Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN ISLAM MODEL MUHAMMADIYAH

MAKALAH

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata
kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen pengampu: Bpk. Abdal Chaqil M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 9

1. Satriani NIM. 214110404025


2. Anggun Fifi Mualifah NIM. 214110404071
3. Fadhil Ghiyats Al Abiyyu NIM. 214110404077

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


5 TBI C
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN PROF. KH. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2023
Daftar Isi

PENDIDIKAN ISLAM MODEL MUHAMMADIYAH................................................ 3


A. Pendahuluan .............................................................................................................. 3
B. Pembahasan ............................................................................................................... 4
1. Ide Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah ................................................... 4
2. Gerakan Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah .......................................... 5
3. Tujuan Pendidikan Muhammadiyah ................................................................... 8
4. Model Pendidikan Muhammadiyah .................................................................... 9
5. Pendidikan Islam Model Muhammadiyah Saat Ini ........................................... 11
C. Kesimpulan .............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

2
PENDIDIKAN ISLAM MODEL MUHAMMADIYAH

A. Pendahuluan
Banyak pakar Indonesia membuat kesimpulan tentang pendidikan.
Penjelasan mereka tentang pendidikan sangat bagus dan melibatkan
banyak pemikiran. Teori filosofis tentang pendidikan mengacu pada
pemikiran manusia tentang pendidikan yang bertujuan untuk menemukan
dan menciptakan teori baru. Teori-teori ini berasal dari pemikiran
normatif, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofis, dan historis
filosofis. Pendidikan secara aplikasi adalah proses mengubah pengetahuan
peserta didik agar pendidikan dimaksimalkan. Menurut Mushsin dan
Wahid (2009), pendidikan Islam adalah komponen penting dalam
membangun generasi yang berkualitas, berakhlak mulia, dan mampu
memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.
Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun
1912, telah berperan penting dalam mengembangkan model pendidikan
Islam yang holistik.
Makalah ini akan membahas peran dan kontribusi Muhammadiyah
dalam pengembangan pendidikan Islam, dengan fokus pada model
pendidikan Islam yang diterapkan oleh Muhammadiyah. Model
pendidikan ini mengusung nilai-nilai Islam sejalan dengan semangat
kebangsaan dan modernitas, yang mencerminkan visi dan misi
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang berkomitmen untuk
memajukan masyarakat dan pendidikan.
Makalah ini bertujuan untuk menginspirasi upaya-upaya lebih
lanjut dalam pengembangan pendidikan Islam yang berkualitas dan
relevan dengan tuntutan zaman, sesuai dengan prinsip-prinsip
Muhammadiyah, dengan melihat model pendidikan Islam
Muhammadiyah, kita dapat lebih memahami pentingnya pendidikan dalam
membentuk karakter individu, masyarakat, dan bangsa.

3
B. Pembahasan
1. Ide Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah
Hingga akhir abad ke-19, di Indonesia masih ada dualisme
pendidikan: sistem kolonial dan sistem pendidikan Islam tradisional,
seperti pondok pesantren, berkembang. Kedua sistem pendidikan
tersebut memiliki banyak perbedaan yang signifikan dalam hal metode,
kurikulum, dan tujuan. Siswa, juga disebut santri, di pondok pesantren
memiliki kebebasan penuh untuk memilih kursus dan pendidik yang
mereka inginkan. Ada dua jenis sistem yang digunakan: sorogan dan
bandongan atau wetonan. Pondok pesantren tidak memiliki sistem
kelas, ujian untuk mengukur kemajuan siswa, atau batas waktu tinggal.
Sistem yang digunakan tidak mendorong santri untuk berbicara, tetapi
lebih menekankan hafalan (Rohani, R., Ernita, M., & Salmiah, S.,
2022).
Di sisi lain, pemerintah Kolonial Belanda mendirikan institusi
pendidikan sekuler untuk mendidik anak-anak priyayi untuk menjadi
juru tulis tingkat rendah dan pemegang buku sebagai pegawai yang
dapat membantu majikan-majikan Belanda dalam pekerjaan
administrasi, perdagangan, dan teknik. Oleh karena itu, orientasi
pendidikan itu hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
pembantu kantor yang ditetapkan oleh pemerintah Belanda. Siswa di
sekolah ini tidak diperkenalkan dengan pendidikan Islam sama sekali.
Para pemimpin Muhammadiyah, termasuk KH Ahmad Dahlan,
berkomitmen untuk melakukan pembaharuan pendidikan.
Pembaharuan tersebut terdiri dari dua aspek: cita-cita dan teknik.
Dalam hal cita-cita, dia ingin menghasilkan orang-orang muslim yang
bermoral tinggi, alim dalam agama, memiliki pemahaman yang luas
tentang masalah duniawi, dan yang memiliki kemampuan intelektual
dan siap berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Oleh karena itu,
tujuan yang diharapkan dari setiap siswa Muhammadiyah adalah
memiliki akidah yang benar, akhlak yang mulia, kecerdasan,

