Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Modernisasi Pendidikan Islam dan Kemajuan Pendidikan Ilmu dan Teknologi, Dan
Pesantren dan Prospek Pendidikan Islam

Disampaikan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta PAI

Dosen Pengampu : Drs. H. Puadiatma. M.Ag

Disusun Oleh : kelompok

 M. Fahmi Solihin
 M. Nurussobah
 M. Abdul Baaqir

Semester VII.2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MASTHURIYAH

2021

KATA PENGANTAR
Segala puji atas kehadirat Allah SWT, yang mana kita semua telah diberikan nikmat serta
karunia-Nya, dan kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang : Modernisasi Pendidikan
Islam dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dan Pesantren dan Prospek Pendidikan
Islam. Dan tak lupa pula mengucapkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar kita
yakni Nabi Muhammad SAW.

Dan dengan hidayah-Nya lah makalah ini dapat diselesaikan dan dengan harapan kami
agar makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Semoga pokok pembahasan yang kami bahas dalam makalah ini dapat diterima dan
dimengerti serta dapat memberikan motivasi kepada kita semua untuk mengetahui tentang :
Modernisasi Pendidikan Islam dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dan Pesantren
dan Prospek Pendidikan Islam

Sukabumi, November 2021

Kelompok 7

DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR i..

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Modernisasi Pendidikan Islam dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


1. Pengertian Modernisasi Pendidikan
2. Faktor-Faktor yang melatarbelakangi Pendidikan islam
3. Aspek-aspek modernisasi pendidikan islam
4. Faktor-faktor modernisasi pendidikan islam
B. Pesantren dan Prospek Pendidikan Islam
1. Pengertian Pesantren
2. Prospek pendidikan islam

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akar dari gagasan dan program modernisme pendidikan Islam ialah terkait dengan
pemikiran dan institusi Islam yang secara keseluruhan telah dimodernisasi. Di masa
depan kelak, dasar ini merupakan prasyarat tersendiri bagi kebangkitan umat Islam.
Sehingga modernisme pendidikan Islam masih ada kaitannya dengan kebangkitan
gagasan program modernisasi Islam itu sendiri. Baik dari sisi pemikiran, kelembagaan,
dan pendidikan sekali pun perlu nampaknya untuk dilakukan proses modernisasi.
Pembaharuan terhadap pemikiran dalam prespektif intelektual orang-orang Islam perlu
dilakukan. Secara sederhana, maksudnya adalah mengadakan pembaruan yang
disesuaikan dengan modernitas yang ada. Sebab apabila pemikiran, kelembagaan, dan
pendidikan Islam yang bersifat ‘tradisional’ terus digunakan tanpa disertai modernisasi,
dikhawatirkan kedepannya umat Islam tidak berdaya saat menghadapi kehidupan dunia
yang semakin maju. Selain itu, dengan adanya pendidikan yang termasuk dalam aspek
tersebut, maka peran pentingnya tidak hanya sebagai wahana konservasi. Yang mana
maksudnya adalah tempat pemeliharaan, pelestarian, penanaman dan pewarisan terhadap
nilai-nilai bahkan tradisi suatu masyarakat. Sebaliknya juga dapat berperan sebagai
sarana kreasi dalam hal penciptaan, pengembangan dan pentransformasian masyarakat
menuju arah dari pembentukan budaya baru. Tidak lah salah jika terlihat banyak sekali
para pemikir Islam yang memanfaatkan pendidikan Islam sebagai wahana untuk
melakukan proyek dalam percobaan pembaruan yang diusahakan mereka. (Azra,2014, p.
30)
Hal-hal yang dimodernisasi/ diperbarui terkait modernisasi pendidikan Islam
sesungguhnya bukanlah ajaran dasar Islam, akan tetapi interpretasi atau dalam bahasa
singkatnya yaitu hasil pemahaman terhadap ajaran Islam tersebut. Lebih lanjut hal ini
dimaksudkan sebagai pemikiran dalam penyesuaian terhadap paham-paham Islam yang
semakin berkembang sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi moderen
yang semakin maju. (Nata, 2019, p. 8)
Pada abad kini, modernisasi pemahaman terhadap Islam memang telah berkembang
menjadi tema sentral dari pemikiran para pemikir Islam. Mereka melakukan upaya agar
dapat melaksanakan kajian atas konsep dan pemahaman umat Islam terhadap agamanya
dari sudut pandang berbagai aspek seperti politik, sosial, intelektual, hukum dan
pendidikan. Tujuan mereka tidak lain adalah untuk menemukan solusi dan membuat
rumusan atas sebuah formulasi Islam baru yang mampu tanggap terhadap tantangan
zaman. Semenjak abad 19 sebenarnya upaya untuk memodernisasi pendidikan Islam
sebenarnya telah menjadi fokus utama di dunia Islam. Kala itu umat Islam berada dalam
posisi kemunduran dan keterbelakangan dari dunia Barat. Terutama pada saat dinasti
Turki Usmani mengalami kekalahan dari Barat. Pendidikan Islam banyak yang telah
meninggalkan budaya rasional (filsafat), budaya tulis dan secara umum mereka
mengajarkan ilmu-ilmu agama. Kilas balik jauh sebelum abad 18 sesungguhnya saat itu
merupakan masa keemasan Islam. Dunia Islam sebagai negara adidaya mampu
berkontribusi besar ke dunia Barat yaitu dengan mentrasmisikan ilmu pengetahuan, yang
mana terjadi pada masa Bani Umayah di Spanyol dan Bani Abbasiyah di Baghdad.
(Efendi, 2014, p. 110)
Dari berbagai hal yang sedikit telah dijabarkan di atas, penting untuk dicermati terhadap
adanya modernisasi pendidikan Islam. Dengan tetap melakukan upaya modernisasi dan
tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam. Sehingga, nantinya kita tidak akan terjerumus
dalam dunia modern yang semakin maju yang kita tidak tahu
tantangan/halangan/rintangan apalagi yang akan mendatang akan hadir.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Modernisasi Pendidikan Islam

