Anda di halaman 1dari 21

ASAS LEGALITAS

Mohammad Farid Fad


LEGALITAS
• Kata “asas” berasal dari bahasa Arab “asasun” yang berarti dasar atau
prinsip, sedangkan “legalitas” berasal dari bahasa Latin yaitu “lex” (kata
benda) yang berarti undang-undang, atau dari kata jadian “legalis” yang
berarti sah atau sesuai dengan ketentuan undang-undang.
• Dengan demikian arti Legalitas adalah “keabsahan sesuatu menurut undang-
undang”. Secara historis asas legalitas pertama kali digagas oleh Anselm van
Feuerbach, sarjana hukum pidana Jerman dalam bukunya Lehrbuch des
peinlictum nulla poena sine praevia lege poenali. Dan penerapannya di
Indonesia dapat dilihat Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) yang berbunyi “suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali
berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan pidana”.
LEGALITAS
• Apabila menghadapi suatu persoalan hukum yang tidak terdapat
aturannya, kita harus menetapkannya sebagai kebolehan. Artinya,
semua perbuatan atau tidak berbuat atau yang berkaitan dengan
suatu barang dianggap sebagai suatu kebolehan yang asli bukan
suatu kebolehan yang berasal dari syari’at.
• Ketentuan di atas dimungkinkan karena adanya aturan pokok (kaidah
ushul):
• ‫االصل في االشياء االباحة حتي يدل الدليل علي التحريم‬
• Artinya:
• “Pada dasarnya status hukum segala sesuatu itu diperbolehkan
sampai ada dalil (petunjuk) yang menunjukkan keharamannya.”
• Maksudnya, selama tidak ada ketentuan yang berkenaan dengan
masalah tersebut, status hukum masalah tersebut adalah boleh
(ibahah, jaiz, atau halal). Dalil tersebut berlaku umum bagi segala
sesuatu yang tidak mempunyai ketentuan khusus.
LEGALITAS
• Oleh karena itu, apabila dia mengerjakan atau tidak mengerjakan
(meninggalkan) perbuatan tersebut, dia tidak dikenai hukuman
sampai hadirnya ketentuan yang menyatakan perbuatan tersebut
harus dikerjakan atau harus ditinggalkan.
• Jadi, semua perbuatan tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran
atau jarimah sebelum nyata-nyata ada aturan (nash atau lainnya)
yang berkatian dengan masalah tersebut. Hal ini karena hukuman
atau sanksi hukum harus berkaitan dengan aturan atau nash.
• Di samping itu, suatu perbuatan dianggap sebagai suatu jarimah
(delik atau tindak pidana) tidaklah cukup hanya sekadar dilarang
peraturan saja. Akan tetapi, bersamaan dengan peraturan tersebut
disertakan pula, konsekuensi apa yang akan diperoleh kalau
seandainya erbuatan itu dikerjakan atau ditinggalkan. Sebab tanpa
akibat hukum yang jelas, tanpa sanksi yang jelas yang menyertai
peraturan tersebut, pelanggaran terhadap aturan tidak mempunyai
arti apapun bagi pelaku.
LEGALITAS
• Dalam hal ini, Allah sebagai pembuat syari’at (syari’) tidak
mengazab suatu bangsa, sebelum Allah memberikan
pemberitahuan, penjelasan terlebih dahulu peraturan tersebut
melalui utusan-utusan-Nya. Hal tersebut dapat kita lihat dalam
surat Al Isra, ayat 15 dan surat Al Qashas ayat 59:
• ‫ول‬ ً ‫س‬ ُ ‫ث َر‬ َ َ‫َو َما ُكنَّا ُمعَ ِّذبِّينَ َحت َّ ٰى نَ ْبع‬
• Artinya :
• “Tidaklah kami mengazab suatu kaum, kecuali kami telah kirim
(rasul) sebelumnya.”
َ ‫ول يَتْلُو‬