4
keterampilan, dan pengabdian kepada masyarakat. Ahmad Jainuri
menyatakan bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah adalah untuk
menghasilkan sarjana muslim yang memiliki identitas Islam yang kuat
yang dapat memimpin dan menjadi teladan bagi masyarakat. Selain itu,
mereka juga ingin menjadi kekuatan yang mampu mengimbangi
tantangan kaum elit sekuler berpendidikan Barat yang diciptakan pada
waktu itu oleh pendidikan Belanda. Sementara dari segi teknik, itu
lebih berkaitan dengan metode pendidikan. Untuk mencapai cita-cita
tersebut, Muhammadiyah memperbaiki program pendidikan Islam
dengan memasukkan pendidikan agama Islam ke sekolah umum dan
pengetahuan sekuler ke dalam sekolah agama (Kug, S.I., 2022).
2. Gerakan Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah telah melakukan tindakan untuk
merealisasikan gagasan pembaharuan pendidikan dengan mendirikan
madrasah dan pesantren dengan menerapkan kurikulum ilmu
pengetahuan umum dan modern. Mereka juga mendirikan sekolah
umum dengan menerapkan kurikulum keislaman dan
kemuhammadiyahan. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, yang
bertanggung jawab atas lembaga pendidikan yang disebutkan di atas,
dikelola secara vertikal dari Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Cabang.
Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah
mentanfidzkan Keputusan Rapat Kerja Nasional Majelis Pendidikan
Dasar dan Menengah Muhammadiyah di seluruh Indonesia untuk
memberikan acuan dan aturan yang jelas untuk penyelenggaraan
pendidikan di dalam Muhammadiyah. Salah satu tugas utama Majelis
Dikdasmen Muhammadiyah sebagai bagian dari persyarikatan
Muhammadiyah adalah menyelenggarakan, membina, mengawasi, dan
mengembangkan amal usaha di bidang pendidikan dasar dan
menengah. Dalam melakukan tugas ini, mereka harus mengacu pada
visi, misi, asas, dan tujuan pendidikan Muhammadiyah. SD, MI, SMP,
MTs, SMA, SMK, MA, dan Pondok Pesantren adalah amal usaha

5
pendidikan yang dikelola dan diselenggarakan oleh Majelis
Dikdasmen tersebut (Ajidin, Z.A., & Ajidin, A., 2022).
Muhammadiyah berusaha mengubah sistem pondok pesantren
lama dengan memasukkan organisasi, administrasi, dan metode
penyelenggaraannya. Muhammadiyah mendirikan "Pondok
Muhammadiyah", sekolah menengah pertama di Yogyakarta yang
mengajarkan ilmu agama dan ilmu umum. Pondok Muhammadiyah
adalah contoh pembaharuan pendidikan Islam yang menggabungkan
elemen lama (dengan mempertahankan Islam sebagai dasar) dan
elemen baru (dengan mengikuti model pendidikan Barat). Pada tahun
1924, perguruan ini berubah menjadi Kweekschool Muhammadiyah.
Itu pecah menjadi dua bagian: Kweekschool Muhammadiyah Putri
(kini dikenal sebagai Madrasah Muallimat Muhammadiyah) dan
Kweekschool Muhammadiyah Putra (kini dikenal sebagai Madrasah
Muallimin Muhammadiyah).
Muhammadiyah mendirikan sekolah jenis kedua, mirip dengan
sekolah-sekolah Belanda. Muhammadiyah menambahkan mata
pelajaran agama ke dalam kurikulumnya. Untuk mencapai tujuan ini,
Muhammadiyah mendirikan HIS met the Quran. HIS Muhammadiyah
kemudian menjadi nama barunya. Di bawah naungan majlis
pengajaran, Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan di
seluruh Hindia Belanda. Di sekitar Kraton Yogyakarta, sekolah dasar
pertama didirikan pada tahun 1915. Sekolah menggunakan ruang
kelas, kurikulum modern, dan seragam sekolah. Seperti sekolah-
sekolah pemerintah, pendidikan agama Islam dan mata pelajaran
lainnya diberikan di sekolah ini.
Teknik penyelenggaraan juga mendapat perhatian. Sistem kelas
menggantikan metode pembelajaran tradisional sorogan dan
bandongan. Ujian, yang memengaruhi kenaikan kelas dan kelulusan,
digunakan untuk mengukur prestasi belajar, seperti yang dilakukan
sekolah di Belanda. Di sekolah Muhammadiyah, elemen penalaran

6
mendapat tempat dan ruang yang cukup. Selain itu, Ahmad Jainuri
menjelaskan bahwa Muhammadiyah melakukan pembaharuan dalam
bidang teknik penyelenggaraan, yang mencakup sistem evaluasi,
organisasi sekolah, metode, dan alat pengajaran. Sekolah Islam pada
saat itu belum memiliki sistem pendidikan modern, yang merupakan
sumber dari pembaharuan teknologi ini.
Berbeda dengan pesantren, Muhammadiyah tidak menekankan
mazhab-mazhab dalam syari'ah (fiqih) dan teologi Islam. Sekolah
Muhammadiyah lebih berkonsentrasi pada pembentukan individu
muslim yang bermoral. Ini juga menunjukkan alasan Muhammadiyah
perlu mendirikan "Madrasah Diniyah" di masa mendatang. Ini adalah
model pendidikan Islam yang mengajarkan siswa di sekolah umum,
terutama di Belanda, yang tidak menawarkan mata pelajaran keislaman
(Muchsin, B., & Wahid, A., 2009).
Reaksi dan interaksi organisasi sosial ini dengan perkembangan
sekolah Belanda, khususnya di wilayah Yogyakarta, sangat terkait
dengan pendirian sekolah Muhammadiyah. Perkembangan sekolah
Belanda, baik yang dikelola pemerintah maupun missionaris, sangat
pesat. Pada tahun 1900, terdapat 562 lembaga pendidikan di Jawa dan
Madura, termasuk 269 sekolah pemerintah, 231 sekolah swasta, dan 62
sekolah swasta dengan misi kristen.
Sekolah-sekolah Muhammadiyah mendapat dukungan
masyarakat dan pemerintah. Penelitian Nakamura di kota Gede,
Yogyakarta, menunjukkan bahwa masyarakat yang luas dengan
orientasi keagamaan dan status sosial yang berbeda mengirim anak-
anak mereka ke sekolah Muhammadiyah, termasuk beberapa keluarga
priyayi. Sekolah Muhammadiyah bahkan menerima bantuan
pemerintah karena dianggap memenuhi syarat (Darsitun, 2020).

