Anda di halaman 1dari 19

0

POTRET PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PEMBARUAN


PEMIKIRAN DAN GERAKAN ISLAM INDONESIA
KONTEMPORER

MAKALAH REVISI

Makalah ini telah disampaikan pada Seminar Kelas


Mata Kuliah Isu – Isu Pendidikan Kontemporer
Program Magister (S2) Konsentrasi PAI
Semester III Tahun Akademik 2011/2012

Oleh:
PARMAN PULUMUDUYO
NIM : 80100211112

Dosen Pemandu;

Dr. Moh. Ibnu Sulaiman, M.Ag

Dr. Muhammad Yaumi, M.Hum, M.A.

PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDINMAKASSAR
2012
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam menjalani hidup dan kehidupan ini, manusia terikat dalam sistem.

Diberbagai sektor kehidupan yang dijalaninya ini, terdapat sistem-sistem yang

mengikatnya, yang membuat kehidupannya bisa menjadi lebih teratur, tertib, dan

terarah. Hidup dengan sistem dapat membuat manusia tidak gampang terjerumus

dalam perbuatan yang merugikan.1

Sejak awal kedatangannya diIndonesia, pada abad ke-6 M, Islam telah

mengambil peran yang signifikan dalam kegiatan pendidikan. Peran ini dilakukan

akan memberi seseorang keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat, yang

tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman, pendidikan Islam dengan

beragam sistem dan tingkatan dari waktu kewaktu senantiasa mengalami tantangan.

Berbagai kemajuan atau ketertinggalan pendidkan Islam sebagaimana yang terdapat

dalam sejarah antara lain disebabkan karena kemampuannya dalam menjawab

berbagai tantangan yang dihadapi. Tantangan yang dihadapi pendidikan Islam saat ini

jauh lebih berat dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi pendidikan Islam di

masa lalu. Era globalisasi dengan berbagai kecenderungannya sebagaimana tersebut

diatas telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam dunia pendidikan. Visi, misi,

tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, manajemen,

sarana prasarana, kelembagaan pendidikan dan lainnya kini tengah mengalami

perubahan besar. Pendidikan Islam dengan pengalamannya yang panjang seharusnya

dapat memberikan jawaban yang tepat atas berbagai tantangan tersebut. Untuk

menjawab pertanyaan ini, pendidikan Islam membutuhkan sumber daya manusia

Bashori Muchsin, Pendidikan Islam Kontemporer (Cet. I; Bandung: Rafika Aditama, 2009),
1

h. 6. 1
2

yang andal, memiliki komitmen dan etos kerja yang tinggi, manajemen yang berbasis

sistem dan infra – struktur yang kuat, serta standar yang unggul. Untuk dapat

melakukan tugas tersebut pendidikan Islam membutuhkan penelitian dan

pengembangan yang terus berusaha meningkatkan dan pengembangan pendidikan

Islam. Hanya dengan usaha yang sungguh – sungguh dan berkesinambungan itulah,

pendidikan Islam akan dapat mengubah tantangan menjadi peluang.2

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia?

2. Bagaimanakah Peranan Pendidikan Islam Di Indonesia ?

II. PEMBAHASAN

2
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu – Isu Kontemporer Tentang Pendidikan
Islam (Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 17.
3

A. Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia

Pada tahap awal pendidikan Islam di Indonesia dimulai dari kontak-kontak

pribadi maupun kolektif antara mubaligh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah

komunitas muslim terbentuk disuatu daerah tersebut tentu mereka membangun

tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan

Islam yang pertama muncul di samping rumah tempat kediaman ulama atau

mubaligh. Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan lainya seperti

pesantren, dayah, ataupun surau. Nama-nama tersebut walaupun berbeda, tetapi

hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.

