Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Pendidikan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989), adalah proses mengubah sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (proses, perbuatan, dan cara mendidik). Dalam Undang-Undang RI
Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (1), pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental,
secara intelektual dan emosional, ke arah alam sesama manusia. Dari pendidikanlah seseorang
mengalami proses pengembangan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya dalam masyarakat
tempat mereka hidup. Proses sosial yang terjadi ini dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga mereka dapat memperoleh
perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimal. Pendidikan juga
dipengaruhi oleh lingkungan individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang sifatnya
permanen dalam tingkah laku, pikiran dan sikapnya.

Pendidikan dapat ditinjau dari sudut pandangan masyarakat dan segi pandangan individu. Dari
segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada
generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat
mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas
masyarakat tersebut tetap terpelihara. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti
pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Hal ini selaras dengan pendapat
Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, yang sudah sejak lama menyatakan bahwa
pendidikan umumnya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, pikiran (intellect) dan
jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Definisi-definisi yang dikemukakan oleh para tokoh di atas memiliki kesamaan pandangan dan
mengarah pada satu tujuan tertentu, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa merupakan
suatu proses dalam mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan
memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efesien. Maka, berdasarkan pemahaman tersebut, ciri-
ciri pendidikan adalah pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang
sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup. Kemudian,untuk mencapai tujuan tersebut,
pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik
penilaian yang sesuai. Sedangkan kegiatan pendidikan dapat dilakukan dalam lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat (formal dan non formal).

Oleh karena itu, pendidikan mengandung pokok-pokok penting, sebagai berikut :


1. Pendidikan adalah proses pembelajaran
2. Pendidikan adalah proses social
3. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia
4. Pendidikan berusaha mengubah atau mengembangkan kemampuan, sikap
dan perilaku positif
5. Pendidikan merupakan perbuatan atau kegiatan sadar
6. Pendidikan memiliki dampak pada lingkungan
7. Pendidikan berkaitan dengan cara mendidik
8. Pendidikan tidak berfokus pada pendidikan formal.

Jadi, Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan aspek
intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi
juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya. Dengan
kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan membangun masa
depan bangsa.

Pengertian Pendidikan Islam

Para tokoh pendidikan muslim memiliki pengertian masing-masing tentang pendidikan Islam.
Salah satunya adalah pandangan modern seorang ilmuwan muslim Bangladesh, DR. Muhammad
S.A Ibrahimy, mengungkapkan pengertian pendidikan Islam yang berjangkauan luas, sebagai
berikut :

Islamic education in true sense of the term, is a system of education which enables a man to lead
his life according to the Islamic ideology, so that he maay easly mould his life in accordancewith
tenets of Islam. And thus peace and prosperety may prevail in his own life as well as in the whole
world. This Islamic scheme of education is, of necessity an all embracing system, for Islam
encompasses the entire gamut of a muslems life. It can justly be said that all brances of learnng
which are not Islamic are included in the Islamic education. The scope of Islamic education has
been changing at different times. In aview of the demands of the age and the development of
science and technologi, its scope has also wideded

Menurutnya, napas keislaman dalam pribadi seorang muslim merupakan elan vitale yang
menggerakan perilaku yang diperkokoh dengan ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga ia mampu
memberikan jawaban yang tepat guna terhadap tantangan perkembangan ilmu dan teknologi.

Sedangkan DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan
manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk
menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Menurut
DR. Mohammad Natsir, maksud ‘didikan’ di sini ialah satu pimpinan jasmani dan ruhani yang
menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan sesungguhnya.

Selain itu, Prof. DR. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan
generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Oleh
karenanya, proses tersebut berupa bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik
terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain sebagainya) dan raga
objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung implikasi kependidikan yang
bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di dalamnya terkandung suatu potensi yang
mengacu kepada dua fenomena perkembangan , yaitu:
1. Potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi
yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2. Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang dinamis dan
kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima'iyah
dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.