Dalam bahasa Arab, modernisasi/pembaharuan disebut tajdid. Modernisasi yaitu sebuah proses
pergeseran menuju ke arah modern yang tidak hanya terkait dari segisikap, gaya hidup, sudut
pandang, bahkan mentalisme sekali pun sebagai tuntutan masyarakat terhadap trend yang
berkembang di masa sekarang ini. Nurcholish Majid, atau yang akrab kita kenal Cak Nur
menyatakan bahwa modernisasi sebagai rasionalisasi, yaitu proses perombakan pola pikir yang
dulunya tidak rasional, kemudian diganti dengan pola pikir yang rasional. (Majid, 1997, hal. 172-
173) Berdasarkan Harun Nasution, modernisasi/pembaharuan Islam adalah sebuah upaya
penyesuaian terhadap paham keagamaan Islam masa sekarang terhadap akibat yang timbul dari
kemajuan pengetahuan dan teknologi modern. Modernisasi maksudnya adalah proses
pemodernan dengan ciri berupa aktual dan maju. Belakangan ini istilah modernisasi hampir
digunakan disemua aspek kehidupan manusia baik dalam bidang ekonomi, budaya, hukum,
dakwah, politik, kesehatan, komunikasi, bahkan tak terkecuali dalam bidang pendidikan Islam.
Oleh sebab itu, modernisasi dipandang sebagai bagian dari kebutuhan yang mendasar dalam
rangka memajukan aspek kehidupan manusia dan memenuhi tuntutan zaman yang semakin
mengglobal.

Jika ditinjau dari sudut sosialisasi dan antropologi maka modernisasi selalu untukdiarahkan dari
budaya tradisional menuju budaya modern, dari baik menjadi lebih baik. Jika dikaitkan dengan
pendidikan maka modernisasi pendidikan adalah suatu upaya dalam rangka mengubah praktek-
praktek pendidikan Islam yang awalnya bersifat tradisional kearah pendidikan yang yang lebih
maju (modern) sesuai dengan tuntutan zaman. (Effendi, 2014)

Pendapat tersebut juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arief Subhan, bahwa
modernisasi Pendidikan Islam merupakan upaya pembaharuan lembaga-lembaga tradisional
yang mengadopsi elemen-elemen modern seperti kurikulum, tujuan, metode pendidikan, media
da tata kelola pendidikan. (Subhan, 2012, hal. 23)

B. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Modernisasi Pendidikan Islam

Secara garis besar adanya modernisasi pendidikan Islam tidak terlepas dari beberapafaktor yang
melatarbelakanginya. Dengan dorongan dan pengaruh faktor-faktor ini,kemudian munculah
modernisasi pendidikan Islam. Faktor faktor tersebut meliputi:

1. Faktor Internal

 Kebutuhan pragmatis umat Islam. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sebuahkebutuhan
terhadap suatu sistem yang mana dengan adanya sistem tersebutdi harapkan dapat
mewujudkan kemajuan dalam pendidikan Islam.
 Harapan untuk dapat melahirkan muslim yang memiliki kualitas, akhlak mulia, iman dan
taqwa terhadap Allah, serta sisi yang professional dan inovatif.
 Keadaan pendidikan Islam yang secara nyata terlihat tidak dapat mengikuti arus
perubahan sosial dan modernisasi.
 Manajemen pendidikan yang tergolong tradisional dan statis.
 Metode pendidikan tergolong tradisional dengan karakteristik menghafal, tidakdengan
metode penghayatan.

2. Faktor Eksternal

 Peradaban Islam melangsungkan kontak dengan dunia Barat.


