Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TERMINOLOGI DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Pengampu: Prof. Dr. H. Mudzakkir Ali, M.A.

Disusun Oleh: Kelompok 6


1. M. Kamalul Afif (19106011141)
2. Zakiyatun Nufus (19106011232)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta Karunia-Nya
sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Merumuskan Masalah
Penelitian Kuantitatif” ini tepat pada waktunya. Selesainya makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat.
Dosen pengampu Mata Kuliah Kuantitatif yang telah memberikan tugas serta petunjuk
kepada penulis sehingga termotivasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan, bantuan dan do’a serta pengertian
yang besar kepada penulis baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam mengupas Metodologi
Penelitian Kuantitatif di dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam hal
sistematika maupun teknik penulisannya. Kiranya tiada lain karena keterbatasan kemampuan
dan pengalaman penulis yang belum luas dan mendalam. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang membangun tentunya penulis harapkan, sebagai masukan yang berharga demi
kemajuan penulis di masa mendatang.
Demikianlah makalah ini, penulis harapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, bagi pembaca umumnya, dalam memberikan pengetahuan tentang lingkungan
pendidikan.

Semarang, 15 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Terminologi Pendidikan Islam 2


B. Tujuan Pendidikan Islam 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 9
B. Saran 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam mempunyai peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan sumber
daya manusia (SDM), yang mana dalam ajaran Islam menempatkan manusia sebagai
kesatuan yang utuh antara sisi duniawi maupun ukhrowi. Manusia telah diamanahi sebagai
khalifah oleh Allah SWT di muka bumi dengan tugas mensejahterakan dan memakmurkan
kehidupan manusia itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut manusia dilengkapi
dengan kewenangan untuk mengambil inisiatif dalam mengubah kehidupannya menjadi lebih
baik. Al-Qur’an menegaskan tentang sendi-sendi kemuliaan serta kedudukan ilmu
pengetahuan secara kreatif, Sehingga manusia mampu mengaktualisasikan perwujudan
potensi dalam dirinya. Keberadaan pendidikan Islam harus mampu mengantisipasi
perkembangan era informasi dan globalisasi antara lain dengan jalan meningkatkan sumber
daya manusia, dalam arti diperlukan pengembangan kepribadian seutuhnya terutama dalam
pengembangan nalar yang rasional dan pemikiran yang kritis dan analitis dengan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional (pasal 1 UU RI no.20 thn. 2003)


menyatakan bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara. Kemampuan manusia serta kreatifitasnya dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi
telah memberi dampak pada perubahan nilai, terbukti telah membawa implikasi yang
beragam bagi kehidupan manusia, meskipun disadari perubahan sosial telah membawa
berkah keuntungan, kemudahan, dan kenikmatan hidup manusia, dan dampak negatif yang
mengiringinya tidak bisa dihindarkan juga. Gelombang modernisasi dan industrialisasi yang
dilakukan dihampir semua negara berkembang seperti Indonesia, ditambah dengan pesatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi memang membawa kemajuan dan kemakmuran.
Akan tetapi modernisasi yang kebablasan dan perkembangan iptek yang tidak terkontrol
mengakibatkan proses dehumanisasi semakin jelas arahnya sehingga manusia hidup tanpa
wajah kemanusiaannya. Pola hidup masyarakat menjadi sangat hedonis, materialis,
individualis, konsumtif dan menjadi budak dekade dari apa yang disebut “berhala-berhala