Dari pendapat-pendapat para tokoh Islam di atas terlihat perbedaan yang mendasar antara
pendidikan pada umumnya dengan pendidikan Islam. Perbedaan yang menonjol adalah bahwa
pendidikan Islam, bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia,
tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha membentuk
pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak
terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan
Islam secara jelas.

Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang
asasi, yaitu :

a. Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning) dengan


kepribadian-kepribadian mereka dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut, seperti
perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapainnya, dan pada pertumbuhan
yang diinginkan pada pribadi mereka, serta pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada
kehidupan dunia dan akhirat.
b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku
masyarakat umumnya, serta tentang perubahan yang diinginkan terkait dengan kehidupan dan
pertumbuhan memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diinginkan.
c. Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu,
sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.

Meski demikian tujuan akhir pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup seseorang Muslim.
Pendidikan Islam itu sendiri hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan
tujuan akhir (QS. Al-Dzariat: 56). Tujuan hidup Muslim ini pula yang menjadi tujuan pendidikan
di dunia Islam sepanjang sejarahnya, semenjak jaman Nabi Muhammad saw hingga sekarang. Dan
di dalam World Conference on Muslim Education yang pertama di Mekkah, 31 Maret-8 April
1977 lebih dipertegas lagi dan diberi definisi sebagai berikut:

Education should aim at balanced growth of the total personality of man through the training of
man's spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily senses. Education should therefore cater
for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative, physical, scinentific,
linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects toward goodness and
attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of complete
submission to Allah on the level of idividual, the community and humanity at large
Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya harus berangkat dari dasar-dasar pokok
pendidikan dalam ajaran Islam, yaitu keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan,
keaslian, bersifat praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting adalah
tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata
pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi,
malah juga pada lembaga-lembag pendidikan non formal.

Karakteristik Pendidikan Islam

Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, ada beberapa karakteristik pendidikan Islam, yaitu pertama,
Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi
setiap Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih dahulu dibekali ilmu
pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan llmu pengetahuan itu.

Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan
dikembangkan kepada orang lain. Nabi Muhammad saw sangat membenci orang yang memiliki
ilmu pengethauan, tetapi tidak mau memberi dan mengembangkan kepada orang lain

Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu penetahuan.
Ilmu pengetahuan yang didapat dari pendidikan Islam terikat oleh nilai-nilai akhlak .

Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada
Allah dan kemaslahatan umum,

Kelima, penyesuaian terhadap perkembangan anak. Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan
Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat anak.
Setiap usaha dan proses pendidikan haruslah memperhatikan faktor pertumbuhan anak. Ali bin
Abi Thalib sebagaimana dikutif Fazhur Rahman berkata :

Heart of people have desires and aptitudes; sometimes they are ready to listen and others time are
not. Enter to people's hearts through their aptitudes. Talk to them when they ready to listen. For
the condition of heart is such that you force to do something, then it becomes blind (and refuses to
accept it).

Keenam, pengembangan kepribadian. Bakat alami dan keampuan pribadi tiap-tiap anak didik
diberikan kesempatan berkembang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Setiap
murid dipandang sebagai amanah Tuhan, dan seluruh kemampuan fisik & mental adalah anugerah
Tuhan. Perkembangan kepribadian itu berkaitan dengan seluruh nilai sistem Islam, sehingga setiap
anak dapat diarahan untuk mencapai tujuan Islam.

Ketujuh, penekaanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberi semangat dan
dorongan untuk mengamalkan ilmu pengetahuan sehingga benar-benar bermanfaat bagi diri,
keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Amal shaleh dan tanggung jawab itulah yang
menghantarkannya kelak kepada kebahagiaan di hari kemudian kelak (HR. Muslim).
Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan pendidikan Islam
dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan
langsung dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.

Pengertian Pendidikan Barat

Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa tujuan pendidikan itu tidak bisa lepas dari tujuan hidup
manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara
kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dengan begitu
tujuan pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup.

Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi tujuan
pendidikan – secara tidak langsung merupakan tujuan hidup – berbenturan dengan kepentingan-
kepentingan lain . Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan
hidup. Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat bahwa tujuan
hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat negara. Dan pengertian kuat
menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik. Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta adalah
sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu memperkuat, memperindah dan mempertegus jasmani.
Oleh sebab itu orang-orang yang kuat jasmaninya, bisa berkelahi dengan harimau dan singa
disanjung-sanjung, dianggap pahlawan di masyarakat Sparta.

Sebaliknya orang Athena, juga salah satu kerajaan Yunani lama, berpendapat bahwa tujuan hidup
adalah mencari kebenaran (truth), dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu. Tetapi
apakah kebenaran itu? Plato lebih dulu mengandaikan bahwa benda, konsep-konsep dan lainnya
bukanlah benda sebenarnya. Dia sekedar bayangan dari benda hakiki yang wujud di alam utopia.
Manusia terdiri dari roh dan jasad. Roh itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk
membersihkan, memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut pendidikan.

Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesuah Decartes (1596-1650) mengambil
dari kedua madzhab Yunani lama tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa dunia inilah
tujuan hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari akhir. Ada
madzhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato, Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya; ada
madzhab impirisme yang dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kerta putih (tabu rasa);
ada madzhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah lebih banyak pendidikan; ada madzhab yang berasal dari sosiolog, yaitu
sosiologi pengetahuan yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada madzhab fenomenologi atau
eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya bersifat personal, oleh sebab itu
sekolah tidak ada gunannya dan harus dibubarkan. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT
yang menggambarkan orang-orang Dahriyyun (Naturalist), “Mereka berkata tidak ada hidup
kecuali hidup kita di dunia ini. Kita mati kita hidup, tidak ada yang membinasakan kita kecuali
masa. Sedangkan mereka dalam hal ini tidak tahu apa-apa. Mereka hanyalah menyangka-nyangka”
(QS.45:23).

Tokoh pendidikan Barat, John Dewey berpendapat tentang tujuan pendidikan berdasarkan pada
pandangan hidup,
"Since there is nothing to which growth is relative save more growth, there is nothing to which
education is subordinate save more education. The education process has no end beyond itself – it
is its own end"

Madzhab yang dibawa oleh Dewey ini terkenal dengan nama Pragmatisme dalam falsafah,
sedangkan dalam pendidikan disebut Progressivisme yang terlalu menitik beratkan kepada
kegunaan (utilitarian).

Hegemoni peradaban Barat boleh dikata hampir lengkap terutama sekali dalam bidang pendidikan.
Volume penyelidikan dalam berbagai aspek pendidikan sangat mengagumkan. Disamping itu
kemajuan yang telah dicapainya memberi pengaruh pada masyarakat dunia umumnya – hal yang
membanggakan kalangan elit yang memerintah dan masyarakat Barat. Pada abad ke-21 ini,
orientasi tujuan pendidikan Barat mulai beralih pada usaha mencari keuntungan dengan jalan apa
pun, yang bermakna eksploitasi, kekuasaan, pertarungan, teror dan pembunuhan.

Melalui pendidikan, kaum pemodal (kapitalis) dan pedagang menyebarkan paham rasionalisme
dan liberalisme untuk melawan tatanan feodal (kerajaan) yang ada dan menghalangi
perkembangan kapital untuk mencari keuntungan. Dalam masyarakat kapitalistik dewasa ini,
begitu mudahnya suatu kelas sosial mendapatkan apa saja yang menjadi kebutuhannya dan
kehendak bebasnya (free will), dan hampir dengan cara apa pun.