Hal ini sebenarnya sudah terjadi bahkan sebelum periode modern. Tepatnyayaitu pada
masa Turki Usmani. Dikarenakan menderita kekalahan, akhirnya pembaharuan/
modernisasi awal dimulai. Pada permulaan abad 18 untuk mengatasi bidang militer yang
menjadi penyebab kekalahan, didatangkanlah para ahli Eropa, diantaranya: De Rochefort
(Prancis), Macarthy (Irlandia),Ramsay (Scotlandia) dan Comte de Benneval (Prancis).
Usaha ini berlanjut pada abad 19, namun kemunduran dan keterbelakangan menyerbu
umat Islam. Kekuatan militer Mesir berrhasil dikalahkan oleh Napoleon Bona Parte. Hal
ini kemudian menyebabkan munculnya modernisasi pendidikan Islam.
Dalam menghadapi tantangan modernisasi yang muncul di masa kini, seperti:
kolonialisme, imperialisme, materialisme, kapitalisme, industrialisme, dansejenisnya,
para pemikir intelektual Islam meyakini bahwa pendidikan merupakan solusi terbaik
dalam menghadapi hal-hal tersebut. Setidaknyadengan perantara pendidikan, nilai-nilai
Islam dapat masuk di dalamnya untuk membentengi tantangan-tantangan modernisasi
yang muncul. Peradaban Islam yang modern pun dapat dihasilkan.
 Dikuasainya politik Islam dan dilakukannya eksploitasi kekayaan alam secara cepat oleh
kolonialisme Barat. Dikarenakan hal ini pada akhirnya bangsa Barat banyak menjadikan
daerah Islam sebagai daerah jajahan mereka.
 Dampak dari ikut sertanya Turki Usmani di Perang Dunia I dengan Jermansebagai
sekutunya, sehingga intervensi oleh negara-negara sekutu pada dinastiitu pun terjadi pada
tahun 1920 dan lahirlah beberapa negara yang memiliki bangsa yang modern. Melalui
perjanjian Sevres, Palestina masuk dalam kekuasaan Inggris, begitu juga dengan Yordan
modern. Syria dengan Lebanon moderen di bawah kekuasaan Prancis.(Effendi, 2014)
C. Aspek-Aspek Modernisasi Pendidikan Islam

Agar dapat mencapai revolusi atau inovasi yang diinginkan Islam memiliki beberapaaspek yang
harus dimodernisasi dalam bidang pendidikan Islam, Antara lain sebagai berikut:

1. Tata Laksana Pendidikan

Ruang lingkup tata laksana pendidikan meliputi: koordinasi, sistem perencanaan,suatu


pergerakan, penilaian dan kepemimpinan. Belakangan ini aspek-aspek inimenjadi kelemahan
dalam bidang pendidikan Islam di dunia. Seperti di Indonesia semisal, terdapat banyak sekali
lembaga pendidikan Islam (pesantren danmadrasah) yang masih menggunakan tata laksana
konservatif, dan juga cacat didalam aspek pengkoordinasian, kepemimpinan, mengelola tadbir
dan juga keuangan.

2. Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum dalam bidang pendidikan Islam dikenal sebagai manjah atau jalan yangterang serta
dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Kurikulum pendidikan harusnya bersifat
ekstensif, di mana meliputi ilmu agama dan ilmu umum, kemudian yang dijadikan sumber utama
pendidikan Islam yakni Al-Qur’an dan Hadits. Dalam menyusun dan mengembangkan
kurikulum pendidikan Islam Al-Qur’an dan Hadits harus dijadikan sebagai rujukan operasional,
mengingat Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama pendidikan Islam. Dalam Al-Qur’an
Surat Lukman ayat;13 terdapat beberapa poin penting yang dapat kita ambil sebagai kurikulum
pendidikan Islam, bahwasanya pendidikan pertama yang disampaikan oleh Luqman Al-Hakim
yakni pendidikan akidah atau bisa kita sebut dengan Tauhid. Akidah dan tauhid menjadi prioritas
utama dalam bidang pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan lain.

3. Metode Pendidikan

Setelah mengetahui aspek kurikulum, selanjutnya pada aspek metode pendidikan,antara lain:

a. Metode Mengahafal

Masa turki usmani metode yang digunakan dalam bidang pendidikan Islam menggunakan
metode hafalan, metode hafalan diterapkan oleh rekto Universitas Al-Azhar Kairo, akan tetapi
ketika Muhammad Abduh mejabat sebagai rector metode hafalan dirubah menjadi metode
penjiwaan dan jugametode diskusi. Metode ini dinilai kurang membawa dampak baik terhadap
anak didik karena mendorong anak didik tidak menjadi kreatif, cerdas, daninovatif karena
cenderung kaku, tradisional, dan menjadikan daya pikir menjadi terhambat. Metode hafalan
banyak digunakan untuk mata pelajaran seperti Al-Qur’an Hadist, Tafsir, akhlak, dan
sebagainya.

b. Metode Sorogan

DiIndonesia khususnya dipesantren banyak sekali metode yang dikembangkan salah satunya
metode sorogan, metode sorogan merupakan metode pembelajaran dengan cara face to face di
mana seorang santri dan kyai saling berhadap-hadapan dengan membawa kitab yang akan
dipelajari. Umumnya santri sudah menguasai Al-Qur’an dengan baik dalam hal bacaan.

c. Metode Bandongan

Metode ini juga digunakan dalam pesantren di Indonesia, metode bandongan merupakan metode
teacher on center di mana para kyai atau guru dikelilingi oleh para santri dengan mendengarkan
mata pelajaran yang akan disampaikan oleh kyai atau guru. Metode-metode diatas dirasa kurang
efektif di dalam memajukan lembaga pendidikan yang berbasis agama, maka dari itu
dikembangkanlah metode pembelajaran seperti metode demonstrasi, metode dialog, dan metode
konferensi. Metode tersebut telah dikembangkan sejak masa dinasti Abbasiyah yang berada
diBaghdad. Metode-metode tersebut dipercaya dapat menjadikan peserta didik untuk berpikir
rasional, kritis, objektif, dan sistematis.

