Anda di halaman 1dari 4

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

TOPIK 3: MULAI DARI DIRI

Nama : Aulia Indarti Iasah (2401640032)


Kelas : Bahasa Indonesia B

Selamat datang para mahasiswa pada pembelajaran kali ini!


Ketiklah jawaban/respon Anda pada kolom jawaban yang telah disediakan.

1. Apa yang Anda ketahui dan pahami tentang perkembangan pendidikan


Muhammadiyah?

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam di Indonesia yang didirikan oleh
KH Ahmad Dahlan pada 1912. Organisasi ini mengidentifikasi diri sebagai gerakan Islam
modernis di Indonesia, yang melakukan perintisan pemurnian dan pembaruan Islam dengan
berasaskan ajaran Nabi Muhammad SAW. Meski bukan gerakan pendidikan, manifestasi
Gerakan Muhammadiyah yang paling menonjol dan mengakar justru di bidang pendidikan.
Bahkan kelahiran organisasi Muhammadiyah berawal dari keinginan KH Ahmad Dahlan untuk
memecahkan permasalahan bangsa Indonesia yang masih terjerembab dalam kebodohan,
kemelaratan, dan kemunduran melalui sistem pendidikan. Dari situlah lahir lembaga
pendidikan Muhammadiyah, yang saat ini mempunyai 3.334 sekolah dalam berbagai jenjang
yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

Peranan Muhammadiyah yang berpartisipasi dalam pembinaan generasi muda Islam,


adalah suatu hal yang sangat penting. Terlebih karena pionirnya, K.H. Ahmad Dahlan
merupakan seorang ulama muda yang menaruh perhatian begitu besar bagi perkembangan
generasi muda Islam, pada tahun 1909 ia memasuki sebuah organisasi kaum muda Budi Utomo
dengan harapan ia dapat memulai karirnya sebagai pengajar agama di sekolah-sekolah
pemerintah Muhammadiyah sebagai organisasi yang didirikan tanggal 18 November 1912 di
Yogyakarta yang kemudian dengan cepat menyebar keseluruh Indonesia. Muhammadiyah
sendiri didirikan oleh Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan, salah
satu tujuannya yakni untuk memurnikan ajaran Islam dengan mewujudkan masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Gerakan Pendidikan Muhammadiyah dalam perkembangannya
mengalami dinamika, seperti masa perintisan (1900-1923), masa pengembangan (1923-1970),
masa pelembagaan (1970-1998), dan masa transformasi (1998-Sekarang).

a. Perintisan adalah masa di mana KH. Ahmad Dahlan berusaha mencari konsepsi baru
sistem pendidikan alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan
kehidupan kaum pribumi seperti kebodohan, kemelaratan, dan kemunduran. Tanggal 1
Desember 1911 merupakan tonggak awal berdiri sekolah Muhammadiyah. Saat itu,
KH. Ahmad Dahlan merintis dan membuka Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di
ruang tamu rumah miliknya yang berada di Kauman, Yogyakarta. Sebelum mendirikan
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, KH. Ahmad Dahlan dihadapkan dengan
dualisme sistem pendidikan antara pendidikan sekuler dan pendidikan
religius. Akhirnya, KH. Ahamd Dahlan memutuskan untuk bereksperimen dengan
merintis sistem pendidikan Islam baru, yaitu dengan mendirikan “Sekolah Agama
Modern” bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Konsep sekolah tersebut
mengadopsi sistem persekolahan Barat-Belanda, hal ini untuk mendinamisir lembaga
pendidikan Islam. Selanjutnya pada tahun 1918, KH. Ahmad Dahlan kembali merintis
sekolah menengah bernama Al-Qismul Arqo, lalu dua tahun kemudian berganti nama
menjadi Pondok Muhammadiyah.
b. Masa pengembangan bermula ketika KH. Ahamad Dahlan telah wafat sekaligus
tumbangnya Orde Lama dan kemunculan Orde Baru. Situasi kala itu diwarnai dengan
meletusnya perang kemerdekaan dan pergolakan sosial-politik yang berkepanjangan,
sehingga urusan pendidikan belum menjadi hal yang utama bagi pemerintah maupun
masyarakat. Persoalan dualisme pendidikan antara pendidikan sekuler (sekolah umum)
dan pendidikan keagamaan (pondok pesantren) masih menjadi isu penting.
c. Masa pelembagaan ini berlangsung sepanjang pemerintah Orde Baru, kondisi politik
yang stabil membuat proses pembangunan (ekonomi) terstruktur, termasuk
pembangunan di bidang pendidikan. Secara umum, arah kebijakan pendidikan
pemerintah bercorak sentralistik dan menempatkan sekolah yang dikelola oleh
pemerintah menjadi tolak ukur atau indikator mutu. Bertepatan dengan hal itu,
terjadilah proses pengembangan dan peluasan sekolah Muhammadiyah yang tersebar
ke seluruh penjuru di Tanah Air, bahkan daerah-daerah di mana pemerintah kesulitan
mendirikan sekolah. Tapi, Muhammadiyah dengan kekuatan swadaya masyarakat
dapat menembus hal tersebut. Proses peluasan dan penyebaran sekolah
Muhammadiyah yang begitu masif ini kemudian memunculkan problem baru, di mana
tata kelola dan pola budaya sekolah Muhammadiyah mengikuti pola pengembangan
sekolah negeri (pemerintah). Eksperimen “Sekolah Agama Modern” KH. Ahmad
Dahlan di awal abad ke-20 dengan formula “sekolah pemerintah plus agama” telah
terlembagakan sedemikian rupa dan semakin dinamis. Dalam situasi itu, sekolah
Muhammadiyah menjadi alternatif dengan menawarkan sekolah plus agama, dan
memperluas akses pendidikan anak bangsa di daerah-daerah yang belum terjamah oleh
sekolah negeri.
Secara sosiologis, sekolah Muhammadiyah di perkotaan (urban) dan sub-urban juga
dihadapkan dengan kemunculan sekolah swasta Islam baru yang menawarkan model-model
pendidikan alternatif yang menyasar keluarga kelas menengah muslim. Maka dari itu, sekolah
Muhammadiyah di masa transformasi ini dihadapkan pada dua tantangan sekaligus. Pertama,
secara vertikal berhadapan dengan kebijakan pendidikan populis-desentralistik dengan isu
sekolah gratis. Kedua, secara horizontal berhadapan dengan kompetitor baru yang
memperebutkan kaum muslim menengah ke atas.
Menghadapi persoalan di atas, sekolah Muhammadiyah harus berani keluar dari zona
“pelembagaan”, “pemapanan”, “aman” yang telah membirokrasikan sekolah sebagaimana rupa
untuk kemudian bertransformasi menjadi sekolah berkemajuan (the improving school/modern
school) yang menjanjikan masa depan dengan jalan menemukan kembali nilai-nilai
keunggulan Persyarikatan. Wujud sekolah berkemajuan yang merupakan produk dari proses
transformasi ini memiliki banyak wajah sesuai kebutuhan masyarakat sekitar, namun tetap
mengedepankan pada mutu layanan yang prima.