1
modern” yang berupa materi, jabatan, popularitas dan IPTEK. Dalam setting perubahan sosial
yang bersifat mondial semacam ini, pendidikan karakter dapat dijadikan kerangka acuan
peningkatan SDM. Internalisasi pendidikan agama Islam dalam pendidikan karakter di
sekolah mampu menjadi sebuah kekuatan pengarah bagi proses revitalisasi nilai-nilai dalam
konteks perubahan sosial, baik yang sedang maupun yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Sebagaimana terdapat dalam hadist Rosul SAW yang memberikan penguat atas
pengaruh hereditas (keturunan) dan lingkungan pada perkembangan anak, bahwa “Tiap-tiap
anak diahirkan menurut fitrahnya, orang tualah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau
Majusi. (HR. Bukhori). Makna fitrah dalam hadist tersebut adalah potensi hereditas dan
merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan pada kalimat sesudahnya merupakan roses
perkembangan dan pertumbuhan anak yang dipengaruhi oleh kondisi diluar dirinya, baik itu
lingkungan keluarga, sekolah, dan sosial di sekitarnya. Dan dari Qurais Shihab (2001:285)
mengutip pendapat Muhammad bin Ashur menyatakan: “Fitrah adalah bentuk dari sistem
yang diwujudkan Allah SWT pada setiap makhluk, fitrah yang berkaitan dengan manusia
adalah apa diciptakan yang Allah SWT kepada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan
akalnya, serta ruhnya”. Dengan demikian, dalam Islam pengaruh lingkungan dan faktor fitrah
(hereditas) mempunyai peran yang signifikan dalam perkembangan dan pertumbuhan anak
dalam proses pembelajaran. Pendidikan agama Islam mempunyai kaitan fungsional dengan
pendidikan karakter yang berkepentingan mengarahkan proses pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Terminologi Pendidikan Islam?
2. Apa Tujuan Pendidikan Islam?
C. Tujuan
1. Dapat Mengetahui Terminologi Pendidikan Islam
2. Dapat Mengetahui Tujuan Pendidikan Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Terminologi Pendidikan Islam

Terminologi Pendidikan tidak lepas dari adanya efektifitas yang sangat tinggi dalam
kehidupan manusia baik dari perwujudan individual maupun kolektif untuk membentuk,
menguasai dan merubah segala sesuatu. Dibarengi dengan perkembangan iptek yang menurut
Abdul A’la sebagai pendesabuanaan (global village) ini terus merambah masuk ke ruang
public hingga ranah yang sangat privat dengan segala implementasinya. Pendidikan Islam di
Indonesia merupakan bagian dari pendidikan nasional yang saat ini memiliki tantangan besar
yakni, tantangan internal terkait dengan rank bagian atas untuk korupsi dan tantangan
eksternal terkait dengan lingkungan strategis dari luar Indonesia, 4 sehingga recovery dan
inovasi merupakan kata kunci yang perlu dijadikan titik tolak dalam mengembangkan sistem
sekaligus konsep pendidikan Islam di Indonesia. Strategi pengembangan yang masuk dalam
model integrasi pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting untuk mencapai
keberhasilan pendidikan dan di sinilah, A.M. Saefuddin, menunjukkan urgensitas desain
untuk mengemas pendidikan dengan empat pertanyaan yang harus ditemukan jawabannya.
Keempat pertanyaan tersebut meliputi: causa eficiens atau bagaimana. Causa formalis atau
menurut rencana apa, causa materialis atau dengan apa, dan causa finalis atau untuk apa
mendidik. Jawaban atas keempat causa tersebut harus ditransfer dalam proses pendidikan
serta perumusan strategi pengembangannya. System pendidikan senantiasa mengalami
tranformasi, baik karakter maupun bentuknya, dari sederhana berubah dan berkembang
menjadi lebih kompleks seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta budaya
masyarakat dalam Pendidikan Islam sebagaimana disinyalir oleh Yudian Wahyudi yang
menyatakan adanya umat islam, khususnya di Indonesia mulai sampai pada pengertian
kembali kepada al-Qur’a dan Sunnah yang benar.1

Pendidikan islam adalah suatu pendidikan yang melatih murid-murid dengan cara
sebegitu rupa sehingga di dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka
terhadap segala jenis pengetahuan mereka dipengeruhi sekali dengan nilai spiritualisme dan
semangat sadar akan nilai etis islam. Mereka dilatih mentalnya menjadi disiplin, sehingga

1
Munandar, S.C.Utami, Krerativitas & Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 34.

3
mereka ingin mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin
tahu intelektual mereka atau hanya ingin memperoleh keuntungan material saja. Melainkan
untuk berkembang sebagai makhluk rasional yang berbudi luhur dan melahirkan
kesejahteraan spiritual, moral, dimana fisik bagi keluarga mereka, bangsa mereka dan seluruh
umat manusia. sehingga pendidikan mereka harus dipahami atau dihubungkan dari ajaran dan
nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ilmu pendidikan islam adalah ilmu pendidikan yang berdasar islam. Ilmu pendidikan islam
juga bisa dikatakan sebagai ilmu pendidikan yang berdasar al-Qur’an hadits, dan akal. Ilmu
pendidikan islam merupakan ilmu pengetahuan praktis, karena yang diuraikan dalam ilmu ini
dilaksanakan dalam kegiatan pendidikan, dan orang yang mempelajari ilmu ini dengan tujuan
untuk dapat mengetahui dan mengarahkan kegiatan pendidikan.

