Disusun Oleh :
Lita Muhafilah 211223023
Prodi : PTIK 3A
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Pendidikan” tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Drs. San Susilo, M.M., pada mata kuliah
Kemuhammadiyahan di STKIP Muhammadiyah Kuningan. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. San Susilo,
M., selaku dosen mata kuliah kemuhammadiyah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Lita Muhafilah
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat kolonial Belanda menjajab bumi nusantara. Pendidikan Islam teLah tersebar
luas dalam wujud "pondok pesantren", dimana islam diajarkan di
musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan seperti sistem Sorogan, bandongan, dan
wetonan. Sorogan adalah sistem pendidikan dimana secara perorangan menghadap kyai
dengan membawa kitab, kyai membacakan dan mengartikan kemudian sang santri
menirukannya. Bandongan atau wetonan adalah sang kyai membaca, mengartikan dan
menjelaskan maksud teks dan kitab tertentu namun sang santri hanya mendengarkan
penjelasan dan Sang kyai.
Sistem pendidikan semasa itu hanya berorientasi pada hafalan teks semata,
sehingga tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan
sebatas Hadist dan Mustholah Hadist, Fiqih dan Usul Fiqih, ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf
Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini herlangsung hingga awal abad ke—20. Sudah barang
tentu di sekolah Belanda para murid tidak diperkenalkan pendidikan Islam sehingga
menjadikan cara berfikir dan tingkah laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran
islam.
Melihat kenyataan ini K.H Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk
memperbaharui pendidikan bagi umat islam. Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua
segi, yaitu segi cita-cita dan segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia
muslim yang berakhlaqul karimah. alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah
keduniaan, cakap, serta bersedia berjuang untuk kcmajuan agama islam. Sedangkan segi
teknik adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan
modern terutama system/model pembelajaran yang diterapkan selama pelaksanaan
pendidikan.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah :
1. Apa faktor yang melatar belakangi Gcrakan Muhammadiyah di bidang Pendidikan?
2. Bagaimana cita-cita Pendidikan Muhammadiyah?
3. Apa bentuk-bentuk dan model Pendidikan Muhammadiyah?
4. Bagaimana pemikiran dan praksis Pendidikan Muhammadiyah ?
5. Apa saja tantangan dan revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah
Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma‘ruf nahi munkar, Muhammadiyah dituntut
untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan
melalui jalur pendidikan.
Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya mata
pelajaran AIK/Ismuba di semua lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah. Hal
tersebut sebagai salah satu upaya Muhammadiyah agar setiap individu senantiasa
menyadari bahwa ia diciptakan oleh Allah semata-mata untuk berbakti kepada-Nya. Usaha
Muhammadivah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern,karena
Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi rahmatan lil-‘alamín, menjadi petunjuk
dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap manusia jika disampaikan dengan cara-cara
modern. Dasarnya adalah Allah berfirman: "Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian
sanggup menembus (melintasi) pejuru langit dan bumi,maka lintasilah. Kamu sekalian
tidak akan sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)"(QS.
Ar-rahman/55 :33).
4
Pendidikan, menurut KH. Ahmad Dahlan, hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan dan berakhlak
Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan
modern,karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi rahmatan lil-alamin,
menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap manusia jika disampaikan
dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah Allah berfirman: “Wahai jama’ah jin dan
manusia, jika kalian sanggup menembus (melintasi) pejuru langil dan burni, maka
lintasilah. Kamu sekalian tidak akan sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan
(ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-rahman/55:33).
Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan:
1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama Islam
dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis
2. Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat tersentuh dan
sekaligus mengamalkannya, dan
3. Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan
Muhamrnadiyah.
5
pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun
pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan:”
Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”(
Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada di
Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannva mengenai tujuan pendidikan adalah
untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk
kemajuan masyanakat. Karena itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai
pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:
1. Pendidikan Integralistik
K.H Abmad Dahlan (1868- 1923) adalah tipe man of action sehingga sudah
pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh
sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi fiosofis pendidikan Beliau musti lebih
banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah
pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati
karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci
melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan
tingginva minat beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
a. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat
dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan
istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci;
b. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;
c. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya
akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt.
Pribadi K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap
apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang
pendidikan Barat tapi ja membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam
sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.
Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-
intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem
pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan
suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah,
6
jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik.
Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu
menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day
school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.
7
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dan keunggulan komparatif (Comperative
adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Keunggulan komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara
keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (5DM) yang
berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut.
pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena
harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global.
Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan
semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih
sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi
sekolah-sekolah di dalam negeri secan kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
Inilah salah satu dan sekian tantangan yang hams dihadapi Muhammadiyah dalam
bidang pendidikan.
2. Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses
pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah
menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses
pembelajaran, namun posisi guru fidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru
merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah
kondisi seorang anak dan gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar
baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan
bangsanya” Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru
sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “ditiru”
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan,
atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan di lapangan
menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru honorer, yang tidak berasal dan
pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system
seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak
mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu
permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan
Muhammadiyah masa kini.