• ‫علَ ْي ِّه ْم آيَاتِّنَا ۚ َو َما ُكنَّا ُم ْه ِّل ِّكي‬ ً ‫س‬ُ ‫ث فِّي أ ُ ِّم َها َر‬
َ َ‫َو َما َكانَ َرب َُّك ُم ْه ِّل َك ْالقُ َر ٰى َحت َّ ٰى يَ ْبع‬
َ ‫ْالقُ َر ٰى ِّإ َّل َوأ َ ْهلُ َها‬
َ‫ظا ِّل ُمون‬
• Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum
Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami
membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam
keadaan melakukan kezaliman.
LEGALITAS
• Al-Qur’an surat al-Anam: 19;
ُ ‫ي ٰ َه َذا ۡٱلقُ ۡر َء‬
• ‫ان ِِّلُنذ َِّر ُكم ِّب ِّهۦ َو َم ۢن بَلَ ۚ َغ‬ َّ َ‫ي ِّإل‬ ِّ ُ ‫َوأ‬
َ ‫وح‬
• Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku
memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang
sampai Al-Quran (kepadanya).
• Salah satu kaidah yang terpenting dalam dalam syari’at Islam adalah:
‫النص‬
ِّ ‫قالء قَ ْب َل ُو ُر ْو ِّد‬
ِّ ُ‫كم لَفعَا ِّل الع‬
َ ‫• ل ُح‬
• “Sebelum ada nash (ketentuan), tidak ada hukum bagi perbuatan
orang-orang yang berakal sehat”.
• Pengertian dari kaidah ini adalah bahwa perbuatan orang-orang yang
cakap (mukallaf) tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang
dilarang selama belum ada nash (ketentuan) yang melarangnya dan
ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau
meninggalkannya, sehingga ada nash yang melarangnya.
LEGALITAS
• ‫ل يمكن اعتبار فعل او ترك جريمة ال بنص صريح‬
• “Suatu perbuatan atau sikap tidak berbuat tidak boleh dianggap
sebagai jarimah, kecuali karena adanya nash (ketentuan) yang jelas
• Oleh karena itu, perbuatan dan sikap tidak berbuat tidak cukup
dipandang sebagai jarimah hanya karena dilarang saja melainkan
harus dinyatakan dengan hukumannya maka kesimpulan yang dapat
diambil dari semua kaidah tersebut adalah bahwa menurut syari’at
Islam tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman kecuali dengan
adanya nash.
• Disamping kaidah-kaidah tersebut masih ada kaidah lain yang
berbunyi:
ُ ‫• لَ يُ َك ِّل‬
‫ف ش َْرعا إل من كان قادرا على فهم دليل التكليف أهال لما كلف به‬
• “Menurut syara’ seseorang tidak dapat diberi pembebanan (Taklif)
kecuali apabila ia mampu memahami dalil-dalil taklif dan cakap untuk
mengerjakannya.
LEGALITAS
• Adapun syarat untuk mukallaf:
• 1. Pelaku sanggup memahami nash-nash syara’ yang berisi hukum
taklifi
• 2. Pelaku orang yang pantas dimintai pertanggung jawaban dan
diberi hukuman.
• Sedangkan untuk syarat perbuatan yang diperintahkan ada tiga
macam :
• 1. Perbuatan itu mungkin dikerjakan.
• 2. Perbuatan itu disanggupi oleh mukallaf, yakni ada dalam
jangkauan kemampuan mukallaf, baik untuk mengerjakannya
maupun meninggalkannya.
• 3. Perbuatan tersebut diketahui oleh mukallaf dengan sempurna
LEGALITAS
• Dari kaidah-kaidah tersebut memunculkan dua syarat
yang harus dipenuhi sehingga dikatagorikan tindak
pidana. Pertama, pelaku tidak gila dan bukan karena
membela diri. Kedua, perbuatan tersebut diketahui jelas
ada ancaman bagi yang melanggar.
• Peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh pembuat
syari’at tadi, merupakan dasar hukum bagi setiap
perbuatan (mengerjakan atau meninggalkan) yang terjadi
setelah kehadiran peraturan tersebut. Tidak ada hukuman
sebelum ada ketentuan dalam nash. Inilah yang oleh