Dengan latar belakang inilah secara priodik mulai muncul Taman Kanak-kanak Islam
Terpadu sampai perguruan Tinggi IAINT alias UIN di Indonesia. Bagian dari sistem
pendidikan nasional adalah pondok pesantren dimana pendidikan diniyah sebagai satuan
pendidikan keagamaan dan dalam bentuk materi pelajaran yaitu pendidikan agama dan dalam
hal ini tercantum secara eksplisit dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang Sisdiknas.
Dengan demikian agama diakomodasikan sebagai bagian tak terpisahkan dari sektor
pendidikan nasional dengan konsekuensi adanya lembaga pendidikan, termasuk sekolah-
sekolah yang dikelola oleh negarapun yang sering kali lebih dituntut menjadi netral tidak bisa
lepas dari kelaziman ini. Pemenuhan kebutuhan dasar integrasi agama pendidikan ini
akhirnya disebut-sebut turut melatar belakangi kelahiran menejemen pendidikan Indonesia ke
dalam dua pilar pelayanan pendidikan, yakni yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan
Nasional dan Departemen Agama. Dapat dilihat baik dari sistem pendidikan nasional ataupun
agama tentang tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah sama yaitu meningkatkan sumber
daya manusia manusia melalui ilmu pengetahuan baik umum maupun agama.2

Oleh karena itu untuk memadukan kedua ilmu pengetahuan tersebut perlu adanya unsur
dialogis antara lembaga pendidikan umum dengan pendidikan madrasah diniyah pesantren
yang mana dalam hal ini sangat berhubungan erat dengan perkembangan dan kemajuan
pendidikan di koridor pesantren dan lembaga pendidikan pesantren maupun kancah nasional.
Hal diatas sejalan dengan apa yang diungkapkan K.H. Wahid Zaini, SH. Alm. Sebagai
berikut: “Menjelang era tinggal landas dan menyongsong era globalisasi, ulama dan

2
Muhammad Ammarah, Mujaddid al-Islam (Beirut: Al-Muassassah Al-Islamiyyah Li Al-Dirasah Wa Al-
Nasyr, 1981), hlm. 207.

4
pesantren perlu ditingkatkan peran sertanya dalam pembangunan, tentunya untuk menjaga
agar pembangunan manusia seutuhnya tetap lestari bahkan berkembang lebih mantap”.
Pengembangan tersebut searah dengan penafsiran Abudin nata dalam konteks pengembangan
pendidikan dalam firman surat al-Alaq, kata qalam dalam surat al-Alaq dapat menampung
seluruh pengertian yang berkaitan dengan segala sesuatu sebagai alat penyimpan, perekam,
dan sebagainya. Maka, dalam kaitan ini, qalam dapat mencakup alat pemotret, berupa kamera
alat perekam, berupa tape recorder, alat penyimpan data berupa komputer, mikro film, video
compact disc (VCD) yang secara fungsional memiliki nilai utility yang komprehensif dalam
dunia pendidikan dan dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara
kontekstual, ayat yang ditafsirkan ini mengisyaratkan pentingnya pengembangan pendidikan
yang integratif.

Dalam lingkup yang lebih spesifik, permasalahan aktual pendidikan agama adalah
ketidaksesuaian hasil pendidikan agama yang diajarkan di sekolah dengan tuntutan orangtua
dan masyarakat pada umumnya. Orang tua dan masyarakat pada umumnya memposisikan
dirinya “lepas” dari tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan agama. Inilah permasalahan
utama pendidikan agama dan umum di sekolah yaitu terputusnya tiga pilar pendidikan yang
saling berhubungan dalam pelaksanaan pendidikan agama yaitu sekolah, keluarga dan
masyarakat sebagai suatu kesatuan sistem. Sebagaimana Imran Siregar mengungkapkan
bahwa ada beberapa faktor penyebab permasalahan tersebut yang di antaranya adalah tidak
adanya perlakuan sama antara pendidikan agama dengan pelajaran umum dan bahkan Imam
ghozali secara tegas meniscayakan klasifikasi pendidikan dengan bentuk dua kerangka dasar
fardlu ain (kewajiban individu) dan fardlu kifayah (kewajiban kolektif), tidak ada pemilahan
antara pendidikan ilmu agama dan umum, yang sekaligus merupakan starting point (titik
awal) dari embrio jalar berbagai macam ilmu dalam lapangan-lapangan ilmu pengetahuan.3

