagan masyarakat
dapat dipelajari di masjid dengan cara melibatkan diri dalam berbagai kegiatan
yang bersiafat amaliah. Mereka yang banyak terlibat dan aktif dalam berbagai
kegiatan di masjid akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan
kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan dan
kepemimpinan.
 Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kehadiran kerajaan Bani Umaiyah menjadikan pesatnya ilmu
pengetahuan, sehingga anak-anak masyarakat Islam tidak hanya belajar di
masjid tetapi juga pada lembaga-lembaga yang ketiga, yaitu “kuttab” (pondok
pesantren). Kuttab, dengan karateristik khasnya, merupakan wahana dan
lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan
sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya kuttab mengalami
perkembangan pesat karena didukung oleh dana dari iuran masyarakat serta
adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan peserta didik.
Di Indonesia, istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok
pesantren” yaitu suatu lemabaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat
seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta
didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan
pendidikan tersebut, serta didukung adanya pemondokon atau asrama sebagai
tempat tinggal para santri.
Menurut para ahli pesantren baru dapat disebut pesantren bila
memenuhi lima syarat, yaitu: (1) ada kiai, (2) ada pondok, (3) ada masjid, (4)
ada santri, (5) ada pelajaran membaca kitab kuning.
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah:
1. Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi
manusia yang berkepribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya
ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar
melalui ilmu dan amalnya,
2. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi
orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang
bersangkutan serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya
dalam masyarakat.

Sebagai lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren


memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model
sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan serogan. Di Jawa
Barat, metode tersebut diistilahkan dengan benndungan, sedangkan di
Sumatera digunakan istilah halaqah.
1. Metode wetonan (halaqah). Metode yang di dalamnya terdapat
seorang kiai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu,
sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri
mendengar dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan
sebagai proses belajar mengaji secara kolektif.
2. Metode serogan. Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-
kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca
dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenari
kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar
individual.

Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang


dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab,
morfologi Arab, hukuk Islam, sistem yurisprudensi islam, Hadis, tafsir Al-
Quran, teologi islam, tasawuf, tarikh, dan retorika. Dan literatur ilmu-ilmu
tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan istilah “kitab
kuning”. Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan
eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang terdapat, yaitu di
dalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini
pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam
rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu:
1. Mulai akrab dengan metodelogi modern.
2. Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya
terbuka atas perkembangan di luar dirinya.
3. Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan
ketergantungannya dengan kiai tidak absolute, dan sekaligus dapat
membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata
pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan
kerja.
4. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.

Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur,


sistem dan nilai. Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini
telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai
jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus
transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan
yang drastis, misalnya:
1. perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan
menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah
madrasah (sekolah);
2. pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan
pengetahuan agama dan bahasa arab;
3. bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya
keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat
sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan pendidikan
agama, kesehatan dan olahraga, serta kesenian yang islami;
4. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai
tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah
tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.
 Madrasah Sebagai Lembaga Pendidiakan Islam
Madrasah adalah isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah
atau tempat untuk belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering
dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun
sekolah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pada ilmu
pengetahuan pada umumnya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan
merupakan fenomena yang merata di seluruh negara, baik pada negara-negara
Islam, maupun negara lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas
masyarakat Islam.
Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui
Perdana Menteri Bani Saljuk yang bernama Nidzam al-Muluk, melalui
Madrasah Nidzamiah yang didirikannya pada tahun 1065 M.[30] Selanjutnya,
Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar setelah
Nizam al-Mulk adalah Shalah al-Din al-Ayyubi.
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidaknya
mempunyai empat latar belakang, yaitu:
1. sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan
Islam;
2. usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu
sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk
memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum,
misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan
ijazah;
3. adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam,
khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem
pendidikan mereka; dan
4. sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan
tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan
modern dari hasil akulturasi.

