Anda di halaman 1dari 67

MANAJEMEN PONDOK PESANTREN BERBASIS ENTREPRENEURSHIP

STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN NURUL BAYAN,

TELAGA BAGEK ANYAR BAYAN, KABUPATEN LOMBOK UTARA

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi dewasa ini, di masa datang, sedang dan akan

mempengaruhi perkembangan budaya sosial masyarakat Muslim di Indonesia

umumnya, atau pendidikan Islam, termasuk pondok pesantren khususnya.

Masyarakat Muslim tidak bisa menghindarkan diri dari proses globalisasi tersebut,

apalagi jika ingin survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian

kompetitif di masa kini dan abad 21. Perkembangan masyarakat Muslim Indonesia

bahkan berbarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan

dari waktu ke waktu. Sumber globalisasi itu adalah Timur Tengah, khususnya mula-

mula Mekkah, dan Madinah, dan sejak akhir abad 19 dan awal abad 20 juga di Kairo.

Sehingga bisa diduga, globalisasi ini lebih bersifat religio-intelektual, meski dalam

kurun-kurun tertentu juga di warnai oleh semangat religio-politik.1

Proses globalisasi saat ini, tidak lagi bersumber dari Timur Tengah

melainkan dari Barat, yang terus memegang supremasi dan hegemoni dalam berbagai

lapangan kehidupan masyarakat dunia umumnya. Globalisasi yang bersumber dari

barat, yang tampil dengan watak ekonomi-politik, dan sains-teknologi.

1
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Moderenisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:
Kalimah, 2001), 43.

1
Globalisasi dalam bidang ekonomi telah memungkinkan terjadinya

perkembangan dan kemajuan signifikan dalam kehidupan sosial ekonomi bangsa

Indonesia, yang pada gilirannya mendorong peningkatan intensitas tertentu dalam

kehidupan keberagaman.

Kebutuhan manusia meningkat seiring dengan perubahan dan perkembangan

pola kehidupan masyarakatnya. Pada mulanya, manusia hidup dalam masyarakat

yang berpola hidup sederhana. Mereka menggantungkan kehidupannya kepada

kekuatan alami yang tersedia di dalam diri manusia serta memanfaatkan apa yang ada

di alam sekitar mereka.2

Manusia harus menggunakan kekuatan-kekuatan jiwanya untuk mengatasi

rasa tidak aman, serta mengatasi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan

hidup yang semakin meningkat itu. Manusia harus berbudaya, kreatif dan produktif.

Untuk itu semua, manusia harus banyak belajar. Dalam usaha membelajarkan

manusia, maka pendidikan menjadi menjadi kebutuhan masyarakat. Pendidikan dan

pengajaran diberikan kepada para anggota masyarakat, sehingga mereka dapat lebih

mengenal alam sekitarnya serta menaklukannya.3

Tujuan pendidikan adalah mewujudkan pribadi-pribadi yang mampu

menolong diri sendiri ataupun orang lain, sehingga dengan demikian terwujudlah

kehidupan manusia yang sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan

berusaha memberikan pertolongan agar manusia mengalami perkembangan pribadi.

2
Wasty Soemanto, Pendidikan Wiraswasta, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006 ), 3.
3
Ibid.

2
Pendidikan memberikan latihan-latihan terhadap karakter, kognisi, serta jasmani

manusia.

Manusia sendiri pada hakikatnya merupakan pribadi yang berkembang

mengikuti hukum serta kekuatan kodrati yang telah dianugerahkan oleh Tuhan

kepada pribadi itu. Perkembangan manusia dapa terhambat ataupun tertunjang oleh

stimuli lingkungannya. Fungsi pendidikan adalah memberikan kondisi yang

menunjang segala aspek kepribadian manusia. Pendidikan hanyalah sebagai

pertolongan agar dengan potensi dan kapasitas pribadi yang ada, manusia akhirnya

dapat hidup secara mandiri, bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain.

Ditinjau dari tujuan dan fungsi pendidikan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan

akan arti pentingnya wiraswasta.4

Gagasan program moderenisasi pendidikan Islam mempunyai akar-akarnya

dalam gagasan “modernisme” pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan.

Kerangka dasar yang berada dibalik “modernisme” Islam secara keseluruhan adalah

bahwa “modernisasi” pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi

kebangkitan kaum Muslim di masa modern. Karena itu, pemikiran dan kelembagaan

Islam termasuk pendidikan haruslah dimodernisasi, sederhananya diperbaharui sesuai

dengan kerangka “modernitas”. Mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam

“tradisional” hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum Muslim

dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern. Namun bagaimanakah

4
Ibid., 5.

3
sebenarnya hubungan antara “modernisasi” dan pendidikan, lebih khusus lagi dengan

pendidikan Islam di Indonesia?5

Islam adalah agama yang memiliki visi perubahan. Syariat Islam yang

diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui rasul-Nya berisi tentang ajaran-

ajaran yang berorientasi pada terjadinya perubahan kehidupan. Rasulullah sebagai

pengemban utama risalah kenabian menyatakan bahwa misi beliau adalah

liutammima makarimal akhlaq. Tugas ini menyuratkan tugas sebagai agen

perubahan, merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat beradab.

Proses perubahan memerlukan keterlibatan dukungan dari semua pihak.

Dukungan itu dapat menjadi motivasi yang luar biasa bagi bagi agen perubahan di

lapangan. Jika strategi ini dapat di laksanakan secara utuh, maka resistensi terhadap

perubahan yang selau muncul dalam setiap usaha perubahan akan dapat

diminimalisir. Sehingga agenda perubahan dapat berjalan dengan maksimal

membawa perbaikan dalam kehidupan manusia.

Manajemen perubahan memerlukan orang kreatif, proses kreatif dan produk

kreatif. Dalam sejarah peradaban Islam dapat dibangun dari adanya ketiga unsur

tersebut yakni ijtihad (proses kreatif), mujtahid dan mujaddid (orang kreatif), yang

kemudian menghasilkan berbagai karya kreatif berupa ilmu pengetahuan, tatanan

sosial politik, serta kebudayaan Islam yang agung. Suatu strategi yang berpijak pada

5
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam ... Ibid 31.

4
impian suatu lembaga ke depan yang disebut visi. Kemudian diikuti cara-cara

mewujudkan impian itu secara operasional yang disebut misi.6

Muhaimin menjelaskan untuk memanaj perubahan tersebut bertolak dari visi

yang jelas, kemudian dijabarkan dalam misi, dan didukung oleh skill, insentif,

sumber daya (fisik dan non fisik termasuk SDM), untuk selanjutnya diwujudkan

dalam rencana kerja yang jelas. Dengan demikian akan terjadilah perubahan. Jika

salah satu aspek ditinggalkan, maka akan mempunyai akses tertentu. Misalnya, Jika

visi ditinggalkan atau dalam pengembangan madrasah tidak bertolak dari visi yang

jelas, maka akan berakibat hancur.7

Pesantren Tradisional adalah sebagai bentuk lembaga pendidikan Islam

tertua di Indonesia. Keberadaannya mengiringi keberadaan Islam sebagai salah satu

saluran dakwah yang di pandang cukup efektif dalam membina santri agar memiliki

pengetahuan agama yang mapan, sehingga bisa diajarkan pada orang lain.

Kesinambungan generasi pelaku dakwah Islam dapat dibina dan dikader melalui

pesantren tersebut.

Hanya saja, usia pesantren tradisional yang begitu tua itu tidak memiliki

korelasi yang signifikan dengan kekuatan atau kemajuan manajemennya. Kondisi

manajemen pesantren tersebut hingga saat ini sangat memperihatinkan, suatu keadaan

yang membutuhkan penyelesaian dengan segera. Apabila tidak dilaksanakan, maka

6
Nur Efendi, Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren: Konstuksi Teoritik dan Praktik
Pengelolaan Perubahan Sebagai Upaya Pewarisan Tradisi dan Menatap Tantangan Masa Depan,
(Yogyakarta: Teras, 2014), 104-106.
7
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), 192.

5
ketidakpastian pengelolaan akan berlarut-larut yang mengakibatkan mundurnya

pesantren tersebut. Tampaknya, manajemen pesantren harus mencakup berbagai

komponen yang segera harus mendapat penanganan karena telah lama menjadi

problem yang terabaikan secara manajerial.

Farhan dan Syarifuddin sebagaimana dikutip dalam Nur Efendi memberikan

alternatif solusi, bahwa dalam menata manajemen pesantren agar lebih maju, banyak

hal yang harus dibenahi dengan cara:

a. Mengadopsi manajemen modern.

b. Membuat wirausaha.

c. Melakukan pelatihan kewirausahaan.


8
d. Membuat network ekonomi. Alternatif ini lebih menekankan pada

pemberdayaan ekonomi dari pada pemberdayaan intelektual, sosial, kultural,

dan struktural.

Pesantren adalah salah satu jenis lembaga pendidikan Islam yang ada di

Indonesia yang oleh Nurcholis Majid disebut sebagai lembaga pendidikan yang

indigenous (memiliki makna keaslian Indonesia). 9 Sebagai suatu lembaga yang

menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas kependidikan, pesantren memiliki

kesamaan dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Namun demikian,

pesantren juga adalah merupakan lembaga pendidikan yang khas dan memiliki

keunikan yang tidak ada pada jenis lembaga pendidikan yang lain. Tuntutan

8
Ibid...157
9
Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 2006), 3.

6
perubahan pada penyelenggaraan pendidikan Islam adalah juga tuntutan perubahan

pada pesantren. Untuk dapat merealisasikan gagasan perubahan dalam pesantren,

sebagaimana dijelaskan di atas, diperlukan agen perubahan yang kuat yaitu orang-

orang yang kreatif. Dalam konteks pesantren posisi ini dapat diperankan oleh kyai,

ustadz atau yang lain. 10 Tidak kalah pentingnya kreatifitas santri-santri di pondok

pesantren.

Pesantren yang selama ini dianggap sebagai lembaga konservatif dan

sering disebut sebagai kerajaan kecil, maka peran kyai menjadi sangat strategis dalam

konteks manajemen perubahan. Oleh karenanya, berubah atau tidaknya lembaga

pesantren sangat bergantung pada figur seorang kyai. Pada tataran empiris dapat

dilihat bahwa perubahan atau inovasi-inovasi yang dapat dilakukan dalam suatu

pesantren hampir dapat dipastikan bahwa gagasan itu telah mendapat restu kyai,

tetapi pada realitasnya pemberdayaan santri sangatlah menentukan berjalan dan

tidaknya usaha perubahan tersebut. Peran santri terhadap perubahan sangatlah

signifikan, sehingga pondok pesantren yang dapat maju dan berkembang haruslah di

dukung oleh usaha-usaha dalam bidang ekonomi.

Tidak sedikit pondok pesantren dalam memenuhi kebutuhan

operasionalnya menggantungkan pada dana bantuan, baik yang berasal dari

masyarakat atau pemerintah. Bantuan-bantuan itu hanya bersifat mempertahankan

keberadaan pondok pesantren, tetapi belum dapat menjadikan pondok pesantren lebih

10
Nur Efendi, Manajemen ... 168.

7
maju dan berkembang. Berbeda halnya dengan pondok-pondok pesantren yang

memiliki kemandirian ekonomi, seperti pondok pesantren Nurul Haromain Narmada

Lombok Barat11, dan pondok pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat12 yang

lebih maju dan berkembang dengan keberadaan unit-unit usaha dalam memenuhi

semua kebutuhan santri, pendidik, dan operasional mereka. Tuntutan globalisasi yang

mengharuskan pendidikan mampu memberikan kemampuan berdaya saing bagi

santri, entrepreneurship adalah salah satu cara yang bisa diandalkan untuk memenuhi

tuntutan tersebut.

Menurut Hisrich Peters dalam Yuyus Suryana kewirausahaan diartikan

sebagai berikut “entrepreneurship is the proces of creating something different with

value by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying

financial psychic, and social risk, and recieving the rusulting rewards of monitary

and personal satisfaction and endependence”. Kewirausahan adalah proses

menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai

modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kedewasaan pribadi.13

Pemaksimalan pendidikan entrepreneur menjadi jawaban solutif untuk

perkembangan dan kemajuan pondok pesantren. Pendidikan entrepreneur merupakan

manhaj Pondok Pesantren Nurul Bayan yang terletak di Telaga Bagek Anyar

11
Wawancara dengan Ust. H.Anwar, salah satu guru di pondok pesantren Nurul Haromain, Selasa
09 januari 2107, pukul 16.30 Wita
12
Wawancara dengan Ust. Izzul Fatawi, salah satu guru di pondok pesantren Nurul Hakim, Senin
08 januari 2107, pukul 08.30 Wita.
13
Yuyus Suryana, Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses, (Jakarta:
Kencana Renada Media Group, 2014), 24.

8
Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara Propinsi Nusa Tenggara Barat

(NTB). Sebelum berkembangnya pondok pesantren seperti sekarang ini, pada

awal berdirinya pondok pesantren tersebut menempati lahan yang di sewa dari

masyarakat seluas 200 m2. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, letak

geografis yang dikategorikan lahan yang tandus, jauhnya dari keberadaan

teknologi. Masyarakat dan santri-santri yang tergolong ekonomi menengah ke

bawah, dan lahan yang sempit. Santri yang berjumlah 4 orang, tempat kegiatan

belajar mengajar yang sangat sederhana terbuat dari bambu, serta pendidik

sekaligus pengasuh adalah KH. Abdul Karim sendiri, tetapi dapat bertahan

dalam penyelenggaraan pendidikan selama 26 tahun dengan berbagai kebutuhan

yang harus dipenuhi. Pondok Pesantren Nurul Bayan yang notabene adalah

lembaga pendidikan swasta berinisiatif mengadakan kegiatan-kegiatan usaha

dalam upaya memenuhi kebutuhan pesantren.

Pemahaman yang minim tentang entrepreneurship (kewirausahaan),

dan kurangnya lahan pembelajaran bagi santri dalam bidang kemandirian

ekonomi, karena minimnya tempat dan sarana yang tersedia. Hal itu mendorong

KH. Abdul Karim untuk menerapkan kewirausahaan di pondok pesantren Nurul

Bayan. Hal ini terbukti dari pembelajaran yang di berikan tidak hanya pada

kajian keIslaman (tafaqquh fii Al Din) melainkan juga kajian kewirausahaan

(tafaqquh fii At Tijarah). Sejak berdirinya pondok pesantren Nurul Bayan sudah

memulai menerapkan kewirausahaan dengan membuat makanan dari kedelai

yang disebut tempe.

9
Menurut KH. Abdul Karim Abdul Ghafur:

“… salah satu program jangka panjang pondok adalah usaha dan


ekonomi, eksistensi pondok yang kita harapkan adalah pondok yang
berkepribadian dan langgeng, dan salah satu faktornya adalah kemandirian.
Baik kemandirian ekonomi, sistem, dan kurikulum. Sedangkan kemandirian
ekonomi itu adalah pondok harus memiliki unit-unit usaha yang produktif
sesuai dengan kemampuan pondok. Karena unit-unit usaha itulah yang akan
menggerakkan seluruh elemen pondok. Baik dari santri, pendidik dan te naga
kependidikan. Pondok Pesantren Nurul Bayan ini sudah memiliki unit usaha
seperti konveksi, koperasi, kantin, kelapa peternakan yang kesemuanya itu
adalah salah satu cara membangun kemandirian santri pesantren, bahkan
KH. Abdul Karim memaparkan bahwa Pondok Pesantren Nurul Bayan tidak
menerima BSM (Bantuan Siswa Miskin), Sehingga tidak menutup
kemungkinan dapat menciptakan kemandirian bagi masyarakat Indonesia
dalam menghadapi tantangan era globalisasi” 14.

Pemaparan yang disampaikan oleh KH. Abdul Karim di atas

terbukti dengan semakin bertambahnya santri-santri yang memiliki jiwa

entrepreneurship. Ketika mereka duduk di bangku kelas 5 TMI (Tarbiyatul

Muallimin Islamiyah)15 mereka sudah bisa mengelola unit usaha di pondok

pesantren Nurul Bayan. Kemudian hasil dari unit usaha tersebut dapat

meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana dan membuat

income santri-santri semakin bertambah setiap tahunnya. Di bawah ini

adalah data peningkatan santri sejak empat tahun terakhir, dimulai pada

tahun pelajaran 2012 sampai dengan 2016 :

14
Wawancara dengan KH. Abdul Karim, Pimpinan Ponpes Nurul Bayan, Jumat, 14 oktober 2016,
pukul 14.00 Wita
15
Wawancara dengan Ust. Satriyadi, salah satu guru di pondok pesantren Nurul Bayan, Jumat 12
januari 2017, pukul 15.00 Wita “ Tarbiyatul Muallimin Islamiyah (TMI) adalah model pembelajaran
yang dikembangkan di Ponpes Nurul Bayan”.

10
Tabel 1

Data peningkatan santri sejak 4 tahun terakhir dari tahun 2012

sampai dengan tahun 2016

Jumlah Siswa
No. Tahun Pelajaran
Baru
1. 2012 – 2013 131 Orang
2 2013 – 2014 124 Orang
3 2014 – 2015 137 Orang
4 2015 - 2016 144 Orang
Sumber asil wawancara dengan ust satriyadi umat 12 januari 2017

Sedangkan guru yang saat ini sudah menjalankan usaha-usaha

ekonomi yaitu, Ust. Satriyadi, Ust. H. Rumi, Ust. HL. Nuril Bayan.

Pembangunan sarana dan prasarana setiap tahun selalu mengalami

perubahan dan penambahan, seperti saat ini sedang di bangun aula

pertemuan, kandang untuk peternakan unggas, serta pembelian mobil

operasional bagi santri.

Hal tersebut memberikan inspirasi bagi peneliti, sehingga menarik

untuk diteliti lebih lanjut, maka penelitian ini mengangkat judul "Manajemen

Pondok Pesantren Berbasis Entrepreneurship Studi Kasus Di Pondok Pesantren

Nurul Bayan Lombok Utara".

Dengan harapan menjadi salah satu sumbangan intelektual untuk

memecahkan problem pendidikan nasional dan alternatif model penerapan

pendidikan berbasis kewirausahaan, khususnya di lingkup pondok pesantren.

11
B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Rumusan masalah adalah acuan pokok dari suatu kegiatan penelitian,

karena rumusan masalah merupakan pernyataan atau pertanyaan yang akan

dicarikan jawabannya dari pengumpulan data. 16 Oleh karena itu dalam rangka

merumuskan masalah, Peneliti mencoba mengidentifikasi beberapa permasalahan

yang terdapat di lapangan, di antaranya:

a. Rendahnya pengetahuan SDM (Sumber Daya Manusia) tentang usaha

mandiri.

b. Kurangnya pendidikan entrepreneurship/kewirausahaan santri di Pondok

Pesantren.

c. Kurang tersedianya lahan pembelajaran bagi santri dalam bidang ekonomi.

2. Pembatasan masalah

Dari banyaknya masalah yang dapat di identifikasi, sehingga tidak

mungkin meneliti semua masalah tersebut, maka yang menjadi fokus utama

dalam kegiatan penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Manajemen Pondok

Pesantren Berbasis Entrepreneurship, Studi Kasus di Pondok Pesantren Nurul

Bayan Lombok Utara”?

16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), 35.

12
3. Perumusan Masalah

a. Bagaimana pelaksanaan Manajemen Pondok Pesantren berbasis

entrepreneurship di Pondok Pesantren Nurul Bayan Lombok Utara?

b. Bagaimana Nilai Karakteristik Manajemen Pondok Pesantren berbasis

entrepreneurship di Pondok Pesantren Nurul Bayan Lombok Utara?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan Manajemen Pondok Pesantren berbasis

entrepreneurship Studi Kasus di Pondok Pesantren Nurul Bayan Lombok

Utara.

2. Untuk mengetahui nilai Karakteristik Manajemen Pondok Pesantren berbasis

entrepreneurship dalam meningkatkan kemandirian santri di Pondok

Pesantren Nurul Bayan Lombok Utara.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini, diharapkan nantinya dapat bermanfaat

dan berguna bagi semua pihak yang antara lain, yaitu:

1. Teoretis

Secara akademis terutama bagi dunia pendidikan Islam adalah agar

hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Perlunya

sebuah inovasi paradigama baru dengan pendekatan yang efektif dalam

mengembangkan pendidikan Islam berbasis entrepreneurship. Meningkatkan

kemandirian santri dalam memahami potensi diri atau kompetensi dirinya,

13
membangkitan motivasi belajar dan usahanya dalam mencapai puncak

kesuksesan.

2. Praktis

Sebagai pengalaman penelitian/riset yang dapat menambah

perbendaharaan ilmu pengetahuan, bagi mahasiswa, masyarakat dan utamanya

bagi para pelaksana pendidikan Islam di pesantren yaitu pengasuh

pesantren/kyai.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah

keilmuan kepustakaan pendidikan Islam di tengah arus globalisasi di Institut

Agama Islam Negeri Mataram. Khususnya Pascasarjana program studi

Manajemen Pendidikan Islam (MPI), serta dapat dijadikan dasar

pengembangan ilmu oleh peneliti lain.

E. Tinjauan Pustaka

Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Manajemen Kewirausahaan Pesantren (Studi di Pesantren Putri al-

Mawaddah Coper Jetis Ponorogo). Tesis ini disusun oleh Lailatu Rohmah

pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Hasil penelitiannya adalah: bahwa pengelolaan unit usaha ekonomi di

pesantren penting untuk dijalankan, terutama jika dikelola dengan manajemen

kewirausahaan yang aplikatif dan profesional, karena mempunyai peran yang

amat penting untuk operasional pesantren, terutama dalam hal pendanaan dan

pemberdayaan ekonomi masyarakat. Peran yang nyata adalah membantu

14
pengadaan sarana dan prasarana, pemberian keringanan bagi santriwati yang

kurang mampu, pemberian beasiswa S2 kepada para guru. Ada beberapa

faktor yang mendukung manajemen kewirausahaan Pesantren Puteri Al-

Mawaddah, yaitu: entrepreneurship pimpinan pesantren, keterlibatan aktif

masyarakat, jaringan dengan institusi lain, dan ketertiban administrasi dan

keuangan. 17 Dari kesimpulan tesis Lailatu Rohmah di atas, maka dapat

ditemukan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu: jika Lailatu

Rahmah menekankan entrepreneurship di pondok pesantren putri Al-

Mawaddah terfokus pada pimpinan, keterlibatan masyarakat dan jaringan

dengan institusi lain, sementara penelitian ini fokusnya kepada bagaimana

upaya lembaga pondok pesantren Nurul Bayan Kabupaten Lombok Utara

membangkitkan dan menanamkan jiwa entrepreneurship di kalangan santri

sehingga tujuan akhirnya adalah membentuk santri yang mandiri dan

entrepreneur. Bukan kepada penyelenggara pendidikannya, tetapi sasaran

pendidikan secara langsung.

2. Upaya Pengembangan Pendidikan Entrepreneurship Berbasis Pendidikan

Karakter Pada Kurikulum Madrasah. Tesis yang disusun oleh Mujianto

Solichin, mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama

Islam Unipdu Jombang.

17
Rohmah, Lailatu. Manajemen Kewirausahaan Pesantren: Studi di Pesantren Putri al-Mawaddah
Coper Jetis Ponorogo (Tesis: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009), 188. Diakses tanggal 27
Desember 2016 pukul 19.00 WITA.

15
Hasil penelitiannya adalah: Upaya pengembangan kurikulum seharusnya

memang dilakukan dalam rangka optimalisasi kompetensi lulusan, termasuk

kompetensi dalam bidang entrepreneurship. Pengembangan pendidikan

entrepreneurship berbasis karakter memiliki tujuan agar peserta didik menjadi

lulusan yang mau dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai karakter

dalam kehidupannya sehari-hari, termasuk dalam dunia entrepreneurship.

Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Pendidikan entrepreneurship berbasis pendidikan karakter merupakan

salah satu pengembangan kurikulum yang dimasukkan pada standar

kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan, termasuk madrasah.

b. Pengembangan pendidikan entrepreneurship berbasis karakter dibingkai

dalam kurikulum muatan lokal (mulok), dimana pelaksanaannya

diserahkan kepada setiap madrasah untuk mengimplementasikannya sesuai

dengan desain mulok yang dikehendaki. Seperti integrasi nilai-nilai

entrepreneurship pada pembelajaran dengan mengembangkan SK dan KD

mata pelajaran.

c. Praktik pendidikan entrepreneurship di implementasikan dalam bentuk

kegiatan-kegiatan bisnis di sekolah, misalnya pesantren wirausaha,

koperasi sekolah, dan sebagainya.18

18
http://journal.uniga.ac.id/index.php/JP/article/view/39, diakses tanggal 20-12-2016

16
3. Dari kesimpulan tesis yang disusun oleh Mujianto Solichin di atas, maka dapat

ditemukan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu: jika Mujianto

Solichin menekankan entrepreneurship Pendidikan Karakter Pada Kurikulum

Madrasah, sementara penelitian ini fokusnya kepada bagaimana upaya

lembaga pondok pesantren Nurul Bayan Kabupaten Lombok Utara

membangkitkan dan menanamkan jiwa entrepreneurship di kalangan santri

sehingga tujuan akhirnya adalah membentuk santri yang mandiri dan

entrepreneur. Bukan pada kurikulum pendidikannya, tetapi sasaran pendidikan

secara langsung.

F. Kajian Teori

1. Kajian tentang Manajemen Pondok Pesantren

a. Konsep Manajemen

Manajemen berasal dari bahasa inggris to manage yang berarti

mengatur, mengurus, atau mengelola. Menurut Malayu S.P Hasibuan,

manajemen adalah suatu ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan

sumber daya manusia secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber

lain dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.19

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara

rapi, benar, teratur dan sistematis. Tidak boleh dilakukan secara asal-

asalan. Semua itu berdasarkan syariat Islam (aturan yang bersumber dari

19
U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2014), 1.

17
Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Saw). Dengan demikian dapat

disimpulkan :

1) Manajemen merupakan bagian dari syariat Islam.

2) Manajemen Islam identik atau sama dengan manajemen syariah.

Sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an surat As-Shaff ayat 4:

‫وص‬
ٌ ‫ص‬ُ ‫صفًّا َكأَنَّ ُهم بُ ْنيَ ٌن َّم ْر‬ َ ‫ٱَّللَ ي ُِحبُّ ٱلَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِى‬
َ ‫س ِبي ِلِۦه‬ َّ ‫ِإ َّن‬
”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-
Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh”.20

Para ahli memberikan pengertian tentang manajemen, di antaranya

adalah sebagai berikut :

1) Mary Parker Follet, manajemen adalah seni, karena untuk melakukan

pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus.

2) Lawrence A. Appley dan Oey Liang Lee menjelaskan bahwa sebagai

seni dan ilmu, dalam manajemen terdapat strategi memanfaatkan

tenaga dan pikiran orang lain untuk melaksanakan aktifitas yang

diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam manajemen terdapat teknik-teknik yang kaya akan nilai-nilai

kepemimpinan dalam mengarahkan, mempengaruhi, mengawasi, dan

mengorganisasikan semua komponen yang saling menunjang untuk

tercapainya tujuan.

20
Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Mahkota Surabaya, 1990), 932.

18
3) Ramayulis mendefinisikan Manajemen Pendidikan Islam sebagai

“proses pemanfaatan semua sumber daya yang di miliki umat Islam,

lembaga pendidikan atau lainnya, baik perangkat keras maupun

lunak”. Pemanfaatan tersebut dilaksanakan melalui kerjasama dengan

orang lain secara efektif, efisien dan produktif untuk mencapai

kebahagiaan dunia maupun di akhirat.21

b. Fungsi Manajemen

Sampai saat ini belum ada konsensus baik di antara praktisi maupun

teoritis mengenai fungsi-fungsi manajemen, yang sering pula di sebut

unsur-unsur manajemen. Penjelasan mengenai fungsi-fungsi manajemen

adalah sebagai berikut22 :

1) Planning

Perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk

mencapai hasil yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir

merumuskan perencanaan merupakan penetapan jawaban kepada

enam pertanyaan berikut:

a) Apa tindakan yang harus dikerjakan?

b) Mengapa tindakan itu harus dikerjakan?

c) Di mana tindakan itu harus dikerjakan?

d) Kapan tindakan itu harus dikerjakan?

21
Ramayulis, Haji, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke-10, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), 372.
22
U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2014), 24-25.

19
e) Siapa yang akan mengerjakan tindakan itu?

f) Bagaimana cara melaksanakan tindakan itu?

2) Organizing

Organizing (organisasi) adalah kerjasama antara dua orang

atau lebih dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran

spesifik atau sejumlah sasaran. Dalam proses pengorganisasian

dilakukan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara

terperinci berdasarkan bagian dan bidang masing-masing sehingga

terintegrasikan hubungan-hubungan kerja yang sinergis, koperatif,

harmonis dan seirama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.

Dalam pengorganisasian dilakukan hal-hal berikut:

a) Penerimaan fasilitas, perlengkapan, dan staf yang diperlukan

untuk melaksanakan rencana.

b) Pengelompokan dan pembagian kerja menjadi struktur organisasi

yang teratur.

c) Pembentukan struktur kewenangan dan mekanisme koordinasi.

d) Penentuan metode kerja dan prosedurnya.

e) Pemilihan pelatihan, dan pemberian informasi kepada staf.

3) Leading

Pekerjaan leading meliputi:

a) Mengambil keputusan

20
b) Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara

manager dan bawahan

c) Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan agar

mereka bertindak

d) Memilih orang orang yang menjadi kelompoknya, memperbaiki

pengetahuan dan sikap sikap bawahan agar mereka terampil

dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.

4) Directing / commanding

Directing/commanding adalah fungsi manajemen yang

berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah atau

instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing,

sehingga tugas tersebut dapat dillaksanakan dengan baik dan tertuju

pada sasaran yang telah di tetapkan. Ada beberapa prinsip yang perlu

diperhatikan oleh seorang pembimbing, yaitu keteladanan, konsistensi,

keterbukaan, kelembutan dan kebijakan.

5) Motivating

Motivating atau pemberian inspirasi, semangat, dan dorongan

kepada bawahan agar melakukan kegiatan secara sukarela, sesuai

dengan keinginan atasan. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan

untuk mewujudkan prilaku tertentu yang terarah pada tujuan tertentu.

21
6) Coordinating

Coordinating atau pengorganisasian merupakan salah satu

fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak

terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan

menghubungkan, menyatukan, menyelaraskan, pekerjaan bawahan,

sehingga terdapat kerjasama yang terarah dalam usaha mencapai

tujuan organisasi. Adanya koordinasi yang baik antara pimpinan dan

bawahan dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan

yang tidak sehat dan kesimpangsiuran dalam tindakan.23

7) Controlling

Controlling atau pengawasan dan pengendalian adalah salah

satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian,

mengadakan koreksi terhadap segala hal yang telah dilakukan oleh

bawahan, sehingga dapat diarahkan ke jalan yang benar sesuai dengan

tujuan. Pengawasan melekat lebih menitikberatkan pada kesadaran dan

keikhlasan dalam bekerja. Pengendalian tersebut terdiri atas:

a) Penelitian terhadap hasil kerja sesuai dengan rencana/ program

kerja

b) Pelaporan hasil kerja dan pendataan berbagai masalah

c) Evaluasi hasil kerja dan problem solving.

23
Ibid, 38.

22
Menurut Ramayulis “pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai

karakteristik pengawasan bersifat materiil dan spiritual, pengawas

tidak hanya manajer, tetapi juga Allah SWT”. Menggunakan metode

manusiawi yang menjunjung tinggi martabat manusia. Pengawasan

dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan metode

pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai

keIslaman.

8) Evaluating

Mengevaluasi artinya menilai semua kegiatan untuk

menemukan indikator yang menyebabkan sukses atau gagalnya

pencapaian tujuan, sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.

Evaluasi sebagai fungsi manajemen merupakan aktifitas untuk

meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilaksanakan di

dalam proses keseluruhan organisasi untuk mencapai hasil sesuai

dengan rencana atau program yang telah ditentukan dalam rangka

pencapaian tujuan. Dengan mengetahui berbagai kesalahan atau

kekurangan, perbaikan selanjutnya dapat dilakukan dengan mudah dan

dapat dicari problem solving yang tepat dan akurat.

9) Reporting

Reporting adalah salah satu fungsi manajemen berupa

penyampaian perkembangan hasil kegiatan atau pemberian keterangan

mengenai tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi.

23
Dengan memfungsikan reporting, manajemen diri dan organisasi

terevaluasi dengan baik. Selain itu perubahan rencana dan strategi

pelaksanaannya terus disesuaikan dengan sumber daya manusia dan

sumber dana yang tersedia.

10) Staffing

Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa

penyusunan personalia pada organisasi sejak merekrut tenaga kerja,

pengembangannya hingga usaha agar setiap tenaga kerja memberdaya

guna maksimal kepada organisasi. Staffing atau assembling resources

termasuk kegiatan yang sangat penting karena berhubungan dengan

penempatan orang dalam tugas dan kewajiban tertentu yang harus

dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah sebagai berikut :

a) Penentuan jenis pekerjaan

b) Penentuan jumlah orang yang dibutuhkan

c) Penentuan tenaga ahli

d) Penempatan personel desuai dengan keahliannya

e) Penentuan tugas, fungsi, dan kedudukan pegawai

f) Pembatasan otoritas dan tanggung jawab pegawai

g) Penentuan hubungan antar unit kerja

h) Penentuan gaji, upah, dan insentif pegawai yang berkaitan dengan

bagian keuangan

24
i) Penentuan masa jabatan, mutasi pensiun, dan pemberhentian

pegawai.

11) Budgeting

Budgeting (penyusunan anggaran biaya). Setiap lembaga

membutuhkan pembiayaan yang terencana dengan matang. Untuk itu,

income yang diperoleh harus diperhatikan sebelum mengeluarkan dana

untuk kegiatan tertentu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

fungsi pembiayaan ialah :

a) Perencanaan tentang jumlah biaya yang diperlukan

b) Sumber biaya yang diperoleh atau diusahakan

c) Mekanisme penggunaannya

d) Pelaksana pembiayaan kegiatan

e) Pola pembukuan dan pertanggungjawaban

f) Pengawasan

12) Actuating

Actuating adalah kegiatan yang menggerakkan dan

mengusahakan agar para pekerja melakukan tugas dan kewajibannya.

Para pekerja sesuai dengan keahlian dan proporsinya segera

melaksanakan rencana dalam aktifitas kongkret yang diarahkan pada

tujuan yang telah ditetapkan, dengan selalu mengadakan komunikasi,

hubungan kemanusiaan dengan baik, kepemimpinan yang efektif,

memberikan motivasi, membuat perintah dan instruksi serta

25
mengadakan supervisi dengan meningkatkan sikap dan moral setiap

anggota kelompok. Hal yang perlu diperhatikan dalam actuating

adalah:

a) Penetapan start pelaksanaan rencana kerja

b) Pemberian contoh tata cara pelaksanaan kerja dari pimpinan

c) Pemberian motivasi para pekerja untuk selalu bekerja sesuai dengan

tugas dan tanggung jawabnya masing-masing

d) Pengkomunikasian seluruh arah pekerjaan dengan semua unit kerja

e) Pembinaan para pekerja

f) Peningkatan mutu dan kualitas kerja

g) Pengawasan kinerja dan moralias pekerja

13) Forecasting

Forecasting adalah meramalkan, memproyeksikan, atau

mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan

terjadi sebelum rencana yang lebih pasti dapat di lakukan. Kegiatan

forecasting berhubungan dengan hal sebagai berikut :

a) Mencari kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi shubungan

dengan kegiatan yang sedang dilakukan dengan melihat kinerja

organisasi

b) Membaca situasi dan kondisi yang belum terjadi dengan

mempertimbangkan kebiasaan dan pengalaman pada masa lalu,

26
kemudian membuat rencana baru sebagai antisipasi keadaan yang

akan datang.

c) Menyusun dan mendiskusikan berbagai indikator yang diperkirakan

akan mendukung atau sebagai pendorong kuat pembuatan rencana

yang akan datang.

d) Menelaah berbagai indikator yang kemungkinan besar akan

mempengaruhi pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan

berakhir dengan kegagalan.

e) Mempersiapkan berbagai alternatif untuk pengambilan keputusan.24

c. Konsep Manajemen Menurut Islam

Dalam ajaran Islam manajemen dipandang sebagai perwujudan

amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat baik tersebut

akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapai hasil yang optimal

demi kesejahteraan bersama. Ada empat landasan untuk mengembangkan

manajeman menurut pandangan Islam, yaitu kebenaran, kejujuran,

keterbukan dan keahlian. Seorang manajer harus memiliki empat sifat

utama itu agar manajemen yang dijalankannya mendapat hasil yang

maksimal.25

Kepercayaan dan kejujuran dalam Islam sangat penting di

terapkan dalam manajemen. Nabi Muhammad Saw adalah seorang yang

24
U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: CV.Pustaka Setia 2014), 40-43.
25
Athoillah, M., Dasar Dasar Manajemen, (Bandung: CV.Pustaka Setia 2010), 18.

27
sangat terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen

yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw menempatkan manusia sebagai

postulat atau fokusnya. Bukan sebagai faktor produksi yang hanya

diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.

Nabi Muhammad Saw mengelola (manage) serta

mempertahankan (maintain) kerjasama dengan sahabatnya dalam waktu

yang lama. Salah satu kebiasaan beliau adalah memberikan reward atas

kreativitas serta prestasi yang ditunjukkan oleh sahabatnya. Ada empat

pilar etika manajemen yang ada dalam Islam, seperti yang dicontohkan

beliau, yaitu:

1) Ketauhidan yang berarti memandang segala aset dari transaksi bisnis

yang terjadi di dunia milik Allah SWT, manusia hanya mendapatkan

amanah untuk mengelolanya.

2) Keadilan yang berarti segala keputusan yang menyangkut transaksi

dan interaksi dengan orang lain di dasarkan pada kesepakatan kerja

yang di landasi oleh akad saling setuju dengan system profit and lost

sharing.

3) Kehendak bebas, artinya manajemen Islam mempersilahkan manusia

untuk menumpahkan kreatifitas dalam melakukan transaksi dan

interaksi kemanusiannya selama memenuhi asas hukum yang baik dan

benar.

28
4) Pertanggungjawaban yaitu semua keputusan seorang pimpinan harus

di pertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.

Keempat pilar tersebut membentuk konsep manajemen yang

fair ketika melakukan kontrak kerja dengan perusahaan lain ataupun

antara pimpinan dan bawahan. Ciri manajemen Islam adalah amanah.

Jabatan merupakan amanah yang harus di pertanggungjawabkan di

hadapan Allah SWT. Seorang manajer harus memberikan hak-hak orang

lain, baik mitra bisnisnya ataupun karyawannya. Pimpinan harus

memberikan hak untuk beristirahat dan hak untuk berkumpul dengan

keluarganya kepada bawahannya. Ini merupakan nilai-nilai yang

diajarkan manajemen Islam.26

2. Pondok Pesantren

a. Konsep Tentang Pondok Pesantren

Sebelum tahun 1960-an pusat pusat pendidikan pesantren di

Indonesia lebih di kenal dengan sebutan pondok. Istilah pondok

barangkali berasal dari pengertian asrama asrama para santri atau tempat

tinggal yang di buat dari bambu, atau barangkali berasal dari bahasa arab

funduq, yang artinya hotel atau asrama. Sedangkan kata pesantren berasal

26
U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2014), 50-51

29
dari kata santri yang dengan awalan pe dan akhiran an berarti tempat

tinggal para santri.27

Profesor Johns dalam kutipan Zamakhsyari Dhofier

berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa tamil yang berarti

guru mengaji, sedang CC Berg berpendapat bahwa istilah tersebut

berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang

tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci

agama Hindu.28

Amin Abdullah sebagaimana dikutip Ahmad Muthohar,

mendeskrepsikan bahwa dalam berbagai variasinya dunia pesantren

adalah merupaka pusat persemaian pengamalan sekaligus tempat

penyebaran ilmu-ilmu keIslaman. Mastuhu mendefinisikan pesantren

sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari,

memahami, menghayati, mendalami dan mengamalkan ajaran Islam

dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman

prilaku sehari-hari.29

b. Landasan ideologi pendidikan pesantren

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna

keaslian Indonesia (indigenous), posisi pesantren sebagai lembaga

27
Zamakhsyari Dhofier, Edisi Revisi Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai Dan Visinya,
(Jakarta LP3ES,2011), 4I
28
Ibid.....41
29
Ahmad Muthohar, Ideology Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), 13

30
pendidikan Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Karena itu

pendidikan pesantren memiliki dasar yang cukup kuat, baik secara ideal,

konstitusional maupun teologi. Landasan ideologis ini menjadi penting

bagi pesantren karena eksistensinya sebagai lembaga pendidikan yang

sah, menyejarah dan penunjuk arah bagi setiap aktivitasnya.