Integrasi Pendidikan baik secara system maupun structural merupakan langkah solusi
alternatif strategis, karena dalam lingkup sosial, masih adanya anggapan masyarakat yang
menyatakan bahwa tidak terdapat kaitan antara ilmu pengetahuan umum dengan agama, dan
inilah salah satu bentuk dikotomi ilmu yang sudah meresap pada “peredaran darah”
masyarakat yang menimbulkan permasalahan kompleks dan sistemik terhadap pola
pendidikan sehingga perlu untuk diantisipasi. Hal ini searah pula dalam sebuah pengantar di
salah satu bukunya Rizal Muntansyir dan Misnal Munir yang menyatakan adanya

3
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan,
Hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2009), hlm. 312.

5
Kecemasan berkenaan dengan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
menghilangkan jati diri manusia, yakni alasan historis (dosa sejarah), di mana pengikut
renaissance yang telah memisahkan antara aktivitas ilmiah dengan nilai-nilai keagamaan di
masa lalu hingga menjadikan ilmu bergerak tanpa kendali dan kering dari rambu-rambu
normative dan hal ini menunjukkan urgensitas integrasi pendidikan sebagai satu kerangka
dasar dan normatif dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagaimana diungkapkan
Ali Asraf bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lepas dengan pengembangan pemahaman
rasional terhadap konteks kehidupan modern. Dari sinilah pemakalah merefrensikan
bagaimana implementasi yang digunakan dalam pengembangan model integrasi dalam
meningkatkan mutu pendidikan meliputi konsep sistem pendidikan, terminology, historis,
urgensitas serta sebagai aplikasi peran guru sebagai inovator sekaligus dalam meningkatkan
mutu pendidikan pendidikan agama, sehingga sebagai tenaga pendidik dan kependidikan baik
secara instruksional dan institusional mampu secara komprehensif dan bukan spesialis dalam
bertugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan garis-garis yang telah digariskan dalam
kurikulum.

Istilah atau terminologi pada dasarnya merupakan kesepakatan yang dibuat para ahli
dalam bidangnya masing-masing terhadap pengertian tentang sesuatu. Dengan demikian
dalam istilah tersebut terdapat visi, misi, tujuan yang diinginkan oleh yang merumuskannya,
sesuai dengan latar belakang pendidikan, keahlian, kecenderungan, kepentingan, kesenangan
dan sebagainya. Berikut pengertian menurut para ahli; Menurut Ahmad Fuad al Ahwaniy :
“Pendidikan adalah pranata yang bersifat sosial yang tumbuh dari pandangan hidup tiap
masyarakat. Pendidikan senantiasa sejalan dengan pandangan falsafah hidup masyarakat
tersebut, atau pendidikan itu pada hakikatnya mengaktualisasikan falsafah dalam kehidupan
nyata.” Menurut Ali Khalil Abul Ainain : “Pendidikan adalah program yang bersifat
kemasyarakatan, oleh karena itu, setiap falsafah yang dianut oleh suatu masyarakat berbeda
dengan falsafah yang dianut masyarakat lain sesuai dengan karakternya, serta kekuatan
peradaban yang memengaruhinya yang dihubungkan dengan upaya menegakkan spiritual dan
falsafah yang dipilih dan disetujui untuk memperoleh kenyamanan hidupnya.4

Makna dari ungkapan tersebut ialah bahwa tujuan pendidikan diambil dari tujuan
masyarakat, dan perumusan operasionalnya ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan
disekitar tujuan pendidikan tersebut terdapat atmosfer falsafah hidupnya. Dari keadaan yang
demikian itu, maka falsafah pendidikan yang terdapat dalam suatu masyarakat lainnya, yang
4
Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan, 1987), hlm. 127.