hukum positif disebut dengan asas legalitas, landasan
untuk berpijak dalam mengatasi setiap pelanggaran
hukum. Tanpa asas legalitas, setiap perbuatan bebas dari
segala macam hukuman.
Tahapan Pelarangan Khamar
• Tahapan Pertama
Allah menceritakan bahwa dengan buah kurma dan anggur
orang-orang membuat Khamr (hal yang memabukkan) dan ada
juga yang menjadikannya rizki yang baik (dibuat makanan dan
minuman yang bermanfaat bagi manusia) sebagaimana dalam
QS An-Nahl ayat 67:
َٰ َٰ
• ‫ن ِفي َذ ِل َك َۡلأيَ ٗة ِلقَ أو ٖم‬
َّ ‫سنً ۚا ِإ‬ َ ُ‫ون ِم أنه‬
َ ‫سك َٗرا َو ِر أزقًا َح‬ ِ َ‫ت ٱلنَّ ِخي ِل َو أٱۡل َ أعن‬
َ ُ‫ب تَت َّ ِخذ‬ ِ ‫َو ِمن ث َ َم َٰ َر‬
َ ُ‫يَ أع ِقل‬
‫ون‬
• “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang memikirkan.”
Tahapan Pelarangan Khamar
• Tahapan Kedua
Allah menjelaskan bahwa dalam khamr (miras) dan judi terdapat
bahaya yang besar dan juga ada manfaatnya akan tetapi
mudharatnya/bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Hal
ini Allah jelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 219:
• ‫اس َواِّثْ ُم ُه َما ٓ ا َ ْكبَ ُر ِّم ْن‬ِۖ ِّ َّ‫ع ِّن ْالخ َْم ِّر َو ْال َم ْي ِّس ِۗ ِّر قُ ْل فِّ ْي ِّه َما ٓ اِّثْ ٌم َك ِّبي ٌْر َّو َمنَافِّ ُع ِّللن‬
َ ‫۞ يَ ْسـَٔلُ ْون ََك‬
“ َ‫ِ لَعَلَّ ُك ْم تَتَفَ َّك ُر ْون‬ِّ ‫ال ٰي‬ ٰ ْ ‫ّٰللُ لَ ُك ُم‬‫نَّ ْف ِّع ِّه َم ِۗا َويَ ْسـَٔلُ ْون ََك َما َذا يُ ْن ِّفقُ ْونَ ەِۗ قُ ِّل ْالعَ ْف ِۗ َو َك ٰذ ِّل َك يُبَ ِّي ُن ه‬
• Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari
keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir,”
Tahapan Pelarangan Khamar
• Tahapan Ketiga
Allah melarang secara kondisional yaitu tidak boleh minum
khamr hanya pada waktu shalat saja sampai mereka sadar
selain waktu shalat maka diperbolehkan, maka orang Islam
pada masa itu hanya minum khamr pada malam hari saja dan
pada selain waktu-waktu shalat.
َ ُ‫س َٰ َك َر َٰٰ َحت َّ َٰٰ تَ أعلَ ُمواْ َما تَقُول‬
• ‫ون‬ َ ‫َٰيأَأَيُّ َها ٱلَّذ‬
َّ ‫ِين َءا َمنُواْ َال تَ أق َربُواْ ٱل‬
ُ ‫صلَ َٰوةَ َوأَنت ُ أم‬
• “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan..”
• Dan diriwayatkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah bahwa
sahabat Abdurrahman Bin Auf mengadakan pesta dan
mengundang sebagian para sahabat. Ali Bin Abi Thalib berkata,
Abdurrahman Bin Auf mengundang kami dan dia menyuguhi
kami khamr, maka aku meminumnya, kemudian aku pergi
melaksanakan shalat dan orang-orang menjadikan aku sebagai
imam mereka, lalu aku membaca : “Wahai orang-orang kafir.
Aku menyembah apa yang kamu sembah, dan kami akan
menyembah apa yang kamu sembah.” Karena mabuk dan
linglung sehingga membaca ayat sekenanya, ngawur dan
merubahnya, maka turunlah ayat ini.
Tahapan Pelarangan Khamar
• Tahapan Keempat
Ini adalah tahapan yang terakhir yaitu Larangan secara umum
dan mutlak. Allah berfirman:
َ َٰ ‫ع َم ِل ٱلش أَّي‬
• ‫ط ِن‬ َ ‫س ِم أن‬ ٞ ‫اب َو أٱۡل َ أز َٰلَ ُم ِر أج‬
ُ ‫ص‬َ ‫س ُر َو أٱۡلَن‬ َ ‫َٰيأَأَيُّ َها ٱلَّذ‬
ِ ‫ِين َءا َمنُ أواْ ِإنَّ َما أٱل َخ أم ُر َو أٱل َم أي‬
َ ‫ٱجتَنِبُوهُ لَعَلَّك أُم ت ُ أف ِل ُح‬
‫ون‬ ‫فَ أ‬
• “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
4 Tahapan
Pelarangan Riba
Dalam Al Quran

