Anda di halaman 1dari 23

BAB XI

PERAN KEBANGSAAN MUHAMMADIYAH DI RANAH PENDIDIKAN,


KESEHATAN, EKONOMI DAN POLITIK INDONESIA

I. CapaiannPembelajaran Matakuliah

1. Mahasiswa mampu Menguasai materi pembelajaran Al-Islam dan Ke-


Muhammadiyahan (AIK)-3 (Kemuhammadiyahan) Tentang Peran
Kebangsaan Muhammadiyah di Ranah Pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
politik.
2. Mahasiswa mengetahui Tentang Peran Kebangsaan Muhammadiyah di
Ranah Pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik setelah pembelajaran.

II. Sub - Capaiannpembelajaran Matakuliah

1. Mahasiswa paham materi pembelajaran AIK-3 (Kemuhammadiyahan),


tentang Peran Kebangsaan Muhammadiyah
2. Mahasiswa paham materi pembelajaran AIK-3 (Kemuhammadiyahan),
tentang Peran Kebangsaan Muhammadiyah bidang Pendidikan dan
Kesehatan.
3. Mahasiswa paham materi pembelajaran AIK-3 (Kemuhammadiyahan),
tentang Peran Kebangsaan Muhammadiyah bidang Ekonomi dan Politik.
4. Mahasiswa dapat berperan dalam dibidang Pendidikan dan Kesehatan.
sehar-hari dalam hidupnya.
5. Mahasiswa dapat berperan dalam bidang ekonomi dan Politik secara individu
maupun kelompok.

III. Materi Pembelajaran

A. Pendahuluan

Muhammadiyah pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, secara


nyata memiliki sumbangsih riil dalam segala bidang; pendidikan, kesehatan,
ekonomi dan politik. Dengan mewakafkan kader-kadernya yang tersebar
diberbagai bidang garab pemerintahan/kenegaraan, tidak terbantahkan, juga

1
berkontribusi membantu bangsa. Muhammadiyah sebagai organisasi dan
persyarikatan secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi
sebagai wahana pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik yang secara
berkelanjutan dan berkesinambungan menuju kehidupan nasional yang damai
dan berkeadaban (Saleh., 2011).
Muhammadiyah telah memberi teladan pada ranah pendidikan, kesehatan,
ekonomi dan politik. Ini menunjukkan pemahaman Islam KH. Ahmad Dahlan
dapat diibaratkan dua sisi mata uang jika salah satu sisinya tidak berfungsi maka
tidak dapat dijadikan sebagai alat tukar karena dianggap tidak berharga. Begitu
pula, jika ingin menjunjung tinggi Islam, maka empat ranah di atas perlu menjadi
perhatian yang serius.. Jadi, persoalan bangsa tidak terlepas dengan ranah
pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik (Muhammadiyah., 2010.).
Muhammadiyah dengan misi dakwahnya ke segala lini memiliki peluang
yang luar biasa dalam memformulasikan peran gerakan produktif. Pimpinan
Pusat Muhammadiyah bekerjasama dengan majelis-majelis terkait dan
Perguruan Tinggi muhammadiyah di seluruh Indonesia yang di dalamnya Amal
usaha Muhammadiyah (AUM), dalam bidang pendidikan, dari TK sampai
perguruan tinggi apabila dikoordinasi dan dikelola dengan sebaik mungkin,
membutuhkan banyak alat tulis kantor, kebutuhan ini menjadi peluang bidang
ekonomi. Begitu juga jika warga muhammadiyah sakit peran bidang kesehatan
sudah siap siaga memberikan pertolongan atau bantuan.
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi besar di Indonesia
mempunyai peran yang sangat strategis di tengah-tengah umat dan bangsa di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Muhammadiyah memiliki
kewajiban koleltif untuk mendakwahkan Islam dari yang munkar (an nahyu ‘anil
munkar). Sebagaimana misi awal berdirinya Muhammadiyah yang terkandung
dalam al Qur’an surat Ali ‘Imron ayat; 104.

B. Peran Muhammadiyah Dalam Gerakan Pendidikan


1. Sejarah Awal Gerakan Pendidikan Muhammadiyah
Sejarah pendidikan Muhammadiyah memiliki tempat penting di kancah
pendidikan nasional. Hal ini karena peran Muhammadiyah dalam mewujudkan
cita-cita pendidikan nasional. Bahkan ikut berperan mencerdaskan anak bangsa
dengan berbagai lembaga pendidikannya di beragam jenjang. Mulai bustanul

2
athfal hingga perguruan tinggi. Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi
masyarakat Islam tertua dan terbesar di Indonesia. Didirikan oleh KH Ahmad
Dahlan atau Muhammad Darwis di Yogyakarta pada tahun 1912.
Muhammadiyah saat ini tercatat sebagai ormas dengan aset terkaya. Diantara
banyaknya aset Muhammadiyah, yang paling dominan adalah aset lembaga
pendidikan. Mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah
pertama, atas, pondok pesantren, hingga perguruan tinggi semua sangat
lengkap.
Berawal dengan perjalanan pendiri organisasi Muhammadiyah, yaitu K.H.
Ahmad Dahlan, yang mengajar di Langgar Kidoel dan langgar tersebut
merupakan tempat pembelajaran agama Islam yang merupakan peninggalan
ayahnya setelah ia wafat yang bernama K.H. Abu Bakar yang juga merupakan
Khatib di Masjid Gede. Pada tahun 1903 K.H. Ahmad Dahlan pergi haji yang
kedua kalinya. Sepulangnya dari Mekkah K.H. Ahmad Dahlan mengajar di
sekolah Govermen yang merupakan sekolah yang didirikan orang Belanda. Dari
hal tersebut K.H. Ahmad Dahlan ingin merubah pandangan orang Islam di
Kauman yang memandang segala hal yang ada di sekolah tersebut merupakan
kafir termasuk meja, kursi sampai pada peta dunia.
Perjalanan K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan sekolah tidaklah mudah
dan penuh hujatan dari para penduduk maupun para petinggi Islam pada masa
itu yang ada di Kauman. Mereka mengangap sekolah yang didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan tersebut mirip dengan sekolah kafir Govermen. Dimana pada
sekolah Govermen tersebut tidak ada mengajarkan ilmu agama dan rata-rata
murid-muridnya adalah non muslim atau kafir, hingga K.H. Ahmad Dahlan
mengajar dan memasukan ajaran agama islam pada mata pelajaran di sekolah
tersebut dengan jerih payah serta pengetahuan yang dimilikinya.
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pertama kali yang dibantu oleh
para muridnya yaitu sebuah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang
didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan
lanjutan dari Sekolah kegiatan K.H. Ahmad Dahlan dalam menjelaskan agama
Islam. Yang semua murid-muridnya merupakan anak-anak kurang mampu atau
fakir miskin di Desa Kauman. Di Madrasah tersebut tidak hanya mengajarkan
ilmu agama saja juga mengajarkan ilmu pengetahuan umum.