6
disebabkan perbedaan sudut pandang masyarakat, serta pandangan hidup yang berhubungan
dengan sudut pandang tersebut. Menurut Muhammad Athiyah al Abrasyi: “Pendidikan Islam
tidak seluruhnya bersifat keagamaan, akhlak, dan spiritual, namun tujuan ini merupakan
landasan bagi tercapainya tujuan yang bermanfaat. Dalam asas pendidikan Islam tidak
terdapat pandangan yang bersifat materialistis, namun pendidikan Islam memandang materi,
atau usaha mencari rezeki sebagai masalah temporer dalam kehidupan, dan bukan ditujukan
untuk mendapatkan materi semata-mata, melainkan untuk mendapatkan manfaat yang
seimbang. Di dalam pemikiraan al Farabi, Ibnu Sina, Ikhwanul as Shafa terdapat pemikiran,
bahwa kesempurnaan seseorang tidak akan tercapai, kecuali dengan mensinergikan antara
agama dan ilmu.” Menurut rumusan Konferensi Pendidikan Islam sedunia yang ke-2, pada
tahun 1980 di Islamabad: “Pendidikan harus ditujukan untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan personalitas manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal,
perasaan, dan fisik manusia. Dengan demikain pendidikan diarahkan untuk mengembangkan
manusia pada seluruh aspeknya ; spiritual, intelektual, daya imajinasi, fisik, keilmuan dan
bahasa, baik secara individual maupun kelompok serta dorongan seluruh aspek tersebut untuk
mencapai kebaikan dan kesempurnaan. tujuan akhir pendidikan diarahkan pada upaya
merealisasikan pengabdian manusi kepada Allah ta’ala, baik pada tingkat individual, maupun
masyarakat dan kemanusiaan secara luas”.5

B. Tujuan Pendidikan Islam


Tujuan pendidikan merupakan aspek penting dalam mengoperasionalisasikan praktis
pendidikan. Tujuan pendidikan pun mempunyai fungsi memberikan orientasi pelaksanaan
pendidikan. Pengembangan kurikulum sebagai salah satu aspek terpenting dalam pendidikan,
hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
1. Tujuan Pendidikan dalam arti luas
Tujuan dalam arti luas, setiap pengalaman belajar dalam hidup dengan sendirinya terarah
(self-directed) kepada pertumbuhan. Tujuan pendidikan tidak berada di luar pengalaman
belajar, tetapi terkandung dan melekat didalamnya. Misi atau tujuan pendidikan yang tersirat
dalam pengalaman belajar memberi hikmah tertentu bagi pertumbuhan seseorang. Dengan
demikian, pendidikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar dalam hidup berada dalam
harmoni dengan cita-cita yang diharapkan oleh kebudayaan hidup. Dengan demikian, dengan
ditinjau dari tujuannya, maka pendidikan dalam arti luas adalah pertumbuhan. Oleh karena
setiap pengalaman belajar tersirat tujuan pendidikan tertentu, dan pengalaman belajar yang