Menurut Abuddin Nata, khususnya di Indonesia dinamika


pertumbuhan dan perkembangan madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan
dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah di negara lain.
Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya terdiri dari mata
pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah
Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang
berciri khas agama, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah
Diniyah dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan dan
pemahaman terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung hingga
kelas empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas
agama dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi
para pelajar yang nantinya akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan
pilihannya. Di antara madrasah tersebut sebagian besar rata-rata lebih dari
80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah negeri.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan wahana yang benar-
benar memenuhi elemen-elemen institusi secara sempurna, yang tidak terjadi
pada lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Frank P. Besag dan Jack L.
Nelson menyatakan elemen institusi sekolah terdiri atas tujuh macam, yaitu:
1. Utility (kegunaan dan fungsi). Suatu lembaga sekolah diharapkan
memberi kontribusi terhadap tuntutan masyarakat yang ada,
tuntutan kelembagaan sendiri dan aktor.
2. Actor (pelaku). Actor berperan dalam pelaksanaan tujuan dan
fungsi kelembagaan, sehingga actor tersebut mempunyai status
dalam institusi tempat ia berada.
3. Organisasi. Organisasi dalam institusi tergambar dengan beberapa
bentuk dan hubungan-hubungannya antar-aktor.
4. Share in society (tersebar dalam masyarakat). Institusi memberikan
seperangkat nilai, ide, dan sikap dominan dalam masyarakat, serta
mempunyai hubungan-hubungan dengan institusi lain, baik
terhadap sistem politik, ekonomi masyarakat, kebudayaan,
pengetahuan, dan kepercayaan.
5. Sanction (sanksi). Institusi memberikan penghargaan dan hukuman
bagi actor. Wewenang sanksi diperlakukan bila berhubungan
dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat tempat institusi
berada, dan sanksi dijatuhkan sesuai dengan ukurannya.
6. Ceremony (upacara, ritus, dan simbol). Upacara dalam pendidikan
dilakukan sebagai pengikat tentang status, pengetahuan, dan nilai
seperti acara wisuda.
7. Resistance to change (menentang perubahan). Institusi berorientasi
terhadap status quo akan menimbulkan problem baru. Institusi
didirikan untuk tujuan sosial tertentu, sehingga ia hidup dengan
cara tertentu pula. Oleh karena itu, actor sering khawatir
melakukan kesalahan, walaupun hal-hal yang dilakukan
mengandung inovasi positif. Perubahan yang terjadi akan menjadi
sorotan masyarakat.
 MajlisTa’limSebagai Lembaga Pendidiakan Islam
1. Pengertian Majlis Ta’lim
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengertian majlis adalah
Lembaga (Organisasi) sebagai wadah pengajian dan kata Majlis dalam
kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat nonpemerintah yang terdiri
atas para ulama’ Islam. Adapun arti Ta’lim adalah Pengajaran , jadi
menurut arti dan pengertian di atas maka secara istilah Majlis Ta’lim
adalah Lembaga Pendidikan Non Formal Islam yang memiliki kurikulum
sendiri/aturan sendiri, yang diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan
diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan
mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan
Allah, manusia dan sesamanya dan manusia dan lingkungannya, dalam
rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Dari pengertian di atas tentunya Majlis Ta’lim mempunyai perbedaan
dengan lembaga lembaga lainnya, tentunya sebagai lembaga nonformal
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Sebagai lembaga non formal maka kegiatannya dilaksanakan
dilembaga-lembaga khusus masjid, mushola, atau rumah-rumah
anggota bahkan sampai ke hotel-hotel.
2. Tidak ada aturan kelembagaan yang ketat sehingga sifatnya suka
rela. Tidak ada kurikulum, yang materinya adalah segala aspek
ajaran agama.
3. Bertujuan mengkaji , mendalami dan mengamalkan ajaran Islam
disamping berusaha menyebarluaskan.
4. Antara ustadz pemberi materi dengan jamaah sebagai penerima
materi berkomonikasi secara langsung.
Berarti Majlis Ta’lim adalah wadah pembentuk jiwa dan
kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam
seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam Indonesia, maka sudah
selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami mendapat
perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan
yang memiliki keseimbangan antara potensi intelektual dan mental
spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang semakin
global dan maju.
2. Tujuan dan Fungsi Majlis Ta’lim
Setelah kita tahu tentang pengertian Majlis Ta’lim sebagai lembaga
non formal yang mempunyai kedudukan dan fungsi sebagai alat dan
sekaligus sebagai media pembinaan dalam beragama ( da’wah Islamiyah ),
hal ini dapat dirumuskan fungsi Majlis Ta’lim sebagai berikut :
1. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka
membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Sebagai taman rekreasi rohaniyah karena penyelenggaraanya
bersifat santai
3. Sebagai ajang berlangsungnya silaturrohnmi masa yang dapat
menghidupsuburkan da’wah dan ukhuwah Islamiyah.
4. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama’ dan umara’
dengan umat.
5. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi
pembangunan umat dan bangsa pada umumnya.

