Anda di halaman 1dari 8

MEMBANGUN PARADIGMA BARU KEILMUAN ISLAM DI ABAD KE

21: INTEGRASI ILMU-ILMU KEISLAMAN DAN SAINS MODERN

MAKALAH

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Islam di


Indonesia Dosen Pengampu: Ahmad Muthohar, M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 9

Dela Aprilia Sugianto 2003016014


Isma Ulyana Arifatun N 2003016018
Reineta Dian Kusumawati 2003016033

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2023
A. Pendahuluan

Era globalisasi, dewasa ini dan di masa datang, sedang dan terus mempengaruhi
perkembangan social dan budaya masyarakat muslim Indonesia umumnya, atau pendidikan
Islam secara khusus. Secara tidak langsung hal ini menuntut masyarakat muslim untuk
survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetetif di masa kini dan
abad ke 21. Milenium 21 adalah peradaban yang banyak didominasi oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Mengutip istilah Azyumardi Azra tanpa harus menjadikan
sains sebagai “pseudo-religion” maju mundurnya masyarakat di masa kini dan mendatang
sangat bergantung kepada sains. Dengan demikian, hal ini menjadi tantangan tersendiri
bagi masyarakat muslim secara spesifik untuk mengembangkan sains dan teknologi
khususnya terkait muatan Pendidikan Agama Islam.1
Gagasan integrasi keilmuan dalam Islam kini terus diupayakan oleh para pemikir
pendidikan Islam. Awal munculnya ide integrasi keilmuan dilatar belakangi adanya
dualisme atau dikotomi keilmuan antara ilmu umum disatu sisi dan ilmu agama disisi lain,
yang pada akhirnya melahirkan dikotomik sistem pendidikan. Wujud dikotomi pendidikan
di Indonesia adalah beragamnya lembaga pendidikan, yakni pesantren, madrasah dan
sekolah yang memiliki corak dan sistem yang berbeda. Pendidikan agama Islam di era
globalisasi ditandai dengan kuatnya terkanan ekonomi dalam kehidupan, tuntunan
masyarakat untuk memperoleh perlakuan yang makin adil dan demokratis, penggunaaan
teknologi canggih, saling ketergantungan, serta kuatnya nilai budaya yang hedonistic,
pragmatis, materialistic, dan sekuleristik.2 Penyatuan ini terjadi berkat kemajuan teknologi
Informasi (TI) yang dapat menghubungakan dan mengkomunikasikan setiap isu yang ada
pada suatu Negara dengan Negara lainnya. Munculnya berbagai kecenderungan dalam era
globalisasi merupakan tantangan sekaligus peluang jika mampu dihadapi dan dipecahkan
dengan arif dan bijaksana. Oleh karenanya, umat Islam harus siap untuk menghadapi dan
meningkatkan kemampuan di bidang konsep, kemampuan di bidang komunikasi,
kemampuan menejemen dan kepemimpinan, kemampuan di bidang emosional dan
institusi, kemampuan di bidang moral dan kemampuan di bidang spiritual sehingga dapat
merumuskan kembali berbagai komponen dalam pendidikan. Tujuan pembangunan
Indonesia sendiri untuk mewujudkan manusia yang sejahtera lahir dan batin, penguasaan
atas sains dan teknologi memerlukan perspektif etis dan panduan moral hal ini yang
kemudian memunculkan dinamika baru dalam pendidikan Islam yakni, usaha meninjau
kembali seluruh komponen pndidikan secara inovatif, keratif, progresif, holistic, dan

1
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Hal. 41
2
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, 1st ed. (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hal.
07
adaptif dengan tuntunan modernitas.3

3
Abuddin Nata, Teori Dan Perilaku Organisasi Pendidikan Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2011), Hal.
21–26
B. Paradigma Keilmuan Islam Di Abad 21