Dasar ideal pendidikan pesantren adalah falsafah Negara Pancasila, yakni

sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini

mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia percaya kepada

Tuhan Yang Maha Esa atau tegasnya harus beragama.30

Dasar konstitusional pendidikan pesantren adalah pasal 26 ayat

1 dan ayat 4 Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional. Pada pasal 1 disebutkan bahwa” pendidikan non

formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/ atau

pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan

sepanjang hayat. Selanjutnya pada pasal 2 dinyatakan : satuan pendidikan

formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok

kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majlis taklim,

serta satuan pendidikan yang sejenis.31

30
Ibid…14
31
Undang undang no 20 tahun 2003, Tentang System Pendidikan Nasional ( Jakarta: Kaldera
2003), 19-20

31
Sedangkan dasar teologis pesantren adalah ajaran Islam yakni

bahwa melaksanakan pendidikan agama adalah merupakan perintah dari

Tuhan dan merupakan ibadah kepadaNya. Dasar yang dipakai adalah Al-

Quran dan hadits. Dasar Al-Qur’an sebagaiman disebutkan dalam surah

An-Nahl ayat 125.

َ ‫سنَ ِة َو َجد ِْل ُهم ِبٱلَّتِى ِه‬


َ ‫ى أ َ ْح‬
‫س ُن‬ َ ‫ظ ِة ْٱل َح‬
َ ‫س ِبي ِل َر ِب َك ِب ْٱل ِح ْك َم ِة َو ْٱل َم ْو ِع‬
َ ‫ٱ ْدعُ ِإلَى‬

َ‫س ِبي ِلِۦه َو ُه َو أ َ ْعلَ ُم ِب ْٱل ُم ْهت َ ِدين‬ َ ‫ِإ َّن َرب ََّك ُه َو أ َ ْعلَ ُم ِب َمن‬
َ ‫ض َّل‬
َ ‫عن‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.32

Serta hadits riwayat Turmudzi;

‫ َو َم ْن أ َ َرادَ ُه َما‬،‫آخ َرة َ فَ َعلَ ْي ِه ِب ْال ِع ْل ِم‬


ِ ‫ َو َم ْن أ َ َرادَ ْاْل‬،‫َم ْن أ َ َرا دَالدُّ ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه ِبا ْل ِع ْل ِم‬

‫فَ َعلَ ْي ِه ِب ْال ِع ْل ِم‬

”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka wajib baginya


memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat,
maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki
keduanya, maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)

c. Peran dan fungsi Pondok Pesanten

Pesantren adalah sebuah wacana yang hidup.

Memperbincangkan pesantren senantiasa menarik. Terdapat tiga fungsi

32
Depag, Al Qur’an ..., Ibid., 402.

32
pesantren yaitu sebagai lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan

penyiaran agama.

Dari tiga fungsi ini, fungsi sebagai lembaga penyiaran agama

sesuai dengan ideologi konserfatif. Hal ini pun jika pemahaman terhadap

fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga penyiaran

agama dipahami secara sempit. Jika pesantren dipahami sebagai lembaga

pendidikan yang tidak hanya mengajarkan agama berdasarkan nash atau

otoritas Al-Kitab, tetapi juga memberikan pelajaran agama, keterampilan

hidup, dan pemahaman Islam secara universal.

Hal ini di dasarkan bahwa banyak pondok pesantren yang telah

menyediakan informasi dan keterampilan personal secara efektif untuk

menghadapi perubahan perubahan global saat ini, seperti kegiatan

vocational berupa agrobisnis, bank, koperasi maupun sekolah sekolah

umum.

Namun pesantren tetap tidak sepakat dengan anarkisme

pendidikan yang berpandangan penghapusan sekolah formal. Pesantren

menganggap bahwa sekolah formal baik madrasah, sekolah maupun

pesantren itu sendiri masih merupakan cara yang efektif untuk melakukan

humanisasi.

Fungsi pesantren sebagai lembaga sosial sangat erat dengan

pesantren yang memenuhi tuntutan publik baik dengan bimbingan

konseling maupun kegiatan praktis lainnya. Hal ini merupakan ciri

33
liberasionalisme yang membantu siswa dalam menghadapi perubahan

tatanan sosial yang mapan. Karena berbagai inovasi yang dilakukan

dalam lembaga sosial diarahkan untuk memenuhi perubahan tatanan

sosial tersebut.33

3. Konsep tentang Entrepreneurship (kewirausahaan)

a. Konsep Dasar Entrepreneurship (kewirausahaan)

Kata entrepreneur berasal dari bahasa perancis yaitu entreprende yang

berarti petualang, pengambil resiko, kontraktor, pengusaha (orang yang

mengusahakan suatu pekerjaan tertentu) dan pencipta yang menjual hasil

ciptaannya. Wirausaha sering dipadankan dengan entrepreneur atau ada

juga yang menyebutnya dengan wiraswasta. Kedua padanan kata tersebut

kelihatannya berbeda tetapi tidak terlalu signifikan.

Secara bahasa (etimologis) wira berarti perwira, utama, teladan, berani.

Swa artinya sendiri, sedangkan sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta adalah

keberanian berdiri di atas satu kaki. Dengan demikian pengertian

wiraswasta sebagai padanan entrepreneur adalah orang yang berani

membuka lapangan pekerjaan dengan kekuatan sendiri, yang pada

gilirannya tidak saja menguntungkan dirinya, tetapi juga menguntungkan

masyarakat, karena dapat menyerap tenaga kerja yang membutuhkan

33
Ahmad Muthohar, Ideology Pendidikan Pesantren (Pesantren Di Tengah Arus Ideology Ideology
Pendidikan), (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), 98

34
pekerjaan.34 Tidak sedikit pengertian mengenai kewirausahaan yang saat

ini muncul seiring dengan perkembangan ekonomi dengan semakin

meluasnya bidang dan garapan.

Yuyus Suryana mengutip pendapat Yuyun Wirasasmita

menyatakan bahwa kewirausahaan dan wirausaha merupakan faktor

produktif aktif yang dapat menggerakkan dan memanfaatkan sumber daya

lainnya, seperti sumber daya alam, modal, dan teknologi sehingga dapat

menciptakan kekayaan dan kemakmuran melalui penciptaan lapangan

kerja, penghasilan dan produk yang diperlukan masyarakat.35

Dalam buku yang sama, Drucker menyatakan bahwa

kewirausahaan lebih merujuk kepada sifat, watak, dan ciri-ciri yang

melekat pada seseorang yang mempunyai kemauan keras untuk

mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia usaha yang nyata, dan

dapat mengembangkannya dengan tangguh. Oleh karena itu dengan

mengacu pada orang yang melaksanakan proses gagasan, memadukan

sumber daya menjadi realitas, muncul apa yang dinamakan wirausaha

(entrepreneur).36

Entrepreneur merupakan seseorang yang memiliki kreativitas

bisnis baru dan naluri bisnis yang tajam dengan berani menanggung

34
Makruf Abdullah, Wirausaha Berbasis Syariah (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), 1
35
Yuyus Suryana, Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses, Cet. II,
(Kencana Paramedia Group, 2011), 25
36
Ibid .. h.25.

35
resiko dan ketidakpastian yang bertujuan untuk mencapai laba dan

pertumbuhan usaha berdasarkan identifikasi peluang dan mampu

mendayagunakan sumber-sumber serta mewujudkan peluang tersebut.

Rumusan entrepreneur yang berkembang saat ini kebanyakan

berasal dari konsep Schumpeter. Dia menjelaskan bahwa entrepreneur

adalah pengusaha yang melaksanakan kombinasi-kombinasi baru dalam

bidang teknik dan komersial ke dalam bentuk praktik.37

Kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui

pengalaman langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa

sejak lahir (entrepreneurship is born, not made), sehingga kewirausahaan

tidak dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang, kewirausahaan bukan

hanya urusan bakat, tetapi merupakan disiplin ilmu yang dapat dipelajari

dan diajarkan. Entrepreneurship is not only born but also made, artinya

kewirausahaan tidak hanya bakat bawaan sejak lahir, atau urusan

pengalaman lapangan, akan tetapi juga dapat dipelajari dan diajarkan.

Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat mengembangkan

bakatnya melalui pendidikan.

Setiap orang memiliki idaman atau cita-cita untuk dapat hidup

bahagia dan sejahtera. Kesejahteraan hidup tidak dapat dicapai hanya

dengan berpangku tangan sambil menunggu dan mengharapkan nasib

37
Ibid…h.26

36
baik. Kesejahteraan hidup dapat dicapai salah satunya dengan bekerja.

Pekerjaan yang dilakukan manusia belum tentu menghasilkan sesuatu

yang berarti bagi perwujudan kehidupan sejahtera yang mereka idam-

idamkan. Agar pekerjaan manusia menjadi efektif, maka manusia harus

banyak belajar.

Dalam rangka mencapai cita-cita hidup yang diidam-idamkan,

banyak sekali manusia yang belomba-lomba menempuh pendidikan di

sekolah-sekolah formal. Banyak orang tua dan bahkan anak-anak muda

yang merasa bangga jika anak-anak mereka menduduki bangku sekolah

sekolah yang lebih tinggi. Mereka besusah payah untuk menamatkan

belajar mereka di sekolah-sekolah, dengan disertai banyak pengorbanan,

baik berupa harta benda maupun kasih sayang keluarga. Setelah mereka

tamat sekolah berhadapan dengan permasalahan baru.