Dilihat dari segi tujuan, majlis ta’lim termasuk sarana dakwah


Islamiyah yang secara self . standing dan self disciplined mengatur dan
melaksanakan berbaga ikegiatan berdasarkan musyawarah untuk
mufakat demi untuk kelancaran pelaksanaan ta’lim Islami sesuai
dengan tuntutan pesertanya. Dilihat dari aspek sejarah sebelum
kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat lembaga
pendidikan Islam memegang peranan sangat penting dalam penyebaran
ajaran Islam di Indonesia. Disamping peranannya yang ikut
menentukan dalam membangkitkan sikap patriotismedan nasionalisme
sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia, lembaga ini ikutserta
menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk
dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut
ada yang berbentuk langgar, surau, rangkang.
3. Peranan Majlis Ta’lim
Majlis Ta’lim merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang
tumbuh dan berkembang dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang
kepentingannya untuk kemaslahatan umat manusia.
Pertumbuhan Majlis Ta’lim dikalangan masyarakat menunjukkan
kebutuhan dan hasrat anggota masyarakat tersebut akan pendidikan agama.
Pada kebutuhan dan hasra masyarakat yang lebih luas yakni sebagai usaha
memecahkan masalah–masalah menuju kehidupan yang lebih bahagia.
Meningkatkan tuntutan jamaah dan peranan pendidikan yang bersifat
nonformal, menimbulkan pula kesadarana dari dan inisiatif dari para ulama
beserta anggota masyarakat untuk memperbaiki , meningkatkan dan
mengembangkan kwalitas dan kemampuan , sehingga eksistensi dan
peranan serta fungsi majlis ta’lim benar benar berjalan dengan baik.
Disamping peranan Majlis Ta’lim terdapat pada fungsi di atas , namun
disini H.M. Arifin mengatakan bahwa “ Peranan secara fungsional majelis
taílim adalah mengokohkan landasan hidup manusia muslim Indonesia
pada khususnya di bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam
upaya meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriah dan
batiniahnya, duniawi dan ukhrawiah.
D. Tokoh Pndidikan Islam Era Milenial
Millennial adalah istilah cohort dalam demografi, merupakan kata benda yang
berarti pengikut atau kelompok. Millennial (lahir pada tahun 1980-2000). Dalam
literatur lain, Menurut Absher dan Amidjaya bahwa generasi millennial merupakan
generasi yang lahirnya berkisar antara 1982 sampai dengan 2002, selisih yang tidak
terlalu signifikan.1 Pada era milenial internet menjadi media favorit. Salah satu situs
terkenal yang ada dalam jaringan fitur internet adalah YouTube. YouTube adalah
salah satu situs web video sharing (berbagi video) yang hadir dalam dunia maya atau
digital internet. Melalui YouTube, pengunjung internet atau situs ini bisa meng-
uploud, melihat atau berbagi video. Pada saat seperti ini, mereka membutuhkan
bimbingan keagamaan atau spiritualitas dengan cara yang sangat mudah dan hemat
waktu. Oleh karena itu, situs YouTube yang sering mereka manfaatkan untuk
memperoleh penguatan spiritualitas. Para da’i yang terlibat dalam program-program
dakwah islami di situs YouTube misalnya ustadz Hanan Attaki dan ustadz Adi
Hidayat adalah tokoh bimbingan keagamaan di kalangan anak muda muslim generasi
millennial dan berbagai macam akun YouTube dakwah lainnya