4. Tenaga Pendidik

Modernisasi terhadap tenaga pendidik dapat dijadikan sebagai prioritas utama agar lembaga
pendidikan menjadi berkembang dan akan lebih maju. Jika dirasa melalui tenaga pendidik akan
lebih cepat melakukan revolusi serta gagasan yang terdapat dalam jiwa pendidik agar dapat
langsung disampaikan kepada peserta didik.Berbagai permasalahan terkait pendidik,
diantaranya: seorang pendidik dalamIslam dengan tugasnya yaitu menyampaikan materi
pelajaran merupakan seorang sarjana non kependidikan. Seharusnya latar belakangnya ialah
sarjana pendidikan.Oleh sebab itulah, agar pendidikan Islam berkembang dan lebih maju
kriteria yangharus dimiliki seorang tenaga pendidik, antara lain:
a. Tenaga pendidik harus memiliki sikap yang selaras antara apa yang dikatakandan apa
yang diperbuat, dan hendaknya menjadi contoh yang bagik bagi peserta didik.
b. Tenaga pendidik harus selalu terbuka dan jujur terhadap ilmu yang dimilikinya , tidak
boleh disembunyikan ilmu yang dimilikinya, dan senantiasa tidakmenolak apabila ada
peserta didik yang hendak belajar dengannya.
c. Tenaga pendidik tidak boleh menggunakan tekanan dalam proses pembelajaran.
d. Tenaga pendidik harus menunjukkan sikap yang tamak dalam ilmu yang dibuktikan
dengan kegemaran dalam membaca, menelaah, meneliti, dan jugamengkaji.
e. Tenaga pendidik harus memiliki sikap rendah hati terhadap peserta didik.
f. Tenaga pendidik dituntut untuk bersikap sabar dalam melakukan proses pembelajaran.
g. Dalam hadist Nabi disampaikan bahwa seorang tenaga pendidik dituntut harus dapat
memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, agar ilmuyang diberikan
sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki seorang peserta didik

5. Media Pendidikan

Dalam dunia pendidikan Islam selama ini lebih banyak yang menggunakan media tradisional,
sedangkan masa modernisasi ini memiliki inovas baru dalam bidang media pendidikan, seperti
white board, slide, tape recorder, DVD, computer, LCD, dan juga internet, diharapkan dengan
adanya media pendidikan yang inovatif inidapat digunakan oleh tenaga pendidik dan peserta
didik sebagai sarana belajar dandiharapkan agar tanggap teknologi, sehingga pendidikan Islam
lebih berkembangdan maju.

6. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam

Masa Turki Usmani dan juga mesir lembaga pendidikan dibagi menjadi tiga yakni, madrasah,
masjid, dan juga kitab. Kemudian kitab dibagi lagi menjadi dua, yakni kitab yang mana memberi
pembelajaran mengenai baca tulis tentang puisi arab, dimana tenaga pendidiknya berasal dari
kalangan non-muslim. Kemudian, kitab yang memberikan pembelajaran Al-Qur’an dan juga
dasar ilmu agama.
Di Indonesia sendiri lembaga-lembaga pendidikan terbilang banyak, seperti: pesantren, sekolah,
madrasah, dan juga perguruan tinggi agama negeri.. Ada juga perguruan tinggi swasta yang
berbasis agama dan juga pendidikan Islam non formal.

D. Pola-Pola Moderanisasi Pendidikan Islam

Ada beberapa sebab yang menjadikan kelemahan dan kemunduran umat Islam yangnampak pada
masa sebelumnya. Jika memperhatikan sebab dari kemajuan dan kekuatan yang dialami di Eropa
ada tiga pola pembaruan pendidikan Islam yaitu:

1. Pola pembaruan pendidikan Islam dengan orientasi terhadap pola pendidikan moderen di
Eropa.

Di Barat pola pendidikan modern itu berpandangan bahwa pada dasarnya sumber kekuatan dan
kesejahteraan hidup yang dialami merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern, yang mana hal tersebut adalah sebuah pengembangan terhadap ilmu
pengetahuan dan kebudayaan di duniaIslam. Agar kekuatan dan kejayaan umat kembali, harus
dapat menguasai juga sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut. Penguasaan harus dicapai
melalui proses pendidikan yang meniru pola pendidikan yang dikembangkan pada dasarnya dulu
dunia Barat pernah meniru dan mengembangkan sistem pendidikan dunia Islam. Usaha
pembaruan pendidikanIslam dalam hal ini adalah dengan mendirikan sekolah-sekolah ala barat
baik darisegi menejemen pendidikan, kurikulum ataupun isi pendidikannya.Awal dari pola
pembaruan pendidikan di Barat yaitu pada pada akhir abad ke-11 H/17 M. Tepatnya yakni saat
Turki Usmani mengalami kekalahan dari perang dengan berbagai negara Eropa Timur. Hal ini
pula yang menjadikan benih atas munculnyausaha sekularisasi Turki dan membentuk Turki
modern. Tokohnya yaitu SultanMahmud II (1807-1809 M), Selain itu juga usaha pembaruan
pendidikan yangnampak yaitu usaha Muhammad Ali Pasha di Mesir yang berkuasa pada
tahun1805-1848 M.