3
2. Peran Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan

Peran Muhammadiyah dalam bidang pendidikan bagi Indonesia tidak perlu


dipertanyakan lagi. Dengan ribuan lembaga pendidikan dari Sabang sampai
Merauke, membuktikan Muhammadiyah sebagai ormas Islam berperan nyata
dalam dunia pendidikan (Selamat Pohan, 2016). Muhammadiyah sebagai
sebuah persyarikatan telah merumuskan visi dan misi yang sangat jelas,
sehingga dapat melahirkan gerakan yang terarah dan mencapai tujuan serta
sasaran yang diinginkan secara bersama. Sebagai sebuah gerakan, dalam
perjalanannya Muhammadiyah melaksanakan usaha dan kegiatannya dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat di Indonesia.
Peran Muhammadiyah dalam bidang pendidikan hingga tahun 2010
Muhammadiyah memiliki 4.623 Taman Kanak-Kanak; 6.723 Pendidikan Anak
Usia Dini; 15 Sekolah Luar Biasa; 1.137 Sekolah Dasar; 1.079 Madrasah
Ibtidaiyah; 347 Madrasah Diniyah; 1.178 Sekolah Menengah Pertama; 507
Madra-sah Tsanawiyah; 158 Madrasah Aliyah; 589 Sekolah Menengah Atas; 396
Sekolah Menengah Kejuruan; 7 Muallimin/Muallimat; 101 Pondok Pesantren;
serta 3 Sekolah Menengah Farmasi. Dalam bidang pendidikan tinggi, sampai
tahun 2010, Muhammadiyah memiliki 40 Universi-tas, 93 Sekolah Tinggi, 32
Akademi, serta 7 Politeknik.
Organisasi Muhammadiyah memang sudah berkomitmen sejak dulu untuk
terus mengembangkan dan memajukan pendidikan di Indonesia. Sejak awal
pendirian bahkan sebelum berdirinya Muhammadiyah, pendirinya yaitu K.H.
Ahmad Dahlan memang sudah sangat peduli dan perhatian dengan pendidikan.
Beliau begitu peduli dengan nasib anak-anak disekitar Kampung Kauman yang
tidak pernah mengenyam pendidikan (Surjomihardjo., 2010). Dengan
kecerdasannya maka lambat laun K.H. Ahmad Dahlan mampu merintis sistem
pendidikan modern yang mengkombinasikan ilmu pengetahuan umum dan
agama. K.H. Ahmad Dahlan kemudian mendirikan sekolah madrasah ibtidaiyah
diniyah yang pertama di Kauman (Adaby., 2011).
Semangat untuk terus mengembangkan dan memajukan pendidikan di
Indonesia ini kemudian diteruskan oleh para kader Muhammadiyah dengan terus
mendirikan lembaga pendidikan yang berkualitas dan memiliki infrastruktur yang
bagus dan memadai. Sehingga Muhammadiyah ikut membantu pemerintah

4
dalam rangka mencapai masyarakat yang berpendidikan yang bebas dari
kemiskinan (Abdul Munir Mulkhan, 2014 ).
Jumlah lembaga pendidikan yang sudah dimiliki Muhammadiyah tersebut,
Muhammadiyah tetap terus berkemajuan menapaki lembaga pendidikan
terkhusus dan terbukti secara nyata lembaga pendidikan tinggi Muhammadiyah
sudah merambah ke luar negeri berskala internasional, dengan senantiasa
Muhammadiyah terus mengembangkan dan membentuk inovasi-inovasi dalam
bidang pendidikan, agar peserta didiknya mampu menjawab tantangan zaman
(Pohan, 2021). Saat ini sudah ada lembaga pendidikan yang sudah mapan,
namun ada juga yang belum. Untuk yang belum mapan inilah yang masih
membutuhkan perhatian lebih dari Muhammadiyah untuk terus mengembangkan
dan memajukannya.

C. Peran Muhammadiyah Dalam Gerakan Kesehatan


Muhammadiyah memiliki track record yang cukup panjang dalam bidang
kesehatan. Bermula dari gagasan K.H. Mohammad Syoedjak untuk mendirikan
hospital (Rumah Sakit) pada tahun 1923 yang diawali dengan nama PKU atau
Pembinaan Kesejahteraan Umat, kemudian menjadi Rumah Sakit sehingga
peran Muhammadiyah dalam gerakan kesehatan terus berkembang.
Saat ini, Muhammadiyah menjelma menjadi jaringan pengelola layanan
kesehatan dan pencetak tenaga kesehatan terbesar di Indonesia. Masalah
kesehatan berawal dari ide K.H. Syoedjak, seandainya ide K.H. Syoedjak soal
layanan kesehatan ini tidak direspon dengan berpikir kedepan tentu sulit untuk
diterima, karena takut layu di tengah jalan. Namun yang menjadi kekwatiran itu
tidak terjadi justru menjadi nilai positf bagi gerakan kesehatan untuk
Muhammadiyah. Hal ini bisa kita lihat kondisi konkritnya masa kini, yaitu ratusan
Rumah Sakit dan Klinik tumbuh dari pergerakan ini.
1. Sejarah Berdirinya PKU Muhammadiyah
Sejarah lahirnya Penolong Kesengsaraan Omoem (PKO) Muhammadiyah
dipengaruhi oleh 3 faktor (Tanpa Penulis, 1924), yaitu :
Pertama dimulai dari adanya kesenjangan dalam penerapan Politik Etis
yang memihak kaum bangsawan dan bangsa eropa. Politik Etis yang
seharusnya merata diberlakukan kepada seluruh masyarakat Hindia Belanda,
ternyata masih ada sisi-sisi diskriminasi pada bidang-bidang vital, seperti

