Anda di halaman 1dari 31

MASA KEMUNDURAN DAN MASA PEMBAHARUAN

PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengampu : Dr. H. Kadiyo, M.Pd.

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Disusun oleh : Kelompok 5


Siti Rokayah : 22.01.01.0007
Surino : 22.01.01.0002
Dian Novitasari : 22.01.01.0010
Djuhaeni : 22.01.01.0016
Hendri Jusni : 22.01.01.0153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI NIDA EL-ADABI
2023 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Alhamdulillahirabbil’alamin,


Segala puji bagi Allah, atas Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Sejarah Pendidikan Islam yang kami beri judul “MASA KEMUNDURAN
DAN MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM”. Dalam penyelesaian
makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada. Bapak Dr.
H. Kadiyo, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam dan kepada
teman – teman yang sudah memberikan konstribusinya dalam penyelesaian makalah
ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya.


Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga dengan terselesaikannya makalah “MASA KEMUNDURAN DAN MASA
PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM “ ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Bogor, Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...……ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..………………4

A.Latar Belakang………………………………………………...……………4

B.Rumusan Masalah……………………………………………..……………6

C.Tujuan………………………………………………………………………6

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………...……………7

A.Masa Kemunduran Pendidikan Islam……………………………………….7

B.Faktor Faktor Penyebab Kemunduran…………………………..…………12

C.Masa Pembaharuan Pendidikan Islam…………………………..…………15

BAB III PENUTUP………………………………………………………..…………28

A.Kesimpulan……………………………………………………..…………28

B.Saran……………………………………………………………….………29

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..………31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan di dunia Islam saat ini mengalami krisis yang menyebabkan


kemunduran. Para pemerhati pendidikan telah menganalisis beberapa sebab
terjadinya kemunduran itu, di antaranya adalah karena ketidak lengkapan aspek
materi, terjadinya krisis sosial masyarakat dan krisis budaya, serta hilangnya
qodwah hasanah (teladan yang baik), akidah shohihah, dan nilai-nilai islami.
Ada juga yang melihat penyebabnya adalah karena salah membaca eksistensi
manusia, sehingga salah pula melihat eksistensi anak didik.

Hakikat pendidikan adalah penyerapan informasi pengetahuan yang


sebanyak-banyaknya dan pengkajian yang mendalam serta uji coba dan
penerapannya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Pendidikan harus
dikembangkan ke arah penguasaan pengajaran yang berhubungan dengan
fisika, kimia, biologi, astronomi, zoologi, vulkanologi, tentang kelautan, ilmu
bumi, agro bisnis, perbankan, dan sebagainya. Pendidikan yang berkaitan
dengan semuanya itu diseimbangkan dengan pendidikan keagamaan, yaitu
keimanan dan ketauhidan, ikhtiar dan tawakal, silaturrahmi antar sesama
manusia, komunikasi massa, perpajakan, infak, sedekah, hibah, waris dalam
Islam, dan sebagainya. Hakikat pendidikan itu adalah sebuah pembentukan
manusia ke arah yang dicita-citakan . Arah dan tujuan pendidikan nasional yang
tertera di dalam UUD 1945 adalah peningkatan iman dan takwa serta
pembinaan akhlak mulia para peserta didik. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya

1
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai


karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun
kebangsaan, sehingga menjadi manusia sempurna.Adapun nilai karakter
terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah nilai religius. Hal ini dikembangkan
dalam diri anak didik supaya terbangunnya pikiran, perkataan, dan tindakan
anak didik, yang diupayakan senantiasa berdasarkan nilai nilai ketuhanan atau
yang bersumber dari ajaran agama yang di anutnya. Jadi, agama yang dianut
oleh seseorang benar benar di fahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari.

Lembaga pendidikan atau sekolah juga mempunyai tanggung jawab


yang besar dalam membangun karakter anak didiknya terkait dengan sesama
manusia. Karakter terkait dengan sesama manusia ini penting untuk
dikembangkan karena manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan atau melibatkan
orang lain dalam hidupnya. Apabila ada orang yang merasa bisa hidup dengan
baik atau sukses tanpa memerelukan bantuan orang lain, justru ini sebuah
kesombongan yang membuatnya justru akan tersingkir dari kehangatan dan
kebaikan hidup bersama orang lain atau sesama.

Adapun pendidikan karakter sudah di jelaskan di dalam kalam Allah


SWT pada surat Surat Al-Qalam Ayat 4 sebagai
berikut: 4ٍ ‫قي َو ِإ ٍق ُخ ُخ ٰى َو َو َو َو ن ِإ َو )ا ق ي‬:( Artinya: Dan Sesungguhnya kamu
(ya Muhammad) benar benar berbudi pekerti yang agung. Pembentukan
karakter di era globalisasi sekarang semakin hari semakian menurun, para

2
siswapun semakin kurang terkontrol dalam bersikap terhadap guru dan terhadap
sebayanya, oleh karena itu untuk meningkatkan nilai-nilai karakter siswa dari
pihak sekolah mengadakan sebuah program untuk membenahi nilai-nilai
karakter siswa yang semakin hari semakin menyusut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kemunduran pendidikan islam?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkannya?
3. Masa pembaharuan Pendidikan islam

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui tentang kemunduran pendidikan islam
2. Mengetahui factor yang menyebabkan kemunduran baik dari faktor
eksternal maupun faktor internal.
3. Mengetahui masa pembaharuan Pendidikan islam