Tokoh yang mengembangkan istilah paradigma dalam dunia ilmu pengetahuan


adalah Thomas S. Khun, menurutnya paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber
hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan
sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan sendiri. Secara singkat dapat dikatakan
paradigma adalah “cara pandang, kerangka berfikir, nilai-nilai atau cara memecahkan
sesuatu masalah (dalam suatu bidang tertentu, termasuk dalam bidang pembangunan,
reformasi, maupun dalam pendidikan) yang dianut oleh suatu masyarakat pada masa
tertentu”. Seperti proses ilmuan menemukan dalam hal pendidikan yang semakin maju.
Paradigama tidaklah mesti statsis sebaliknya harus dinamis, terlebih menyangkut
pendidikan yang mana sangat erat kaitannya dengan berbagai aspek kehidupa masyarkat
yang senantiasa berubah dan berkembang khususnya di era globaliasasi.
Perubahan paradigma dalam pendidikan ini dihimpun oleh Surakhmad dalam
Pendidikan Islam yang berorientasi ke masa silam menjadi berorientasi ke masa depan
yaitu
1. Peralihan dari pendidikan yang mngutamakan nilai kehidupan budaya feudal aristokrasi
ke pendidikan yang mengalahkan kehidupan nilai budaya demokratis.
2. Peralihan pendidikan yang memihak kepada kepentingan penguasa menuju kepentingan
masyarakat.
3. Pengalihan pendidikan yang terpusat sentralistik beralih kepada pengelolaan pendidikan
berbasis kekuatan masyarakat.
4. Peralihan sikap kependidikan yang mengutamakan keseragaman ke sikap pendidikan
yang menghargai keberagaman.
5. Peralihan pola manajemen yang memupuk ketergantungan masyarakat ke pola
manajemen yang mengutamakan kemandirian.
6. Peralihan dari pendidikan yang takluk kepada gaya pengusa menuju pendidikan yang
menyadarkan masyarakat.
7. Peralihan metodologi pendidikan konformisme nilai menuju pendidikan dengan
metodologi pengembangan ilmu dan pemanfaatan IPTEK.
8. Peralihan pendidikan sebagai pelaksanaan kewajiban kepada penyadaran masyarakat
akan pentingnya pendidikan
9. Peraliahan orientasi pendidikan dari sudut kepentingan politik ke orientasi perubahan
dan kemajuan
10. Peralihan sikap pendidika yang konformistik ke sikap pendidik ayang motivatif, kreatif
dan inovatif
11. Peralihan pola pendidikan yang terutup, isolasionistik menuju pola pendidikan yang
tebuka dan fleksibel
12. Peralihan dari pola dan program kuliner yang tradisional menuju pola program
kulikuler yang kontekstual. Kerangka perubahan yang ditawarkan oleh Surakhmad
memperilhatakan kompleksitas paradigama pendidikan yang seyogyanya dilakukan
dalam dunia pendidikan mengadapi era global dan globalisai.4
Sesuai dengan perkembangan dan tuntunan zaman, pendidikan Islam telah
menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel, responsive, dan sesuai dengan
perkembangan zaman, berorientasi kepada masa depan, seimbang, berorientasi pada mutu
yang unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis. Sejarah menunjukan bahwa pendidikan
Islam senantiasa mengalami inovasi dari waktu ke waktu. Melalu inovasi inilah pendidikan
Islam saat ini muncul dengan berbagai model yang beragam. Bagi umat Islam sendiri, era
globalisasi dalam arti tukar menukar dan transmisi ilmu pengetahuan, budaya, dan
peradaban bukanlah hal yang baru. Sejuah ini sejarah mencatat tedapat tiga fase dimana era
globalisasi telah dilalui dan dijalankan dalam pendidikan dunia Islam. Dalam menghadapi
krisis global, terutama krisis dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. Pendidikan agama
Islam diharapkan mampu memberikan solusi dalam memperbaiki akhlak/moral
masyarakat. Sehingga wajar apabila bangsa Indonesia yang berbasis dan bersikap religius
menempatkan pendidikan agama sebagai bagian yang sangat penting bagi pengembangan
sistem pendidikan nasional. Sebagian besar anggota masyarakat Indonesia masih meyakini
bahwa ajaran agama menjadi pilar utama pembangunan moral bangsa. 5
Dalam hal ini proses paradigma baru keilmuan islam di abad 21, sesuai berjalannya
waktu mulai berkembang melalui pemikiran para ilmuan mampu mengintegrasikan
antara ilmu agama dan ilmu umum tanpa ada sekatan kedunya yang signifikan . hal
tersebut semakin diperkuat karena adanya fakta-fakta yang mengaitkan antara kedunya
salah satunya dalam hal pendidikan, yang mana sudah diuraikan penjelasan diatas.

4
Azra, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III, hlm 54-55
5
Shindunata, Menggagas Pardigma Baru Pendidikan Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi
(Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm 216
C. Integrasi Ilmu-Ilmu Keislamaan Dan Sains Modern

Integrasi ilmu pengetahuan dan agama hal ini berarti kita berusaha untuk
menggabungkan antara sains dan agama agar selaras, meskipun hal in bukan berarti
menyatukan dalam perspektif mencampur, karena baik ilmu pengetahuan maupun agama
mempunyai substansi yang tidal harus dihilangkan, palah harusya dipertahankan.