Di awal abad kedua puluh muncullah ide-ide pembaruan pendidikan di

Indonesia, ide ini muncul disebabkan sudah mulai banyak orang yang tidak puas

dengan sistem pendidikan yang berlaku saat itu. Karenanya ada beberapa sisi yang

perlu diperbaharui, yakni dari segi isi (materi), metode, sistem, dan manajemen. Ada

dua faktor dayadorong timbulnya pembaruan :

1. Daya dorong dari ajaran Islam itu sendiri yang memotivasi umatnya untuk

melakukan pembaruan, dan juga kondisi umat di Indonesia yang jauh

tertinggal dalam bidang pendidikan.

2. Daya dorong yang muncul dari para pembaharu pemikiran Islam yang telah

mendapat masukan dan berbagai tokoh-tokoh pembaharu seperti jamaluddin

al – afghani, Muhammad Abduh, Rasyid ridha, dan lain-lain.3


Demikianlah, sejauh menyangkut fungsinya, pendidikan Islam jelas
mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas SDM. Sesuai dengan cirinya
3
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam (Cet. 2; Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2007), h.
3

147.
4

sebagai pendidikan agama, secara ideal pendidikan Islam berfungsi dalam penyiapan
SDM yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi maupun dalam hal karakter, sikap moral, dan penghayatan dan pengalaman
ajaran agama. Singkatnya, pendidikan Islam secara ideal berfungsi membina dan
menyiapkan anak didik yang berilmu, berteknologi, berketrampilan tinggi dan
sekaligus beriman dan beramal saleh.4
Harun Nasution dalam buku sejarah pendidikan islam, secara garis besar
membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode, yaitu periode kalsik, pertengahan, dan
moderen. Periode pembahasan tentang lintasan atau periode sejarah pendidikan islam
sebagai berikut:
1. Periode pembinaan pendidikan Islam, yang berlangsung pada masa Nabi
Muhammad SAW. Lebih kurang 23 tahun semenjak beliau menerima wahyu
pertama sebagai tanda kerasulannya sampai wafat.
2. Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak wafatnya
Nabi Muhammad SAW. Sampai dengan akhir kekuasaan Bani Umayyah,
yang diwarnai oleh penyebaran Islam ke dalam lingkungan budaya Bangsa
Arab dan berkembangnya ilmu-ilmu naqli.
3. Periode kejayaan Islam, yang berlangsung sejak permulaan Daulah Bani
Abbasiyah sampai dengan jatuhnya kota bagdad yang diwarnai dengan
berkembangnya secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam serta
mencapai puncak kejayaannya.
4. Tahap kemunduran pendidikan, yang berlangsung sejak jatuhnya Kota
Baghdad sampai dengan jatuhnya Mesir oleh Nepoleon Bonaparte disekitar

4
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi ditengah tantangan Milenium
III(Cet. I; Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2012), h. 63.
5

abad ke-13 M yamg ditandai oleh lemahnya kebudayaan Islam dan


berpidahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia
kedunia barat.5
5. Tahap pembaruan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukan
Mesir oleh Napoleon di akhir abad ke-18 M sampai sekarang ini, yang
ditandai dengan masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan modern dari
dunia barat kedunia Islam.
Secara kultural, pendidikan pada umumnya berada dalam lingkup peran,

fungsi dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud

mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya,

terutama dalam bentuk transfer of knowledge dan transfer values.

Dunia pendidikan Islam dengan pendidikan pada umumnya, kadang-kadang

memang mempunyai persamaan dan kadang-kadang juga memiliki perbedaan.

Persamaan akan timbul karena sama-sama berangkat dari dua arah pendidikan yakni

dari diri manusia sendiri yang memang fitrahnya untuk melakukan proses pendidikan,

kemudian adalah dari budaya yakni masyarakat yang memang menginginkan usaha

warisan nilai, maka semuanya memerlukan pendidikan.6

Dalam proses pendidikan diperlukan suatu perhitungan tentang kondisi dan

situasi dimana proses tersebut berlangsung dalam jangka panjang. Dengan

perhitungan tersebut, maka proses pendidikan Islam akan lebih terarah kepada tujuan

yang hendak dicapai, karena segala sesuatunya telah direncanakan secara matang.