5
kesehatan dan pendidikan. Pembangunan sekolah oleh pemerintah hanya
mampu menampung para pelajar yang memiliki status sosial lebih tinggi seperti
bangsa Eropa dan bangsawan. Syarat-syarat masuk sekolahpun menyulitkan
masyarakat kelas bawah untuk bisa sekolah. Sehingga terjadi kesenjangan
yang nampak dibidang pendidikan, hal tersebut tidak jauh berbeda dibidang
kesehatan yang menarik biaya tinggi untuk memperoleh fasilitas kesehatan dari
pemerintah.
Kedua reaksi terhadap adanya gerakan misonaris dan zending yang
berupaya menyebarkan agama Kristen maupun Katolik. Ketidakmampuan
pemerintah menjamah seluruh lapisan masyarakat dalam penerapan politik etis
memberi peluang bagi misi zending dan misionaris untuk menyebarkan
agamanya. Rumah sakit dan sekolah dibangun dengan tunjuan untuk memikat
masyarakat pribumi agar mau mengikuti ajaran yang mereka ajarkan. Bahkan
para tenaga medis yang dibawa zending sudah dipersiapkan untuk
menyebarkan agama Kristen di Hindia Belanda.
Ketiga pendirian PKO Muhammadiyah ialah merupakan upaya
merealisasikan gerakan Al-Ma’un yang di ajarkan oleh Ahmad Dahlan. Surat Al-
Ma’un yang memerintahkan untuk menolong anak yatim menjadi dasar gerakan
dari PKO Muhammadiyah untuk membantu masyrarakat pribumi yang yang
terabaikan oleh pemerintah Kolonial Belanda saat itu. Faktor-faktor tersebutlah
yang menjadikan pengurus Muhammadiyah giat melakukan kegiatan sosial
dengan memberikan pertolongan kepada masyarakat. Hal tersebut dibuktikan
dengan keterlibatan PKO dalam pemberian bantuan saat terjadi letusan
Gunung Kelud.
Pada 17 Juni 1920 PKO Muhammadiyah secara resmi bergabung menjadi
anak bagian Muhammadiyah bersama dengan Bagian Tabligh, Bagian Taman
Pustaka, dan Bagian Sekolahan (Penulis., No.10 Tahoen. 4.). PKO
Muhammadiyah yang diwakili H. M Soedja’ mendeklarasikan penggabungan
tersebut dengan menyebutkan cita- citanya yang ingin membangun rumah
miskin, rumah yatim dan rumah sakit. Sebuah cita-cita yang luar biasa pada
saat itu karena ketiga cita-cita tersebut hanya bisa dilaksanakan oleh
pemerintah saja, namun PKO Muhammadiyah melalui H. M. Soedja’ sudah
bermimpi untuk membangun target tersebut. Keinginan H. M. Soedja’ pun
mendapat restu dari K. H. Ahmad Dahlan, meski sebelumnya ia di tertawakan
6
oleh hampir 200 peserta rapat. Sejak saat itulah langkah PKO Muhammadiyah
semakin nyata dan terus berkembang (Baha’uddin., 2010).
Tahun 1923 menjadi tahun berkabung bagi Muhammadiyah karena pada
tahun ini merupakan tahun meninggalnya K. H. Ahmad Dahlan. Pendiri
Muhammadiyah itu meninggal pada 23 Februari 1923, namun disisi lain tahun
1923 merupakan tahun kebangkitan bagi PKO Muhammadiyah. Perkembangan
PKO Muhammadiyah nampak nyata setelah tahun 1923 berhasil menyusun
aturan dasar organisasi dalam Qa’idah Moehammadijah Bahagian Penolong
Kesengsaraan Omoem (P.K.O). Seluruh kegiatan maupun urusan kelembagaan
diatur secara rapi dalam Qa’idah tersebut. Hal tersebut mempermudah PKO
Muhammadiyah untuk menjalankan seluruh rangkaian kegiatan organisasi. Hal
tersebut dibuktikan dengan berdirinya pertolongan PKO Muhammadiyah yang
cukup besar pada tahun 1923, yaitu rumah miskin dan rumah sakit.
Berawal dari rumah miskin, PKO Muhammadiyah meresmikan berdirinya
Rumah Miskin PKO Muhammadiyah pada 13 Januari 1923 atau satu bulan
sebelum meninggalnya K. H. Ahmad Dahlan. Peresmian PKO Muhammadiyah
tersebut dihadiri oleh tamu-tamu penting seperti utusan Yang Mulia
Rijkasbestuurde R. T. Wirjokoesoemo, M. Ng. Dwijowewojo, dr. Offringa, dr.
Abdul Kadir dan beberapa tuan-tuan dari golongan Tiong Hoa serta wakil-wakil
dari perhimpunan-perhimpunan yang ada pada masa itu. Setelah resmi berdiri
Rumah Miskin PKO Muhammadiyah melaksanakan kegiatannya dengan
memberikan pertolongan berupa rumah tinggal, pelatihan keterampilan dan
pendidikan bagi penghuni Rumah Miskin PKO Muhammadiyah (Syoedja’.,
2009).
Penghuni Rumah Miskin tersebut mengalami pasang surut karena
beberapa faktor diantaranya ialah meninggal, diambil sanak keluarga, telah
mimiliki pekerjaan dan melarikan diri karena tidak merasa betah tinggal di
Rumah Miskin PKO Muhammadiyah. Rumah Miskin PKO Muhammadiyah terus
mengalami perkembangan bahkan sampai berakhirnya masa Kolonial Hindia
Belanda. Rumah Miskin PKO Muhammadiyah yang diimpikan oleh H. M.
Soedja’ sudah terealisai setelah tiga tahun ia menyampaikan pemikirannya
tentang cita-cita PKO Muhammadiyah. Sattu bulan setelah berdirinya Rumah
Miskin PKO Muhammadiyah, lahir pula Rumah sakit PKO Muhammadiyah.
Rumah sakit kebanggan masyarakat Muhammadiyah ini lahir pada 15 Februari
7
1923. Berdirinya rumah sakit ini tidak lepas dari peran dr. Soemowidagdo yang
tertarik dengan program-program PKO Muhammadiyah saat menghadiri
peresmian berdirinya Rumah Yatim PKO Muhammadiyah.
Pada mulanya Rumah Sakit PKO Muhammadiyah berdiri di Jagang
Notoprajan 72 Yogyakarta kemudian mengalami perpindahan dua kali di Jalan
Ngabean no 12B dan yang terakhir Rumah Sakit PKO Muhammadiyah dipindah
ke Jalan Ngabean No. 14 atau sekarang lebih dikenal Jalan K.H. Ahmad Dahlan
hingga sekarang. Pelayanan Rumah Sakit PKO Muhammadiyah di bagi menjadi
dua yaitu Klinik dan Poli Klinik, yaitu Polikilinik untuk pasien berobat sementara
klinik untuk pasien yang mengalami rawat jalan. Pembangunan Rumah Sakit
PKO Muhammadiyah juga dibarengi dengan Rumah Obat untuk memenuhi
ketersdiaan obat bagi pasien PKO Muhammadiyah. PKO Muhammadiyah terus
berkembang baik di Yogyakarta maupun diseluruh Jawa.
Pelayanan yang diberikan pun terus meningkat menyesuaikan dengan
perkembangan zaman sehingga mampu memberikan pertolongan bagi seluruh
pasien yang berobat di Rumah Sakit PKO Muhammadiyah. Pada saat peresmian
berdirinya PKO Muhammadiyah H. M Soedja’ juga mengutarakan keinginannya
untuk mendirikan Rumah Yatim PKO Muhammadiyah bagi anak-anak yatim yang
ada disekitar Yogyakarta. Pemeliharaan anak yatim memang sudah dilakukan
PKO sudah sejak lama bahkan sebelum H. M. Soedja’ mengungkapkan
keinginan untuk mendirikan rumah yatim namun pendirian rumah yatim secara
resmi baru dapat terealisasi resmi didirikan pada tahun 1931 di Yogyakarta.
Pertolongan yang berlandaskan surat Al-Ma’un ini mampu menyelamatkan
banyak anak yatim di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Hampir sama dengan
Rumah Miskin PKO penghuni Rumah Yatim PKO mendapatkan pendidikan dan
pelatihan yang layak hingga mereka dirasa cukup mampu untuk hidup mandiri
dan bermasyarakat. Perkembangan Rumah Yatim PKO cukup pesat karena
bersamaan dengan perkembangan cabang Muhammadiyah, karena hampir
disetiap cabang Muhammadiyah diwajibkan untuk mendirikan Rumah Miskin dan
Rumah Yatim untuk memberikan pertolongan bagi masyarakat.
Seluruh rangkaian cita-cita H.M. Soedja’ yang disampaikan pada 17 Juni
1920 telah tercapai semua selama masa kolonial Hindia Belanda. Rumah yatim,
rumah miskin dan rumah sakit yang menjadi prioritas PKO Muhammadiyah telah
diwujudkan dalam kurun waktu 21 tahun. Tentu saja upaya merealisasikan target
8
tersebut dengan tetap melaksanakan kegiatan sosial seperti khitan atau sunat,
pengurusan zakat, pertolongan bagi musafir dan kegiatan sosial lainnya.
Kegiatan PKO Muhammadiyah juga tetap berlanjut meski Perang Dunia II tengah
berlangsung.
Penggalangan dana melalui Franco ‘Amal dengan gambar kegiatan PKO
Muhammadiyah yang berlangsung antara tahun 1941-1942 menjadi bukti bahwa
PKO Muhammadiyah masih eksis hingga akhir pemerintahan Hindia-Belanda.
PKO Muhammadiyah pun terus berjalan menjadi bagian dari Muhammadiyah
meski Hindia Belanda sudah dikuasai oleh Jepang dan mengakhiri
masa-masa kolonialisasi Belanda di Hindia Belanda. Meskipun demikian, PKO
Muhammadiyah masih tetap berdiri hingga tahun 1962 berganti nama menjadi
Pembina Kesejahteraan Ummat. Tujuannya ialah agar PKU bukan sekedar
menolong orang yang sakit namun juga mensejahterakan ummat (Gurachmat,
1982.).

