Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“BENTUK DAN MODEL PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH”

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
Dosen Pengampu : Iing Sarkim, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Ajeung Fitriasari 206223004


2. Ariska Julianti 206223183
3. Hilda Nova Aprilia 206223012
4. Ine Heriyanni 206223003
5. Lulu Safitri 206223191

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Kelompok “Bentuk dan Model
Pendidikan Muhammadiyah”. Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu menyelasaikan makalah ini.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa makalah ini masih perlu penyempurnaan. Oleh
karena itu, diharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya tugas ini sehingga
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kuningan, 17 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................... 3
A. Faktor yang Melatarbelakangi Gerakan Muhammadiyah dibidang Pendidikan.......3
B. Cita-cita Pendidikan Muhammadiyah........................................................................................ 5
C. Bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah....................................................................6
D. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhammadiyah...........................................................9
E. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah...............................................10
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan......................................................................................................................................... 14
B. Saran...................................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu organisasi sosial keagamaan terbesar dan terpenting yang ada di
Indonesia adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912M di
Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan dengan tujuan “menegakkan dan menjunjung
tinggi ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.

Jauh sebelum Muhammadiyah resmi berdiri pada tahun 1912, KH. Ahmad
Dahlan telah merintis pendidikan modern yang memadukan antara pendidikan Barat
yang hanya mengajarkan “ ilmu-ilmu umum” dan pendidikan Islam yang hanya
mengajarkan “ilmu-ilmu agama”.Gagasan pembaharuan Muhammadiyah di dalamnya
sudah termasuk gagasan pembaharuan di bidang pendidikan. KH. Dahlan melihat
adanya problematika obyektif yang dihadapi oleh pribumi yaitu terjadinya
keterbelakangan pendidikan yang takut karena adanya dualisme model pendidikan
yang masing-masing memiliki akar dan kepribadian yang saling bertolak belakang. Di
satu pihak pendidikan Islam yang berpusat di pesantren mengalami kemunduran
karena terisolasi dari perkembangan pengetahuan dan perkembangan masyarakat
modern, di pihak lain sekolah model Barat bersifat sekuler dan a-nasional mengancam
kehidupan batin para pemuda pribumi karena dijauhkan dari agama dan budaya
negerinya.

Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia, pendidikan telah menjadi


semacam teknologi yang memproduksi manusia masa depan paling efektif. Dari
fenomena perkembangan yang terakhir, memberikan petunjuk bahwa pendidikan
bukan saja menjadi alat suatu lembaga atau suatu masa dalam berbagai proyeksi
berbagai macam tujuan mereka, pendidikan bahkan telah menjadi kebutuhan manusia
sendiri secara masal, karenanya pendidikan yang diterima oleh manusia hendaknya
pendidikan yang seimbang antara pendidikan lahir dan batin, antara pendidikan dunia
dan akhirat, sehingga manusia dalam memperoleh pendidikan tersebut memiliki
keseimbangan dalam mengelola kehidupannya untuk dapat mencapai tujuan yang
ideal yakni “fi al-dunya hasanatan wa fi al-akhirati hasanatan”. Tujuan ideal inilah

1
yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan dalam hal perjuangan di bidang pendidikan
yang menjadi warna pendidikan Muhammadiyah.