8
3. Masalah kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia balk bersifat material maupun
mental spiritual dan bangsa itu sendiri ataupun dan bangsa lain. Suatu perkembangan
kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dan pengaruh
kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi
yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya.
Dan sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan
adanya alkuturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan,
moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan
islam unmk memfilter budaya-budava yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh
budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)
4. Permasalahan Strategi Pembelajaran
Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunvai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta
didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dan paradigma
pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan
paradigma pembelajanan sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal,
berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan
pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.
Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dan model
tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek
pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dan
pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme
guru.
5. Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dan pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan) Teknologi menawarkan
berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak negatif dan tekno1oi moderen telah mulai menampakan diri di depan
mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual/jiwa yang sedang
tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari
teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya
seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah
9
kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti
Komputer, foto copy dan sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9)
Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiiki dua dampak yaitu
dampak positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak
didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dan kamus, tapi sudah bisa lewat
komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet.
Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis moral.
Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnva, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan,
pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada perbuatan negatif generasi
muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan,
penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis
akhlaq lainnya.
Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah
Sutrisno (2008: 2-3) menjelaskan bahwa dampak berkembangnya dikotomi keilmuan
telah melahirkan system Islam yang mandul dan tidak berdaya. Pendidikan Muhammadiyah
selalu merespon perkembangan zaman. Kesadaran akan keringnya Islamic value dan dikotomi
ilmu dalam pendidikan menjadi sorotan Muhammadiyah.
Banyaknya amal usaha dalam bidang pendidikan menuntut pembahaiuan pendidikan
Muhammadiyah yang lebih objektif. dalam arti mampu menyatu dalam kehidupan sosial
masyarakat. Mohammad. Ali (2010: XIX) menjelaskan, jika pada tahun 1990an madrasah
mengalami modernisasi, pada kurun tersebut sekolah mengalami gejala spiritualisasi.
Modernisasi bersifat top-down, sebaliknya spiritualisasi sekolah bersifat bottom-up.
Spiritualisasi sekolah dipelopori Pendidikan Muhammadiyah yang menerapkan system
pembaharuan dalam pendidikan.
Konsep pendidikan Muhammadivah yang integrative-interkonektif mengajarkan
keilmuan Agama dan umum sekaligus, menjadi ciri khas pendidikan Muhammadiyah. Ciri
khas ini yang akan menjadi icon pendidikan Muhammadiyah, sekaligus menjadi fase dalam
kekeringan ruh spiritual dalam pendidikan. Dalam Kurikulum ISMUBA Majelis Penclidikan
Dasar dan Menengah DIY (Dikdasmen PWM DIY, 2012:II), pendidikan Muhammadiyah
memiliki empat fungsi, yaitu: pertama sebagai saran pendidikan dan pencerdasan. kedua,
pelayanan masyarakat, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan keempat, lahan kaderisasi.
Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut, sekolah dan madrasah Muhammadiyah didesain dan
diorientasikan untuk memberikan pelayanan dan peningkatan kualitas lulusan yang unggul
10
dalam kepribadian, keagamaan, keilmuan, keterampilan, berkarya seni-budaya dan berdaya
saing tinggi, baik di tingkal lokat nasional maupun global. Mengacu pada tujuan pendidikan
Muhammadiyah yaitu, pendidikan, pelayanan, dakwah dan perkaderan. Paradigma pendidik
dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah harus disatukan.
Visi-misi pendidikan Muhammadiyah harus di internalisasikan. Paradigma itu
membentuk kerangka berfikir dan kesadaran kritis bahwa lembaga pendidikan Muhammadiyah
tidak hanya murni pendidikan dan pelayanan, tetapi ada aspek penting lain yaitu misi
perkaderan dan dakwah yang menjadi kewajiban masing masing pendidik di Muhammadiyah
untuk melaksanakan misi tersebut.
Misi pendidikan Muhammadiyah tersebut sekaligus menjadi solusi dan respon tentang
keringnya ruh keagamaan dalam pendidikan. Muhammadiyah memiliki ciri khas yaitu
pendidikan al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Dua hal itu menjadi ciri khas sekaligus solusi
dalam mengisi kekeringan nih spiritual dalam pendidikan, baik pada pendidikan dasar dan
menengah maupun pada pendidikan tinggi di Muhammadiyah. semua AUM pendidikan harus
melaksanakan pendidikan al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai fondasi pendidikan. AIK
yang sudah berjalan pada lembaga Muhammadiyah harus di vitalkan kembali fungsinya.
Sehingga empat peran dan misi pendidikan Muhammadiyah dapat berjalan seperti yang di cita-
citakan.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
12
Mulkhan. Abdul Munir. Pemikiran K.H Ahmad Dahlan dan Muhammadiuah. Jakarta: Bumi
Aksara,1990.
Amir Hamzah Witosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam,
Jember:Mutiara Offset.
Zubair. Achmad Charris. 2000. Peningkatan Kualitas Pendidikan Muhammadiyah. PP
Muhammadiyah: Maje1is Tarjih dan pengembangan Pemikiran Islam.
13