2. Majelis Pembina Kesehatan Umat

Pada tahun 1928 klinik dan poliklinik PKO Muhammadiyah pindah lokasi ke
Jalan Ngabean No.12 B Yogyakarta (sekarang Jalan K.H. Ahmad Dahlan). Pada
tahun 1936 klinik dan poliklinik PKO Muhammadiyah pindah lokasi lagi ke Jalan
K.H. Dahlan No. 20 Yogyakarta hingga saat ini. Pada tahun 1970-an status klinik
dan poliklinik berubah menjadi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Bersamaan
dengan berkembangnya berbagai amal usaha di bidang kesehatan, termasuk di
dalamnya adalah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta maka Pimpinan Pusat
perlu mengatur gerak kerja dari amal usaha Muhammadiyah bidang kesehatan
melalui Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No 86/SK-PP/IV-
B/1.c/1998 tentang Qaidah Amal Usaha.
Majelis yang bertugas mengurusi kesehatan dan kesejahteraan umat adalah
MPKU (Majelis Pembina Kesehatan Umum). MPKU periode 2010-2015
mempunyai visi: Berkembangnya fungsi pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan yang unggul berbasis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO)
sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan hidup masyarakat
khususnya kaum dhu'afa sebagai aktualisasi dakwah Muhammadiyah (Sutrisna.,
2015).

9
Program MPKU tersebut antara lain:
1. Perintisan Amal Usaha Kesehatan di Daerah - Daerah
2. Sosialisasi Sosialisasi Visi dan Misi Program kesehatan Muhammadiyah
3. Penyusunan dan pengelolaan Data Base Amal Usaha Kesehatan
Muhammadiyah
4. Sosialisasi Pedoman penyelenggaraan Amal Usaha Kesehatan
(seminar/workshop)
5. Asessement, Workshop dan pelatihan Peningkatkan klasifikasi Rumah Sakit
Muhammadiyah / Aisyiyah
6. Peningkatan pengelolaan dan pelayanan kesehatan sebagai fungsi da'wah
dan sosial di AUMKES (workshop bagi RS, BP, RB dan MPKUI Daerah)
7. Pembentukan dan pengembangan jaringan program pengembangan
kesehatan masyarakat (hingga skala nasional dan internasional, meliputi:
Promosi Kesehatan, Desa Siaga (Qoryah Thayyibah), Sadar Gizi, Penyakit
Menular (Flu Burung, HIV Aids, Malaria, TB, dsb), PHBS.
8. Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah Bersalin dan Balai
Pengobatan berskala Regional
9. Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah Bersalin dan Balai
Pengobatan berskala nasional
10. Pembentukan Koperasi Sekunder AUMKES Regional
11. Pembentukan Koperasi Induk AUMKES Nasional
12. Penyelenggaraan Teaching Hospital Utama di setiap Lembaga pendidikan
Kesehatan Muhammadiyah / Aisyiyah
13. Pertemuan Organisasi kesehatan Internasional
14. Seminar dan pelatihan peningkatan kompetensi Pimpinan AUMKES
15. Membangun Kerjasama dengan Lembaga Pendidikan untuk pendidikan
Manajemen Rumah Sakit.
16. Seminar dan pelatihan Staff AUMKES terkait Isu Kesehatan masyarakat
dan Promosi Kesehatan
17. Pelatihan penanggulangan Bencana bagi Tim Tanggap Darurat di
Lingkungan Rumah Sakit.
18. Workshop Sistem Kompetensi SDI
19. Pelatihan Sosialisasi Sistem Kompetensi SDI
20. Pengiriman pendidikan dokter spesialis dari RS Muhammadiyah
10
21. Peningkatan pengalaman kerja SDI Aumkes dengan pengiriman kerja ke Luar
Negeri
22. Workshop dan Sosialisasi Pendayagunaan Lulusan Perguruan Tinggi
Kesehatan Muhammadiyah di Amal Usaha Kesehatan
23. Pembentukan Ikatan Karyawan Kesehatan Muhammadiyah dan Aisyiyah.

Peran MPKU dalam memajukan kesehatan bangsa umumnya dan warga


muhammadiyah khususnya sudah sangat luar biasa. Yang perlu dilakukan.
lagi adalah monitoring kegiatan dan evaluasi kegiatan-kegiatan di atas.
Jangan sampai terjadi kegiatan tajam dalam perumusan tetapi tumpul dalam
pelaksanaanya (PP Muhammadiyah, 2015).

D. Peran Muhammadiyah Dalam Gerakan Ekonomi


K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah
sebagai organisasi sosial keagamaan karena punya sumber daya yang andal
yaitu keimanan, pengetahuan dan ekonomi. Pendiri Muhammadiyah sangat
menyadari betapa pentingnya aspek ekonomi dalam suatu gerakan untuk
mencapai cita-cita. Peran Muhammadiyah dalam gerakan ekonomi, yaitu :
1. Kekuatan Gerakan Ekonomi Muhammadiyah

Pada awal mula kehadiran Muhammadiyah, sumber kekuatan


dakwanya didukung oleh para pelaku ekonomi yang memiliki pengetahuan
sekaligus disinari dengan keimanan, shingga mampu menyebarkan nilai-nilai
keislaman ke berbagai daerah di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya
sama sekali belum mengenal apa sesungguhnya Muhammadiyah itu.
Dengan per-kataan lain masyarakatnya masih dominan meyakini kebiasaan
yang sangat tradisional. Kekuatan ekonomi Muhammadiyah sekarang ini
sungguh sangat luar biasa apabila dibandingkan dengan awal kehadiran
Muhammadiyah yang sasaran dakwanya serba disubsidi oleh para
dermawan, khusunya para pengurus.
Jumlah anggota Muammadiyah yang telah bernomor baku Muham-
madiyah dan yang belum serta simpatisan di seluruh Indonesia serta amal
usahanya secara statistik apabila persyarikatan Muhammadiyah mampu
mengakomodir dengan sebaik mungkin sungguh luar biasa kekuatan
ekonomi Muhammadiyah. Secara riil ada amal usaha Muhammadiyah di

11
bidang pendidikan telah memiliki kekuatan untuk menyubsidi kepentingan
persyarikatan dalam berbagai sumber daya manusia dan sumber daya
ekonomi.
Munculnya kekuatan dalam bidang ekonomi disebabkan oleh daya
yang mendasari lebih awal, yaitu, kekuatan iman dan ilmu pengetahuan.
Orang beriman pasti memiliki etos kerja yang baik, karena ia sadar bahwa
umat yang terbaik itu adalah yang mampu memberikan solusi atas masalah
yang dihadapi manusia. Muhammadiyah dengan segala potensi yang dimiliki
melalui amal usahanya itu memerlukan strategi yang lebih riil kearah yang
lebih spesifik dengan melibatkan elemen-elemen Muhammadiyah yang
terkait. Misalnya, pada daerah tertentu ada peluang bisnis perumahan atau
dalam bentuk lainnya, sebaiknya direspon dan hasilnya juga tetap dalam
pengawasan Muhammadiyah.
Sumber kekuatan ekonomi Muhammadiyah dari Sabang sampai
Marauke sungguh menjajikan, sebab berbagai hal telah dimiliki seperti
jumlah anggota dan simpatisan serta relasinya. Muhammadiyah dapat
dijadikan sebagai instrument bisnis dalam posisi sebagai produsen,
konsumen atau lainnya. Amal usaha yang paling terkecil sekalipun pasti
punya potensi nilai ekonomi yang dapat menjadi sebuah kekuatan bagi
persyarikatan Muhammadiyah.
Nilai dasar Muhammadiyah telah dituangkan dalam maksud dan tu-
juannya, yaitu “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dari sini, dapat
dipahami bahwa salah satu yang menjadi program perjuangan
Muhammadiyah adalah kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan
masyarakat tentu tidak terlepas dari keterkaitan dengan nilai ekonomi. Islam
mengajarkan tentang kewajiban berinfak dan besedeqah serta yang lainnya.
Bahkan, rukun Islam yang terakhir adalah menunaikan ibadah haji bagi yang
mampu. Kemampuan bukan hanya pada aspek pegetahuan dan kesehatan,
tetapi hal yang sangat urgen adalah kemampuan ekonomi, umat Islam
khusunya warga Muhammadiyah tentu wajib menyadari bahwa amar ma’ruf
nahi munkar tehadap pemurnian ibadah khusus dan pemurnian aqidah boleh
dikata telah berhasil. Namun, amar ma’ruf dalam bidang ekonomi belum
menjadi perioritas atau perhatian serius bagi Muhammadiyah.
12
Muhammadiyah sudah waktunya mendata kemungkinan-kemungkinan
apa yang dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan ekonomi Mu-
hammadiyah di seluruh nusantara. Muhammadiyah sudah tersebar di
seluruh nusantara, dan warganya pasti ada yang mengetahui potensi
ekonomi di daerahnya. Data yang diperoleh itu dikaji oleh Muhammadiyah
melalui majelis yang terkait dengan melibatkan PTM, kemudian hasilnya
ditransformasikan kembali kepada warga Muhammadiyah sebagai pelaku
ekonomi.
2. Dilema Gerakan Ekonomi Muhammadiyah
Muhammadiyah memiliki peluang ekonomi yang sangat potensial jika
dikelola dengan baik, sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh KH.
Ahmad Dahlan, yaitu berdakwah sam-bil berbisinis. Keberhasilan beliau
dalam menjalankan binisnya karena beliau memiliki sifat kenabian, yaitu
mengikuti prilaku Rasulullah Saw, yang mendapat kepercayaan untuk
menjual barang dari pemilik modal yang besar dengan sifat kejujuran yang
dibarengi dengan skill dalam transaksi jual beli. Upaya Muhammadiyah untuk
menjalankan dakwah melalui gerakan ekonomi telah dilakuakan dalam
berbagai macam bentuk perekonomian. Tetapi tidak semua berhasil sesuai
dengan harapan. Hal ini diseb-kan beberapa faktor diantarnya:
Hubungan kerjasama antar warga dan amal usaha persyarikatan
Muhammadiyah belum menunjukkan kebersamaan yang maksimal dalam
bentuk ta’awun. Pengambil kebijakan dalam tubuh Muhammadiyah belum
fokus secara maksimal dalam tataran implementasi terhadap apa yang telah
diputuskan Muhammadiyah; Para pelaku bisnis Muhammadiyah di seluruh
Indonesia belum bekerja sama dengan baik, termasuk dengan sesama amal
usaha (Padmo., 2011).
Anggota Muhammadiyah secara individual menjalankan usahanya dan
berhasil karena mereka memiliki etos kerja yang baik dan terhindar dari
birokrasi yang berbelit-belit. Mereka mampu mengelola usahanya dengan
penuh ketekunan dan kesabaran. Di sis lain, apabila dijalankan oleh
organisasi, usaha itu mengalami stagnasi, bahkan kemunduran. Ini ironi
sekali, karena Muhammadiyah sangat didukung oleh orang-orang kelas
menengah dan rasional. Pekerjaan yang berat apabila dikerjakan secara
gotong royong akan mudah diselesaikan. Ini berarti persoalan ekonomi dalam
13
tubuh Muhammadiyah disebabkan oleh elemen tertentu yang perlu diobati
agar gerakan ekonomi Muhammadiyah bisa eksis.
Muhammadiyah dengan konsep ta’awun dalam berbisnis masih be-
rada pada taraf konsep. Misalnya, ada warga Muhammadiyah yang
menyampaikan ceramahnya kepada jamaah bahwa Muhammadiyah perlu
tolong menolong sesame warga sebelum menolong yang lainnya. Sebagian
isi ceramahnya dikutip dari Majalah Suara Muhammadiyah, sementara dia
sendiri belum berlangganan Majalah Suara Muhammadiyah. Ironisnya lagi,
orang yang bersangkutan berlangganan majalah lainnya.. Sifat dan sikap
yang ada pada warga Muhammadiyah perlu pencerahan atau
memuhammadiyahkan presepsi dan prilaku warga Muhammadiyah seperti
yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan berdakwa sambil berdagang.
Dengan perkataan lain, kita harus mampu berteori sekaligus mengamalkan
secara nyata dan menyentuh langsung hasilnya kepada orang lain, serta bias
diteladani oleh yang lainnya.
Muhammadiyah dalam kiprah pembinaan dakwahnya pada berbagai
kalangan telah banyak berhasil mengklasifikasikan dari aspek umur, aspek
jenis kelamin. Sementara itu, tataran berdakwah melalui peluang-peluang
ekonomi masih terbatas. Potensi ekonomi pada setiap wilayah, daerah,
cabang dan ranting Muhammadiyah sangat besar, tetapi belum diperhatikan.
Muhammadiyah belum mendata, mengklasifikasikan peluang-peluang itu.
Misalnya, di daerah tertentu terdapat kekayaan alam yang potensial dan
terjangkau, sementara daerah lain tidak memiliki kekayaan.