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. 4; Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011), h.
5

297.
Hasbullah, Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan (Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999),
6

h. 149.
6

Itulah sebabnya pendidikan memerlukan strategi yang menyangkut pada

masalah bagaimana melaksanakan proses pendidikan terhadap sasaran pendidikan

dengan melihat situasi dan kondisi yang ada, dan juga bagaimana agar dalam proses

tersebut tidak terdapat hambatan serta gangguan baik internal maupun eksternal yang

menyangkut kelembagaan atau lingkungan sekitarnya.7

Dari sekian banyak pendapat berkenaan dengan posisi sejarah sebagai ilmu di

dalam jajaran ilmu-ilmu lainya, baik agama maupun umum, dalam prakteknya

dilembaga-lembaga pendidikan Islam, pendapat yang menyebutkannya sebagai ilmu

yang bersifat elementer mungkin yang lebih dominan. Hal itu terbukti sejarah hanya

masuk dalam bagian pendidikan dasar dan menengah Islam pada zaman klasik dan

pertengahan, tidak diperguruan tinggi.8 Marujuk kepada sejarah perkembangan

lembaga pendidikan Islam Indonesia yang secara ekstensif telah didiskusikan

kenyataan terpenting yang dapat dikatakan adalah perluasan keagamaan. Dari segi

kuantitas, lembaga pendidikan Islam mengalami peningkatan, dan dari segi jenis dan

varian semakin mengalami keragaman. Keragaman dan pada tingkat tertentu juga

kompleksitas dimulai ketika modernisasi menyentuh lembaga pendidikan ini.

Modernisasi pendidikan Islam yang berlangsung sejak awal abad ke-20 merupakan

awal terjadi perluaasan dan keragaman.9

Seiring dengan terjadinya integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem

pendidikan nasional, maka perubahan besar-besaran pun terjadi pada pendidikan

7
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 1996), h. 57.
8
Badri Yatim, Historiografi Islam (Cet. 1; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 19.
9
Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia (Cet. 1; Jakarta: Prenada Media Group,
2012), h. 315.
7

Islam. Dengan adanya integrasi tersebut, pemerintah memberikan perhatian yang

sama terhadap pendidikan Islam. Saat ini keadaan madrasah amat beragam. Ada

madrasah sebagai sekolah umum berciri khas Agama. Madrasah keagamaan,

Madrasah Model, Madrasah terpadu, Madrasah Aliyah Kejuruan, Madrasah bertarap

nasional dan Madrasah bertarap internasional. Seiring dengan perkembangan

Madrasah tersebut. Maka terdapat program peningkatan mutu dan kesejahteraan guru

Madrasah dan dosen perguruan tinggi Islam, dengan cara memberikan kesempatan

mengikuti program sertifikasi guru dan dosen, memberikan beasiswa untuk

melanjutkan studi dalam bidang ilmu keagamaan dan ilmu umum pada berbagai

peguruan tinggi ternama di Indonesia, bahkan diluar negeri.10

Salah satu perkembangan yang paling mencolokdewasa ini dalam pembaruan

dunia pendidikan Islam yaitu sekolah Islam yang elite diberapa provinsi di Indonesia

ialah sekolah al-Izhar dipondok labu, jakarta, SMU Cendekia di serpong, dan SMU

madania di Parung, semua wilayah pinggiran di selatan jakarta. Dapat dikatakan

sekolah elite Islam yang paling kompetitif adalah SMU Insan Cendekia di Serpong,

Tangerang Selatan, Banten, dan di Gorontalo.11


Pembaruan dalam manajemen pendidikan sesungguhnya tidak hanya sekedar
dalam arti etika rasional-empirikal. Pandangan demikian telah membawa perubahan
besar pada pola pikir manusia dan masyarakat moderen, yang mendasarkan diri pada
filsafat rasionalisme dan empirisme, sehingga realitas yang dianggap nyata adalah
empirik, atau yang bisa dipikirkan secara rasional. Diluar semua itu dipandang
sebagai sesuatu yang tidak nyata. Walaupun pandangan ini telah menjadi landasan

