Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pendidikan”

Dosen Pengampu:
Sri Cahyaning Umi Salama, M.Si

1. Moh. Zahidi 202210370311419


2. Dede Karunia Pradana 202210370311436
3. Khairy Zhafran H.K. 202210370311439
4. M. Ahdan Fauzan 202210370311456
5. Deysen 202210370311457

PROGRAM STUDI INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kita dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep Dasar Islam Berkemajuan
ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas ibu Sri Cahyaning Umi Salama, M.Si pada mata kuliah Al Islam
Kemuhammadiyahan III. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Konsep Dasar Islam Berkemajuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Sri Cahyaning Umi Salama, M.Si selaku
dosen pengampu mata kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan III yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Malang, 04 Desember
2023

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

Daftar isi .............................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................1

1.1 Latar belakang......................................................................................................4


1.2 Rumusan masalah ................................................................................................5
1.3 Tujuan...................................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN .....................................................................................................6

1. Faktor yang melatarbelakangi gerakan muhammadiyah di bidang pendidikan…6


2. Cita-cita pendidikan muhammadiyah ………………………………………….7
3. Bentuk-bentuk dan model pendidikan muhammadiyah………………………..9
4. Pemikiran dan praksis pendidikan……………………………………………..11
5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah………………………..14

BAB III PENUTUP............................................................................................................21

A. Kesimpulan............................................................................................................21
B. Saran......................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai
oleh nilai-nilai agama sehingga kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai negara yang berdasarkan agama, pendidikan
agam tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Umat
beragama beserta lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia merupakan potensi besar
dan sebagai modal dasar dalam pembangunan mental spiritual bangsa dan merupakan
potensi nasional untuk pembangunan fisik materil bangsa Indonesia.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu
kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk
maju, sejahtera dan bahagia.
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan
berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya
memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Pendidikan jangan hanya dipandang
sebagai suatu kewajiban. Tetapi juga harus pandai merencanakan, mengorganisir,
mengemas, melaksanakan serta mengevaluasi dan menindaklanjuti secara bersinergi
dan berkeseimbangan.
Hubungan pendidikan islam dengan pendidikan nasioanl tidak dapat dipisahkan,
karena keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Suatu sistem pendidikan
nasional harus mementingkan masalah eksistensi umat manusia pada umumnya dan
eksistensi bangsa Indonesia khususnya dalam hubungan masa lalu, masa kini dan
kemungkinan perkembangan masa depan.

4
B. Rumusan Masalah
1. Faktor yang melatar belakangi Gerakan Muhamadiyah di bidang Pendidikan ?
2. Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah ?
3. Bentuk-bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah ?
4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah ?
5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk Memahami Faktor yang melatarbelakangi Gerakan Muhamadiyah di bidang
Pendidikan.
2. Untuk memahami Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah.
3. Untuk memahami Bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah.
4. Untuk memahami Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah.
5. Untuk memahami Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1) Faktor Yang Melatarbelakangi Gerakan Muhammadiyah Dibidang Pendidikan

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang mempelopori


pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya Muhammadiyah
menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu
penjajahan Belanda, sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan jalan
melakukan reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Saat kolonial Belanda menjajah
bumi nusantara. Pendidikan Islam telah tersebar luas dalam wujud "pondok pesantren",
dimana islam diajarkan di mushola dan masjid. Sistem yang digunakan seperti sistem
sorogan, bandongan, dan wetonan. Sorogan adalah sistem pendidikan climana secara
perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab . dan mengartikan kemudian sang
santri . santri hanya mendengarkan penjelasan dari semasa itu hanya berorientasi pada
hafalan sang kyai.

Sistem pendidikan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk


berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadist,
Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini
berlangsung hingga awal abad ke-20.Dalam sekolah Belanda para murid tidak
diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah laku
mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.Melihat kenyataan ini K.H Ahmad
Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan bagi umat
Islam.Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan segi
teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang berakaqul
karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan, cakap, serta
bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi teknik adalah lebih
banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan modern

Kini pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan segala


kesuksesannya, tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah berat.Pendidikan
Muhammadiyah merupakan bagian yang terintegrasi dengan gerakan Muhammadiyah
dan telah berusia sepanjang umur Muhammadiyah.

6
2) Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah

Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia- manusia
baru yang mampu tampil sebagai "ulama-intelek" atau "intelek-ulama", yaitu seorang
muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani.
Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan
melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah
Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah- sekolah sendiri di mana agama dan
pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah
menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua
sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan
tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek
masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya
warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang d waktu, masalah
teknik pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembang ilmu pendidikan atau
psikologi perkembangan.Dalam rangka menjarr kelangsungan sekolahan yang ia
dirikan maka atas saran murid-muridnya K' Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan
Muhammadiyah tahun 1912. Meto pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan
bercorak kontekstual melaI proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai
menjelaskan surat al-Ma'i kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri
itu menyadz bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong
fal miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalk.
perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang me dikembangkan oleh
pendidikan Muhammadiyah, yaitu bagaima merumuskan sistem pendidikan ala al-
Ma'un sebagaimana dipraktekkan KH Ahmad Dahlan.

Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu


memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak.
Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang
paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena
di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran
mengikuti sistem madrasahsekolah, jelasnya madrasahsekolah dalam pondok pesantren

7
adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam
semangat yang sama belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju
peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day
schoot, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.Satu
dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar menjangkiti seluruh warga
Muhammadiyah.Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak- kanak (TI()
hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuli

Apabila Muhammadiyah benar-benar mau membangun


sekolahuniversitas unggul maka harus ada keberaruan untuk merumuskan bagaimana
landasan filosofis pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara tegas bagaimana
posisi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan nasional,
dan kedudukannya yang strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. orientasi filosofis ini
jelas sangat membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang
sejauh ini kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri
musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus
ada keberanian memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Model
pondok gontor bisa dijadikan alternatif, dengan bahasa dan kebebasan berpikir terbukti
mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia-manusia yang unggul. Filsafat
pendidikan memanifestasikan .

pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Filsafat yang


dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka
sebagai konsekuensinya logika, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya
melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang
diyakini dan dianutnya. Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar,
Muhammadiyah dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan
menanamkan khazanah pengetahuan melaluijalur pendidikan.Secara umum dapat
dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tetap
dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba di semua
lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah satu
upaya Muhammadiyah agar setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia diciptakan

8
oleh Allah semata-mata untuk berbakti kepada-Nya.Usaha Muhammadiyah
mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern

3) Bentuk-bentuk dan model pendidikan muhammadiyah

Muhammadiyah konsekwen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur


pendidikan. Ada beberapa tipe pendidikan Muhammadiyah:

1. Tipe Muallimin Mualimat Yogyakarta (pondok pesantren)

2. Tipe madrasah Depag(Departemen Agama); Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan

Aliyah

3. Tipe sekolah Diknas; TK, SD, SMP, SMA SMK, Universitas ST

PoliteknikAkademi

4. Madrasah Diniyah, dan lain-lain

Orientasi pembaharuan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama yang


ingin dicapai oleh Muhammadiyah, hal ini tergambar dari tujuan pendidikan dalam
Muhammadiyah, untuk mencetak peserta didik lulusan sekolah Muhammadiyah,
sebagai berikut:

1) Memiliki jiwa Tauhid yang murni


2) Beribadah hanya kepada Allah
4) Berbakti kepada orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat
5) Memiliki akhlaq yang mulia
6) Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan
7) Berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama
8) .Bentuk dan Model pendidikan muhammadiyah

Pendidikan, menurut KH. Ahmad Dahlan, hendaknya diarahkan pada usaha


membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan dan
berakhlak Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem
pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi
rahmatan lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap

9
manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah Allah
berfirman: “Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus
(melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan sanggup
melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-
rahman/55:33).

Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan:

1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang


beragama Islam dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis.
2. Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik
dapat tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan.
3. Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di
lembaga pendidikan Muhammadiyah

10
4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah

Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap
situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi),
kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial
belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan Muhammadiyah yang
ia dirikan pada tanggal 18 Nopember 1912. Organisasi ini mempunyai karekter sebagai gerakan
sosial keagamaan. Titik tekan perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran Islam dan
bidang pendidikan. Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam upaya
pemberantasan bid’ah, khurafat dan tahayul. Ide pembaruannya menyetuh aqidah dan syariat,
misalnya tentang uapcara kematian talqin, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, menziarahi
kuburan yang dikeramatkan, memberikan makanan sesajen kepada pohon-pohon besar,
jembatan, rumah angker dan sebagainya, yang secara terminologi agama tidak dikenal dalam
Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola
berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang,
Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan
mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan
pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing kemajorean, adja
kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah manusia yang maju, jangan
pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada di Indonesia
saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk
menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakat. Karena itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai pendidikan
dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:

A. Pendidikan Integralistik

K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada
tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu
untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak
merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato
terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena

11
menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci melalui
filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya
minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:

1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai
dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah
terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci;
2. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;
3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya
akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi K.H.
Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat
dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan
Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri,
menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.

Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-


intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem
pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan
suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah,
jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-
sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model
pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di
lingkungan Muhammadiyah.

1. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-


madrasah Pendidikan Agama

Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan dan
prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu ke
dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang ditawarkan
adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari sini tampak
bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga
pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad

12
Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu
sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi bibit madrasah
Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum
lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir
Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah menurut K.H.
Ahmad Dahlan adalah:

1. Baik budi, alim dalam agama


2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya

2. Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda

Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan


dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya
pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan system pendidikan baru yang
diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan
sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharpakan
lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi
ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan
melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan moral
dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai instrument yang efektif dan
bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan merupakan unsur penting berkat
bantuan istri dan koleganya sehingga terbentuklah Aisyiah . di tempat-tempat tertentu,
dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum perempuan, seseuatu yang jarang ditemukan di
Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk gerakan
pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.

13
5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah

A. Tantangan Pendidikan Muhammadiyah

Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut untuk
mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan melalui
jalur pendidikan.

Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan;

a) Masalah Kualitas Pendidikan


Perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang pendidikan yang
sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan kualitas yang sepadan,
sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing yang tinggi, serta kurang
memberikan sumbangan yang lebih luas dan inovatif bagi pengembangan kemajuan umat
dan bangsa.

Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua masalah
sekaligus, yaitu, pertama, terlambatnya pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan
penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam beberapa hal kalah bersaing dengan
pihak lain. Kedua, tidak meratanya pengembangan mutu lembaga pendidikan. Dalam
sejumlah aspek banyak disoroti kelemahan amal usaha khususnya di bidang pendidikan
yang kurang mampu menunjukkan daya saing di tingkat nasional apalagi internasional.
Amal usaha Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata dan signifikan,
sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati beberapa lainnya mulai bangkit
mengembangkan ide-ide dan metode baru dalam peningkatan kualitas dan keberadaan amal
usaha Muhammadiyah.

Kedepan diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga amal usaha
Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul serta mampu
mengemban misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah.

Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan.


Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output
pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative
adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).

14
Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara
keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan
nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan
dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa
globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh
jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka,
terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality
(berkualitas rendah). Inilah salah satu dari sekian tantangan yang harus dihadapi
Muhammadiyah dalam bidang pendidikan.

b) Permasalahan Profesionalisme Guru


Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai
ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru
tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi
keberhasilan pendidikan.

Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi
seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis
yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”.
Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti
memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “di ditiru”

Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau
pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan
menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan
guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi.
Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat
banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus
menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini.

c) Masalah kebudayaan (alkulturasi)


Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental
spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan kebudayaan
dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa
lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan
saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.

15
Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan adanya
alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan, moral dan
akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan islam untuk
memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya
barat. (Arifin, 1994:42)

d) Permasalahan Strategi Pembelajaran


Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik.
Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma
pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara
terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis
factual atau pengetahuan.

Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model


tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran
lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini
agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.

e) Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan
berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.

Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata
kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh
berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari teknologi
elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti
kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan
aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto
copy dan sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9 )

Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak
positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak
lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer
penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa
pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan negatif

16
Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis moral.
Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada
perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah,
penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak
punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.

- Dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian.

Diera globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah perubahan yang
besar disegala sektor. Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang begitu cepat. Dengan kemajuan teknologi dan informasi seperti televisi, komputer,
internet, media cetak dan elektronik mengakibatkan bangsa Indonesia dapat dengan mudah
mengakses informasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dapat menimbulkan kemerosotan norma-
norma dalam kehidupan bermasyarakat, kebobokran akhlak (perilaku), serta bentuk
penyimpangan lainnya yang kini telah merebak dalam masyarakat Indonesia khususnya
generasi muda dalam hal ini pelajar atau mahasiswa. Mereka lebih mementingkan urusan
duniawi daripada urusan akhirat.

Dari semua bentuk penyimpangan ini membutuhkan suatu upaya yang sangat serius
untuk mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui pendidikan, dalam hal
ini pendidikan kemuhammadiyahan. Dengan kemuhammadiyahan dampak-dampak buruk
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa di minimalisir.

Jadi ini dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu cepat telah memberikan dampak-dampak bagi kehidupan kita, baik itu dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut menyebabkan bangsa Indonesia
melakukan banyak penyimpangan. Di dalam pendidikan, kemuhammadiyahan adalah salah
satu upaya yang diperlukan. Kemuhammadiyahan berperan aktif untuk mengelola dan
memanage dampak-dampak buruk yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi menjadi minimalisir.