2. Apa relevansi filosofi pendidikan Muhammadiyah dengan konteks pendidikan


Indonesia saat ini?

Menurut Muhammadiyah pendidikan bisa dikatakan sebagai wahana untuk


mempersiapkan manusia didalam memecahkan problem kehidupan pada masa kini maupun
masa yang akan datang. Oleh karena itu, sistem pendidikan yang baik harus disusun atas dasar
kondisi lingkungan masyarakat, baik kondisi masa kini maupun antisipasi masa mendatang.
Perubahan kondisi lingkungan merupakan tantangan dan peluang yang harus direspon secara
tepat dan memberikan nilai tambah. Muhammadiyah menyempurnakan kurikulum pendidikan
Islam dengan mamasukkan pendidikan agama Islam ke dalam sekolah umum dan pengetahuan
sekuler ke sekolah agama. Organisasi Muhammadiyah sangat memperhatikan kondisi
masyarakat yang majemuk dalam pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia.
Muhammadiyah terus berbenah untuk menjaga eksistensinya dalam memajukan pendidikan di
Indoneisa ditandai dengan arah pendidikan ala Muhammadiyah yang konsen menjawab
tantangan dan menjemput peluang.

Cita-cita pendidikan yang digagas KH Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia


baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim
yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka
mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, KH Ahmad Dahlan melakukan dua
tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan
mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama
diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah
diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam
lain. Namun, ide KH Ahmad Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu
melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan
integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks
ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
pendidikan atau psikologi perkembangan.

Relevansi filosofi pendidikan Muhammadiyah dengan konteks pendidikan Indonesia saat


ini adalah sebagai jalan memenuhi kekuatan spiritual keagamaan dalam pendidikan untuk
masyarakat Indonesia. Sesuai dengan pengertian pendidikan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Muhammadiyah sudah menerapkan sistem
yang bercitakan seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat
jasmani dan rohani. Sistem pendidikan tersebut tentu sudah sesuai untuk mewujudkan
pendidikan yang sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003, ditambah lagi jika kita
memperhatikan fenomena-fenomena yang banyak terjadi saat ini. Mulai dari kasus korupsi,
kriminalitas, narkoba, seks bebas, pelecehan seksual, bullying, pembunuhan, mutilasi dan
masih banyak lagi. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan fenomena-
fenomena negatif tersebut adalah perkembangan teknologi secara cepat yang sudah barang
tentu selain membawa pengaruh baik juga membawa pengaruh buruk bagi masyarakat
Indonesia. Dalam pendidikan sendiri, dampak negatif dari kemajuan teknologi dapat terlihat
dari penurunan moral peserta didik. Adapun beberapa gejala penurunan moral pada peserta
didik yakni kekerasan dan tindakan anarki, pencurian, tindakan curang, pengabaian terhadap
aturan yang berlaku, tawuran antar siswa, penggunaan bahasa yang tidak baik, kematangan
seksusal yang terlau dini dan penyimpangannya, sikap perusakan diri, penyalahgunaan
narkoba, serta lain sebagainya. Adapun tindakan yang dapat digunakan untuk menanggulangi
dan mamperbaiki penurunan moral pada peserta didik yaitu dengan menerapkan nilai-nilai
Islam (nilai keimanan dan ketaqwaan, nilai ibadah, nilai akhlak) dalam pendidikan. Nilai-nilai
Islam tersebut dapat diajarkan kepada peserta didik melalui pembelajaran pendidikan Agama
yang diimbangi dengan pembelajaran tentang pengetahuan umum, karena sejatinya individu
yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta sehat secara jasmani maupun rohani
dapat lebih baik dalam membentengi dirinya terseret arus negatif akibat perkembangan jaman.

Anda mungkin juga menyukai