10
Abuddin Nata, op.cit., h. 38.
11
Azyumardi Azra, op.cit., h. 86.
8

keilmuan dalam studi-studi kependidikan, namun pandangan ini telah meruntuhkan


nilai-nilai pendidikan yang hakiki.12
B. Peranan Pendidikan Islam di Indonesia

Sejak awal kedatangannya ke Indonesia, pada abad ke-6 M, Islam telah

mengambil peran ini dilakukan, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut.

Pertama, Islam memiliki karakter sebagai agama dakwa dan pendidikan.

Dengan karakter ini, maka Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak,

membimbing, dan membentuk kebribadian umat manusia sesuai dengan nilai-nilai

ajaran Islam. Dengan inisiatifnya sendiri, umat Islam berusaha membangun sistem

dan lembaga pendidikan sesuai dengan keadaan zaman, mulai dari tingkat dasar

hingga perguruan tinggi.

Kedua, terhadap hubungan simbiotik fungsional antara ajaran Islam dengan

kegiatan pendidikan. Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan visi,

misi, tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain, Islam

membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk menyampaikan nilai

dan praktek ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya penduduk Indonesia yang

mayoritas beragama Islam adalah sebagai bukti keberhasilan pendidikan dan dakwa

Islamiyah.

Ketiga, Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling

strategis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai bidang

kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan, jika ayat 1-5 surat Al-‘Alaq,

12
Yoyon Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan (Cet.1; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 11.
9

sebagai ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan telah mengandung isyarat

tentang pentingnya pendidikan.13

Allah berfirman dalam Q.S. al-‘Alaq/96:1-5.



Terjemahanya
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.14
Tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran manusia terbaik menurut
orang tertentu. Mungkin saja seseorang tidak mampu melukiskan dengan kata – kata
tentang bagaimana manusia yang baik yang ia maksud. Sekalipun demikian tetap saja
guru menginginkan tujuan pendidikan itu haruslah manusia terbaik. Tujuan
pendidikan sama dengan tujuan manusia. Manusia menginginkan semua manusia,
termasuk anak keturunannya, menjadi manusia yang baik. Sampai disini tidaklah ada
perbedaan akan muncul tatkala merumuskan ciri – ciri manusia yang baik itu. Kata
Ahmad Syafi’i Maarif, manusia yamg baik merupakan sosok manusia yang tidak
menghabiskan masa hidup yang ringkas ini dengan sia – sia.15

Dalam pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana un

tuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,

13
Abuddin Nata, op.cit., h. 8.
14
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahanya (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2007), h. 597.
15
Bashori Muchsin. op.cit., hal.3.
10

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.16

Pendidikan merupakan perkembangan yang terorganisir dan kelengkapan dari

semua potensi manusia, moral, intelektual maupun jasmani, oleh dan untuk

kepribadian individunya dan kegunaan masyarkatnya, yang diarahkan untuk

menghimpun semua aktifitas tersebut bagi tujuan hidupnya yang akhir.17

Dalam suatu serasehan belum lama di Universitas Islam Malang (Unisma)

dihadapan dosen-dosen yang mengajarkan materi kuliah pendidkan Islam dan

pengelola program pendidikan doktor, Pror. Dr. Muhammad Tholchah hasan

menyampaikan suatu cerita sebagaiman berikut: Saat mengunjungi Syiria, mentri

agama (mantan) dalam kabinet pemerintah Gus Dur, Muhammad Tholhah Hasan

mengajukan permintaan supaya bersedia membantu memberikan beasiswa kepada

anak-anak Indonesia yang hendak berkeinginan studi diluar negeri, khususnya

Syiria.” Apa memang betul umat islam yang menunaikan ibadah haji dari negara anda

paling banyak didunia ini”?, “betul jawab Tholhah Hasan. “ Apa memang benar pula,

diantara mereka banyak yang sudah haji berkali-kali”?, ia kembali bertantya. “Benar,

jawab Tholhah Hasan lagi. “ Apa memang benar pula yang saya dengar, bahwa anak-

anak diantara mereka yang berhaji itu, banyak yang tidak terurus sekolahnya”,

tanyanya lagi. Tholhah Hasan Tidak bisa menjawab selain “ya, memang ada sejumlah

16
Undang-Undang Repoblik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Citra Umbara, Jakarta, 2003.
Muhammad Tholhah Hasan, Islam Dalam Perspektif Sosial Budaya. Cet. II; Jakarta: Galasa
17

Nusantara, 1987), h. 20.


11

anak-anak Indonesia yang pendidikannya terbengkalai atau tidak sampai tuntas

keperguruan tinggi, karena dananya digunakan untuk ibadah haji.”18

Dalam uraian tersebut menunjukan, pertama, bahwa masyarakat di Indonesia

belum serius memerhatikan masalah kualitas sumber daya manusia atau

pengembangan intelektual anak-anaknya akibat dananya digunakan untuk memenuhi

kepentingan formalisme ibadah. Masyarakat muslim dinegara ini lebih senang

mengeluarkan uang untuk kepentingan yang kategori hukumnya sunah, sementara

menyekolahkan anak yang katergorinya wajib justru dikalahkannya, atau kurang

mendapatkan prioritasnya.

Kedua, akibat sikap masyarakat yang masih belum serius memerhatikan

pendidikan anak-anak itumembuat kondisi sumber daya manusia belum layak

diandalkan mampu menjawab problem sosial. Di dalam dirinya tidak mempunyai

modal ilmu pengetahuan yang memadai untuk digunakan untuk menerjemahkan

kompilasi dan di verisifikasi tantangan. Jangankan kedalam aspek dialaktetika atau

mendiskursuskan perkembangan zaman, membebaskan dirinya dari buta aksara saja

masih terganjal.19

Ketiga, perlu dibangun jaringan yang luas sebagai bentuk pembuktian atau

kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan Islam. Hal ini selayaknya dibuktikan oleh

setiap pejabat negara seperti masih menduduki jabatan strategis untuk berusaha keras

menggalang kerjasama dengan negara-negara lain khususnya timur tengah untuk

membantu anak-anak Indonesia dalam memperoleh beasiswa pendidikan.

18
Muhammad Tholchah Hasan, Pendidikan Islam dalam Menghadapi perkembangan global,
(Cet. II; Jakarta: Rafika Aditama, 2008), h. 15.
Muhammad Tolchah hasan, Pendidikan Islam Sebagai Upaya Sadar Penyelamatan dan
19

Pengebangan Fithrah Manusia(Cet. I; Jakarta: Rafika Aditama, 2005), h. 17.


12

Hal ini didasarkan pada sebuah asumsi, bahwa dakwah dan pendidikan Islam

lebih merupakan praktik atau pengalaman, yakni bahwa setiap orang yang memiliki

ilmu walaupun hanya sedikit, harus disampaikan dalam arti didakwakan dan

diajarkan pada orang lain. Praktek dakwa dan pendidikan Islam yang sejalan

sebelumnya hanya berdasarkan pada kebiasaan yang telah ada sebelumnya, tanpa

mempersoalkan tantangan dan relevansinya dengan perkembangan jaman.