Gagasan pembaharuan di bidang pendidikan yang menghilangkan dikotomi


pendidikan umum dan pendidikan agama pada hakikatnya merupakan terobosan besar
dan sangat fundamental karena dengan itu Muhammadiyah ingin menyajikan
pendidikan yang utuh, pendidikan yang seimbang yakni pendidikan yang dapat
melahirkan manusia utuh dan seimbang kepribadiannya, tidak terbelah menjadi
manusia yang berilmu umum saja atau berilmu agama saja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor yang melatarbelakangi gerakan Muhammadiyah di bidang
pendidikan?
2. Apa cita-cita pendidikan Muhammadiyah?
3. Bagaimana bentuk dan model pendidikan Muhammadiyah?
4. Bagaimana pemikiran dan praksis pendidikan Muhammadiyah?
5. Apa saja tantangan dan revitalisasi pendidikan Muhammadiyah?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui faktor yang melatarbelakangi gerakan Muhammadiyah di bidang
pendidikan?
2. Mengetahui cita-cita pendidikan Muhammadiyah?
3. Mengetahui bentuk dan model pendidikan Muhammadiyah?
4. Mengetahui pemikiran dan praksis pendidikan Muhammadiyah?
5. Mengetahui tantangan dan revitalisasi pendidikan Muhammadiyah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor yang Melatarbelakangi Gerakan Muhammadiyah dibidang Pendidikan


1. Faktor Internal
a. Kelemahan dalam praktek ajaran Islam.

Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk.

1) Tradisionalisme

Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan


pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan
menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan –
pembaharuan dalam bidang agama.  Paham dan praktek agama seperti ini
mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
baru yang banyak datang dari luar(barat).  Tidak jarang, kegagalan dalam
melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk – bentuk sikap
penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap
kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.

2) Sinkretisme

Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya


khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format –
format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli
masyarakat – masyarakat budaya setempat.  Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang –
kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu
menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan
aqidah Islam.  Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku
sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang
animistik tidak berubah.  Kepercayaan terhadap roh – roh halus, pemujaan
arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya
menyertai kepercayaan orang Jawa.  Islam, Hindu, Budha, dan animisme
hadir secara bersama – sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang

3
dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
secara Tauhid.

b. Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem


pendidikan Islam yang khas Indonesia.  Transformasi nilai – nilai keIslamaan
ke dalam pemahaman dan kesadran umat secara institusional sangat berhutang
budi pada lembaga ini.  Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan
Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader – kader umat
Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman.  Salah satu
kelemahan itu terletak pada mmateri pelajaran yang hanya mengajarkan
pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf
dan ilmu falak.  

Pesantren tidak mengajarkan materi – materi pendidikan umum seperti ilmu


hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat
diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam
rangka menunaikan tugas sebagai khalikfah di muka bumi.  Ketiadaan
lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah
satu latar belakang dan sebab kenapa K.H. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu
pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.

2. Faktor Eksternal
a. Kristenisasi

Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah


adalah Kristenisasi, yakni kegiatan – kegiatan yang terprogram dan sistematis
untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan,
menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung
sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda.  Misi Kristen, baik
Katholik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat
dalam Konstitusi Belanda.  Bahkan kegiatan – kegiatan Kristenisasi ini
didukung dan dibantu dana – dana negara Belanda.  Efektifitas penyebaran

4
agama Kristenisasi inilah yang terutama menggugah K.H. Ahmad Dahlan
untuk membentengi umat Islam dari pemurtadan.

b. Kolonialisme Belanda

Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi


perkembangan Islam di wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik,
ekonomi maupun kebudayaan.  Ditambah dengan praktek politik Islam
Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan
mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.

c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah

Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu


mata rantai dari sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh Ibnu
Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al -
Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya.  Persentuhan
itu terutama diperoleh melalui tulisan – tulisan Jamaluddin al – Afgani yang
dimuat dala majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh K.H. Ahmad
Dahlan.  Tulisan – tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu,
ternyata sangat mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan
gagasan – gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara
terlembaga.

B. Cita-cita Pendidikan Muhammadiyah


Pada awal perkembangannya, tujuan yang diprogramkannya Muhamadiyah
yaitu : Menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk
bumi putera residensi Yogyakarta dan memajukan agama kepada ahli-ahlinya. Tujuan
itu terungkap dalam usaha untuk menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam
yang sebenar-benarnya. Dan pada prinsipnya, sebagaimana dikemukakan  Deliar Noer
bahwa bagi Muhamadiiyah, masalah pokok adalah pembinan umat yang diridhoi
Alloh.

5
Tujuan yang dirumuskan dinilai dengan kondisi dan kebutuhan umat Islam
pada masa itu, terutama di Yogyakarta dan sekitarnya. K.H Ahmad Dahlan melalui
pengamatannya yaitu mengembalikan umat Islam kepada ajarannya yang murni.
Usaha dan pemurnian akan lebih efektif dilakukan dengan mengadakan pembaharuan
di bidang pendidikan.

Pada tahun 1977 dirumuskan tujuan pendidikan Muhamadiyah secara


umum:   “Terwujudnya manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya
pada diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara”. Beramal menuju
terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Memajukan dan
memperkembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk pembangunan dan
masyarakat negara republik Indonesia yang berdasar pancasila dan UUD 1945.

Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-


manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu
seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan
rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai
Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-
sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama
dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah
menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua
sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan
tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek
masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya
warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu,
masalah teknik pendidikan bisa berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan
atau psikologi perkembangan.

C. Bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah


Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas
saran murid-muridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan
Muhammadiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan
bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai
menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai
santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan

6
menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu
mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti
dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem
pendidikan ala  al-Ma’un sebagaimana dipraktekan Kyai Dahlan.    

1. Pendidikan Integralistik

K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah


pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh
sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan, ia harus
merujuk pada cara membangun sistem pendidikan.

Pribadi Ahmad Dahlan  adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap


apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manar sehingga meskipun tidak punya latar
belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas
melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat
dikatakan sebagai suatu model dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan
titik pusat dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-
tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem
pendidikan dan kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh
nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan
ekonomi.

Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikan


sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar
ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan pada dualisme
sistem (filsafat) pendidikan ini Ahmad Dahlan  gelisah, bekerja keras sekuat tenaga
untuk mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan
itu.

Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Ahmad


Dahlan  melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-
sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri dimana
agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu
sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara

7
dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain.
Namun, ide model pendidikan integralistik mampu melahirkan muslim ulama-
intelek masih terus dalam proses pencarian.

Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang mesti


dieksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik
pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan atau
psikologi perkembangan. Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia
dirikan maka atas saran murid-muridnya, ia akhirnya mendirikan persyarikatan
Muhammadiyah tahun 1912.

Metode pembelajaran yang dikembangkan Ahmad Dahlan  bercorak


kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika ia menjelaskan
surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu
menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan
menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu
mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang harus
dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan
sistem pendidikan ala  al-Ma’un sebagaimana dipraktekkan Ahmad Dahlan.
Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya,
bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau
menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah.
Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari Ahmad Dahlan  adalah semangat untuk
melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya.
Menangkap api tajdid, bukan arangnya.

2. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam


Madrasah-madrasah Pendidikan Agama

Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern


Barat dengan tradisional. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang
didirikan Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh
masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan
SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu sekolah menengah
yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi bibit madrasah Muallimin
dan Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum

8
lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri,
tapi disimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah menurut Ahmad
Dahlan adalah: baik budi, alim dalam agama, luas pandangan, alim dalam ilmu-
ilmu dunia (umum), dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.

3. Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern


Belanda

Muhammadiyah baru memutuskan meminta kepada pemerintah agar


memberi izin bagi orang Islam untuk mengajarkan agama Islam di sekolah-sekolah
Goebernemen pada bulan April 1922. sebenarnya sebelum Muhammadiyah
didirikan ini sudah diusahakan namun baru mendapat izin saat itu. Hingga akhirnya
Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah swasta yang meniru sekolah
Gubernemen dengan pelajaran agama di dalamnya. Tujuan pokok organisasi dan
pendirian lembaga pendidikan menjadi orientasi utama Ahmad Dahlan sehingga
berusaha untuk menandingi sekolah pemerintahan Belanda dengan mengikuti
contoh misi kristen dengan menyebarkan fasilitas dan mendesakkan pengalaman
iman.