E. Faktor Penunjang Dan Penghambat Pendidikan Islam Era Milenial


a. Penunjang :
Salah satu faktor penunjang Pendidikan di era milenial ialah teknologi dan
informasi yang semakin pesat. Dari pesatnya teknologi ini menawarkan banyak
kemudahan mengakses apapun, salah satunya ialah mudahnya akses
pembelajaran memalui internet. Hal ini menunjang dalam dunia Pendidikan. Kini
penerapan teknologi komunikasi dan informasi menjadi suatu hal yang
diwajibkan. Karena sekolah maupun civitas akademi lainnya telah menggunakan
teknologi sebagai penunjang kegiatannya. Dengan mudahnya akses Pendidikan
melalui teknologi masa milenial ini menjadikan kemudahan dalam
pembelajaran,karena tidak banyak waktu dan tenaga yang diperlukan. dengan
teknologi banyak pilihan pembelajaran yang dapat dinikmati dengan mudah,
contohnya saja seperti yang gunakan sekarang ini ialah dengan mengakses
aplikasi digital seperti e-journal, e-library, dan sebagainya.
Salah satu model pembelajaran yang telah diterapkan oleh beberapa
masyarakat adalah model E-learning. E-learning merupakan bentuk model
pembelajaran yang difasilitasi dan didukung pemanfaatannya teknologi informasi
1
Iffah Al Walidah, Tabayyun di Era Generasi Millennial, Jurnal Living Hadis, Vol. 2 Nomor 1, Oktober, 2017, h.
320.
dan komunikasi. Istilah E-learning lebih tepat ditujukan sebagai usaha untuk
membuat sebuah tranformasi proses pembelajaran yang ada di sekolah atau
perguruan tinggi ke dalam bentuk digital yang dijembatani teknologi internet.
(Munir,2009:169).
Dengan teknologi yang pesat ini sesorang dapat mengakses apapun, baik itu
ilmu pengetahuan, ilmu agama dan informasi lainnya yang diinginkan. Seperti hal
nya mudah mengakses materi pembelajaran mengenai agama islam, baik itu
dalam bentuk video ataupun gambar sehingga mudah dipahami.
b. Penghambat :
Era milenial merupakan era dimana era teknologi digital dapat diakses dimana
dan kapanpun sehingga menunjang dalam Pendidikan, termasuk Pendidikan islam.
Dimana kemudahan ini dapat memudahkan dalam mencari apa yang kita butuhkan.
Namun Adapun faktor yang dapat menghambat Pendidikan islam di era milenial
ini adalah kurang meleknya terhadap teknologi. Melek digital merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang digunakandalam berbagai perangkat
digital seperti smratphone, tablet, laptop, dan pc desktop, yang semuanya dianggap
sebagai jaringan dari pada perangkat koputasi. Dalam Pendidikan Guru mempuyai
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevalusi peserta didik.2 tidak jarang peserta didik yang belum mampu
memilah dan memanfaatkan internet dengan baik karena mereka cenderung mudah
terpengaruh pada lingkungan sosialnya tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan
dampak posistif dan negatif ketika berinteraksi di Internet. Untuk kondisi yang
seperti ini tentunya membutuhkan peran guru yang benar-benar mampu untuk
membimbing, mengarahkan, dan mampu memfilter hal-hal yang kurang sesuai
pada penyimpangan tersebut. 3 tidak hanya guru dalam hal ini orang tua pun
berperan penting dalam mengawasi anaknya karena kemudahan akses apapun
dalam era milenial ini.
Faktor penghambat lain ialah terkadang teknologi tidak dapat diprediksi kapan
akan terjadi gangguan atau kerusakan, sehingga dapat menghambat pembelajaran
Revolusi industri 4.0 ini juga membawa tantangan yang sangat krusial. Wolker
mengatakan tantangan yang dihadapi adalah; (1) masalah mengenai teknologi; (2)
kendala dalam mesin atau teknologi; (3) kurangnya keterampilan dalam mengatasi
revolusi industri; (4) tidak mau berpikir maju dengan menggunakan teknologi. 4
Dari pernyataan Wolker tersebut bahwa keempat hal yang dikatakan oleh beliau itu
sama dengan keadaan pendidikan Islam pada saat ini yaitu memiliki permasalahan
dalam menggunakan teknologi dan masih banyak yang enggan membuka
pemikiran bahwa teknologi memang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan.5