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Kemunduran Pendidikan Islam


M.M. syarif, sebagaimana dikutip oleh zuhairini, menjelaskan bahwa segala
kemunduran pendidikan islam mulai tampak setelah abad ke 13 M. Yang ditandai
dengan terus melemahnya pemikiran islam sampai abad ke 18M. Secara kuantitas,
pendidikan islam menunjukkan perkembangan yang baik. Madrasah telah
diperkenalkan dan didirikan dibeberapa wilayah islam. Keterlibatan langsung
penguasa terhadap pendidikan, memacu makin berkembangnya lembaga-lembaga
pendidikan. Penguasa dinasti ayyubiyah, mamluk, usmanidan sebagainya terus
memperbanyak bangunan madrasah-madrasah. Kontrol negara yang kuat terhadap
sistem madrasah, membuat masyarakat islam mengarahkan kegiatan pendidikan
formal dimadrasah-madrasah. Bahkan dari segi pengorganisasian, sistem madrasah
mencapai puncak perkembangannya pada masa kerajaan usmani, dimana sistem
tersebut dilembagakan secara sistematis, dipelihara, dan ditunjang oleh pejabat
“syaikh al-islam” dengan kecakapan dan efisiensi administrasi yang tinggi.
Kehancuran total yang dialami oleh baghdad dan cordova sebagai pusat
pendidikan dan kebudayaan islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan
kebudayaan islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku
ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan ditimur dan barat dunia islam
tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan diseluruh dunia islam,
terutama dalam bidang intelektual dan material, tetapi tidak demikian halnya dalam
bidang kehidupan batin dan spiritual.
Kemunduran pendidikan islam pada masa-masa ini, terletak pada merosotnya
mutu pendidikan dan pengajaran dilembaga-lembaga pendidikan islam. Materi
pelajarannya, sangat sederhana. Materi yang diajarkan hanyalah materi-materi dan
ilmu-ilmu keagamaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan ilmu-

4
ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalismepun kehilangan
peranannya, dalam arti semakin dijahui. Kedudukan akal semakin surut. Dengan
dicurigainya pemikiran rasional, daya penalaran umat islam mengalami kebekuan
sehingga pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad tidak lagi dikembangkan.
Akibatnya, tidak ada lagi ulama’-ulama’ yang menghasilkan karya-karya
intelektualisme yang mengagumkan. Mereka lebih senang mengikuti pemikiran-
pemikiran ulama’ terdahulu daripada berusaha melakukan penemuan-penemuan
baru. Keterpesonaan terhadap buah pikiran masa lampau, membuat umat islam
merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Mereka tidak mau berusaha lebih keras
lagi untuk memunculkan gagasan-gagasan keagamaan yang cemerlang. Usaha yang
mereka tempuh hanyalah sebatas pemberian syarah atau ta’liqah pada kritik-kritik
ulama’ terdahulu yang bertujuan memudahkan pembaca untuk memahami kitab-
kitab rujukan dengan menjelaskn kalimat-kalimat secara semantik, atau menambah
penjelasan dengan mengutip ucapan-ucapan para ulama’ lain.
Diantara sebab-sebab kemacetan pemikiran dan kemunduran umat islam adalah
lenyapnya metode berpikir rasional, ynag pernah dikembangkan oleh mu’tazilah.
Pemikiran rasional mu’tazilah, yang talah menimbulkan peristiwa “mihnah”, telah
mengundang antipati umat islam bukan saja terhadap aliran mu’tazilah, tetapi juga
terhadap metode berpikir rasional. Sejak saat itu, masyarakat tidak mau mendalami
ilmu-ilmu sains dan filosofis. Pemikiran logis dan ilmiah tidak lagi menjadi budaya
berpikir masyarakat muslim sampai akhirnya pola berpikir mereka didominasi oleh
superstisi, Tahayyul dan kajumudan.
Antipati terhadap mu’tazilah menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap
kurikulum. Jatuhnya paham mu’tazilah mengangkat posisi kaum konservatif
menjadi kuat. Untuk mengembalikan paham ahlussunnah sekaligus
memperkokohkannya, ulama’-ulama’ melakukan kontrol terhadap kurikulum
dilembaga-lembaga pendidikan. Karena ulama’ dianggap sebagai kaum terpelajar
dan memiliki otoritas keagamaan dan masalah hukum islam. Ulama’-ulama’ ini
menganut paham konservatif dan fundamental bahwa wahyu merupakan inti segala

5
macam pengetahuan. Oleh karena itu, mereka hanya mengedepankan ilmu-ilmu
keagamaan dilembaga pendidikan islam.
Kondisi demikian diperburuk lagi oleh jatuhnya kerajaan abbasiyah oleh
serangan orang-orang tartar dan mongol pada masa pertengahan abad ke 13 M.
Ketika kota bagdad sebagai pusat ilmu dan kebudayaan hancur sama sekali. Sekitar
800.000 penduduk bagdad dibunuh. Perpustakaan dihancurkan, ribuan rumah
penduduk diratakan. Dalam peristiwa tersebut, umat islam kehilangan lembaga-
lembaga pendidikan dan buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berharga
nilainya bagi pendidikan islam. Musnahnya beribu-ribu buku, baik buku-buku
tentang keagamaan maupun ilmu-ilmu sains dan filsafat, mempengaruhi
perkembangan intelektualisme islam, apalagi yang menyangkut kelestarian ilmu-
ilmu pengetahuan dan filsafat dalam islam. Berbagai literatur ilmu sains dan filsafat
telah lenyap. Sedangkan dikalangan masyarakat yang bebas dari bencana kaum
mongol tidak ada yang menguasai berbagai bidang sains dan filsafat. Inilah salah
satunya yang mempersulit umat islam untuk mengembalikan kekayaan intelektual
yang berharga seperti pada masa kejayaan semula.
Kehancuran abbasiyah membuka kesempatan bagi orang-orang turki untuk
naik ke panggung sejarah politik islam. Keturunan hulagu mendirikan kerajaan turki
didaerah-daerah yang mereka kuasai. Timur lenk, keturunan jengis khan,
membentuk dinasti timur lenk didaerah samarkand setelah menakhlukkannya pada
1369 M. Diasia kecil, seorang keturunan kepala suku turki, usman, membangun
dinasti yang dinamai usmaniyyah. Selain asia kecil, dinasti usmani mencapai sukses
besar dalam mengembangkan wilayah kekuasaannya sehingga meliputi asia kecil,
armenia, irak, suria, libia, tunis, aljazair, bukgaria, yaman, yugoslavia, albania,
rumania. Penguasa-penguasa turki tersebut mengerahkan segenap perhatian mereka
untuk kebesaran dan kejayaan politik. Mereka kurang begitu memperhatikan
pemikiran dan ilmu pengetahuan. Memang mereka menyemarakkan pelaksanaan
pengajaran dan pendidikan islam, namun mereka juga terbawa oleh kondisi dunia
islam pada umumnya yang tidak peduli terhadap keadaan intelektual islam. Diirak