Di sisi lain pendidikan agama terasa menjadi gersang dan kehilangan

keaktualannya, karena pendidikan agama banyak diberikan hanya sebatas sebagai

pelajaran tentang agama atau pengetahuan tentang ilmu agama, dan kehilangan

esensinya atau kekuatan vitalnya yang mampu membangkitkan kelumpuhan rohani

dan kecerahan hati nurani, pendidikan agama di sekolah umum atau kejuruan

menjadi seperti bonsai yang hanya cukup untuk memperindah ruangan, tetapi tidak

dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tantangan global. Banyak guru

agama yang lebih suka melihat pelajaran agama sebagai ilmu, bukan sebagai standar-

standar nilai yang harus diaplikasikan secara kontekstual dan aktual bagi kehidupan

peserta anak didik.20

Dalam ajaran islam, salah satu dimensi strategis yang mendapatkan perhatian

adalah masalah ilmu. Bukti responsi Islam ini dapat terbaca sejak awal diturunkannya

al-Qur’an yang memerintahkan setiap manusia untuk peduli terhadap ilmu

pengetahuan. Ayat yang menunjukan perintah “membaca” (iqra; bacalah) merupakan

kunci pembuka yang menuntun dan menuntut setiap manusia untuk mencari dan

mencintai ilmu pengetahuan.21

20
Muhammad Tolchah hasan, Ibid., h.18.
21
Imam Kabul,Agama Dalam Semesta Pergulatan manusia(Cet. IV; Jakarta: Nirmala Media,
2007), hal.20.
13

Allah berfirman dalam Q.S. al-Asr/103:1-4.



Terjemahan :
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.22
Firman Allah SWT ini menunjukan, bahwa hidup manusia di muka bumi ini

dipertemukan dengan waktu. Waktu dijadikan oleh Tuhan sebagai pintu pembuka dan

tahapan bergulat bagi manusia yang punya obsesi pada kesuksesan, baik kesusksesan

ini dalam hubunganya dengan Tuhan ( hablum-minallah) maupun sesama manusia

(hablum-minannas).23

Sejarah menunjukan misalnya, perhatian Nabi yang sangat besar terhadap

masalah ilmu saat menjatuhkan “ hukuman bersifat edukatif “ kepada tawanan-

tawanan perang. Beliau menghukum tawanan perang untuk menjadi guru-guru bagi

pengikutnya yang masih buta aksara dan baca. Kebijakan penghukuman ini ditujukan

untuk membebaskan umatnya dari kebodohan dan keterbelakangan. Artinya, Nabi

tidak membiarkan pengikutnya menempati posisi sebagai sumber daya manusia yang

tidak unggul.

Dalam posisi seperti itu, seharusnya kita bisa menangkap atau membaca

makna tingginya derajat masyarakat berilmu di hadapan Nabi. Nabi benar-benar

mampu membaca kondisi kaumnya atau pengikutnya yang membutuhkan

22
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahanya (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2007), h. 601.
23
Imam Kabul. op.cit., hal.20.
14

dicerdaskan atau dibentuknya menjadi “ masyarakat pembelajar”, sehingga kalau

nanti dihadapkan dengan kaum yang lain, Nabi (Islam) sudah mempunyai sumber

daya manusia yang andal untuk dipersaingkan.

Islam pada esensinya memandang manusia dan kemanusiaan secara sangat

positif dan optimistis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu asal yang sama;

keturunan Adam dan Hawa. Meskipun berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi

kemudian manusia menjadi bersuku-suku, berkaum-kaum, atau berbangsa-bangsa

lengkap dengan kebudayaan dan peradaban khas masing-masing. Semua perbedaan

dan distingsi ini selanjutnya mendorong mereka untuk kenal mengenal dan

menumbuhkan apresiasi dan respek satu sama lain. Perbedaan diantara umat manusia,

dalam pandangan islam, bukanlah karena warna kulit dan bangsa, tetapi hanyalah

tergantung pada tingkat ketakwaan masing-masing.24

Puncak dari teologi kerukunan Islam di Indonesia, tentu saja, adalah

penerimaan pancasila sebagai dasar negara dan idiologi nasional pada 18 agustus

1945. Dalam konteks hubungan antar agama di Indonesia, pancasila dapat dikatakan

merupakan perwujudan dari panggilan mengembangkan kalimatun sawa yang

disinggung diatas. Dari proses penerimaan pancasila itu, jelas terlihat bahwa para