Paul Johnson, seorang ahli sejarah Inggris mengakui dilema moral yang dihadapi oleh kapitalisme,
namun menurutnya kapitalisme adalah sebuah kekuatan natural bukan ideologi yang dibuat-buat.
Ia berasal dari naluri yang masuk ke dalam sifat manusia dan selalu merubah diri, serta akan
menggantikan sesuatu yang berbeda secara fundamental. Namun, usaha Johnson untuk mencari
solusi terhadap dilema moral dari kapitalisme tidak pernah jauh dari akar warisan peradaban Barat.
Menurutnya, “kita berada pada sistem etika Yahudi-Kristen yang mengharuskan kita memiliki
idea-ide yang subur dalam pertempuran pemikiran di masa datang.

Di tengah-tengah pesta pora kemenangan kapitalisme dan semua subsistemnya, muncul kesadaran
yang mendalam dan jujur tentang kegagalan yang dihadapi Barat, terutama dalam bidang fisafat
pendidikan dan lembaga pendidikan. Dalam buku The Cultural Contradisional of Capitalism,
Daniel Bell (1976) menulis sebagai berikut,"Dalam budaya, sebagaimana juga dalam politik,
liberalisme sekarang ini menghadapi rintangan berat ... Tatanan sosial yang tidak memiliki ciri,
baik budaya yang merupakan pernyataan simbolik terhadap vitalitas manapun, atau pendorong
yang bersifat motivasi atau kekuatan pemersatu."

Analis Bell tentang penyakit kapitalisme berkisar pada apa yang disebut disjuction of realm, yaitu
ketegangan antara hal-hal yang bersifat ekonomi, budaya dan politik. Tokoh Barat lainnya, Alam
Bloom meringkaskan sistem pendidikan Amerika, yaitu filsafat, asas-asas dan kurikulum dalam
bukunya berjudul Closing of America Mind. Menurutnya, relativisme dan pragmatisme menguasai
pentas budaya dan pendidikan Barat. Seperti dinyatakan oleh Bloom bahwa hampir setiap pelajar
di Barat (AS) percaya kebenaran itu relatif dengan latar belakang para pelajar – Sebagian agamis,
sebagian atheis, sebagian condong ke kiri, yang lain ke kanan, sebagian miskin, sedangkan yang
lain kaya. Mereka hanya bersatu dalam relativisme dan kesetiaan pada persamaan.
Karakteristik Pendidikan Barat

Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai
sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya bebas dari
nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat
tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang
diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan
manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral,
yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang yang seperti
inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.

Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama,
menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap
realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan
hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan drama dan
tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor
ini amat berpengaruh dalam pola pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan
yang ada di Barat.

Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka
yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan
rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. René
Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan rasio sebagai kriteria satu-
satunya dalam mengukur kebenaran. Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel
Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan
rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham
dan pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme,
dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains,
sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya

Perbandingan Karakteristik Pendidikan Islam dan Barat

Menurut Pervez Hoodbhoy , perbedaan pendidikan Islam dan Barat bukan pada istilah pendidikan
keagamaan tradisional dan pendidikan sekular modern, karena kedua jenis pendidikan tersebut
menyandarkan diri pada dua filsafat pendidikan yang sama sekali berbeda dan mempunyai dua
perangkat tujuan dan metode yang juga berbeda.

Berikut ini akan ditujukan perbedaan antara versi pendidikan religius tradisional, yang murni dan
karenanya teoritis, dan versi pendidikan modern yang dijadikan pembanding.

Pendidikan Religius Tradisional Pendidikan Sekuler Modern

No Pendidikan Islam Pendidikan Barat


1 Orientasi keakhiratan Orientasi kesekuleran
2 Berupaya mencapai sosialisasi ke dalam Islam Berupaya mencapai perkembangan
individu
3 Kurikulum tidak berubah sejak abad Kurikulum merespon perubahan-
pertengahan perubahan berkenaan dengan bidang
studi
4 Pengetahuan berdasarkan pada wahyu dan Pengetahuan diperoleh melalui
tidak dipersoalkan pengalaman dan deduksi
5 Pengetahuan dicari dan diperoleh berdasarkan Pengetahuan diperlukan sebagai alat
pada perintah Tuhan untuk menyelesaikan masalah
6 Mendiskusikan moralitas dan asumsi-asumsi Mendiskusikan moralitas dan asumsi-
tidak dikehendaki asumsi disambut baik
7 Metode dan teknik mengajar pada dasarnya Metode dan teknik mengajar student-
otoriter center
8 Penghapalan dianggap sangat menentukan Pencerapan konsep-konsep kunci
dianggap menentukan
9 Mental mahasiswa dianggap pasif-reseptif Mental mahasisswa dianggap aktif-
produktif
10 Pendidikan secara umum tidak Pendidikan dispesialisasikan
dispesialisasikan