6
juga bediri kerajaan besar, yaitu kerajaan syafawi. Sedangkan diindia terdapat
kerajaan islam yang besar seperti halnya kerajaan syafawi dan kerajaan usmani.
Akan tetapi, kerajaan-kerajaan besar tersebut kurang antusias terhadap kehidupan
pemikiran islam. Meski mereka mempunyai kejayaan terutama dalam bentuk
literatur, seperti diungkapkan oleh harun nasution, namun bobot dan jumlahnya
tidak mengagungkan seperti pada masa sebelumnya. Perhatian pada ilmu
pengetahuan kurang sekali. Kurangnya perhatian penguasa-penguasa terhadap
kehidupan intelektualisme menambah umat islam semakin tidak bergairah untuk
melahirkan karya-karya intelektual sehingga ilmu pengetahuan islam mengalami
stagnasi .
Kemunduran pendidikan dan intelektualisme terus mencekam masyarakat
muslim, apalagi berkembangnya sikap hidup fatalistik dalam masyarakat. Keadaan
frustrasi seperti disebutkan zuhairini menyebabkan orang islam hanya bergantung
dan mengembalikan segala keuntungan dan penderitaan kepada tuhan. Seseorang
yang frustasi dan fatalis tidak lagi percaya kepada kemampuannya untuk maju atau
mengatasi problem keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka lari dari kenyataan dan
hanya mendekatkan diri kepada tuhan. Untuk itu, mereka masuk ketarekat-tarekat
sehingga tarekat sangat berpengaruh dalam hidup umat islam. Dengan berfikir dan
berdo’a sebanyak-banyaknya mereka berharap semoga allah menghapus
penderitaan mereka dan mengembalikan kejayaan yang pernah dicapai umat islam.
Berpikir ilmiah dan naturalis (berdasarkan sunnah allah) tidak lagi diterapkan. Oleh
karena itu, berkembanglah tahayyul dan kurafat. Mereka percaya pada kekuatan
syeikh-syeikh dan benda-benda kermat, sebagaimana yang telah digambarkan oleh
ahmad yamin mengutip dari muhammad bin abd al-wahhab:

....ُ‫ َو َه ِذ ِه االَض ِْر َحة‬.‫لى الن ْف ِع َوالض ِر‬ َ ‫ع‬ َ َ‫ َويَ ْعت َ ِقد ُْونَ اَن ُه ْم قاَد ُِر ْون‬،‫فَ َه ُؤالَءِ االَ ْولِيا َ ُء يُ َح ُّج اِلَ ْي ِه ْم َوتُقَدُّ ُم لَ ُه ْم النُّذُ ْو ُر‬
‫ب‬ َ ‫طلُب ُْونَ مِ ْنها َ َج ْل‬ ْ َ‫اس اِلَيْها َ ِر َحالَ ُه ْم َويَت َ َمس ُح ْونَ ِبها َ َويَتَذَلل ُونَ ِبها َ َوي‬
ُ ًّ‫شدُّ الن‬ ُ َ‫ ي‬،ِ‫اره‬ ِ ‫ط‬ َ ‫فى َجمِ ي ِْع ا َ ْق‬ ِ ‫ تُقا َ ُم‬،َ‫عداَدَ لَها‬ َ َ‫ال‬
ٌّ ‫ففى ُك ِل ْبلدَ ٍة َو ِل‬
‫ى ا ُ ْو ا َ ْولِيا َ َء‬ ِ ‫ال َخي ِْر لَ ُه ْم َودَ ْف َع الشر ع ْن ُهم‬...

7
.....para wali itu didatangi dan dijadikan tempat bernazar. Banyak orang islam yang
percaya bahwa wali-wali itu mampu mendatangkan kebaikan dan bahaya. Kuburan-
kuburan tidak terbilang jumlahnya, yang dibangun diseluruh daerah islam. Orang-
orang datang kesana, meminta berkah, merendahkan diri dihadapannya, dan
meminta untuk mendapatkan kebaikan dan dijauhkan dari kesulitan. Disetiap negri
terdapat satu atau beberapa wali....

Lebih lanjut dijelaskan:

‫ فَ َه ُؤالَءِ ا َ ْه ُل بَ ْلدةٍ " َم ْنفُ ْو َخ ٍة‬.ِ‫ت َوال َجماَد‬ ِ َ ‫َّللا َحتى النبا‬ ِ ‫ بَ ْل اَس َْر ُك ْوا َم َع‬، َ‫"بَ ْل َواَسْفا َ ْه؟ َل ْم يَ ْكتَفِ ال ُم ْس ِل ُم ْونَ ِبذَلِك‬
‫فى‬ِ ‫ت لِعاَمِ ها َ َوهَذا َ الغا َ ُر‬ َ ‫ع ِج ْي َبةٌ َم ْن َق‬
ْ ‫صدَها َ مِ نَ ال َع َوان ِِس ت َزَ و َج‬ َ ٌ ‫فى ن َْخلَ ٍة ُهنَاكَ اَن لَها َ قُد َْرة‬
ِ َ‫ َي ْعت َ ِقد ُْون‬،ِ‫ِبال َيما َ َمة‬
"َ ‫فى ُك ِل بَ ْلدَةٍ مِ نَ البِالَ ِد ا ِال ْسالَمِ ي ِة مِ ثْ َل هَذا‬ ُ ‫َالد ْرعِيةِ" يَحِ ُّج اِلَ ْي ِه النا‬.
ِ ‫ َو‬، ٍ‫س ِلتَبَ ُّرك‬