Sejatinya ilmu dan agama lahir dari wilayah yang sama yaitu sebuah pengalaman
kemanusiaan. Sampai saat ini, banyak sckali yang berfikiran bahwa ilmu sains dan agama
itu berdiri sendiri dan sudah ada porsinya masing-masing. Hal tersebut memunculkan
pemikiran bahwa ilmu dan agama itu tidak dapat disarukan baik dari segi formal yaitu
material, metode penclitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan olch para ilmuwan.
Contohnya pada ilmu fisika yang mana agama lebih berhubungan dengan kehidupan
schari-hari.

Harmonisasi ilmu pengetahuan dan agama islam sebenarnya sudah merupakan


perwujudan dari bentuk satu kesatan. Yang mana ketika tidak ada kesalahpahaman yang
berlarut-larur maka ajaran agama islam sudah terealisasikan dengan baik. Karena agama
islam sendiri memiliki ajaran-ajaran yang universal. 6 Cara pandang suatu masyarakat
merupakan pola pikir dari masyarakat tersebut. Ketika kita ingin menerima dan mengikuti
budaya-budaya yang ada, baik itu dari luar misalnya budaya barat, kita harus benar-benar
mengetahui apakah budaya tersebut pantas untuk direrapkan kepada agama islam atau
tidak. Jadi setiap orang harus memiliki tameng yaitu keimanan yang mana hal cersebut
menggunakan ajaran agama islam yang benar dan lurus.

Ketika budaya atau ilmu yang masuk kedalam suatu lingkungan masyarakat islam,
kita harus mengetahui asal mula budaya tersebut berkembang dengan semestinya atau
tidak. Ketika budaya tersebut memberikan dampak yang baik untuk kemajuan masyarakat
muslim, maka tidak mengapa ketika kita harus mengambil dan mencontek budaya tersebut.
Namun tak terlepas dari pandangan yang telah disyariatkan oleh agama islam. Tidak boleh
menyeleweng dari aturan-aturan yang ada di dalam agama. Ketika kita melakukan proses
islamisasi, maka kita juga harus menyaring dengan cermat ketika ada badava- budaya
sekuler yang melekat di dalamnya. Kita harus bijak dan reliti dalam mengadopsi suatu
budaya luar.

Ilmu pengetahuan (sains) dan agama tidak selamanya dalam ruang lingkup yang
bertentangan dan ketidakscsuaian. Banyak ilmuwan yang mencari cara agar pandangan
tersebut menjadi sebuah keharmonisan diantara ilmu pengetahuan dan agama. Dalam hal
6
Fahri Hidayat, “Pengembangan Paradigma Integrasi Ilmu: Harmonisasi Islam dan Sains dalam
Pendidikan”, Jurnal Pendidikan Islam Vol IV, Nomor 2, Desember 2015, Hal. 309
ini, peran ilmu pengetahuan dan agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia.
Agama merupakan suatu tuntunan, petunjuk, tata cara, atau pedoman yang tercaneum
dalam kitab suci. Sedangkan sains memiliki peran pada interaksi dan komunikasi yang
terbangun dalam suatu masyarakat.

D.

E. Kesimpulan
Daftar Pustaka

Adams, Lewis Mulford dan C. Ralph Taylor, News Master Pictorial Encyclopedia; A
Concicet and Comprehensive Reference Work, vol. III. New YorK: Books Inc
Publusher‟s, t.th
Adams, Lewis Mulford dan C. Ralph Taylor, News Master Pictorial Encyclopedia; A
Concicet and Comprehensive Reference Work, vol. III (New YorK: Books Inc
Publusher‟s, t.th),
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia. Cet.VII; Jakarta: PT.
Gramedia, 1979.
Echols, John m. dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia (Cet.VII; Jakarta: PT.
Gramedia, 1979), h. 260.
Faqihuddin, Ahmad. “ISLAM MODERAT DI INDONESIA”, Al-Risalah: Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 12 , No. 1 , 2021
Husaini, Adian .Wajah Peradaban Barat; Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-
Liberal. Jakarta: Gema Insani, 2005.
Prasetiawati, Eka. “Menanamkan Islam Moderat Upaya Menanggulangi Radikalisme di
Indonesia”, Fikri, Vol. 2, No. 2, 2017.
Royhatudin, Aat. “ISLAM MODERAT DAN KONTEKSTUALISASINYA”, Batusangkar
International Conference V, 2020.
Teehake, Julio. “Equity and Justice in a Globalization World: A Liberal Review”, dalam
http://www.fnf.org.ph/seminars/reports/equity-justice-in-globalized-world-review.htm
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 281.
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Cet.II. Jakarta: Balai Pustaka, 1991.

Anda mungkin juga menyukai