Banyak pemuda yang tertipu dengan angan-angan mereka

sendiri. Mereka menyangka, bahwa dengan bersusah payah dan

berlomba-lomba sekolah ke tingkat yang lebih tinggi tanpa mempunyai

bayangan yang jelas untuk apa kelanjutan studi itu nantinya, sebagian

yang lain mendapatkan kesulitan memperoleh pekerjaan karena tidak

sesuai dengan bakat, dan kemampuannya, bahkan di antara mereka ada

pula yang akhirnya ikut serta dalam meningkatkan jumlah pengangguran,

baik pengangguran yang kentara atau pengangguran yang tidak

37
38
kentara. Jarang sekali tamatan pendidikan formal yang berusaha

mengamalkan dan mengembangkan pengalaman pendidikan formal

mereka untuk pengabdian umat manusia melalui kegiatan wiraswasta.39

Dengan kenyataan di atas, peneliti berpendapat bahwa outcome

dari lembaga pendidikan yang belum sesuai dengan tujuan pendidikan.

Juga disebabkan belum terlaksananya fungsi-fungsi manajemen secara

efektif dan efisien.

b. Nilai entrepreneurship dalam Islam

Jika dilihat dari perspektif agama, memang Islam tidak

memberikan acuan pasti mengenai kewirausahaan. Hanya beberapa kata

dalam ayat Al-Quran yang secara tidak langsung membahas wirausaha.

Dalam sebuah ayat Allah berfirman dalam surah Al-Jumuah ayat 10;

َّ ‫َّللاِ َوا ْذ ُك ُروا‬


ً ‫َّللاَ َك ِث‬
‫يرا‬ َّ ‫ض ِل‬ ِ ‫ص ََلة ُ فَانتَش ُِروا فِي ْاْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَغُوا ِمن ف‬ َّ ‫ت ال‬ِ ‫ض َي‬ ِ ُ‫فَإِذَا ق‬
َ‫لَّ َعلَّ ُكم ت ُ ْف ِل ُحون‬
“Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung”.40

Oleh karena itu, apabila sholat telah ditunaikan maka

bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia (rizki) Allah.

Bekerja keras merupakan kata kunci yang menjadi isyarah wirausaha.

38
Ibid….30
39
Ibid….31
40
Depag, Al Qur’an... Ibid, 932.

38
Seseorang yang bekerja keras harus melewati serangkaian tahap-tahap

yang harus dilalui dan pasti mempunyai resiko. Orang yang berani

mengambil resiko tersebut dan melampauinya maka akan memperoleh

rezeki.

Dalam sejarah Nabi Muhammad Saw, isteri beliau dan

sebagian besar sahabat beliau adalah para pedagang dan entrepreneur

mancanegara yang piawai. Beliau adalah praktisi ekonomi dan sosok

tauladan bagi umat. Oleh karena itu, sebenarnya tidaklah asing jika

dikatakan mental entrepreneurship sangatlah inhern dengan jiwa umat

Islam itu sendiri. Aktifitas perdagangan yang dilakukan Nabi Muhammad

Saw, dan sebagian besar sahabat telah merubah pandangan dunia bahwa

kemuliaan seseorang bukan terletak pada kebangsawanan darah, tidak

pula pada jabatan yang tinggi, atau uang yang banyak, melainkan pada

pekerjaan. Sahabat Umar bin Khattab mengatakan bahwa “aku benci

salah seorang di antara kalian yang tidak mau bekerja yang menyangkut

urusan dunia.41

c. Karakteristik Entrepreneur

Akar kata karakter dapat dilacak dari kata latin kharakter,

kharassein, dan kharax, yang maknanya tools for marking, to engrave,

dan pointed stake. Kata ini mulai banya digunakan (kembali) dalam

41
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 7, ( Jakarta : Lentera Hati, 2005), 365

39
bahasa Perancis caractere pada abad ke 14 dan kemudian masuk dalam

bahsa Inggris charracter, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia

karakter. Karakter mengandung pengertian suatu kualitas positif yang

dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif,

menyangkut reputasi serta berarti pula seseorang yang memiliki

kepribadian eksentrik.42

Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai

tabiat, watak, sifat sifat kejiwaan, akhlaq, atau budi pekerti yang

membedakan antara seseorang dengan yang lain. Dengan pengertian

diatas dapat kita katakan bahwa membangun karakter adalah proses

mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik,

menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.

Selanjutnya tentang pentingnya nilai karakter bagi kehidupan

manusia dewasa ini dapat dikutip dari penyataan seorang Hakim Agung

Amerika, Antonin Scalia yang mengatakan, “bear is mind that brains and

learning, like muscle and physical skills, are articles of commerce. They

are bought and sold. You can hire them by the year or by the hours. The

only thing in the world not for sale is character.

Scalia menunjukkan dengan tepat bagaimana karakter harus

menjadi fondasi bagi kecerdasan dan pengetahuan (brains and learning),

42
Yuyus Suryana, Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses, Cet. II,
(Kencana Paramedia Group, 2011), 50

40
sebab kecerdasan dan pengetahuan termasuk informasi itu sendiri

memang dapat diperjual belikan. Telah menjadi pengetahuan umum

bahwa di era knowledge economy abad ke 21 ini knowledge is power.

Begitulah makna penting sebuah karakter dan proses

pembentukannya yang tidak pernah mudah melahirkan manusia yang

tidak dapat dibeli. Lembaga Pendidikan, pembelajaran termasuk

pembelajaran di institusi formal dan pelatihan di institusi non formal

seharusnya bermuara, yakni membangun manusia berkarakter (terpuji),

manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan orang yang dapat

dipengaruhinya menjadi lebih manusiawi, manusia utuh dan memiliki

integritas.43

Totok S. Wirya Saputra dalam kutipan Yuyus Suryana

menyatakan bahwa ada sepuluh karakter wirausaha, yaitu :

1) Visionary (visioner), yaitu mampu melihat jauh ke depan, selalu

melakukan yang terbaik pada masa kini, sambil membayangkan masa

depan yang lebih baik.

2) Positive (bersikap positif), yaitu seseorang entrepreneur selalu berpikir

yang baik, tidak tergoda untuk memikirkan sesuatu yang negatif,

sehingga mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan berpikir

akan sesuatu yang lebih besar.

43
Ibid…, 52.

41
3) Confident (percaya diri), yaitu sikap percaya diri, tidak selalu

mengatakan “Ya”, tetapi juga berani mengatakan ”Tidak” jika

diperlukan.

4) Genuine (asli), yaitu seorang wirausaha harus mempunyai ide, dan

mungkin model sendiri.

5) Goal oriented (berpusat pada tujuan), yaitu selalu berorientasi kepada

tugas dan hasil. Seorang wirausahawan ingin selalu berprestasi, tekun,

tabah, bekerja keras dan disiplin untuk mencapai tujuan.

6) Persisten (tahan uji), yaitu harus maju terus, mempunyai tenaga dan

semangat yang tinggi, pantang menyerah, tidak mudah putus asa, dan

kalau jatuh segera bangun kembali.

7) Ready to face a risk (siap meghadapi resiko). Resiko yang paling berat

adalah bisnis gagal dan uang habis. Siap sedia untuk menghadapi

resiko, persaingan, harga turun naik, kadang untung kadang rugi,

barang tidak laku, atau tidak ada order.

8) Creative (kreatif menangkap peluang). Peluang selalu tersedia.

9) Healty competition (menjadi pesaing yang baik). Kalau berani

memasuki dunia usaha, harus berani memasuki dunia persaingan.

Persaingan jangan membuat stress, tetapi harus dipandang sebagai

peluang untuk maju dan berpikir lebih baik.

10) Democratic leader (pemimpin yang demokratis), yaitu memiliki

kepemimpinan yang demokratis, mampu menjadi teladan dan

42
inspirator bagi yang lain. Mampu membuat orang lain bahagia, tanpa

kehilangan arah dan tujuan, dan mampu bersama orang lain tanpa

kehilangan identitas dirinya.44

G. Metode Penelitian

Penelitian adalah sebuah cara untuk menemukan jawaban dari rumusan

masalah dengan menggunakan prosesdur yang sistematis dan ilmiah. Rumusan

penelitian hanya dapat dijawab berdasarkan temuan-temuan data empiris dari

hasil penelitian. Metode penelitian adalah strategi umum yang ada dalam

pengumpulan data dan anilaisis yang diperlukan guna menjawab persoalan yang

sedang diselidiki.

Ada tiga jenis pendekatan penelitian, yaitu: pendekatan penelitian

kualitatif, pendekatan penelitian kuantitatif, dan pendekatan penelitian gabungan

(mixed method). 45 Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan

kualitatif. Dalam penelitian kualitatif. Adapun langkah-langkahnya sebagai

berikut :

1. Jenis dan Pendekatan Penelitan

Dalam perspektif keilmuan, penelitian ini merupakan penelitian

pendidikan. Tujuan dilakukannya penelitian pendidikan adalah “untuk

menemukan prinsip-prinsip umum atau penafsiran tingkah laku yang dapat

44
Ibid……53
45
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: PT.
Grafindo Persada,2008), 27

43
dipakai untuk menerangkan, meramalkan, dan mengendalikan kejadian-

kejadian dalam lingkungan pendidikan.

Jika dilihat dari sumber datanya, penelitian ini termasuk penelitian

lapangan (field research), yaitu peneliti terjun di lapangan, mempelajari suatu

proses atau penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis,

menafsirkan, dan melaporkan serta menarik kesimpulan dari proses-proses

tersebut, dan berusaha meneliti atau melakukan studi terhadap realitas

kehidupan sosial masyarakat secara langsung.46

Sedangkan apabila ditinjau dari sifat-sifat datanya, maka penelitian ini

termasuk ke dalam penelitian kualitatif (kualitatif research) atau naturalistik.

Disebut kualitatif, karena sifat data yang dikumpulkannya bercorak kualitatif,

bukan kuantitatif yang menggunakan alat-alat pengukur. Menurut Bogdan dan

Tylor sebagaimana dikutip Moleong bahwa penelitian kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.47

Melalui pendekatan kualitatif inilah, diharapkan terangkat gambaran

mengenai aktualitas, realitas sosial dan persepsi sasaran penelitian tanpa

tercemar oleh pengukuran formal. Teknik peneitian melalui pengungkapan

banyak cerita yang bersifat indisinkretis namun penting, yang diceritakan oleh

46
Masykuri Bakri, Metodologi Penelitian Kualitatif: Teoritis dan Praktis, (Malang: Visi Press,
2002), 58.
47
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 3.

44
orang-orang yang ada di lapangan, tentang peristiwa-peristiwa nyata dengan

cara-cara yang alamiah. Karena itu akan diusahakan keterlibatan peneliti,

tanpa intervensi terhadap variabel-variabel proses yang sedang berlangsung.

Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen dalam

Sugiyono adalah sebagai berikut :

a. Dilakukan pada kondisi alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen),

langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.

b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul

berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau

outcome.

d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.

e. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna (data dibalik yang

teramati).48

Secara aplikatif, peneliti dalam penelitian ini akan berusaha

memahami terlebih dahulu mengenai arti peristiwa dan kaitannya dan budaya

keberagaman dengan berusaha masuk kedalam dunia konseptual para subyek

yang sedang diteliti sedemikian rupa, sehingga mudah dimengerti apa dan

bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar

peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

48
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Alfabeta, 2012), 9

45
Selanjutnya dalam penelitian ini, ungkapan-ungkapan meliputi kata-

kata, artefak-artefak, dan simbol-simbol yang ekspresi dari subyek penelitian.

Melalui ekspresi tersebut, peneliti mampu menangkap pikiran-pikiran dan

nilai-nilai yang ada dalam budaya yang terdapat di lembaga pendidikan

tersebut.

Di dalam penelitian ini teori yang dikumpulkan adalah data tentang

manajemen pondok pesantren berbasis entrepreneurship di pondok pesantren

Nurul Bayan Telaga Bagek Anyar Bayan Lombok Utara. Kemudian dilakukan

beberapa kali pengumpulan data lagi. Hasilnya dianalisis dan dibandingkan

dengan teori sementara hasil pengumpulan data pertama, sehingga tersusun

teori sementara lagi. Kemudian dilakukan beberapa kali pengumpulan data

lagi. Hasilnya dianalisis dan dibandingkan dengan teori-teori sementara hasil

pengumpulan data sebelumnya sehingga tersusun teori sementara lagi.

Begitulah seterusnya sampai penelitian menghasilkan teori dengan

generalisasi yang lebih luas.

Berdasarkan obyek penelitian, baik tempat maupun sumber data, maka

penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) yang termasuk

penelitian kualitatif deskritif, karena sifat data yang dikumpulkan bercorak

kualitatif, bukan kuantitatif yang menggunakan alat-alat pengukuran dan data

yang dihasilkan juga berupa data deskriptif, yaitu berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari sejumlah responden dan tindakan yang dapat diamati.

46
Penelitian deskritif merupakan penelitian yang berusaha

mendiskripsikan dan menginterpretasikan data yang ada, di samping itu

penelitian deskritif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau

dalam keadaan ataupun peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat

sekedar mengungkapkan fakta (fact finding).49

Mencermati hakikat permasalahan dalam penelitian yaitu peneliti

berusaha mengungkap dan menjelaskan manajemen pondok pesantren

berbasis entrepreneurship di pondok pesantren Nurul Bayan Telaga Bagek

Anyar Bayan Lombok Utara, maka jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah studi kasus dengan alasan karena studi ini dilakukan

terhadap satu kesatuan system yang padu dan memiliki pola, konsistensi dan
50
konsekuensi yang menonjol. Aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai

tuntas, sehingga datanya sudah dianggap cukup. Analisis terdiri atas tiga alur

kegiatan, yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.

2. Sumber Data

Setiap peneliti memerlukan data atau informasi dari sumber-sumber

yang dapat dipercaya, agar data dan informasi tersebut dapat digunakan untuk

49
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2005),
31.
50
Robert E. Stake, Dalam Norman K. Denzin dan Yvonnas S. Lincoln, Handbook Of
Qualitative Research, edisi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Dariyatno dkk,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 300.

47
menjawab perasalahan-permasalahan. Hal ini penting dilakukan agar kualitas

penelitian dapat lebih dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti

menggunakan kuisioner atau wawancara dalam mengumpulkan datanya, maka

sumber data disebut sebagai responden, yaitu orang yang merespon atau

menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik secara tertulis maupun secara

lisan. Sedangkan apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka

sumber datanya bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu, dan apabila

peneliti menggunakan teknik dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah

yang menjadi sumber data, sedang isi catatan subyek penelitian atau variabel

penelitiaan.51

Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah subyek penelitian, pada

bagian ini peneliti harus menjelaskan siapa yang dijadikan sebagai subyek

penelitian atau informan sekaligus karakteristik informan tersebut serta jenis

data yang dikumpulkan. Penjelasan tentang karakteristik sumber data sangat

penting agar kualitas, validitas, dan keakuratan data yang diperoleh dari

informan dapat dijamin.

Dalam sumber data terdapat sumber data primer dan sumber data

sekunder. Sumber data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti untuk

maksud khusus menyelesiakan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data

51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), 129.

48
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat

objek penelitian dilakukan. Sedangkan data sekunder adalah data yang telah

dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang

dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama adalah

pengasuh pondok pesantren, Pengurus unit-unit usaha di pondok pesantren

Nurul Bayan Telaga Bagek Anyar Bayan Lombok Utara. Adapun sebagai data

pelengkapnya adalah beberapa guru, santri-santri, dan beberapa dokumen atau

arsip-arsip unit-unit usaha di pondok pesantren Nurul Bayan Telaga Bagek

Anyar Bayan Lombok Utara, sehingga dari beberapa sumber data yang ada

dapat mendukung kelancaran proses penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menentukan data yang diperlukan, maka perlu adanya teknik

pengumpulan data, agar bukti-bukti dan fakta yang diperoleh sebagai data

yang obyektif, valid serta tidak teruji penyimpangan-penyimpangan dari

keadaan yang sebenarnya. Dalam mengumpulkan data penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Observasi atau Pengamatan

Observasi sebagai alat pengumpul data yang dimaksud adalah

dengan melakukan observasi secara sistematis bukan hanya sekedarnya

saja. Dalam observasi ini diusahakan mengamati hal yang wajar dan yang

sebenarnya terjadi tanpa usaha disengaja untuk mempengaruhi, mengatur,

49
atau memanipulasikannya. 52 Mengadakan observasi hendaknya dilakukan

sesuai kenyataan, melukiskan secara tepat dan cermat terhadap apa yang

diamati, mencatatnya, dan kemudian mengolahnya dengan baik.

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono mengemukakan bahwa, observiasi

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari

berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting

adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. 53 Prosedur pengumpulan

data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku

manusia, proses bekerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang

diamati tidak terlalu besar.54

Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang

diselidiki. Observasi juga dapat diartikan dengan pengamatan dan

pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diteliti. Teknik

pengamatan terdiri atas tiga jenis, yaitu: pengamatan berperan serta

(participant observation), pengamatan terus terang dan tersamar (over

observation and covert abservation), dan pengamatan tak terstruktur

(unstructured observation).55

52
S.Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 70.
53
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,…203.
54
Ibid....203.
55
Ibid..., 226.

50
Dari beberapa cara observasi di atas maka dalam penelitian ini

peneliti menggunakan observasi latar alami atau terlibat secara aktif.

Observasi ini akan bermanfaat karena peneliti langsung bisa mengamati

objek penelitian yang sekaligus menjadi pengalaman bagi peneliti.

b. Interview atau Wawancara

Estenberg dalam Sugiyono mengemukakan bahwa wawancara

adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.56

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu.57

Menurut Lincoln dan Guba dalam Lexy J. Moeleong, maksud

mengadakan wawancara adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian. Merekonstruksi

kebulatan-kebulatan sebagai yang dialami masa lalu sebagai yang

diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi,

mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh oleh orang lain, dan

konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.58

56
Ibid..., 72.
57
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,…186.
58
Ibid..., 186.

51
Secara garis besar wawancara dibagi menjadi dua, yakni

wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara

terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri

masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, sedangkan

wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk

menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Hasil

wawancara semacam ini menekankan perkecualian, penyimpangan,

penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, pendekatan baru,

pandangan ahli, atau perspektif tunggal.59

Selanjutnya peneliti akan menggunakan tiga rangkaian wawancara

sebagaimana menurut Seidman :

1) Wawancara yang mengungkap konteks pengalaman partisipan

2) Wawancara yang memberikan kesempatan partisipan untuk

merekonstruksi pengalamannya

3) Wawancara yang mendorong partisipan untuk merefleksi makna dari

pengalaman yang dimiliki.60

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

59
Ibid... , 190
60
Syamsuddin, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
97

52
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,

sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dukumen yang

berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.

Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa

gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap

dari penggunaan metode observasi, dan wawancara dalam penelitian

kualitatif.61 Dokumen adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan

percakapan, menyangkut persoalan pribadi, dan memerlukan interpretasi

yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa

tersebut.62

Adapun data yang akan diperoleh melalui dokumentasi adalah

data profil dan sejarah berdirinya pondok pesantren, perkembangan pondok

pesantren dari tahun ke tahun, data guru, keadaan pondo pesantren,

keadaan guru, siswa, staf, data sarana dan prasarana dan lain-lain.

d. Analisis Data

Bogdan dalam Sugiyono menyatakan bahwa, analisis data adalah

proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah

dipahami, dan temauannya dapat diinformasikan kepada orang lain.63

61
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,…82
62
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Rajawali Pers, 2007), 142.
63
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, dan,…334.

53
Analisis data dilakukan dengan mengorganisisikan data, menjabarkannya

ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih

mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

yang dapat diceritakan kepada orang lain.64

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa,

analisis data adalah proses mencari dan menyususn secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih

mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.65

Karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian kualitatif

dengan jenis pendekatan deskriptif, maka analisis data yang peneliti

gunakan untuk menganalisis data adalah analisis deskriptif kualitatif yang

bertujuan melihat kejadian-kejadian atau fenomena-fenomena di lapangan

yang ada pada saat sekarang.