Tetapi, sesungguhnya kaum muslimin belum cukup dengan hal tersebut. Bahkan,
mereka menyekutukan allah dengan tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati.
Mereka, adalah penduduk suatu negri (yang percaya terhadap tahayyul). Mereka
percaya kepada pohon kurma yang ada disana yang memiliki keajaiban, dimana
wanita-wanita berdatangan untuk meminta jodoh. Dan ada gua didar’iyyah yang
didatangi oleh orang-orang untuk mencari berkah. Disetiap negri didunia islam,
dilanda hal semacam itu.
Demikian gambaran umat islam yang mengalami kemunduran tidak hanya
dibidang pendidikan dan pemikiran tetapi juga pada aspek lainnya, seprti
keagamaan, kemasyarakatan, politik, dan ekonomi. Umat islam menjadi statis,
jumut dan terbelakang.
Sepanjang sejarahnya sejak awal dalam pemikiran terlibat dua pola yang saling
berlomba mengembangkan diri, dan mempunyai pengaruh besar dalam
pengembangan pola pendidikan umat islam. Dari pemikiran yang bersifat
tradisional, yang selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang kemudian berkembang
menjadi pola pemikiran sufiistik dan mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola

8
pemikiran ini sangat memperhatikan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi
pekerti manusia.sedangkan dari pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan
akal pikiran, menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan
bentuk kedua ini sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan
material.
Pada masa jayanya pendidikan islam, kedua pola pendidikan tersebut
menghiasi dunia islam pun yang berpadu dan saling melengkapi. Akan tetapi ketika
pola pemikiran rasional diambil alih oleh eropa dan dunia islam pun meninggalkan
pola berfikir tersebut. Sehingga tinggal pola pemikiran sufistik yang sifatnya
memang sangat memperhatikan kehidupan batin yang akhirnya mengabaikan dunia
material. Dari aspek inilah dikatakan bahwa pendidikan dan kebudayaan islam
mengalami kemunduran.

B. Faktor-faktor Kemunduran Pendidikan Islam


Setelah kita mengetahui asas kebangkitan peradapan islam kini kita perlu
mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat
mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kemungkinan dan
tantangan. Kemunduran suatu peradapan tidak bisa dikaitkan dengan satu atau dua
faktor saja. Karena peradapan adalah sebuah organisme yang sistematis. Artinya
kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa dampak kepada
organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya, yang secara
umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal berkaitan erat sekali.
Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umut islam secara eksternal
kita rujuk paparan al-Hasan, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor ekologi dan alami, yaitu kondisi tanah dimana negara-negara islam
berada kegersangan atau semi gersang. Kondisi ini juga rentang dari sisi
pertahanan diri serangan luar. Demikian pula pada tahun 1347-1349 terjadi
wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syiria dan Iraq. Karena faktor ini
penduduk tidak berkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu kepada pendidikan.

9
2. Perang salib yang terjadi dari tahun 1096-1270, dan serangan mongol dari tahun
1220-1300an. “perang salib” menurut Bernand Lewis, “pada dasarnya
merupakan pengalaman pertama imperilialisme barat yang ekspansionis, yang
dimotifasi oleh tujuan materi agama sebagai medium psikologisnya.
3. Hilangnya perdagangan islam internasional dan munculnya kekuatan barat.
Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulia
petualangannya. Dalam mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati
negara-negara islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timir
dan melewati negara-negara islam. Disaat itu ke kekuatan umat islam baik di
Laut atau di Darat telah memudar. Akhirnya pos-pos perdagangan itu dengan
mudah dikuasai mereka.
4. Meskipun barat muncul sebagai kekuatan baru, umat muslim bukanlah
peradaban yang seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi.
Peradaban islam terus dan bahkan berkembang secara berlahan-lahan dan
bahkan dianggap sebagai ancaman barat. Akan tetapi Kolonialis melihat
bahawa kekuatan islam yang selama itu berhasil memperhasilkan berbagai
kultur, etnik, ras, dan bangsa dapat dilemahkan yaitu dengan cara adu domba
dan teknik divide et impera sehingga konflik intern terjadi tak terhindarkan dan
akibatnya negara-negara islam terfragmentasi menjadi negara-negara kecil.

Diungkapkan oleh M. M Sharif, bahwa pikiran islam menurun setelah abad ke


XIII M terus melemah sampai abad ke XVIII M. Di antara sebab-sebab
melemahnya pikiran islam antara lain:
1. Telah berkelebihan filsafat islam (yang bercorak sufistis) yang dimasukkan
oleh Al-Ghazali dalam alam islam di Timur dan berkelebihan pula Ibnu Rusyd
dalam memasukan filsafat islamnya(yang bercorak rasionalistis) de dunia islam
di Barat. Al- Ghazali dengan filsafat islamnya menuu ke arah bidang rohaniah
sehingga menghilang ia ke dalam alam tasawuf, sedangkan Ibnu Rusynd

10
dengan filsafatnya menuju kearah yang bertentangan dengan Al-Ghazali. Maka
Ibnu Rusyd dengan filsafatnya menuju jurang materialisme.
2. Umat islam, terutama para pemerintahnya (khalifah, sultan, amir-amir)
melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan tidak memberi kesempatan
untuk berkembang.
3. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan
dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan
berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di
dunia islam.

Penyebab kemunduran pendidikan dan kemacetan pemikiran islam, pada


umumnya disadarkan pada sistem madrasah. Padahal fenomena tersebut juga terjadi
dilembaga pendidikan selain madrasah. Kurikulum dimadrasah dan lembaga
lainnya sangat terbatas. Pelajaran dipelajari secara tekstual dan doktrinal. Sistem
komentar buku membiasakan sarjana-sarjana muslim menulis ta’liqah terghadap
bahan pengajaran guru-guru mereka. Selain materinya yang sederhana, madrasah
yang dibangun hanya untuk mempelajari fikih menjadi sarana untuk
mengembangkan empat mahzab fikih. Madrasah-madrasah pada umumnya
didirikan untuk mendalami fikih diantara empat mahzab sehingga tanpa disadari
umat islam terjadilah pembakuan terhadap empat mahzab fikih, yang karenya
memberikan kesan seolah-olah pintu ijtihad telah ditutup. Maka dari itu, kaum
intelektual enggan berijtihad untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan
dan keagamaan yang menghimpit umat islam. Akibatnya, semakin hari umat islam
semakin mundur dan terbelakang dari bangsa-bangsa eropa.