3. Pola Gerakan Ekonomi Muhammadiyah


Muhammadiyah dengan misi dakwahnya ke segala lini memiliki pel-
uang yang luar biasa dalam memformulasikan pola gerakan ekonomi
produktif apabila Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerjasama dengan
majelis-majelis terkait dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah di seluruh
Indonesia. Amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, dari TK
sampai perguruan tinggi apabila dikordinasi dan dikelola dengan sebaik
mungkin dan seamanah mungkin, membutuhkan banyak alat tulis kantor,
kebutuhan ini menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan untuk
menopang kekuatan ekonomi Muhammadiyah.

14
Dalam Islam, sudah digariskan bahwa orang masuk surga dengan iman
dan amal salih. Untuk berdaya, orang harus bekerja, dan untuk bekerja,
orang harus berpikir. Kelemahan pada beberapa gerakan ekonomi
Muhammadiyah dikarenakan pelakunya belum memiliki skill yang standard
dan etos kerja yang baik. Sehingga, Muhammadiyah perlu membentuk
lembaga khusus seperti BLKM (Balai Latihan Kerja Muhammadiyah) atau
Majelis Pemberdayaan Masyarakat yang terjun langsung ke masyarakat.
Pola ekonomi Muhammadiyah perlu mendapat dukungan dari per-
guruan tinggi Muhammadiyah untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Dukungan ini berupa pendampingan seperti yang dilakukan oleh Majelis
Pemberdayaan masyarakat, namun kapasitasnya perlu ditingkatkan dan lebih
fokus terhadap kualitasnya. Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah
merumuskan tiga hal, (Mahsun Jayadi, 2020) yaitu:
1) Mengembangkan amal usaha milik Muhammadiyah yang mem-
presentasikan kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah.
2) Mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah.
3) Memberdayakan anggota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan
mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muham-madiyah.

Mengembangkan gerakan ekonomi dengan memberdayakan atau


memberikan peluang untuk lebih kreatif bagi para pelaku ekonomi
Muhammadiyah akan memberikan dampak yang lebih positif bagi
persyarikatan dan Amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang digerakkan
dengan proses bottom-up (warga Muhammadiyah secara pribadi dan
simpatisan), peluang yang sangat efektif adalah melalui bidang ekonomi.
Kebutuhan manusia modern semakin konsumtif dan materialistik, sehingga
model gerakan dakwah Muhammadiyah dilakukan secara terus-menerus.
Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharu tidak perlu di ragukan
dalam dunia bisnis. Oleh sebab itu, pola gerakan ekonomi Muhammadiyah
harus memiliki peraturan hokum tentang batas-batas kategori subhat,
mutasyabihat, haram dan halalnya suatu produk dan hasil usaha. Selama
masih ada masalah hukum mengenai sebuah proses dan produk ekonomi,
selama itu pula peluang pola gerakan ekonomi Muhammadiyah akan
terhambat berbuat ekonomi bisnis bergengsi.

15
E. Peran Muhammadiyah Dalam Gerakan Politik
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi besar di Indonesia
mempunyai peran yang sangat strategis di tengah-tengah umat dan bangsa di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Muhammadiyah memiliki
kewajiban koleltif untuk mendakwahkan Islam dari yang munkar (an nahyu ‘anil
munkar). Sebagaimana misi awal berdirinya Muhammadiyah yang terkandung
dalam al Qur’an surat Ali-Imran: 104, yaitu :

Artinya: .
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S.Ali-Imran: !04).

Muhammadiyah sebagai kekuatan nasional sejak awal berdirinya pada


tanggal 08 Dzulhijjah 1330 H/ 18 Nopember 1912 M telah berjuang dalam
pergerakan kemerdekaan. Melalui para tokohnya, Muhammadiyah juga terlibat
aktif mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
diprolamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Muhammadiyah memiliki
komitmen dan tanggung jawab tinggi untuk memajukan kehidupan bangsa dan
negara. Para tokoh Muhammad-iyah sejak era K.H.Ahmad Dahlan dan Nyai
Walidah Dahlan hingga sesudahnya mengambil peran aktif dalam usaha-usaha
kebangkitan nasional dan perjuangan kemerdekaan. Kiprah Muhammadiyah
tersebut melekat dengan nilai dan pandangan Islam berkemajuan yang
menjadikan komitmen cinta pada tanah air sebagai salah satu wujud keislaman.
Pendiri Muhammadiyah sejak awal pergerakannya memelopori gerakan
Islam berkemajuan. Dalam perspektif Muhammadiyah adalah agama peradaban
( din al-hadlarah) yang diturunkan untuk mewujud-kan kehidupan manusia yang
tercerahkan dan terbangunnya peradaban semesta yang berkemajuan.
Kemajuan dalam pandangan Islam adalah kebaikan yang melahirkan
keunggulan hidup lahiriyah dan rohaniyah. Adapaun dakwah dan tajdid bagi
Muhammadiyah merupakan jalan perubahan untuk mewujudkan Islam sebagai