Solusi atas Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalm Bidang Pendidikan

Menjawab tantangan yang dihadapi muhammadiyah dalam bidang pendidikan seperti


yang disebutkan diatas, Achmad Charis Zubai Sekretaris II Majelis Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah periode 1995-2000 mengemukakan

17
bahwa kendatipun jumlah umat islam mayoritas (88,2%) di Indonesia namun kualitasnya
cukup memprihatinkan dibanding umat lain. Karena beberapa fakor seperti tidak
mencerminkan homogenitas dalam kualitas tetapi heterogenitas baik dalam kualitas,
intensitas, maupun paham-paham dan persepsi keagamaannya. Selain itu, rendahnya
kualitas sumber daya umzt islam juga melatarbelakangi mengapa umat islam tidak
memiliki peran yang setaraf dengan kuantitasnya.

Menjawab tantangan yang dihadapi Muhammadiyah bahwa Kualitas lembaga


pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah belum setara dengan kuantitasnya yang
senantiasa mengalami perkembangan yang spektakuler, Muhammadiyah perlu melakukan
upaya pengesyahan dan penghidupan kembali Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan
dan gerakan pengembangan dan pengelolaan. Dalam aspek filosofik, Muhammadiyah perlu
merumuskan kembali ide dasar pendidikan muhammadiyah sebagai matra keimanan dan
ketaqwaaan yang tercemin dalam relijiulitas serta akhlaq manusianya. Dalam aspek
kebijakan pengembangan dan pengelolaan, dilakukan dengan penyegaran dan perubahan
orientasi yang meliputi :

• Dari orientasi status ke orientasi kompetensi


• Dari orientasi Input ke output
• Dari orientasi kekinian ke orientasi masa depan
• Dari orientasi kuantitatif ke orientasi kualitatif
• Dari orientasi kepemimpinan individu ke orientasi sistem
• Dari orientasi ketergantungan ke orientasi kemandirian
• Dari orientasi fisik ke orientasi nilai

Disamping itu perencanaan dan pengelolaan muhammadiyah perlu dikembangkan


dengan wawasn keunggulan dengan memacu kreativitas disegala bidang seperti iptek,
kewirausahaan, seni, dan sebagainya. Sehingga dapat meningkatkan daya saing umat dan
bangsa dalam percaturan nasional dan bangsa.

Menjawab tantangan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun yang
berkaitan dengan sejauh mana sekolah-sekolah Muhammadiyah mampu
mengaktualisasikan misinya sebagai sekolah islam ditengah perubahan dan globalisasi.
Sehingga diperlukan proses belajar yang sejalan dengan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tetapi juga membawa siswa menyadari kebesaran Alloh Swt.
Itu semua barangkali dapat digunakan sebagi prinsip moral dan peningkatan kualitas
pendidikan Muhammadiyah bagi pengembangan kualitas sumberdaya manusia.

18
Tantangan Muhammadiyah yang kedua dalam bidang pendidikan adalah masalah
berkurangnya profesionalisme guru. Hal ini harus segera ditemukan solusinya oleh
muhammadiyah untuk menghindari dampak negatif terhadap kualitas peserta didik dengan
terus meningkatkan kualitas Sumber daya pendidik dan terus menanamkan etos keikhlasan
kepada para pendidik dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah.

Selanjutnya, Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan juga harus mampu


menghadapi perubahan dan arus globalisasi yang ada terhadap kemungkinan dampak buruk
yang bisa dialami peserta didiknya. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat maka budaya asing akan dengan mudahnya masuk ke dalam
kebudayaan Indonesia.

Dengan pandangan Islam yang berkemajuan, sumberdaya manusia yang berkualitas,


kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi, pengalaman sosial yang panjang, dan modal
sosial yang luar biasa Muhammadiyah akan mampu menjadi kekuatan pencerahan di negeri
ini. Kini dalam memasuki perjalanan abad kedua tuntutannya ialah bagaimana segenap
anggota terutama kader pimpinan Muhammadiyah, memanfaatkan dan memobilisasi
seluruh potensi dan sistem gerakannya untuk tampil menjadi gerakan Islam modern yang
unggul di segala lapangan kehidupan salah satunya adalah untuk terus melakukan
pengembangan dan perbaikan dalam bidang pendidikan.

Transformasi di bidang pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha


lain yang bersifat unggul dan terobosan, Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah
dengan inovatif. Pembaruan gelombang kedua menjadi keniscayaan bagi Muhammadiyah
dalam memasuki fase itu.

B. Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah

Sutrisno (2008: 2-3) menjelaskan bahwa dampak berkembangnya dikotomi keilmuan


telah melahirkan system Islam yang mandul dan tidak berdaya. Pendidikan
Muhammadiyah selalu merespon perkembangan zaman. Kesadaran akan keringnya Islamic
value dan dikotomi ilmu dalam pendidikan menjadi sorotan Muhammadiyah. Banyaknya
amal usaha dalam bidang pendidikan menuntut pembaharuan pendidikan Muhammadiyah
yang lebih objektif, dalam arti mampu menyatu dalam kehidupan sosial masyarakat.
Mohamad. Ali (2010: XIX) menjelaskan, jika pada tahun 1990an madrasah mengalami
modernisasi, pada kurun tersebut sekolah mengalami gejala spiritualisasi. Modernisasi
bersifat top-down, sebaliknya spiritualisasi sekolah bersifat bottom-up. Spiritualisasi

19
sekolah dipelopori Pendidikan Muhammadiyah yang menerapkan system pembaharuan
dalam pendidikan.
Konsep pendidikan Muhammadiyah yang integrative-interkonektif mengajarkan
keilmuan Agama dan umum sekaligus, menjadi ciri khas pendidikan Muhammadiyah.
Ciri khas ini yang akan menjadi icon pendidikan Muhammadiyah, sekaligus menjadi
oase dalam kekeringan ruh spiritual dalam pendidikan. Dalam Kurikulum ISMUBA
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah DIY (Dikdasmen PWM DIY, 2012:II),
pendidikan Muhammadiyah memiliki empat fungsi, yaitu: pertama sebagai sarana
pendidikan dan pencerdasan, kedua, pelayanan masyarakat, dakwah amar ma’ruf nahi
munkar dan keempat, lahan kaderisasi. Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut, sekolah
dan madrasah Muhammadiyah didesain dan diorientasikan untuk memberikan
pelayanan dan peningkatan kualitas lulusan yang unggul dalam kepribadian, keagamaan,
keilmuan, keterampilan, berkarya seni-budaya dan berdaya saing tinggi, baik di tingkal
lokal, nasional maupun global. Mengacu pada tujuan pendidikan Muhammadiyah yaitu,
pendidikan, pelayanan, dakwah, dan perkaderan. Paradigma pendidik dalam lembaga
pendidikan Muhammadiyah harus disatukan.
Visi-misi pendidikan Muhammadiyah harus di internalisasikan. Paradigma itu
membentuk kerangka berfikir dan kesadaran kritis bahwa lembaga pendidikan
Muhammadiyah tidak hanya murni pendidikan dan pelayanan, tetapi ada aspek penting lain
yaitu misi perkaderan dan dakwah yang menjadi kewajiban masing-masing pendidik di
Muhammadiyah untuk melaksanakan misi tersebut. Misi pendidikan Muhammadiyah
tersebut sekaligus menjadi solusi dan respon tentang keringnya ruh keagamaan dalam
pendidikan, Muhammadiyah memiliki ciri khas yaitu pendidikan al-Islam dan
Kemuhammadiyahan. Dua hal itu menjadi ciri khas sekaligus solusi dalam mengisi
kekeringan ruh spiritual dalam pendidikan, baik pada pendidikan dasar dan menengah
maupun pada pendidikan tinggi di Muhammadiyah. semua AUM pendidikan harus
melaksanakan pendidikan al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai fondasi pendidikan.
AIK yang sudah berjalan pada lembaga Muhammadiyah harus di vitalkan kembali
fungsinya. Sehingga empat peran dan misi pendidikan Muhammadiyah dapat berjalan
seperti yang di cita-citakan

20
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak awal berdiri memiliki komitmen yang teguh
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur pendidikan, hingga saat ini lembaga pendidikan
yang dimiliki Muhammadiyah terus berkembang dan bertambah baik secara kuantitas maupun kualitas,
walaupun di sisi lain tidak dapat dipungkiri ada lembaga pendidikan Muhammadiyah yang mengalami
keterpurukan bahkan ada yang tutup, hal ini merupakan dinamika lembaga pendidikan yang dimiliki
oleh Muhammadiyah.

Manajemen yang selama ini berlaku di Muhammadiyah justru membuat para perintis lembaga
pendidikan di Muhammadiyah bersemangat untuk berkompetisi secara positif, walaupun demikian,
menurut hemat penulis manajemen yang sekarang berlaku membutuhkan evaluasi secara mendalam
untuk peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah secara umum.

21
DAFTAR PUSTAKA

Mulkhan, Abdul Munir. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta:
Bumi Aksara.1990.

Amir Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Jember:
Mutiara Offset.

Zubair, Achmad Charris.2000. Peningkatan Kualitas Pendidikan Muhammadiyah. PP


Muhammadiyah: Majelis Tarjih dan pengembangan Pemikiran Islam.

22

Anda mungkin juga menyukai