Fazlur Rahman menjelaskan tentang gejala-gejala kemunduran atau


kemacetan islam diantaranya:
Penutupan pintu ijtihad (yakni pemikiran yang orisinil dan bebas) selam abad
ke 4 H/ 10M dan 5H/11M telah membawa kebada kemacetan umum dalam ilmu

11
hukum dan ilmu intelektual, khususnya yang pertama. Ilmu-ilmu intelektual, yakni
teologi dan pemikiran keagamaan. Sangat mengalami kemunduran dan menjadi
miskin karena pengucilan mereka yang disengaja dari intelektualisme sekuler dan
karene kemunduran yang disebut terakhir ini, khususnya filsafat, dan juga
pengucilan dari bentuk-benyuk pemikiran keagamaan seprti yuang bibawa oleh
sufisme.
Kemunduran dan kemerosotan mutu pendidikan dan pengajaran pada masa
ini, tampak jelas dengan sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran pada
umumnya madrasah-madrasah yang ada, disamping itu juga telah menyempitnya
bidang-bidang ilmu pengetahuan umum dan terbatasnya ilmu-ilmu keagamaan.

C. Masa Pembaharuan Pendidikan islam


1. Pengertian Pembaharuan Pendidikan Islam

Pembaharuan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknakan dengan


hal-hal yang baru, penemuan baru yang berbeda dari hal yang sudah ada atau hal
yang sudah dikenal sebelumnya dari gagasan, metode atau alat. Makna yang
dimaksud adalah suatu perubahan yang baru yang bersifat kualitatif, berbeda dari
hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan
kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan. Hal-hal
baru yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah apa saja/apapun yang belum
dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima pembaharuan meskipun
hal itu bukan merupakan hal yang baru lagi bagi orang lain. Sementara kualitatif
yang dimaksudkan di atas adalah bahwa pembaharuan tersebut potensial atau
memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali pada unsur-unsur
yang ada dalam pendidikan.

12
Jika dilihat secara umum, pengertian pembaharuan dalam konteks ini
disamakan dengan inovasi meskipun pada esensinya antara inovasi dan
pembaharuan punya pengertian yang sedikit berbeda, di mana biasanya pada
inovasi perubahan-perubahan yang terjadi hanya menyangkut aspek-aspek
tertentu dalam arti sempit dan terbatas, sedangkan pembaharuan biasanya
perubahan yang terjadi adalah menyangkut berbagai aspek bahkan tidak menutup
kemungkinan terjadi perubahan secara total atau keseluruhan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa arti pembaharuan pada esensinya lebih luas dari pada
inovasi.

Selain pengertian di atas, banyak istilah-istilah pembaharuan yang


dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:

1. Harun Nasution menganalogikan istilah pembaharuan dengan modernisme


karena istilah ini dalam kehidupan masyarakat Barat mengandung arti pikiran,
aliran, gerakan dan usaha mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi lama
dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Gagasan ini muncul di
Barat dengan tujuan menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama
Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan modern. Karena konotasi dan
perkembangan yang seperti itu, Harun Nasution keberatan menggunakan istilah
modernisasi Islam dalam pengertian di atas.

2. Revivalisasi. Menurut paham ini, pembaharuan adalah membangkitkan


kembali Islam yang murni sebagaimana pernah dipraktekkan Nabi Muhammad
Saw dan kaum Salaf.

3. Kebangkitan Kembali (resugence) Dalam kamus Oxford, resurgence


didefinisikan sebagai “kegiatan yang muncul kembali” (the act of rising again).

13
Secara umum dengan didasarkan pada teori-teori di atas dapat di simpulkan
bahwa pembaharuan pendidikan adalah suatu kegiatan pembaharuan yaitu
pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengadakan perubahan dalam bidang
pendidikan dengan tujuan untuk memperoleh hal atau sesuatu (pendidikan) yang
lebih baik.

2. Latar Belakang Pembaharuan Pendidikan Islam Abad 19-20

Dalam mengkaji perjalanan historis umat Islam khususnya pada abad 19


dan 20 didapatkan beberapa latar belakang terjadinya pembaharuan pendidikan
Islam pada abad itu yaitu:

1. Kondisi internal dunia pendidikan Islam pada zaman tersebut, termasuk kondisi
muslim pada umumnya.
2. Terjadinya kontak antara Islam dengan Barat.

Perkembangan tradisi pemikiran terutama perspektif umat Islam terhadap


permulaan ilmu pengetahuan tersebut membawa dampak bagi dunia pendidikan
Islam pada umumnya. Sehingga institusi-institusi pendidikan Islam pada
akhirnya hanya berfungsi sebagai wadah konservasi yang tentu saja kehilangan
kreasi pengembangannya.

Pembaharuan pendidikan Islam, merupakan titik kulminasi dari gejolak


intelektual yang selama ini terpendam. Pada zaman pertengahan, sesungguhnya
telah muncul beberapa pemikir Muslim yang dengan jeli melihat krisis keilmuan
dunia Islam, tetapi mereka tenggelam di bawah arus utama yang tetap
menghendaki kemapanan. Kritik-kritik tajam yang dilontarkannya bukan hanya
diarahkan pada sufisme dan para filosofis yang mendewakan nasionalisme,
melainkan juga ke arah teologi Asy’ari.

14
Pembaharuan pendidikan Islam Di Indonesia menurut Karel A Steenbrink
dilatar belakangi oleh:

1. Faktor keinginan untuk kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadits


2. Faktor semangat nasionalisme dalam melawan penjajah
3. Faktor memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya dan politik
4. Faktor pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.

Pembaharuan pendidikan di Indonesia pada abad 19 dan 20 dipengaruhi


secara kuat oleh pemikiran dan usaha tokoh-tokoh pembaharu Timur Tengah
pada akhir abad ke-19, khususnya Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Abduh.
Kedua tokoh ini merupakan tokoh sentral dalam menyalakan api pembaharuan
pada akhir abad ke-19 di hampir seluruh dunia Islam. Pemikiran dan usaha
mereka bertumpu pada keyakinan bahwa Islam adalah agama yang sangat
mendorong penggunaan akal sehingga keharusan ijtihad tidak pernah tertutup.
Meskipun sikap politik mereka secara tegas menunjukkan anti Barat karena
praktek penjajahan yang dilakukannya terhadap Negara-negara Islam,
Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Abduh memberi dukungan kepada umat
Islam untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang lebih luas sebagaimana sudah
dialami juga terlebih dahulu oleh sebagian besar Negara-negara Barat. Dalam hal
inilah mereka menyerukan penataan sistem kelembagaan sosial, politik, ekonomi
dan termasuk pendidikan.

Gerakan Jamaluddin Al-Afgani dengan Pan Islamismenya mempunyai dua


tujuan utama yaitu membangun dunia Islam di bawah satu pemerintahan dan
mengusir penjajahan dunia Barat atas dunia Islam. Ia melihat diantara sebab
kemunduran umat Islam adalah lemahnya persaudaraan antara sesama umat
Islam. Oleh sebab itu harus dibangun solidaritas umat Islam sedunia (Pan
Islamisme) sehingga umat Islam berada dalam pemerintahan yang demokratis.
Dengan cara demikian umat Islam akan memperoleh kemerdekaannya kembali

15
dan penjajah Barat atas dunia Islam dapat dienyahkan. Tentang dunia Nasrani,
al-Afgani berpendapat, sekalipun mereka berlainan keturunan dan kebangsaan,
namun mereka bersatu dalam menghadapi dunia Islam. Mereka sengaja
menghalang-halangi kebangkitan umat Islam dan apa yang dikatakan
nasionalisme dan patriotisme serta cinta tanah air bagi dunia Barat tetapi untuk
dunia Islam mereka katakan sebagai fanatisme, ekstrimisme dan chauvinisme.
Oleh sebab itu tidak ada jalan lain bagi umat Islam kecuali bersatu melawan
penjajahan Barat Nasrani tersebut.

Sedangkan tujuan dari gerakan Muhammad Abduh adalah pemurnian amal


perbuatan umat Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, pembaharuan dalam
bidang pendidikan, perumusan kembali ajaran Islam menurut pikiran modern
serta penolakan terhadap pengaruh Barat dan Nasrani. Muhammad Abduh
menyerukan agar umat Islam kembali kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits
serta kehidupan salaf al-soleh. Menurutnya Islam adalah ibadah dan muamalah.
Dalam soal ibadah tidak perlu dilakukan ijtihad tetapi dalam soal muamalah
diperlukan interpretasi baru sesuai dengan perubahan keadaan sekarang. Ilmu
pengetahuan modern (Barat) berdasarkan sunnatullah (hukum alam), karenanya
tidak bertentangan dengan Islam, untuk itu umat Islam perlu merombak sistem
pendidikan baik metode maupun kurikulumnya.

Salah satu yang menarik adalah perkumpulan Jamiat Kheir yang didirikan
di Batavia pada tahun 1901 sebagai organisasi sosial yang membawa semangat
tolong menolong. Jamiat Kheir dibentuk dengan tujuan utama mendirikan satu
model sekolah modern untuk para pemuda Arab. Perkumpulan ini lebih
menitikberatkan semangat pembaharuan melalui lembaga pendidikan modern,
karena memang lebih memungkinkan bagi umat Islam untuk mengembangkan
semangat yang lebih progresif, lagi pula pembaharuan melalui pemurnian ajaran
Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits adalah suatu hal yang tidak

16
mungkin. Menurut Jamaluddin Al-Afgani, pemurnian ajaran Islam dengan
kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dalam arti yang sebenarnya, tidaklah
mungkin kalau ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang
dibawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh
dengan mengadakan interpretasi baru ajaran-ajaran Islam seperti tercantum
dalam Al-Qur’an dan Hadits. Untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad dan
karenanya pintu ijtihad harus dibuka.

Jamiat Kheir merupakan lembaga pertama yang membuka jalan sebagai


peletak dasar perubahan budaya baru dengan menerapkan sistem pendidikan
Eropa modern, meskipun masih banyak pihak yang belum dapat menerima
terjadinya perubahan dalam bidang pendidikan tersebut. Pada tahun 1880, Van
Den Berg menulis bahwa sebagian besar masyarakat Arab kurang berminat
terhadap pendidikan sistem Eropa dibandingkan dengan masyarakat Cina.
Sebagai lembaga baru yang memperkenalkan metode pendidikan baru di
kalangan masyarakat Arab pada abad 20, beberapa orang masih enggan
menerima perkembangan itu seperti duduk di bangku atau belajar dari buku dan
menggunakan papan tulis sebagaimana pada saat sebelumnya.

Antara tahun 1903 dan 1915, atas inisiatif Jamiat Kheir banyak sekolah
Arab-Islam modern yang berdiri, hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Sekolah ini juga menarik banyak para siswa dari masyarakat pribumi dan mereka
cenderung untuk masuk sekolah secara bergantian, hal ini terpaksa dilakukan
karena keterbatasan pengajar dan tempat. Masyarakat pribumi memasukkan
anaknya ke sekolah Arab modern dengan pertimbangan agar anak mereka
mendapatkan pendidikan modern, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian
kalangan elite Arab. Pada awalnya, sebagian besar masyarakat Arab menentang
inovasi bidang pendidikan. Meskipun demikian arus sekolah yang modern terus
menekan yang lama kelamaan masyarakat dapat menerimanya dan akhirnya

17
masyarakat Arab menyadari pentingnya institusi ini dalam memperkuat identitas
dan posisi sosial ekonomi mereka.

Sistem pendidikan modern pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah,


yang pada mulanya adalah dalam rangka memenuhi tenaga-tenaga ahli untuk
kepentingan pemerintah dengan menggunakan kurikulum dan mengembangkan
ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang
merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok
pesantren yang telah ada di kalangan masyarakat pada umumnya tetap
mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan
pengajaran keagamaan. Dualisme sistem dan pola pendidikan inilah yang
selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam
di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problema pokok yang
dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.

Jamiat Kheir sebagai lembaga pendidikan modern pertama mempelopori


keterpaduan antara kedua sistem tersebut, dengan cara memasukkan kurikulum
ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan
memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern.
Selanjutnya perkumpulan ini menjadi contoh bagi sekolah-sekolah yang
didirikan oleh organisasi-organisasi Islam lain, sehingga sistem pendidikan
tradisional akan berkembang secara berangsur-angsur mengarah ke sistem
pendidikan modern.

Jamiat Kheir membangun sekolah bukan semata-mata bersifat agama tapi


sekolah dasar biasa dengan kurikulum agama, berhitung, sejarah, ilmu bumi dan
bahasa pengatar Melayu. Bahasa Inggris merupakan pelajaran wajib, pengganti
bahasa Belanda. Sedangkan pelajaran bahasa Arab sangat ditekankan sebagai alat
untuk memahami sumber-sumber Islam.

18
Dalam pelaksanaan program pendidikannya, Jamiat Kheir telah melakukan
beberapa langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama,
pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan. Hal ini tampak pada
perlunya dan semacam organisasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Kelengkapan itu semakin jelas ketika terbentuknya yayasan pendidikan Jamiat
Kheir, yang sekaligus mengesahkan sistem pengajaran klasikal seperti bangku,
papan tulis dan tentunya ruang belajar yang menyamai kelengkapan sarana
sekolah-sekolah pemerintah ketika itu. Kedua, pembaharuan dalam aspek
kurikulum dan metode mengajar. Saat-saat institusi pendidikan Islam masih
menerapkan sistem pengajaran pesantren dan surau, Jamiat Kheir mulai
melangkah ke sistem pengajaran klasikal (sekolah). Kurikulum yang digunakan
merupakan perpaduan antara kurikulum sekolah pemerintah (mata pelajaran
umum) dan kurikulum agama (mata pelajaran agama).

Tokoh-tokoh pembaharuan Islam

1. Syekh Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir. Ia lahir pada


tahun 1849 dan beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh
ibn Hasan Khairillah, silsilah keturunan dengan bangsa Turki dan ibunya
mempunyai keturunan dengan Umar bin Khatab, khalifah kedua
(khulafaurrasyidin).

Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh

19
a) Aspek kebebasan, antara lain dalam usaha memperjuangkan cita-cita
pembaharuannya, Muhammad Abduh memperkecil ruang lingkupnya,
yaitu Nasionalisme Arab saja dan menitikberatkan pada pendidikan.
b) Aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu
diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-
dasar pendidikan seperti itu akan membawa kepada seseorang untuk
mengetahui siapa dia dan siapa yang menyertainya.
c) Aspek keagamaan, dalam masalah ini Muhammad Abduh tidak
menghendaki adanya taqlid, guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad
selalu terbuka. Dalam artian umum ijtihad adalah upaya intelektual yang
sungguh-sungguh untuk mencapai satu pandangan tertentu tentang
agama.
d) Aspek pendidikan antara lain, Al-Azhar mendapatkan perhatian
perbaikan, demikian juga bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya
cukup mendapat perhatiannya.

2. Pembaharuan Rasyid Ridha

Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada
tahun 1865 di Al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh
dari kota Tripoli (Suria). Ia berasal dari keturunan Al-Husain, cucu Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu ia memakai gelar Al-sayyid depan
namanya. Semasa kecil ia dimasukkan ke madrasah tradisional di Al-
Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca Al-Qur’an di
tahun 1882, ia melanjutkan pelajaran di Al-Madrasah Al-Wataniah Al-
Islamiah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli.[19]

20
Pokok pikiran Rasyid Ridha menitik beratkan kepada pembaharuannya
yang berpangkal dari segi keagamaan, tuntutan adanya kemurnian ajaran
Islam, baik dari segi akidahnya maupun dari segi amaliyahnya. Dalam
hubungannya dengan akal pikiran, Rasyid ridha berpendapat bahwa derajat
akal itu lebih tinggi akan tetapi hanya dapat dipergunakan dalam masalah
kemasyarakatan saja, tidak dapat dipergunakan dalam masalah ibadah.
Keistimewaan akal tergantung pada keistimewaan instrinsik ilmu, artinya
oleh karena ilmu itu secara instrinsik adalah sesuatu yang istimewa, maka
segala sesuatu yang memfasilitasi pengembangan ilmu adalah juga
istimewa.Diantara aktivis beliau dalam bidang pendidikan antara lain
membentuk lembaga yang dinamakan dengan “al-dakwah wal irsyad” pada
tahun 1912 di Kairo.

Bentuk pemerintahan yang dikehendaki oleh Rasyid Ridha adalah bentuk


kekhalifahan yang tidak absolute, khalifah hanya bersifat koordinator,
tidaklah mungkin menyatukan ummat Islam ke dalam satu system
pemerintahan yang tunggal karena khalifah hanya menciptakan hukum
perundang-undangan dan menjaga pelaksanaannya.

Aspek-Aspek Pembaharuan

Ada tiga aspek atau sudut pandang dalam pembaharuan pendidikan


Islam diantaranya:

a) Antropasentris atau golongan pendidikan berorientasi pada pendidikan


di Barat. Bahwa mereka berpandangan bahwa sumber pada kekuatan
dan kesejahteraan hidup yang dialami Barat adalah hasil dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka
capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa
Barat sekarang tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu

21
pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam.
Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan dan
kejayaan umtat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut
harus dikuasai kembali.
b) Teosentris atau berorientasi pada sistem ajaran Islam yang murni.
Pendapat bahwa Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri
sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakikatnya mengandung
potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan
bagi umat manusia. Dalam hal ini Islam telah membuktikan pada
masa-masa kejayaannya.
c) Teo-antrosentris atau yang berorientasi pada Nasionalisme. Rasa
Nasionalisme muncul bersamaan dengan perkembangan pola
kehidupan modern dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat
mengalami rasa kemajuan nasionalisme yang kemudian menimbulkan
kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri.

Pola-Pola Pembaharuan Pendidikan dalam Islam

Secara garis besar terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam
yaitu:

1. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola


pendidikan modern
Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat, pada
dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan
hidup yang di alami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga
berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang tidak
lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan

22
yang pernah berkembang di dunia Islam. Atas dasar demikian maka untuk
mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan
kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.

Dalam hal ini usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan
mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat, baik sistem maupun isi
pendidikannya. Di samping itu pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat
terutama ke Prancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern
tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di berbagai negeri Islam.

2. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber


Islam yang murni

Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber


bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern.
Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakekatnya
mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta
kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya pada
masa-masa kejayaannya.

Menurut analisa mereka diantara sebab-sebab kelemahan umat Islam adalah


karena mereka tidak lagi melaksanakan ajaran agama Islam secara semestinya.
Ajaran-ajaran Islam yang menjadi sumber kemajuan dan kekuatan ditinggalkan
dan menerima ajaran-ajaran Islam yang tidak murni lagi. Hal tersebut terjadi
setelah mandeknya perkembangan filsafat Islam, ditinggalkannya pola
pemikiran rasional dan kehidupan umat Islam telah di warnai oleh pola
kehidupan yang bersifat pasif. Di samping itu dengan mandeknya
perkembangan fiqih yang di tandai penutupan pintu ijtihad, umat Islam telah
kekurangan daya untuk mengatasi problematika hidup yang menantangnya
sebagai akibat dari perubahan dan perkembangan zaman.

23
Pola pembaharuan ini di rintis oleh Mohammad bin Abd Al-Wahab, kemudian
dicanangkan kembali oleh Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Menurut Jamaludin al-Afghani, pemurnian ajaran agama Islam dengan kembali
ke Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam arti yang sebenarnya tidaklah mungkin. Ia
berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai dengan semua bangsa, semua zaman
dan semua keadaan.

Menurut Muhammad Abduh, bahwa pengetahuan modern dan Islam adalah


sejalan dan sesuai karena dasar ilmu pengetahuan modern adalah sunatullah
sedangkan dasar Islam adalah Wahyu Allah Swt. Kedua-duanya berasal dari
Allah Swt. Oleh karena itu umat Islam harus menguasai keduanya.

3. Usaha pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada


nasionalisme

Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan


modern dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat mengalami kemajuan rasa
nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang
berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa-bangsa
Timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme
masing–masing. Umat Islam mendapati kenyataan bahwa mereka terdiri dari
berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah perkembangan
kebudayaannya. Mereka pun hidup bersama dengan orang-orang yang
beragama lain tapi sebangsa. Inilah yang juga mendorong perkembangannya
rasa nasionalisme di dunia Islam.

Disamping itu,adanya keyakinan dikalangan pemikir-pemikir pembaharuan


dikalangan umat Islam bahwa pada hakikatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan
sesuai dengan segala zaman dan tempat. Oleh karena itu ide pembaharuan yang
berorientasi pada nasionalisme ini pun bersesuaian dengan ajaran Islam.

24
Ide kebangsaan atau nasionalisme inilah yang pada tahap perkembangan
berikutnya mendorong timbulnya usaha-usaha merebut kemerdekaan dan
mendirikan pemerintahan sendiri di kalangan bangsa-bangsa pemeluk Islam.
Dalam bidang pendidikan umat Islam yang telah membentuk pemerintahan
nasional tersebut mengembangkan sistem dan pola pendidikan nasionalnya
sendiri-sendiri`

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemunduran pendidikan islam disebabkan merosotnya mutu
pendidikan dan pengajaran dilembaga-lembaga pendidikan islam. Materi
pelajarannya, sangat sederhana. Materi yang diajarkan hanyalah materi-materi
dan ilmu-ilmu keagamaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi
mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan.
Rasionalismepun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijahui.
Kedudukan akal semakin surut. Dengan dicurigainya pemikiran rasional, daya
penalaran umat islam mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis,
penelitian, dan ijtihad tidak lagi dikembangkan. Akibatnya, tidak ada lagi
ulama’-ulama’ yang menghasilkan karya-karya intelektualisme yang
mengagumkan. Mereka lebih senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama’
terdahulu daripada berusaha melakukan penemuan-penemuan baru.
Keterpesonaan terhadap buah pikiran masa lampau, membuat umat islam
merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Mereka tidak mau berusaha lebih
keras lagi untuk memunculkan gagasan-gagasan keagamaan yang cemerlang.
Usaha yang mereka tempuh hanyalah sebatas pemberian syarah atau ta’liqah
pada kritik-kritik ulama’ terdahulu yang bertujuan memudahkan pembaca
untuk memahami kitab-kitab rujukan dengan menjelaskn kalimat-kalimat
secara semantik, atau menambah penjelasan dengan mengutip ucapan-ucapan
para ulama’ lain.
Pembaharuan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknakan
dengan hal-hal yang baru, penemuan baru yang berbeda dari hal yang sudah
ada atau hal yang sudah dikenal sebelumnya dari gagasan, metode atau alat.
Makna yang dimaksud adalah suatu perubahan yang baru yang bersifat
kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan

26
untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu
dalam pendidikan. Hal-hal baru yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah
apa saja/apapun yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si
penerima pembaharuan meskipun hal itu bukan merupakan hal yang baru lagi
bagi orang lain. Sementara kualitatif yang dimaksudkan di atas adalah bahwa
pembaharuan tersebut potensial atau memungkinkan adanya reorganisasi atau
pengaturan kembali pada unsur-unsur yang ada dalam pendidikan.

B. Saran

Untuk menambah wawasan pembaca mengenai “MASA


KEMUNDURAN DAN MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM ”,
maka kami menyarankan untuk membaca lebih banyak membaca refrensi yang
berhubungan dengan tema pembahasan. Tak lupa penulis meminta maaf
apabila dalam penulisan kami masih terdapat banyak kekurangan

27
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), hal. 72.

Asrohah,Hanun.1999.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta:PT.Logos Wacana


Ilmu.
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Kajian Lembaga-lembaga
Pendidikan, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013) cet. 3, hal. 6

Hasan Asari, Menyingkap Zaman…,hal. 44

http://walidrahmanto.blogspot.com/2011/06/sejarah-pendidikan-islam-pada-
masa.html, diakses pada 18 oktober 2013.
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga
Metode Kritik, (Jakarta: Erlangga 2005), hal. 233.

Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan…, hal. 115.

Nizar, samsul.2011.sejarah pendidikan islam:menelusuri jejak sejarah


pendidikan era rasulullah sampai indonesia.jakarta:kencana.
Peter Salim dan Yenni, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Modern English Press, 1991), hal. 376.

28

Anda mungkin juga menyukai