16
agama bagi kemajuan hidup umat manusia sepanjang zaman. Islam
Berkemajuan yang melahirkan pencerahan itu merupakan refleksi dari nilai-nilai
transendensi, liberasi emansipasi dan humanisasi sebagaimana terkandung-
dalam pesan Al-Qur’an surat Ali ‘Imron ayat 104 dan 110 yang menjadi inspirasi
kelahiran Muhammadiyah.
Peran Muhammadiyah dalam mengemban misi Islam Berkemajuan
berlanjut dalam kiprah kebangsaan lahirnya Negara Indonesia Merdeka pada 17
Agustus 1945. Para pemimpin Muhammadiyah terlibat aktif dalam usaha-usaha
kemerdekaan. Kiai Haji Mas Mansur menjadi anggota Empat Serangkai bersama
Ir.Soekarno, Mohammad Hatta,dan Ki Hajar Dewantara yang merintis prakarsa
persiapan kemerdekaan Indonesia terutama dengan pemerintahan balatentara
Jepang. Tiga tokoh penting Muhammadiyah, seperti Ki Bagus Hadi-kusumo,
Prof.Kahar Mudzakir, dan Mr.Kasman Singodimedjo bersama tokoh bangsa
lainnya juga telah berperan aktif dalam Badan Panitia Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) untuk merumuskan prinsip dan bangunan dasar negara
Indonesia. Ketiga tokoh tersebut bersama tokoh-tokoh Islam lainnya menjadi
perumus dan penandatanganan lahirnya Piagam Jakarta yang menjiwai
Pembukaan UUD 1945.
Dalam momentum kritis satu hari setelah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) diproklamasikan, Ki Bagus Hadikusumo dan Mr.Kasman
Singodimedjo dengan jiwa keagamaan dan kenegarawanan yang tinggi demi
menyelamatkan keutuhan dan persatuan Indonesia, dapat mengikhlaskan
dihapuskannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Tujuh kata yang dimaksud
adalah anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya“, dan menggantinya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”
sebagaimana menjadi sila pertama dari Pancasila. Pencoretan tujuh kata dalam
Piagam Jakarta tersebut bukan hal mudah bagi para tokoh Muhammadiyah dan
wakil umat Islam kala itu. Sikap tersebut diambil semata-mata sebagai wujud
tanggungjawab dan komitmen kebangsaan demi tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pengorbanan para tokoh Islam tersebut menurut
Menteri Agama Republik Indonesia, Letjen (TNI) Alamsjah Ratu Perwiranegara,
merupakan hadiah terbesar umat Islam untuk bangsa dan negara Indonesia.

17
1) Muhammadiyah Punya Tanggung Jawab Menjaga NKRI

Setelah Indonesia merdeka, pengabdian Muhammadiyah terhadap


bangsa dan negara terus berlanjut. Khidmat kebangsaan ini lahir dari pesan
ajaran Islam yang berkemajuan dan didorong oleh keinginan yang kuat agar
Indonesia mampu melangkah ke depan menjadi negara dan bangsa yang
unggul sejalan dengan cita-cita kemerdekaan (Suhartono., 2011). Kiprah dan
pengkhidmatan Muhammadiyah sepanjang lebih satu abad itu merupakan
bukti bahwa Muhammadiyah ikut berkeringat, berkorban dan memiliki saham
yang besar dalam usaha-usaha kemerdekaan dan membangun Negara
Indonesia. Muhammadiyah berkomitmen untuk terus berkiprah membangun
dan meluruskan kiblat Indonesia sebagai Negara Pancasila.
Muhammadiyah memandang bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 adalah Negara
Pancasila yang ditegakkan di atas falsafah kebangsaan yang luhur dan
sejalan dengan ajaran Islam. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia; secara esensial selaras dengan nilai-nilai
ajaran Islam. Negara Pancasila yang mengandung jiwa, pikiran, dan cita-cita
luhur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 itu dapat
diaktualisasikan sebagai “baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur“ yang
berperikehidupan maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat dalam
naungan ridha Allah SWT.
Bahwa Negara Pancasila merupakan hasil konsensus nasional (dar al
ahdi) dan tempat pembuktian atau kesaksian (dar al-syahadah) untuk
menjadi negeri yang aman dan damai (dar al-salam). Negara ideal yang
dicita-citakan Islam adalah negara yang diberkahi Allah karena penduduknya
beriman dan bertakwa (QS. Al A’raf: 96), beribadah dan memakmurkannya
(QS.Al Dzariyat: 56; Hud: 61) yang menjalankan kekhalifahan dan tidak
membuat kerusakan di dalamnya (QS.Al Baqa-rah :11,30), memiliki relasi
hubungan dengan Allah ( hablun min Allah ) dan dengan sesama (hablun
min al nas) yang harmonis (QS. Ali ‘Imron : 112 ), mengembangkan
pergaulan antar komponen bangsa dan kemanusiaan yang setara dan

18
berkualitas takwa ( QS. Al Hujurat : 13 ), serta menjadi bangsa unggulan
bermanfaat (Khoiro ummat )(QS.Ali “Imron :110 ).
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia adalah bukan
agama, tetapi substansinya mengandung dan sejalan dengan nilai-nilai
agama Islam. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa Pancasila itu
Islami karena substansi pada setiap silanya selaras dengan nilai-nilai ajaran
Islam. Dalam Pancasila terkandung ciri keislaman dan keindonesiaan yang
memadukan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan (hu-manisme religios),
hubungan individu dan masyarakat, kerakyatan dan permusyawaratan, serta
keadilan dan kemakmuran..

2) Peran Kebangsaan Muhammadiyah Secara Politik

Dalam menghadapi dinamika keumatan dan kebangsaan Mu-


hammadiyah kenyang makan asam garam kehidupan dalam setiap babakan
sejarath dan rezim pemerintahan. Ketika awal berdiri harus berhadapan
dengan penjajahan, bersama segenap komponen pergerakan nasional lain
seperti Sarekat Islam dan Boedi Oetomo mempelopori kebangkitan nasional
menempuh cara organisasi modern. Tahun 1918 mendirikan Hizbul Wathon
(HW) sebagai pasukan bela tanah air. Tahun 1926 melawan kebijakan
Ordonasi Guru, sebagai bentuk sikap kritis dan berani Muhammadiyah.
Melalui ‘Aisyiyah memelopori Kongres Wanita I tahun 1928, sebagai tonggak
kebangkitan perempuan Indonesia.
Melalui ketokohan dan pengorbanan Ki Bagus Hadikusumo
Muhammadiyah menjadi kunci solusi tegaknya NKRI dalam peristiwa Piagam
Jakarta. Demikian pula dengan peran Mas Mansur, Sudirman, Juanda,
Kasman Singodimedjo, Kahar Muzakir, dan tokoh Muhammadiyah lainnya
dalam mendirikan serta mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pergulatan Muhammadiyah lainnya sebelum dan sesudah
kemerdekaan cukup signifikan, sehingga Muhammadiyah dikenal sebagai
organisasi kemasyarakatan yang terlibat aktif mendirikan dan membangun
Negara Republik Indonesia.
Muhammadiyah selalu memposisikan dan menyikapi masalah yang
berkembang betapapun beratnya didasari pertimbangan yang matang,
cerdas, bijak, serta menakar maslahat dan madharatnya dengan