5
Mochtar Buchori, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), hlm. 22.

7
sama tidak selamanya mempunyai tujuan yang memberikan hikmah yang sama bagi setiap
orang, serta pendidikan adalah keseluruhan pengalaman belajar yang beraneka ragam, maka
jumlah tujuan dalam pendidikan menjadi tidak terbatas (open-ended). Tujuan pendidikan
tidak ditentukan dari luar harus begini (atau begitu), akan tetapi ditentukan sendiri oleh
pengalam-pengalaman belajar yang beraneka ragam hikmahnya bagi pertumbuhan yang
mengandung banyak kemungkinan. Semuanya itu menyebabkan tujuan-tujuan dalam
keseluruhan pengalaman belajar menjadi tidak terbatas dan tidak direkayasa dari luar prose
yang terjadi dalam pengalaman-pengalam belajar itu sendiri.
2. Tujuan Pendidikan dalam arti sempit.
Dalam pengertian sempit, tujuan pendidikan tidak melekat bersatu dalam setiap proses
pendidikan, tetapi dirumuskan sebelum proses pendidikan berlangsung, dengan demikian di
luar proses pendidikan. Selain itu, rumusannya membatasi diri pada penguasaan kemampuan-
kemampuan tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas hidup kelak
dikemudian hari. Sehubungan dengan hal itu, maka pendidikan merupakan penyiapan
seseorang untuk dapat memainkan peranan secara tepat dalam melaksanakan tugas-tugas
hidupnya, baik dalam melaksanakan tugasnya sebagai pekerja (occupation-oriented), maupun
tugas hidup sebagai manusia (training for life). Jadi jelas, bahwa tujuan pendidikan terbatas
atau dalam arti semit pada penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu yang
sesuai dengan jenis peranan professional dan sosial yang diharapkan dapat dimainkan dengan
tepat.
3. Tujuan Pendidikan dalam arti luas terbatas.
Tujuan pendidikan dalam arti luas terbatas, mencakup  tentang tujuan-tujuan pendidikan
yang bersifat sosial, yakni tujuan pendidikan yang menggambarkan peranan pendidikan
dalam memelihara dan membangun kehidupan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dengan kata lain, tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat sosial menyatakan fungsi
atau sumbangan hasil pendidikan dalam bentuk orang-orang terpelajar dalam usaha
memelihara dan membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan
demikian, tujuan-tujuan yang bersifat sosial merupakan tujuan-tujuan pendidikan yang
bersifat strategis atau makro.6

6
Maksudin, Pendidikan karakter Non-Dikotomi, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2013), hlm. 114.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Terminologi Pendidikan tidak lepas dari adanya efektifitas yang sangat tinggi dalam
kehidupan manusia baik dari perwujudan individual maupun kolektif untuk membentuk,
menguasai dan merubah segala sesuatu. Pendidikan islam adalah suatu pendidikan yang
melatih murid-murid dengan cara sebegitu rupa sehingga di dalam sikap hidup, tindakan,
keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka dipengeruhi
sekali dengan nilai spiritualisme dan semangat sadar akan nilai etis islam. Ilmu pendidikan
islam juga bisa dikatakan sebagai ilmu pendidikan yang berdasar al-Qur’an hadits, dan akal.
Ilmu pendidikan islam merupakan ilmu pengetahuan praktis, karena yang diuraikan dalam
ilmu ini dilaksanakan dalam kegiatan pendidikan, dan orang yang mempelajari ilmu ini
dengan tujuan untuk dapat mengetahui dan mengarahkan kegiatan pendidikan.

Tujuan pendidikan merupakan aspek penting dalam mengoperasionalisasikan praktis


pendidikan. Tujuan pendidikan pun mempunyai fungsi memberikan orientasi pelaksanaan
pendidikan. Pengembangan kurikulum sebagai salah satu aspek terpenting dalam pendidikan,
hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Tujuan-tujuan dalam
keseluruhan pengalaman belajar menjadi tidak terbatas dan tidak direkayasa dari luar prose
yang terjadi dalam pengalaman-pengalam belajar itu sendiri. , tujuan pendidikan tidak
melekat bersatu dalam setiap proses pendidikan, tetapi dirumuskan sebelum proses
pendidikan berlangsung, dengan demikian di luar proses pendidikan. Selain itu, rumusannya
membatasi diri pada penguasaan kemampuan-kemampuan tertentu yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas hidup kelak dikemudian hari, tujuan-tujuan pendidikan yang
bersifat sosial, yakni tujuan pendidikan yang menggambarkan peranan pendidikan dalam
memelihara dan membangun kehidupan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

B. Saran

9
Kami sebagai pemakalah memohon agar pembaca membaca makalah ini dengan seksama,
kami sebagai pemakalah kami menyadari kami tak luput dari kesalahan, dan sangat berharap
sumbangsih pemikiran dari para pembaca demi menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ammarah, Muhammad. 1981. Mujaddid al-Islam. Beirut: Al-Muassassah Al-Islamiyyah Li


Al-Dirasah Wa Al-Nasyr.

Buchori, Mochtar. 1995. Transformasi Pendidikan. Jakarta: Sinar Harapan.

Maksudin. 2013. Pendidikan karakter Non-Dikotomi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan,


Manajemen Kelembagaan, Hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Saefuddin, A.M. 1987. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan.

Utami, Munandar, S.C. 1999. Krerativitas & Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi
Kreatif & Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

10

Anda mungkin juga menyukai