Penutup

Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan adanya kesenjangan pola
berfikir yang digunakan para ilmuwan mereka sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika
sumber dan metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah empiris, rasional dan
cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui
wahyu dan kitab suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari kitab suci
al-Qur’an yang diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw, serta ijtihad para ulama. Jika
Westernisasi ilmu hanya menghasilkan ilmu-ilmu sekular yang cenderung menjauhkan manusia
dengan agamanya sehingga terjadi kekalutan di dalamnya, maka Islamisasi ilmu justru mampu
membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani pribadi muslim
yang akan menambahkan lagi keimanannya kepada Allah SWT. Islam mempunyai sifat eksklusif
sekaligus inklusif. Ketika berhadapan dengan masalah teologi, hakikat sifat-sifatNya, seorang
muslim tidak boleh berkompromi dengan persepsi agama lain, kecuali yang berhubungan dengan
masalah rubbûbiyyah. Sebaliknya ketika membicarakan masalah nilai-nilai moral dan etika, maka
pintu komunikasi, dialog dan kerjasama dapat dibuka seluas-luasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sayyid al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Hadîts Nabawiyyah, Kairo: Maktabah al-
Hijazi,1948.
Al-Sayuthi, Imam Jamaluddin Abdurahman bin Abi Bakr, al-Jamî' al-Shaghr fî al-Hadîts al-
Basyir al-Nâzhir, Kairo: Dâr al-Katib al-‘Arabi, 1967.
Al-Syaibany, Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan
Bintang, 1979.
Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-pokok Pikiran tentang Islam, Jakarta: Usaha Interprise,
1976.
Arifin, Prof. H.M. M.Ed. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi Aksara,
2000.
Armas, Adnin, MA, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu, dalam Majalah ISLAMIA, Thn. I, No.6,
Juli-September 2005.
Azra, Prof. Dr. Azyumardi, MA. "Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta:
PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1999.
Dewantara, Ki Hajar, Masalah Kebudayaan: Kenang-Kenangan Promosi Doctor Honoris
Causa, Yogyakarta, 1967.
Dewey, J., Democracy and Education, London: Mac. Milan, 1916.
Hoodbhoy, Pervez, Islam dan Sains Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, Bandung: Penerbit
Pustaka, 1997.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)
Khursid, Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. M. Hashem Bandung, 1958.
Langggulung, Prof. Dr. Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: al-
Ma'arif, 1980.
______________, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Al-Husana Zikra, 2000.
______________, Manusia dan Pendidikan, suatu analisa Psikologis, falsafat dan pendidikan,
Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2004.
______________, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan sains Sosial, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2002.
Nandika, Dodi, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007.
Natsir, Drs. M. Ali, Dasar-Dasar Ilmu Mendidik, Jakarta, Kalam Mulia, 1992.
Natsir, Mohammad, Capita Selecta, Bandung: Granvenhage, 1954.
Qardhawi, Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, (terj. Bustani A. Gani dan
Zainal Abidin Ahmad), Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Rahman, Fazlur, Islam, Ideologi and The Way of Life, Singapore: Pustaka Nasional, 1980.
Rochaety, Eti, Pontjorini, dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006.
Sihombing, Umberta, Menuju Pendidikan Bermakna Melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat:
Konsep, Strategi dan Pelaksanaan, Jakarta: Multiguna, 2002.
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media group,
2008.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bandung: Fokus Media, 2003.

Anda mungkin juga menyukai