pemimpin Islam lebih mementingkan kerukunan dan integrasi nasional, dari pada

mendahulukan kepentingan Islam dan umat muslim belaka. Tidak ragu lagi, dalam

masa kontemporer terjadi pergeseran-pergeseran teologis tertentu yang jauh lebih

kompleks dibandingkan masa-masa silam, perubahan atau pergeseran pandangan

teologis yang terjadi dalam masyarakat Islam Indonesia terlihat lebih jelas lagi sejak

24
Azyumardi Azra,Konteks Berteologi di Indonesia Pengalaman Isam (Cet. I; Jakarta:
Pramadina, 1999), hal.32.
15

1970-an, berbarengan dengan dimulainya program modernisasi ekonomi dan sosial

oleh pemerintah orde baru.25

Berdasarkan kesan-kesan ini, maka gambaran yang ada mengenai posisi dunia

pendidikan Islam di Indonesia dalam konteks problematika pendidikan nasional yang

telah disebutkan diatas, dalam soal peremajaan sistem pendidikan formal, pendidikan

Islam Indonesia merupakan semacam beban yang harus diangkat oleh induknya, yaitu

sistem pendidikan nasional pada umumnya, sedangkan dalam soal pengembangan

sistem pendidikan non formal ia menjadi semacam pelopor yang tak mudah diikuti.

Pemupukan serta pengembangan hubungan fungsional antara dunia pendidikan Islam

Indonesia pada suatu pihak dengan dunia pendidikan umum diluar Islam.26

Struktur Internal pendidikan Islam Indonesia dewasa ini. Dilihat dari segi

program serta praktek-praktek pendidikan Islam yang dilaksanakan di Indonesia yang

ada saat ini dapat dibagi menjadi 4 jenis yakni:

1. Pendidikan Pondok Pesantren, ialah pendidikan islam yang diselenggarakan

secara tradisional, yang bertolak dari pengajaran al-Qur’an dan Hadits, dan

merancang segenap kegiatan pendidikannya untuk mengajarkan kepada para

siswa Islam sebagai cara hidup, sebagai way of life;

2. Pendidikan Madrasah, ialah pendidikan Islam yang diselenggarakan dilembaga-

lembaga pendidikan model barat, yang mempergunakan metode pengajaran

klasikal, dan berusaha menanamkan islam sebagai landasan hidup kedalam diri

para siswa;

25
Azyumardi Azra,Ibid., hal.41-51.
26
Muchtar Buchori. Spektrum Problematika Pendidikan Pendidikan di Indonesia (Cet.I;
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1994), hal.242.
16

3. Pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah pendidikan Islam yang


dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan yang bersifat umum; dan
4. Pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan
umum sebagai suatu mata pelajaran atau matakuliah saja.
Pandangan Islam tentang pendidikan, salah satu diantara ajarannya adalah
mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan dan menegakkan pendidikan.
Dalam pendidikan, terkandung nilai sakral yang bisa mengantarkan manusia menjadi
sosok berguna.27 Pendidikan Islam dimasa sekarang dan yang akan datang harus
memilki karakter Islami, yaitu pendidikan Islam yang didasarkan pada prinsip ajaran
Islam yang seimbang, universal, egaliter, adil, demokratis, berbasis riset, berorientasi
pada mutu yang unggul, terbuka, berorientasi kemasa depan, profesional, sesuai
dengan fitrah manusia, bertumpu pada pandangan al-Qur’an tentang alam jagad raya,
manusia, masyarakat, dan ilmu pengetahuan, fleksibel, dinamis, seumur hidup,
terencana dengan baik dan sesuai dengan perkembangan zaman.28
Nabi Muhammad pernah bermohon, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari ilmu yang tidak bermanfaat.” Permohonan ini menunjukan, bahwa Nabi
menginginkan ilmu yang memberikan manfaat dalam hidupnya baik didunia maupun
di akhirat, baik untuk dirinya maupun sesamanya, termasuk yang bisa memberikan
manfaat kepada alam semesta.
Logis jika beliau memohon kepada Tuhan untuk dijauhkan dari ilmu yang
tidak bermanfaat.29
III.PENUTUP