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data. Pada

saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis jawaban yang

diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa

64
Ibid, 334.
65
Ibid, 335

54
belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi,

sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.66

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis

data di lapangan model Miles & Huberman (1994 sebagai berikut:

Data Collection

Data Display

Data Reduction

Conclusion:

Drawing&Verifying

Gambar

Komponen Analisis Data Interactive Model

(Sumber: Mudjia Raharjo,2002:79)

e. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang direduksi akan mempermudah peneliti akan melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Teknik ini

66
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), 246

55
digunakan karena dalam pengumpulan data di lapangan itu cukup banyak,

maka perlu diteliti dan dicatat hal-hal yang sangat diperlukan dalam

penelitian.

f. Penyajian Data

Setelah data direduksi selesai, maka selanjutnya data-data tersebut

akan didisplaykan. Display data adalah teknik analisis data dengan

membuat data tersebut berupa uraian singkat, bagian atau hubungan antar

kategori. Dalam hal ini peneliti dipermudahkan dalam menyusun dan

mengurutkan data-data yang telah direduksi tersebut.

g. Verifikasi/Penarikan Kesimpulan

Setelah kedua langkah tersebut dilaksanakan, maka langkah

selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat dalam mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya.67

67
Ibid...h.338-345

56
4) Uji Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi

pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti.

Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data

yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada

obyek penelitian.68

Keabsahan data adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid

atau sahih akan mempunyai kevalidan yang tinggi. Sebaliknya instrumen

yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.69

Keabsahan data bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang

diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam

kenyataan. Untuk memperoleh data yang valid, kredibel, obyektif serta dapat

dijamin keabsahannya, maka peneliti menggunakan teknik sebagai berikut :

a. Perpanjang Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menetukan dalam pengumpulan data.

Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi

memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.

Perpanjangan keikutsertaan dimaksudkan untuk membangun kepercayaan

para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan peneliti sendiri. Jadi,

68
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,…117
69
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek,…211.

57
bukan sekedar menerapkan teknik yang menjamin untuk mengatasinya.

Selain itu, kepercayaan subjek dan kepercayaan diri pada peneliti

merupakan proses pengembangan yang berlangsung setiap hari dan

merupakan alat untuk mencegah usaha coba-coba dari pihak subjek.

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi

dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan

atau tantatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari

apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat diperhitungkan.

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur

dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang

dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

c. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Adapun

tujuan dalam penelitian adalah untuk mengecek keabsahan data yang

diperoleh dari sumber lain.

Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan pebedaan-

perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi

sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan

dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi,

58
peneliti dapat me-recheck temuannya dengan berbagai sumber, metode,

atau teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan:

1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.

2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data.

3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data

dapat dilakukan.70

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memperjelas pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi

dalam enam bab, yaitu :

Bab pertama, berisi pendahuluan. Dimana dalam bab ini akan diuraikan

latar belakang masalah, permasalahan (identifikasi masalah, rumusan masalah dan

batasan masalah), tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan

sistematika penulisan penelitian.

Bab kedua, merupakan landasan teori yang membahas tentang,

manajemen pondok pesantren; konsep manajemen, manajemen menurut Islam,

konsep pondok pesantren, konsp entrepreneurship, entrepreneurship menurut

Islam, nilai-nilai karakteristik entrepreneursip.

Bab ketiga membahas tentang metodologi penelitian yang meliputi; jenis

dan pendekatan penelitian, sumber data penelitian, tekhnik pengumpulan data

penelitian, analisis data penelitian, dan uji keabsahan data penelitian.

70
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,…327-332

59
Bab keempat membahas tentang paparan data atau laporan hasil

penelitian yang meliputi; sejarah singkat berdirinya pondok pesantren Nurul

Bayan Telaga Bagek Anyar Bayan Kabupaten Lombok Utara, profil pondok

pesantren, data guru, data madrasah, dan data sarana prasarana, data hasil

observasi, dan interview, data tentang strategi manajemen pondok pesantren

berbasis entrepreneurship, dan data tentang faktor pendukung dan penghambat

manajemen supervisi dalam mengembangkan manajemen pondok pesantren

berbasis entrepreneurship .

Bab kelima merupakan bab pembahasan. Pada bab ini peneliti berusaha

mengkomprontasi antara data-data yang diperoleh di lapangan dengan mengacu

pada dua permasalahan pokok sesuai dengan rumusan masalah yang dipaparkan

dalam bagian rumusan masalah dengan berbagai teori yang terkait denagan

permasalahn tersebut, untuk selanjutnya dapat diketahui bahwa data-data yang

didapatkan di lapangan terkait dengan kedua permasalahan tersebut sesuai atau

tidak dengan teori yang ada.

Bab keenam merupakan bagian penutup dari penelitian ini, terdiri dari

dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran. Bagian akhir dari penelitian ini memuat

daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

60
Rancangan Observasi

No. Penelitian ke - Hari/tanggal Lokasi Keterangan


Pesantren Nurul Bayan Izin penelitian
1. I
Lombok Utara
Bertemu dengan
Pesantren Nurul Bayan ustadz
2. II
Lombok Utara pembimbing
penelitian
Melakukan
wawancara
Pesantren Nurul Bayan dengan
3 III
Lombok Utara bapak Wildah
(bagian Pemasaran
Marketing pesantren)
Melakukan
wawancara
Pesantren Nurul Bayan dengan
4 IV
Lombok Utara Ustadz H. Rumy
(bagian Bimbingan
Rohani pesantren)
Observasi kedalam
pesantren dan tempat
Pesantren Nurul Bayan produksi Tempe di
5 V
Lombok Utara PP.
Nurul Bayan
Lombok Utara
Mengikuti dis-kusi
pengajian bersama
Pesantren Nurul Bayan
6 VI peng-asuh ponpes
Lombok Utara
tentangenter-
preneurship
Melakukan wa-
Pesantren Nurul Bayan wancara
7 VII
Lombok Utara denganUstadz
Wildah
8 VIII Pesantren Nurul Bayan Melakukan wa-

61
Lombok Utara wancara dengan KH
Abd
Karim(Pengasuh
Pesantren)
Melakukan
Pesantren Nurul Bayan Observasi
9 IX
Lombok Utara danwawancara
Santri
Melakukanwa-
Pesantren Nurul Bayan wancara dengan
10 X
Lombok Utara Santridan
Ustadz
Melakukan
Pesantren Nurul Bayan wawancara
11 XI
Lombok Utara denganSantri
dan Ustadz
Observasi,
wawancara
Pesantren Nurul Bayan
12 XII santri dan
Lombok Utara
Melengkapi
kekurangan data
Observasi,
wawancara
Pesantren Nurul Bayan
13 XIII santri dan
Lombok Utara
Melengkapi
kekurangan data
Kampus Pascasarjana Konsultasi dengan
14 XIV
IAIN Mataram Dosen Pembimbing
Mengolah data, dan
Pesantren Nurul Bayan
15 XV melengkapi
Lombok Utara
kekurangan
Mengolah data, dan
Pesantren Nurul Bayan
16 XVI melengkapi
Lombok Utara
kekurangan
Mengolah data, dan
Rumah peneliti
17 XVII melengkapi
kekurangan

62
Daftar Pustaka

Ahmad Muthohar, Ideology Pendidikan Pesantren (Pesantren Di Tengah Arus


Ideology Ideology Pendidikan), Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2007
Departemen Agama,Al-Qur’andan Terjemahnya, Surabaya: Mahkota Surabaya, 1990
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,
1982
Athoillah, M., Dasar Dasar Manajemen, Bandung, 2010
http;/ / farhansyaddad.wordpress.com/2009/10/30/ Manajemen Pendidikan Islam.
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Logos, 2001)
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada Press, 1996)
Jurnal IKIP PGRI Semarang yang dikutip oleh Danu Raharjo ( 1998)
Leili Suharti, Faktor Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Niat Kewirausahaan
Entrepreneur Intention), Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan,
vol.13, no 2 ( September, 2011)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2001)
__________, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.ke-25 (Bandung :
Remaja Rosda Karya, 2008)
Makruf Abdullah, Wirausaha Berbasis Syariah, Banjarmasin,: Antasari Press, 2011
Nasution, Metode Research, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), cet ke-2
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 7 ( Jakarta: Lentera Hati, 2005)
Ramayulis, Haji, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke-10, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2008)
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik edisi revisi VI,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2006), cet ke 13
TGH. Abdul Karim, Wawancara Peneliti Di Pondok Pesantren Nurul Bayan, 15
September 2016, pukul 14.00 WITA.
U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2014)
Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang System Pendidikan Nasional, Jakarta,
Kaldera, 2003

63
Wasty Soemanto, Pendidikan Kewirausahaan, Jakarta : Bumi Aksara, 2006
Yuyus Suryana, Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses,
Cet. II, Kencana Paramedia Group, 2011
Zamakhsyari Dhofier, Edisi Revisi Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai
Dan Visinya, Jakarta : LP3ES, 2011

64
Rencana Pedoman wawancara

a. Kapan berdirinya PP Nurul Bayan?

b. Apa yang melatar belakangi Bapak Kyai mendirikan PP Nurul Bayan?

c. Kapan santri PP Nurul Bayan memulai kegiatan ekonomi sendiri?

d. Bagaimana cara menanamkan jiwa kewirausahaan kepada Santriwan/

wati?

e. Apa saja kegiatan wirausaha yang ada di PP Nurul Bayan?

f. Apakah kegiatan wirausaha yang dilakukan santri tidak mengganggu

aktivitas belajar mereka?

g. Apakah ada kriteria dan syarat bagi santri yang akan melaksanakan

kegiatan wirausaha di PP Nurul Bayan?

h. Apakah ada laporan tersendiri terhadap wirausaha yang dilakukan

santri?

i. Apakah Bapak Kyai sendiri yang mengontrol kegiatan wirausaha di

PP Nurul Bayan?

j. Sejauh ini berepakah prosentase kegiatan wirausaha ini dalam

membantu pengembangan PP Nurul Bayan?

k. Apakah ada kesulitan dalam mengembangkan wirausaha di PP Nurul

Bayan?

l. Adakah factor pendukung dalam melaksanakan kegiatan wirausaha

ini?

m. Apakah ada usaha santri yang tidak berkembang?

65
n. Apakah tujuan utama Bapak Kyai dalam menerapkan kegiatan

wirausaha bagi santi di Ponpes Nurul Bayan?

66
Pedoman Dokumentasi

1. Foto kegiatan wirausaha penjualan kelapa

2. Foto kegiatan wirausaha konveksi

3. Foto kegiatan wirausaha peternakan unggas

4. Foto kegiatan wirausaha peternakan sapi

5. Foto kegiatan wirausaha waserda (warung serba ada)

6. Foto kegiatan wirausaha koperasi

7. Foto kegiatan wirausaha kantin

67

Anda mungkin juga menyukai