2. Pola pembaruan pendidikan Islam dengan orientasi terhadap sumber ajaran murniIslam.

Pandangan dari pola ini adalah bahwa Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Padadasarnya Islam sudah penuh
dengan ajaran-ajaran yang berpotensi untuk kemajuan, kesejahteraan dan kekuatan umat Islam.
Sebab dari kelemahan umat menurut pola ini adalah karena mereka tidak melaksanakan ajaran
Islam secara baik dan benar, meninggalkan ajaran Islam yangmana sebagai sumber kemajuan
dan kekuatan, dan ajaran Islam yang sudah tidakmurni lagi justru mereka terima. Perintis pola ini
yaitu Abdul Wahab. Namun, yang mencanangkan kembali pola ini adalah Jamaluddin Al-
Afghani dan MuhammadAbduh (akhir abad 19 M)

3. Pola pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi pada nasionalisme.

Timbulnya rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern
yang berawal dari barat. Rasa nasionalisme bangsa-bangsa baratyang mengalami kemajuan
kemudian keadaan tersebut pada umumnya mendorong bangsa-bangsa timur untuk
mengembangkan nasionalime masing-masing. Kenyataan yang didapat oleh umat Islam adalah
bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa dan latar belakang yang berbeda serta sejarah
perekembangan rasa nasionalisme di dunia Islam. Ide dari pembaruan yang berorientasi pada
nasionalisme bersesuaian dengan ajaran Islam karena adanya keyakinan dikalangan pemikiran-
pemikiran pembaruan umat Islam. Pada hakikatnya bahwaajaran Islam bisa diterapkan dan
disesuaikan dengan zaman. Golongan nasionalisme selalu berusaha untuk memperbaiki
kehidupan umat dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang obyektif. Umat Islam yang
bersangkutan pada perkembanan berikutnya ide nasionalisme mendorong timbulnya usaha untuk
merebut kemerdekaan dan mendirikan pemberintahan

A. Pesantren

Pesantren adalah institusi pendidikan yang berada di bawah pimpinan seorang atau beberapa kyai
dan dibantu oleh sejumlah santri senior serta beberapa anggota keluarganya. Menurut Nurcholish
Madjid (1997: 3), pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang ikut memengaruhi dan
menentukan proses pendidikan Nasional. Dalam perspektif historis, pesantren tidak hanya
identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia
(indigenous) sebab lembaga yang serupa pesantren ini sudah ada di Nusantara sejak zaman
kekuasaan Hindu-Budha. Dalam hal ini, para kiai tinggal meneruskan dan mengislamkan
lembaga-lembaga tersebut. Sedangkan tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia
yang memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ajaran Islam bersifat komprehensif. Selain itu,
produk pesantren juga dikonstruksi untuk memiliki kemampuan yang tinggi dalam merespons
tantangan dan tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu, dalam ranah Nasional maupun
Internasional.

Melihat kompleksitas personal dalam pesantren secara kelembagaan dan tujuan pesantren di atas,
pesantren dapat diasumsikan sebagai lembaga pendidikan yang mengusung dan melangsungkan
proses pembentukan karakter dalam diri anak didik (santri) sebagai manusia yang disiapkan
dalam menghadapi kompleksitas persoalan dalam kehidupan. Dengan model pendidikan
alternatif pesantren sampai hari ini masih mampu tetap eksis meski harus bersaing dengan
lembaga pendidikan modern yang cenderung sekuler. Hal itu bisa terjadi karena pesantren
memiliki integritas yang tinggi dengan masyarakat sebagai basisnya.

Akan tetapi, keterkaitan erat antara pesantren dengan komunitas lingkungannya, yang masih bisa
bertahan sampai saat sekarang, pada sisi lain justru dapat menjadi beban bagi pesantren itu
sendiri. Terlepas dari perubahan-perubahan sosio-kultural, sosio-politik, dan keagamaan yang
terus berlangsung dalam masyarakat Indonesia, harapan masyarakat terhadap pesantren ternyata
tidak berkurang. Bahkan, seiring dengan gelombang santrinisasi yang terus berlangsung di era
global saat ini, harapan terhadap pesantren semakin meningkat. Peran yang diharapkan (expected
role) yang dimainkan oleh pesantren semakin banyak. Pesantren diharapkan tidak hanya mampu
menjalankan fungsi tradisionalnya, tetapi di hadapan pesantren juga muncul peran-peran lain,
seperti tempat “rehabilitasi sosial”. Dalam konteks yang terakhir ini bagi banyak keluarga yang
anak-anaknya mengalami kegoncangan sosial, pesantren merupakan alternatif terbaik untuk
menyelamatkan anak-anak mereka.