27
Bashori Muchsin,Ibid., hal.14.
28
Abuddin Nata,op.cit., hal.102.
29
Abuddin Nata,op.cit., hal.73.
17

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dan penjelasan di atas, dapat ditarik poin-poin penting

sebagai kesimpulan makalah ini sebagai berikut:

1. Pendidikan Islam membutuhkan sumber daya yang andal, memilki

komitmen dan etos kerja yang tinggi, manajemen yang berbasis sistem dan

infra-struktur yang kuat, serta standar yang unggul. Untuk dapat

melakukan tugas tersebut pendidikan Islam membutuhkan unit penelitian

dan pengembangan yang terus berusaha meningkatkan pendidikan Islam.

Hanya dengan usaha yang sunguh-sunguh dan berkesinambungan itulah,

pendidikan Islam akan dapat mengubah tantangan menjadi peluang.

2. Pendidikan Islam bertujuan membentuk kepribadian manusia supaya

mempunyai kepribadian yang menjunjung tinggi spiritualitas dan

moralitas. Jika ucapan, sikap, dan perilakunya bisa dibentuk dengan cara

demikian, atau kepribadiannya terbentuk demikian, maka watak-watak

yang mengarah pada keburukan seperti keserakahan atau penyimpangan,

serta merugikan orang lain bisa dicegah atau dikendalikan (menjadi

manusia yang terarah dengan benar).

18

17
DAFTAR PUSTAKA
18

Arifin, MIlmu Pendidikan Islam Cet. 1; Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 1996.
Azra, Azyumardi.Konteks Berteologi di Indonesia Pengalaman Isam Cet. I; Jakarta:
Pramadina, 1999.
Buchori, Muchtar.Spektrum Problematika Pendidikan Pendidikan di Indonesia Cet.
I; Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1994.
Daulay, Haidar Putra.Pendidikan Islam Cet. 2; Jakarta: Fajar Interpratama Offset,
2007.
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahanyaBandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2007
Hasan, Muhammad Tholhah. Islam Dalam Perspektif Sosial Budaya. Cet. II; Jakarta:
Galasa Nusantara, 1987.
-------. Pendidikan Islam dalam Menghadapi perkembangan global, Cet. II; Jakarta:
PT Rafika Aditama, 2008.
-------.Pendidikan Islam Sebagai Upaya Sadar Penyelamatan dan Pengebangan
Fithrah Manusia. Cet. I; Jakarta: Rafika Aditama, 2005.
Hasbullah, Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan Cet.1; Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1999.
Irianto, Yoyon Bahtiar. Kebijakan Pembaruan Pendidikan Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011
Kabul, Imam.Agama Dalam Semesta Pergulatan manusiaCet. IV; Jakarta: Nirmala
Media, 2007.
Muchsin, Bashori.Pendidikan Islam Kontemporer Cet. I; Bandung: Rafika Aditama
2009.
Nata, Abuddin.Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu – Isu Kontemporer Tentang
Pendidikan Islam Cet.1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Nizar, Samsu.Sejarah Pendidikan Islam Cet. 4; Jakarta: Kharisma Putra Utama,
2011.
Subhan, Arief.Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Cet. 1; Jakarta: Prenada Media
Group, 2012.
Undang-Undang Repoblik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Citra Umbara, Jakarta, 2003
Yatim, Badri.Historiografi slam Cet. 1; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Anda mungkin juga menyukai