2
Nahruna, “Tantangan Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam di Era Milenial”, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol.2 No.2, 2019, 251
3
Miftah Mucharomah, ‘Guru Di Era Milenia Dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin’, Jurnal Edukasia Islamika 2
(2017): 201–21.
4
Muhammad Ghifari, Al-Qur’an Sebagai Weltanschauung Revolusi Industri 4.0 dalam Menghadapi Tantangan
Barat Pada Abad Ke-21, Jurnal Nun Vol 5, No 2, 2019
5
Imam Syahroni, dkk, 2020, “Eksistensi Pendidikan Islam Untuk Menjawab Tantangan Perubahan Dunia
Pendidikan Di Era Milenia”, Jurnal Tawadhu. Vol. 4 No. 1,
https://ejournal.iaiig.ac.id/index.php/TWD/article/view/221
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Made pirdata, landasan kependidikan stimulasi ilmu pendidikan bercorak indonesia(jakarta:
kalam mulia, 2002) cet. Ke 23 h.26
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS
Lisdawati. 2012. Sistem Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Abu Hanifa. Riau :PDF
al-Qusyairi, Abi Abd Allah Muhammad bin Yazid. Al-Sunan Ibnu Majjah. Juz 1. t.tp: Isa al-
Babi al-Halabi wa Syirkah.al-Qusyairi, Muslim ibn Al-Hajjaj ibn Muslim. Shahih Muslim.
Juz VIII. Kairo: Dar al-Hadis, t.th.al-Rasyid, dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam,
Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputra Press, 2005.al-Syaibany, Omar
Muhammad alToumy. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.Abbas, M.S.
Pendidikan Bangsa. Yogyakarta: Adi Cipta Karya, 2009.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke 2.Jakarta:
Kencana.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia.
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Cet. K-10.Bandung:
Rosda.
Pius Partanto, M. Dahlan Al Barry, kamus ilmiah populer (Surabaya: Arkola, 1994) hlm. 406
Muhimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm.
231
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 231.
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung, 1996, hal 40
Dra.Hj.Enung K Rukiati dan Dra.Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
( Bandung : Pustaka Setia , 2006 ), Cet. 1, hal. 134
Zuhairi, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 192
Hasbullah. 1996. KapitaselektaPendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada, hlm: 102-103
Amalia, Ainun. 2019. “Muslim Generasi Milenial dan Media Dakwah”. Skripsi. Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Komunikasi Penyiaean Islam, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel, Surabaya.
Afifah. 2018. “Pendidikan Masa Kini Di Era Milenial”,
http://dimensipers.com/2018/02/20/pendidikan-masa-kini-di-era-millenial,/, diakses pada 14
Oktober 2020 pukul 17.14
Syahroni, Imam, Dkk. 2020. “Eksistensi Pendidikan Islam Untuk Menjawab Tantangan
Perubahan Dunia Pendidikan Di Era Milenia” dalam Jurnal Tawadhu Vol. 4 No. 1
https://ejournal.iaiig.ac.id/index.php/TWD/article/view/221 diakses pada 14 Oktober 2020
pukul 22.29

Anda mungkin juga menyukai