Pesantren sejauh ini telah menunjukkan peran penting sebagai lembaga pendidikan secara sosial
dalam ikut serta mewujudkan amanat yang tertuang dalam alinea keempat pembukanan UUD
1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengingat kedekatan yang terjadi antara pesantren
dengan masyarakat sebagai lingkunganya serta harapan yang kian waktu semakin besar terhadap
fungsi-fungsi pesantren itu sendiri, telah mampu mengantarkan pesantren sukses menjadi
mediator dalam menjalankan tugas sebagai pusat pembelajaran dalam masyarakat dan
menjadikan keberadaannya eksis sebagai agen of change. Banyaknya harapan yang diperkirakan
dan dianggap akan menjadi beban kepada pesantren justru dapat dijadikan sebagai tantangan
yang mesti dihadapi, persoalan yang mesti diselesaikan.
Sejak lahirnya UU No. 2/1989 pertama kali Pendidikan Islam merupakan Subsistem Pendidikan
Nasional yang berarti pengelolaan, mutu, kurikulum dan tenaga juga berlaku bagi pengembagan
Pendidikan Islam. Pengintegrasian Pendidikan Islam ke dalam Subsistem Pendidikan Nasional
menuntut penyesuaian dalam arti yang positif. Hal tersebut membuka peluang bagi pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam untuk melakukan adaptasi secara besar-besaran terhadap
perkembagan ilmu pengetahuan secara universal, tidak hanya berfokus pada materi-materi klasik
sebagaimana mulanya, meski beberapa pesantren masih tetap eksis dengan kurikulum, model
dan pengelolaan yang ada. Ditambah lagi dengan perubahan yang terjadi dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yang tersebut dalam Bagian Kesembilan Pendidikan
Kegamaan Pasal 30, semakin menunjang keterlibatan pesantren sebagai Lembaga Pendidikan
Islam dalam penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan.

Dalam Pasal 30 UU Nomor 20 Tahun 2003 tersebut, ayat 2 menyatakan Pendidikan Keagamaan
berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama. Hal ini dapat
ditarik relevansinya terhadap perkembangan terkahir pendidikan yang termanifestasi dalam
Pendidikan Karakter oleh pemerintahan SBY tahun 2010 lalu. Secara lebih rinci dan dalam
pemersiapan peserta didik yang tertuang dalam ayat 2 pasal 30 tersebut diatas dapat dimaknai
sebagai upaya didik karakter dalam diri seorang peserta didik secara lebih luas, tidak kemudian
dengan sempit berorientasi kepada ajaran keagamaan semata. Sebab memaknai pendidikan
karakter sendiri tidak dapat dilihat secara kebangsaan (nilai luhur kebangsaan) dalam kaitannya
dengan caracter building sebagaimana tertuang dalam modul-modul pembelajaran yang ada.
Pendidikan karakter mustilah dimaknai secara lebih luas sebagaimana hal-hal yang berkaitan
dengan karakter itu sendiri, terlebih dalam pendidikan. Selain itu, memang caracter building
yang tertuang dalam modul-modul pembelajaran sudah mencakup ajaran-ajaran dalam Islam,
sehingga tidaklah dapat dibatasi pengertiannya sebagai karakter kebangsaan. Inilah titik tolak
pembahasan dalam tulisan ini, tentang bagaimana prospek pendidikan pesantren dalam
pendidikan karakter.

Bermula dari tercetusnya pendidikan karakter, maka pendidikan pesantren secara massif menjadi
pusat perhatian masyarakat Indonesia. Pesantren dengan segala sistem, pengelolaan dan
metodenya disebut-sebut sebagai satu-satunya lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan karakter sejak dahulu kala. Oleh karena itu pendidikan pesantren mulai banyak
diperbincangkan dan diminati kembali. Lahirnya pendidikan karakter yang dianggap sebagai
solusi untuk perbaikan bobroknya moral bangsa yang semakin tak terelakkan belakangan dalam
pendidikan kita, menyediakan sisi prospektif terhadap pendidikan pesantren. Dengan sendirinya
pesantren yang eksis dengan basis pendidikan karakter memiliki nilai tawar yang tinggi terhadap
kosmos pendidikan Indonesia. Dalam pendidikan pesantren sebagaimana pemikiran KH. Hasyim
Asy’ari bahwa yang menjadi sentral pendidikan adalah hati. Penekanan pada hati ini dengan
sendirinya membedakan dari corak pemikirin pendidikan progresifisme yang dipelopori oleh
John Dewey menyatakan bahwa, sentral pendidikan adalah pemikiran dan kecerdasan. Pikiran
dan kecerdasan ini merupakan motor penggerak dan penentu arah kemajuan sekaligus penuntun
bagi subyek untuk mampu menghayati dan menjalankan sebuah program.

Dari ini jelas sekali bahwa pesantren dalam potret salah seorang tokohnya memandang subtansi
manusia terletak pada hatinya, bukan pada unsur fisik sebagaimana aliran progresifisme atau
esensialisme yang menganggap materi utamalah yang menentukan dan memantapkan pikiran
serta kecerdasan manusia.

Pendidikan kita yang mula-mula menganut pemikiran para filosofis Barat, dalam memandang
manusia dominan dari sisi antroposentris. Sedangkan pendidikan pesantren yang mengikut para
filosof Islam dalam hal ini, misalnya, al Ghazali memandang manusia secara theosentris. Karena
itu dalam pendidikan pesantren yang bernafaskan Islam, tugas pendidik, misalnya, tidak hanya
mencerdaskan pikiran sebagaimana aliran progresifisme atau menyiapkan bahan pengajaran
yang baik sebagaimana aliran esensialisme, melainkan juga pada bagaimana membimbing,
mengarahkan dan menuntun hati agar dekat kepada Allah. Itulah ciri pendidikan pesantren yang
mendidik para santri (peserta didik) tidak hanya secara pemikiran, namun juga moral (karakter).
Sebab pendidikan pesantren sebagai pendidikan Islam memiliki tujuan untuk terwujudnya
pribadi yang cerdas intelektual dan cerdas spiritual.

Pendidikan pesantren yang berpedoman kepada pandangan hidup Islami yang berpaham
idealisme berorientasi kepada realitas kehidupan manusia di dunia. Realitas kehidupan manusia
adalah proses kehidupan yang sarat dengan tuntutan kebutuhan rohaniah dan jasmaniah yang
makin berkembang dan meningkat sejalan dengan kemajuan kebudayaannya dari zaman ke
zaman. Dalam memenuhi tuntutan hidup demikian, diperlukan berbagai rekayasa intensif dan
ekstensif (mendalam dan meluas) dalam segenap lapangan hidup manusia. Sedang rekayasa
demikian menuntut pula bidang khusus keahlian, keterampilan, dan ilmu pengetahuan. Hal ini
sejalan dengan pendidikan karakter yang mengharapkan adanya relevansi teoritis dan praktis
antara pendidikan dan realitas hidup bangsa Indonesia.

Pendidikan pesantren sejak mulanya sudah umum dengan ciri khas spritualitas, sehingga
pemenuhan kebutuhan rohaniah dalam pendidikan pesantren tidaklah menjadi kekhawatiran.
Pemenuhan kebutuhan rohaniah yang bagiannya berkisar pada pembentukan karakter adalah ciri
utama dan orientasi utama pendidikan pesantren, sehingga pada sisi ini prospektif pendidikan
pesantren sangatlah besar. Namun bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan jasmaniah yang
semakin kompleks dewasa ini? Sebagai implikasi UU No. 20 Tahun 2003 terhadap sistem
pendidikan Islam, secara konseptual memberikan landasan kuat dalam mengembangkan dan
memberdayakan sistem pendidikan Islam dengan prinsip demokrasi, desentralisasi,
pemerataan/keadilan, mutu dan relevansi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga
terwujud akuntabilitas pendidikan yang mandiri menuju keunggulan. Implikasi tersebut
mengindikasikan upaya pembaharuan sistem pendidikan Islam baik kandungan, proses maupun
manajemen. Oleh karena itu pendidikan pesantren dalam implementasi UU tersebut dan untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan hidup manusia dari sisi jasmaniah, melakukan pembaharuan
(pengembangan dan penambahan) dalam segala aspek proses pendidikannya. Dengan demikian
pendidikan pesantren, dalam tipologi ini, menjadi sangat kompleks dalam menyediakan
pendidikan yang ideal dengan irama kehidupan zaman ini utamanya dalam era pendidikan
karakter. Metaformosa pendidikan pesantren dari kepompong menjadi kupu-kupu yang cantik
tersebut tentu menarik sekalian konsumen pendidikan.

Mengingat pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk pribadi bangsa Indonesia menjadi
lebih baik, pendidikan pesantren tidak hanya efektif dengan aplikasi pendidikan karakter yang
telah diterapkan bertahun-tahun itu. Namun sistem pendidikan pesantren mampu memenuhi
harapan masyarakat akan peran-peran lain, seperti tempat “rehabilitasi sosial” sebagaimana
dikutip dalam Ali Maschan Moesa (2007: 97). Dalam pendidikan pesantren dikenal istilah
pondok sebagai salah satu unsur pokok pesantren. Pondok, yaitu sebuah sistem asrama, termasuk
di dalamnya masjid yang disediakan oleh kiai untuk mengakomodasi para santri. Melalui sistem
asrama inilah pendidikan peasantren menjadi efektif dalam hal akomodir sehingga proses
rehabilitasi dapat dijalankan dengan baik. Salah satu alasan umum mengapa pendidikan
pesantren menjadi pilihan jauh sebelum tercetusnya pendidikan karakter sebagai rule dalam
pendidikan Indonesia, adalah upaya memperbaiki seorang anak dengan lebih intensif
(rehabilitasi) dalam pengasuhan pesantren, bahkan juga upaya pencegahannya. Belakangan
sistem ini mulai banyak direduksi oleh lembaga pendidikan diluar pesantren sebab terbukti
efektif dalam meningkatkan hasil baik intelektual, emosional maupun spiritual dalam proses
pendidikan.

B. Prospeks pendidikan Islam

Prospek pendidikan pesantren yang paling terang pada dasarnya terletak pada implementasi
sistem keseimbangan ketiga potensi manusia berikut, yakni intelektual, emosional dan spiritual.
Dalam rata-rata penyelenggaraan pendidikan, ketiga hal tersebut seringkali tidak seimbang.
Padahal keberimbangan dalam ketiganya adalah suatu ciri kesuksesan dalam pendidikan.
Memang sebagaimana Barat yang kerapkali menjadi induk dalam segala model kehidupan
bangsa kita, di dalam pendidikan pun kita cenderung mengekor. Sehingga dari ketiganya di atas
hanya kecerdasan intelektual-lah yang terus diasah dalam proses didik bangsa ini. Sementara
dalam pendidikan pesantren ketiganya menjadi objek didik secara keseluruhan dan imbang.
Maka merupakan sesuatu yang wajar apabila pendidikan pesantren memiliki prospek yang
cemerlang diantara berbagai pilihan lembaga pendidikan.

Manusia sebagai subjek dan objek didik pendidikan memiliki kesiapan dididik dan mendidik.
Namun keberhasilannya tergantung kepada tujuan dan hubungan manusia yang dibangun oleh
suatu nilai. Sebagai makhluk sosial manusia selalu hidup brinteraksi dan berinterdepedensi
dengan yang lain. Dalam hubungan sesamanya, manusia kerapkali menghadapi masalah yang
berkaitan dengan nilai. Celcius mengatakan bahwa dimana ada masyarakat disitu pasti ada
hukum atau tata nilai; ubi societas, ibiius. Setiap kegiatan manusia tidak bisa netral atau lepas
dari nilai; ada habl min Allah, wa habl min annas, wa habl min al ‘alam. Ini semua disebabkan
karena manusia itu memiliki watak yang beraneka ragam; cinta, benci, simpati, empati, antipati,
dsb.[8] Keanekaragaman potensi watak manusia inilah yang menjadi sasaran dalam pendidikan
karakter yang diterapkan dalam pendidikan pesantren. Rasa, sifat, dan karakter manusia yang
beragam itu agar tidak saling berebut, maka diperlukan pendidikan nilai yang akan menjadi
kendali dalam kehidupan. Dan pesantren dalam hal ini sudah menetapkan diri untuk mengatur
hal tersebut dalam posisi dan proporsi yang demikian baik.

Sebagai konklusi, dari sekian deskripsi menyoal pendidikan pesantren dalam pendidikan karakter
diatas, sangatlah jelas bahwasanya pendidikan pesantren sangat prospektif. Belum ditemukan
atau dilakukan suatu penetapan pendidikan yang mampu melampaui pendidikan pesantren
apabila terkait pendidikan karakter. Pendidikan pesantren yang berjalan dalam rel-rel keislaman
sudah tentu tak akan mengabaikan pendidikan karakter dalam proses pendidikan yang
dijalankan, meski sejak dahulu belum pernah tercetus suatu istilah sebagaimana hari ini. Sebab
dalam Islam karakter memiliki perhatian khusus dalam proses pendidikan. Realitas ini sangat
relevan dengan sebab-musabab terutusnya nabi Muhammad Saw ke muka bumi ini, yakni
sebagai manusia paripurna untuk meneladani (mendidik) dan diteladani oleh umatnya. Dan
pendidikan pesantren adalah suatu upaya melanjutkan peran beliau dalam membina karakter
yang diselenggarakan oleh para kiai, ulama dan pewarisnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam bahasa Arab, modernisasi/pembaharuan disebut tajdid. Modernisasi yaitu
sebuah proses pergeseran menuju ke arah modern yang tidak hanya terkait dari segisikap,
gaya hidup, sudut pandang, bahkan mentalisme sekali pun sebagai tuntutan masyarakat
terhadap trend yang berkembang di masa sekarang ini. Nurcholish Majid, atau yang akrab
kita kenal Cak Nur menyatakan bahwa modernisasi sebagai rasionalisasi, yaitu proses
perombakan pola pikir yang dulunya tidak rasional, kemudian diganti dengan pola pikir
yang rasional. (Majid, 1997, hal. 172-173) Berdasarkan Harun Nasution,
modernisasi/pembaharuan Islam adalah sebuah upaya penyesuaian terhadap paham
keagamaan Islam masa sekarang terhadap akibat yang timbul dari kemajuan pengetahuan
dan teknologi modern. Modernisasi maksudnya adalah proses pemodernan dengan ciri
berupa aktual dan maju.
Pesantren adalah institusi pendidikan yang berada di bawah pimpinan seorang
atau beberapa kyai dan dibantu oleh sejumlah santri senior serta beberapa anggota
keluarganya, ospek pendidikan pesantren yang paling terang pada dasarnya terletak pada
implementasi sistem keseimbangan ketiga potensi manusia berikut, yakni intelektual,
emosional dan spiritual.
B. Saran
Dari materi diatas kita bisa mempelajari dernisasi Pendidikan Islam dan Kemajuan
Pendidikan Ilmu dan Teknologi, Dan Pesantren dan Prospek Pendidikan Islam sedikit
banyak nya seperti apa dan kiranya, dari pembuatan makalah ini masih membutuhkan
pengoreksian dari pembaca, terkhusus Mahasiswa dan Dosen pengampu yang senantiasa
membimbing dan mungkin banyak materi yang terlewat mohon kritik dan saran.

Daftar Pustaka

Azra, A. (2014). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III.
Jakarta: Kencana.

Effendi, R. (2014). Epistemologi. Jurnal Ilmu KeIslaman, Pendidikan, dan Sosial, 109110.

Majid, N. (1997). Islam dan Kemodernan dan KeIndonesiaan. Bandung: Mizan. Nata, A. (2019).

HM. Hafid, Studi Lembaga Pendidikan Islam

Anda mungkin juga menyukai