4. Menerapkan Sistem Kooperatif dalam Bidang Pendidikan

Terlihat adanya kerjasama yang harmonis antara pemerintahan Belanda


dengan Muhammadiyah. Keduanya sama-sama memperoleh keuntungan. Pertama,
dari sikap non oposisional. Kedua, mendukung program pembaharuan keagamaan 
termasuk di dalam bidang pendidikan. Sikapnya yang akomodatif dan kooperatif
memberikan ketentuan mutlak untuk bertahan hidup di tengah iklim yang sangat
tidak ramah terhadap gerakan nasionalis pribumi dan di saat tidak satupun gerakan
yang sebanding dengannya dapat bertahan saat itu. Sehingga Ahmad Dahlan dapat
masuk lebih dalam pada lingkungan pendidikan kaum misionaris yang diciptakan
oleh pemerintah Belanda, yang saat itu lebih maju ke depan dari pada sistem
penddikan pribumi yang tradisional.

D. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhammadiyah


Latar belakang keluarga dan masyarakat berperan penting dalam
mengaktualkan kepribadian pragmatis K.H . Ahmad Dahlan sebagai perintis
pendidikan berkemajuan. Hal itu juga diperkaya dengan radius pergaulan yang luas

9
pada tingkat nasional (kebangkitan nasional) maupun internasional (diskursus
pembaharuan Islam).

Melalui Muhammadiyah, KH Dahlan menempatkan pendidikan menjadi


prioritas tertinggi dalam melakukan pembangunan kembali masyarakat. Pendidikan
menjadi kunci memajukan bangsa maupun dalam menyejahterakan penduduknya.
Beliau menegaskan bahwa pendidikan bukan sekedar dunia persekolahan, tetapi
merentang jauh seluas kehidupan itu sendiri, sehingga selain mendirikan sekolah
agama modern, juga merintis amal-amal usaha yang lainnya.

Banyaknya arus pemikiran yang mempengaruhi dan mematangkan pemikiran


KH Dahlan, dapat diramu dan diolah sedemikian rupa sehingga memungkinkan
melakukan ijtihad secara mandiri. Berpikir dan bertindak adalah satu rangkaian yang
berjalan beriringan. Suatu tindakan dilakukan setelah berpikir mendalam, suatu
pemikiran mendalam harus berujung pada sebuah tindakan.

E. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah


1. Masalah Kualitas Pendidikan

Perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang pendidikan


yang sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan kualitas yang
sepadan, sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing yang tinggi,
serta kurang memberikan sumbangan yang lebih luas dan inovatif bagi
pengembangan kemajuan umat dan bangsa.

Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua masalah
sekaligus, yaitu, pertama, terlambatnya pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan
penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam beberapa hal kalah bersaing
dengan pihak lain. Kedua, tidak meratanya pengembangan mutu lembaga
pendidikan.Dalam sejumlah aspek banyak disoroti kelemahan amal usaha
khususnya di bidang pendidikan yang kurang mampu menunjukkan daya saing di
tingkat nasional apalagi internasional. Amal usaha Muhammadiyah tidak
mengalami proses inovasi yang merata dan signifikan, sehingga cenderung berjalan
di tempat, kendati beberapa lainnya mulai bangkit mengembangkan ide-ide dan
metode baru dalam peningkatan kualitas dan keberadaan amal usaha
Muhammadiyah.

10
2. Permasalahan Profesionalisme Guru

Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan
berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran,
namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan
variable penting bagi keberhasilan pendidikan.

3. Masalah kebudayaan (alkulturasi)

Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun
mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu
perkembangan kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat
terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan
timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara
kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.

Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan


adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi
kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan
bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang
diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat.

4. Permasalahan Strategi Pembelajaran

Era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan
global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Paradigma pembelajaran sebagai
berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi,
interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis faktual
atau pengetahuan.

5. Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi
menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.

11
Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan
mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang
sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya.  Pengaruh
negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi
kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi)
diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan
informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.

Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu
dampak positif  dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing
anak didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah
bisa lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari
sinilah nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak
positif dan negatif.

6. Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya,


krisis moral.

Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas
pada perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar
nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas
belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.

7. Dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian.

Diera globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah


perubahan yang besar disegala sektor.Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat.Dengan kemajuan teknologi dan
informasi seperti televisi, komputer, internet, media cetak dan elektronik
mengakibatkan bangsa Indonesia dapat dengan mudah mengakses informasi baik
dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga dapat menimbulkan kemerosotan norma-norma
dalam kehidupan bermasyarakat, kebobokran akhlak (perilaku), serta bentuk
penyimpangan lainnya yang kini telah merebak dalam masyarakat Indonesia

12
khususnya generasi muda dalam hal ini pelajar atau mahasiswa. Mereka lebih
mementingkan urusan duniawi daripada urusan akhirat.

Dari semua bentuk penyimpangan ini membutuhkan suatu upaya yang sangat
serius untuk mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui
pendidikan, dalam hal ini pendidikan kemuhammadiyahan. Dengan
kemuhammadiyahan dampak-dampak buruk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi bisa di minimalisir.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak awal berdiri memiliki
komitmen yang teguh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur
pendidikan, hingga saat ini lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah terus
berkembang dan bertambah baik secara kuantitas maupun kualitas, walaupun di sisi
lain tidak dapat dipungkiri ada lembaga pendidikan Muhammadiyah yang mengalami
keterpurukan bahkan ada yang tutup, hal ini merupakan dinamika lembaga pendidikan
yang dimiliki oleh Muhammadiyah.

Muhammadiyah didirikan untuk menyerukan pentingnya kembali pada Al


Qur’an dan Sunnah sebagai usaha mengatasi perbuatan menyimpang dalam kehidupan
beragama umat islam di Indonesia yang melakukan praktik takhayul, bid’ah, dan
kurafat dengan tidak mendasarkan dirinya pada madzhab atau pemikiran tertentu. Dari
latar belakang yang demikian, membuat Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah
dan didalamnya didirikan Lembaga Pendidikan yang disesuaikan dengan sistem
pendidikan Islam agar tidak terisolasi. Bahwa pada dasarnya pendidikan di sekolah-
sekolah Muhammadiyah cenderung mengarah kepada pendidikan umum. Dalam
pelaksanaan pendidikannya Muhammadiyah merupakan sistem pendidikan yang
memadukan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan sekolah,
menjadi sistem pendidikan madrasah atau sekolah agama.

B. Saran
Manajemen yang selama ini berlaku di Muhammadiyah justru membuat para
perintis lembaga pendidikan di Muhammadiyah bersemangat untuk berkompetisi
secara positif, walaupun demikian, menurut hemat penulis manajemen yang sekarang
berlaku membutuhkan evaluasi secara mendalam untuk peningkatan mutu pendidikan
Muhammadiyah secara umum.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Zahrul dan Sidik Jatmika. 2010. Kauman (Muhammadiyah Undercover). Yogyakarta:
Gelanggang,

Rais, Muhammad Amien dkk. 1985. Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial
(sarasehan pimpinan pusat ikatan pelajar muhammadiyah). Yogyakarta : PLP2M

Safwan, Mardanas dan Sutrisno Kutojo. 1991. K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan
perjuangannya. Bandung: Angkasa

Syahrul, Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia Studi Kasus Pendidikan


Muhammadiyah Dan Nahdlatul Ulama’ (NU).
http://pendidikannyamanusia.blogspot.co.id/2013/06/studi-konsep-pendidikan-
muhammadiyah-nu.html, didownload pada 17 Desember 2021

Yunus, Mahmud. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung

Sejarah Pendidikan Muhammadiyah, http://kultum648.blogspot.co.id/2014/01/ sejarah-


pendidikan-muhammadiyah.html, didownload pada 17 Desember 2021

15

Anda mungkin juga menyukai