7
3. Tujuan Pendidikan Muhammadiyah
Pendidikan Islam didefinisikan sebagai “upaya pembinaan
individu muslim sejati yang bertaqwa,”. Proses pendidikan Islam harus
mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun
agama, untuk mencapai tujuan ini, ini akan mempertajam daya
intelektual dan memperkuat spritualitas siswa. Menurut KH. Ahmad
Dahlan, upaya ini dapat dicapai hanya jika proses pendidikan dianggap
penting. Selanjutnya, proses pendidikan ini akan mampu menghasilkan
lulusan yang berkualitas tinggi sebagai "intelektual ulama".
Epistemologi Islam harus digunakan sebagai landasan metodologis
dalam kurikulum dan metode pendidikan yang digunakan untuk
menghasilkan siswa yang seperti itu.
Menurut Adi Nugroho, tujuan pendidikan KH. Ahmad Dahlan
adalah lahirnya manusia baru yang mampu berfungsi sebagai "ulama-
intelek" atau "ulama-intelek". Dari berbagai rumusan di atas, terdapat
tiga tujuan utama pendidikan Islam pada pendidikan di
Muhammadiyah: a) tujuan umum, yang hanya dapat dicapai melalui
pengajaran, penghayatan, pengalaman, dan keyakinan akan kebenaran;
b) tujuan akhir, yaitu insan kamil akan mati dan berhadapan dengan
Tuhannya; dan c) tujuan sementara, yang akan dicapai setelah siswa
menerima pengalaman tertentu yang direncanakan. d) Tujuan
operasional adalah tujuan praktis yang ingin dicapai melalui sejumlah
kegiatan pendidikan tertentu yang membutuhkan kemampuan dan
keterampilan tertentu, dengan penekanan utama pada aspek
penghayatan dan kepribadian.
Visi dan misi Muhammadiyah menunjukkan bahwa tujuan
pendidikan Muhammadiyah adalah untuk menghasilkan generasi yang
berkarakter Islam. Pendidikan Muhammadiyah tidak hanya
mengajarkan pengetahuan tetapi juga mengajarkan karakter moral
yang kuat. Muhammadiyah juga berkomitmen untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan siswa, menganggap pendidikan sebagai

8
cara untuk membuka mata dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Upaya pendidikan ini dilakukan bukan hanya untuk
kepentingan individu, tetapi juga untuk kemajuan negara, sehingga
setiap siswa Muhammadiyah dapat memberikan kontribusi positif
kepada masyarakat dan negara.
4. Model Pendidikan Muhammadiyah
a. Menggunakan Corak Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran
yang menekankan pentingnya mengaitkan materi pelajaran dengan
konteks kehidupan nyata dan pengalaman siswa. Dalam konteks
pendidikan Muhammadiyah, pendekatan ini digunakan sebagai salah
satu cara untuk menjadikan pembelajaran lebih relevan dan bermakna
bagi siswa, sekaligus tetap menjaga nilai-nilai Islam dan prinsip-
prinsip Muhammadiyah. Pembelajaran KH Ahmad Dahlan
menggunakan corak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh
terkenal adalah ketika Beliau berulang kali menjelaskan surat al-Ma'un
kepada murid-muridnya sampai murid-murid itu menyadari bahwa
surat itu meminta kita untuk memperhatikan dan membantu mereka
yang miskin dan mengamalkan isi surat itu.
b. Memandang Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah prinsip utama dalam program
pendidikan Muhammadiyah. Muhammadiyah dan KH Ahmad Dahlan
secara umum mendukung akses pendidikan yang sama bagi semua
orang, tanpa memandang gender. Hal ini bertentangan dengan
keyakinan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama
untuk pendidikan dan berkontribusi pada masyarakat. Tujuan model
pendidikan Muhammadiyah yang dibangun oleh KH Ahmad Dahlan
adalah untuk menghasilkan generasi yang berakhlak Islam, berjiwa
nasionalis, dan memiliki pengetahuan agama yang kokoh. Banyak
lembaga pendidikan Muhammadiyah masih menggunakan model ini
sebagai landasan pendidikan mereka (Amrulloh, Z., 2018).

9
Muhammadiyah berusaha menjadikan lingkungan pendidikan
mereka non-diskriminatif. Mereka tidak mengizinkan diskriminasi
berdasarkan gender dalam proses pembelajaran atau perlakuan
terhadap siswa perempuan atau laki-laki. Semua siswa diperlakukan
dengan adil dan setara.
c. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern
Belanda
Pendidikan di Muhammadiyah juga mengadopsi komponen
pendidikan yang digunakan pada institusi belanda. K.H. Ahmad
Dahlan terus menyerap ide ini dan menggunakan gagasan dan praktik
pendidikannya untuk menerapkan metode pendidikan yang dianggap
baru ke dalam sekolahnya dan madrasah tradisionalnya. Metode yang
dia tawarkan adalah gabungan antara metode pendidikan modern Barat
dan tradisional. Sekolah Dasar Belanda dengan al-Qur’an didirikan
dari keterkesanannya terhadap kerja para misionaris Kristen dan SD
Belanda dengan Alkitabnya.
Itu menyebabkan berbagai kecaman terhadap Muhammadiyah
muncul. Ada yang menuduh mereka murtad, kristen, mu’tazilah, atau
kharijiah, dan sebagainya. Sampai tahun 1933, sekolah
Muhammadiyah disebut sebagai sekolah kebelanda-belandaan atau
kebarat-baratan. Muhammadiyah, di sisi lain, terus bertahan, dan
hingga saat ini mewajibkan pembelajaran ilmu Islam yang dikenal
sebagai al-Islam dan keMuhammadiyahan, dengan mengajarkan Islam
versi Majlis Tarjih. Muhammadiyah tidak pernah tertutup dan terus
berkembang, termasuk dalam hal membuat keputusan Tarjih. Ini
disebabkan oleh fakta bahwa keputusan Tarjih dibuat dengan melihat
dasar yang paling kuat, bahkan jika ini tidak sesuai dengan praktik
yang dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan.
d. Menggunakan atau Mengikuti Perkembangan Teknologi
Muhammadiyah telah menggunakan dan mengikuti
perkembangan teknologi dalam banyak hal. Mereka mengintegrasikan

10
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam proses
pendidikan, memanfaatkan perangkat keras seperti komputer dan
perangkat mobile, serta platform pembelajaran online, yang
memungkinkan guru dan siswa mengakses bahan pelajaran digital,
sumber daya interaktif, dan berkomunikasi secara efektif melalui
internet. Muhammadiyah juga menggunakan pendidikan jarak jauh
atau e-learning saat menghadapi situasi tertentu seperti pandemi. Siswa
dapat terus belajar melalui kelas online mereka dan berbagai sumber
daya daring lainnya. Metode ini memungkinkan Muhammadiyah untuk
tetap relevan dalam perkembangan pendidikan global dan memberikan
akses pendidikan yang lebih luas dan fleksibel bagi siswa (Azra, A.,
2012).
5. Pendidikan Islam Model Muhammadiyah Saat Ini
Pendidikan Islam model Muhammadiyah saat ini terus
mengalami perkembangan dan penyesuaian dengan tuntutan zaman
serta perkembangan teknologi. Muhammadiyah terus
mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
pendidikan mereka. Mereka telah mengembangkan platform
pembelajaran online, aplikasi mobile, dan sumber daya digital untuk
mendukung proses pembelajaran. Ini memungkinkan siswa untuk
mengakses bahan pelajaran secara online, berpartisipasi dalam kelas
virtual, dan mengakses sumber daya belajar yang lebih interaktif.
Muhammadiyah masih berpartisipasi dalam pendidikan dasar,
menengah, dan perguruan tinggi di Indonesia. Mereka terus
berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan formal dengan
memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam kurikulum. Sekolah
Muhammadiyah tidak hanya mengutamakan akademik, tetapi juga
membangun karakter dan etika siswa. Muhammadiyah terus
menekankan pembentukan karakter siswa dengan nilai-nilai Islam
sebagai dasar. Mereka menyadari bahwa pendidikan karakter
merupakan bagian penting dari proses pendidikan, yang membantu

11
siswa menjadi orang yang berakhlak mulia, jujur, dan bertanggung
jawab.
Muhammadiyah terus memperbarui kurikulum mereka untuk
menjawab tuntutan zaman. Mereka mungkin mengintegrasikan mata
pelajaran baru yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta menyesuaikan pendekatan pembelajaran untuk
lebih interaktif dan berbasis masalah. Muhammadiyah mendorong
pendekatan pembelajaran yang berbasis proyek dan praktek. Ini
memberikan siswa pengalaman langsung dalam mengatasi masalah
dunia nyata dan mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam situasi
praktis. Perkembangan pendidikan Islam model Muhammadiyah saat
ini mencerminkan upaya mereka untuk tetap relevan, inovatif, dan
responsif terhadap perubahan zaman. Pendidikan Islam model
Muhammadiyah terus bertransformasi untuk mencetak generasi yang
berakhlak Islam, berilmu, dan siap menghadapi tantangan global di
abad ke-21.

C. Kesimpulan
K.H. Ahmad Dahlan menciptakan perubahan pada pendidikan
Islam dari sistem pondok yang hanya mengajar pendidikan agama Islam
menjadi sistem kelas yang memasukkan pelajaran pengetahuan umum.
Kita dapat mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah sebuah kelompok
Islam dengan pandangan pendidikan yang luas dan inklusif. Metode
pendidikannya didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang kuat, semangat
kebangsaan, modernitas, dan kesetaraan gender. Muhammadiyah
berkomitmen untuk memberikan pendidikan yang berkualitas tinggi yang
mencakup aspek spiritual, intelektual, dan moral siswa. Mereka aktif
mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam kurikulum mereka dan
menekankan pembentukan karakter yang berlandaskan pada ajaran Islam.

12
Muhammadiyah juga mengikuti kemajuan teknologi dengan
menggunakan platform online dan sumber daya digital untuk mengajar.
Untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk belajar
dan berkembang tanpa memandang latar belakang atau gender,
Muhammadiyah mengutamakan pendidikan yang inklusif.
Selain itu, Muhammadiyah terus memainkan peran penting dalam
menjaga nilai-nilai Islam, semangat kebangsaan, dan kemajuan pendidikan
di Indonesia melalui pendekatan holistik. Muhammadiyah juga berperan
penting dalam mempromosikan pendidikan yang relevan dengan tantangan
zaman dan mempersiapkan generasi yang siap menghadapi perubahan
global. Secara keseluruhan, kurikulum Muhammadiyah mencerminkan
upaya mereka untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang
memadukan nilai-nilai Islam, modernitas, dan kesetaraan. Mereka juga
mendidik siswa untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dalam
masyarakat yang semakin kompleks dan beragam.

13
DAFTAR PUSTAKA
Ajidin, Z.A., & Ajidin, A. (2022). Komparasi Model Pendidikan Islam antara
Muhammadiyah dan Persatuan Islam. Lentera: Indonesian Journal of
Multidisciplinary Islamic Studies.
Amrulloh, Z. (2018). Konstruksi Pendidikan Islam (Pandangan Feminisme)
Zaenudin Amrulloh. EL-HIKMAH: Jurnal Kajian Dan Penelitian Pendidikan
Islam, 12(2), 178–192.
Azra, A. (2012). Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan
Milenium III. Kencana Prenada Media Group.
Darsitun. (2020). Potret Pendidikan Islam Model Muhammadiyah dan Perannya
dalam Pengembangan Pendidikan Islam Indonesia. Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 05(1), 18.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Balai Pustaka.
Kug, S.I. (2022). Pemikiran Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan Islam Pada
Muhammadiyah. Rausyan Fikr : Jurnal Pemikiran dan Pencerahan.
Muchsin, B., & Wahid, A. (2009). Pendidikan Islam Kontemporer. Refika
Aditama.
Objectives of Islamic Education ). Istiqra’, III(1), 18–23.
Rohani, R., Ernita, M., & Salmiah, S. (2022). Pendidikan Islam di Indonesia Pada
Masa Kolonial Belanda (Kasus Muhammadiyah Dan NU). Nusantara;
Journal for Southeast Asian Islamic Studies.
Wahid, A. (2015). Konsep Dan Tujuan Pendidikan Islam ( Concept and

14

Anda mungkin juga menyukai