19
berpedoman pada prinsip-prinsip gerakannya. Prinsip gerakan
Muhammadiyah terkandung dalam paham agama Islam sebagaimana
dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid, Matan Keyakinan dan Citi-Cita
Hidup, Kepribadian, Khittah, Pedoman Hidup Islami, Pernyataan Pikiran
Abad ke dua, dan pikiran-pikiran resmi lainnya. Selain itu pandangan, sikap,
dan kebijakan Muhammadiyah juga berdasarkan pada segala ketentuan
organisasi yang berlaku dalam Persyarikatan seperi Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, serta ketentuan-ketentuan lainnya yang menjadi
koridor organisasi.
Dengan misi dakwah amar ma’ruf nahi mungkar Muhammadiyah dapat
menjalankan peran keumatan, kebangsaan dengan alam pikiran dan sikap
berdakwah yang tentu ditempuh secara elegan, cerdas dan bermartabat.
Sebagai salah satu rujukan dapat diingat kembali sepuluh sifat dalam
kepribadian Muhammadiyah sebagai berikut ini:
(1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan;
(2) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah;
(3) Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam;
(4) Bersifat keagamaan dan kemasyarkatan;
(5) Mengindahkan segala hukum, Undang-Undang, peraturan serta dasar
dan falsafah negara yang sah;
(6) Amar ma’ruf nahi mungkar dalam segala lapangan ser-ta menjadi contoh
teladan yang baik;
(7) Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud islah dan
pembangunan sesuai dengan ajaran Islam;
(8) Kerjasama dengan golongan Islam manapun dalam usaha menyiarkan
dan mengamalkan agama Islam;
(9) Membantu pe-merintah serta kerjasama dengan golongan lain, dalam
memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat yang
adil dan makmur yang diridloi Allah;
(10) Bersifat adil serta korektif kedalam dan keluar dengan bijaksana.
Muhammadiyah dalam menghadapi masalah keumatan dan
kebangsaan juga mengedepankan pertimbangan kemaslahatan dan
kemudharatan, sehingga langkah yang dilakukan benar-benar seksama.
Sebagai organisasi Islam yang besar tentu pandangan, sikap, dan kebijakan
20
yang diambil Muhammadiyah berdampak luas bagi dirinya maupun bagi
kehidupan umat dan bangsa. Karenanya segenap anggota Persyarikatan
harus benar-benar memahami posisi dan peran utama Muhammadiyah serta
tidak terbawa dengan irama pihak manapun dalam melakukan langkah
organisasi dan gerakannya.

IV. Latihan
1. Bagaimana pandangan K.H. Ahmad Dahlan tentang aspek ekonomi bagi
organisasi Muhammadiyah ?
2. Apakah masih perlu dipertanyakan Peran Muhammadiyah dalam bidang
pendidikan di tanah air ini ?
3. Apa yang dimaksud pesan K.H. Ahmad Dahlan, “Hidup-hidupilah Mu-
hammadiyah jangan mencari hidup di Muhammadiyah” ?
4. Apakah masih perlu dipertanyakan Peran Muhammadiyah dalam bidang
kesehatan di tanah air ini ?

1. Evaluasi

1. Bagaimana peran Ekonomi Muhammadiyah di NKRI? Silakan didiskusikan


2. Bagaimana peran politik kebangsaan dari kader-kader Muhammadiyah
terhadap NKRI? Silakan didiskusikan

2. Kunci Jawaban

Untuk menjawab soal Latihan dan Evaluasi, silahkan kaji kembali materi di atas.

21
Referensi:

Abdul Munir Mulkhan. (2014 ). Jejak-Jejak Pemikiran Islam Kiai Ahmad Dahlan,
Seminar Terbatas diselenggarakan oleh MPTP PM Tgl 29-1-2014 di Kantor PP
Muhammadiyah Jln Cikditiro No. 23 Yogyakarta. Yogyakarta.: MPTP PM Tgl
29-1-2014 di Kantor PP Muhammadiyah Jln Cikditiro No. 23.

Adaby., A. (2011). Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah.


Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Baha’uddin. (2010). Perubahan dan Keberlanjutan: Pelayanan Kesehatan Swasta di


Jawa Sejak Kolonial sampai Pasca Kemerdekaan”. Dalam Sri Margana & M.
Nursam. Kota-kota di Jawa: Identitas Gaya Hidup dan Permasalahan Sosial.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Gurachmat. (1982.). Interview Guide Pengurus RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,


di tulis pada di Yogyakarta pada 15 Februari 1982. Yogyakarta:
https://eprints.uny.ac.id/18986/7/BAB%205%2010406241027.pdf.

Mahsun Jayadi, M. b.-J. (2020). Modul Kuliah AIK3 (Kemuhammadiyahan) .


Surabaya: PPAIK (Pusat Pengkajian Al-Islam KeMuhammadiyahan) Universitas
Muhammadiyah Surabaya.

Muhammadiyah., T. D. (2010.). 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaharuan


Sosial Keagamaan. Jakarta: Kompas.

Padmo., S. (2011). Perkembangan Sosial Ekonomi Pribumi”. dalam Indonesia dalam


Arus Sejarah: MasaPergerakan Kebangsaan Jilid 5. (ed) Taufik Abdullah & A.
B. Lapian. Jakarta: Ictiar Bau van Hoeve.

Penulis., T. (No.10 Tahoen. 4.). “Verslag openbare vergedering P.K.O”. Yogyakarta:


Soewara Moehammadijah. No. 10 Tahoen. 4.

Pohan, S. (2021). Strategi Dan Metode Pembelajaran Generasi Milenial. Yogyakarta:


Bildung.

Saleh., A. R. (2011). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Selamat Pohan, Z. (2016). Ilmu Pendidikan Islam. . Medan: UMSU Press.

Suhartono. (2011). "Berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda”. (ed) Taufik Abdullah &
A. B. Lapian. Indonesia dalam Arus Sejarah: Masa Pergerakan Kebangsaan
Jilid 5. Jakarta: Ictiar Bau van Hoeve.

Surjomihardjo., A. (2010). Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung


Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Sutrisna., E. (2015). Muhammadiyah Dan Gerakan Kesehatan Berkemajuan. Jurnal


Tajdida, Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah , 10 (1), 9 - 16.
22
Syoedja’., M. (2009). Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan: Catatan Kyai
Syoedja’. Jakarta: Al-Wasat.

Tanpa Penulis. (1924). P.K.O (Penoeloeng Kesengsaraan Oemoem): Jang Mendjadi


Ketetapan Orang Islam Setjara ke-Islaman Djoega,. Yogyakarta: Soeara
Moehammadijah.

23

Anda mungkin juga menyukai