Larangan yang terdapat dalam Al


Qur’an tidak diturunkan sekaligus
melainkan secara bertahap
Pelarangan
Pelarangan Riba
Riba
4 Tahapan
Tahapan

Dalam Al
Dalam Al Quran
Quran

– Tahap Pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba


pada zahirnya menolong mereka yang memerlukan
sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada
Allah SWT.

ِّ َّ‫َو َما آت َ ْيت ُ ْم ِّم ْن ِّربًا ِّليَ ْربُ َو فِّي أ َ ْم َوا ِّل الن‬
ِّ َّ ‫اس فَ َال يَ ْربُو ِّع ْن َد‬
– ‫ّٰلل ِۖ َو َما‬
َ ُ‫ض ِّعف‬
‫ون‬ ْ ‫ّٰلل فَأ ُو ٰلَئِّ َك ُه ُم ْال ُم‬ َ ‫آت َ ْيت ُ ْم ِّم ْن زَ َكاةٍ ت ُ ِّريد‬
ِّ َّ َ‫ُون َو ْجه‬

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (QS. Ar Rum:39).
Pelarangan
Pelarangan Riba
Riba
4 Tahapan
Tahapan

Dalam Al
Dalam Al Quran
Quran
– Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan
balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

– ‫ع ْن‬
َ ‫ص ِّد ِّه ْم‬َ ‫ِ لَ ُه ْم َو ِّب‬ ْ َّ‫ِ أ ُ ِّحل‬ َ ‫علَ ْي ِّه ْم‬
ٍ ‫ط ِّيبَا‬ َ ‫ين َهادُوا َح َّر ْمنَا‬ َ ‫ظ ْل ٍم ِّم َن الَّ ِّذ‬ ُ ‫فَ ِّب‬
ً ِّ‫ّٰلل َكث‬
‫يرا‬ ِّ َّ ‫س ِّبي ِّل‬ َ
ِّ َ‫اس ِّب ْالب‬
– ‫اط ِّل ۚ َوأ َ ْعت َ ْدنَا‬ ِّ َّ‫ع ْنهُ َوأ َ ْك ِّل ِّه ْم أ َ ْم َوا َل الن‬
َ ‫الربَا َوقَ ْد نُ ُهوا‬ ِّ ‫َوأ َ ْخ ِّذ ِّه ُم‬
‫ع َذابًا أ َ ِّلي ًما‬
َ ‫ين ِّم ْن ُه ْم‬ َ ‫ِّل ْل َكا ِّف ِّر‬
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan
yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara
mereka itu siksa yang pedih” (QS. An-Nisa: 160-161).
Pelarangan
Pelarangan Riba
Riba
4 Tahapan
Tahapan

Dalam Al Quran
Dalam
– Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan
kepada suatu tambahan yang berlipat ganda.
Allah SWT. Berfirman:
َ‫ّٰلل لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِّل ُحون‬
َ َّ ‫عفَةً ِۖ َواتَّقُوا‬ َ ‫ضعَافًا ُم‬
َ ‫ضا‬ ِّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنُوا َل تَأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ‫الربَا أ‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali
Imran:130).
Pelarangan
Pelarangan Riba
Riba
4 Tahapan
Tahapan

Dalam Al
Dalam Al Quran
Quran

– Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang
dengan jelas sekali mengharamkan sebarang jenis tambahan yang
diambil daripada pinjaman.
َ ِّ‫الربَا ِّإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمْْ ِّمن‬
‫ين‬ ِّ ‫ي ِّم َن‬ َ ‫ق‬
ِّ َ ‫ب‬ ‫ا‬‫م‬َ ‫وا‬ ‫ر‬
ُ َ
‫ذ‬ ‫و‬ َ ‫ّٰلل‬
َ َّ ‫وا‬ ُ ‫ق‬َّ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫وا‬ ُ ‫ن‬ ‫م‬
َ ‫آ‬ ‫ين‬
َ ‫ذ‬
ِّ َّ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫ه‬
َ ُّ ‫ي‬َ ‫يَا أ‬
‫وس أ َ ْم َوا ِّل ُك ْم‬
ُ ‫سو ِّل ِّه ِۖ َو ِّإ ْن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُء‬ُ ‫ّٰلل َو َر‬ِّ َّ ‫ب ِّم َن‬ٍ ‫فَإ ِّ ْن لَ ْم ت َ ْفعَلُوا فَأ ْ َذنُوا ِّب َح ْر‬
َ ‫ظلَ ُم‬
‫ون‬ ْ ُ ‫ون َو َل ت‬ َ ‫ظ ِّل ُم‬ ْ َ ‫َل ت‬
“Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya”
(QS. Al Baqarah: 278-279)
4 Tahapan Pelarangan Riba
َ ‫ان ِّمنَ ْال َم ِّس ۚ ٰ َذ ِّل‬
• ‫ك‬ ُ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِّ َ‫الَّذِّينَ يَأ ْ ُكلُون‬
ُ َّ‫الربَا َل يَقُو ُمونَ ِّإ َّل َك َما يَقُو ُم الَّذِّي يَت َ َخب‬
‫ظةٌ ِّم ْن‬ ِّ ‫ّٰللُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
َ ‫الربَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َم ْو ِّع‬ ِّ ‫ِّبأَنَّ ُه ْم قَالُوا ِّإنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِّمثْ ُل‬
َّ ‫الربَا ِۗ َوأَ َح َّل‬
ِّ َّ‫اب الن‬
‫ار ِۖ ُه ْم فِّي َها‬ ُ ‫ص َح‬ ْ َ‫عا َد فَأُو ٰلَئِّ َك أ‬ ِّ َّ ‫ف َوأ َ ْم ُرهُ ِّإلَى‬
َ ‫ّٰلل ِۖ َو َم ْن‬ َ َ‫سل‬
َ ‫َر ِّب ِّه فَا ْنتَ َه ٰى فَلَهُ َما‬
َ‫خَا ِّل ُدون‬
• Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai