Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN MATERI

MAPEL : TARIKH

KELAS : XI

PERAN ORGANISASI ISLAM DI MASA KOLONIAL BELANDA


A. Jami’at Khair: Konsep Pendidikan Konfergensi
Konsep pendidikan konvergensi yaitu sistem pendidikan konvergensi (gabungan) antara sistem
pendidikan madrasah (islam) dengan pendidikan barat (sekolah) di Indonesia. Jamiat Khair
melakukan beberapa langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yaitu: pertama,
pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua, pembaharuan dalam
aspek kurikulum dan metode mengajar.

B. Taman Siswa: Konsep Pendidikan Nasional.


Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Konsep pendidikan Taman
Siswa berasal dari berbagai sumber ide yang di nilai bermanfaat dan layak untuk di masukkan
sebagai acuan sistem pendidikan yang dicita-citakan. Dalam makna lain Taman Siswa terbuka
dari pengaruh luar, yang bersifat tidak merugikan dan tidak pula mengorbankan prinsip dasar
dan tujuan yang hendak di capai.
Taman Siswa sudah mempersiapkan suatu konsep tentang pendidikan, sebagai suatu sistem
yang digali dari kekayaan kebudayaan nasional. Asas-asas pokok yang berdasarkan
kemanusiaan, kodrat alam, Kebangsaan, kebudayaan, dan kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara
menyusun sistem pendidikannya, yang disebut dengan “kembali kepada yang nasional.”
1. Sistem Among.
Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan memberi kebebasan anak
asuh itu untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut bakat kemampuannya.
2. Teori Trisentra.
Trisentra (tiga pusat) merupakan bagian dari sistem pendidikan taman siswa. Teori ini mengacu
kepada dasar pemikiran bahwa peguron (perguruan) merupakan pembentukan lingkungan
pendidikan yang terpadu antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3. Kebudayaan Nasional.
Gagasannya adalah untuk membangun sistem pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.

B. Indonesia Nederland School : Konsep Sekolah Kerja.


Didirikan oleh M. Syafei, pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanan, Sumatra Barat.
Pendidikan yang diberikan atas pendidikan teori dan pendidikan praktek. Materi yang diberikan
bervariasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat ruang rendah teori 75%
dan praktek 25% sedangkan untuk tingkat ruang dewasa masing-masing teori 50% dan praktek
50% sehingga para pengamat cenderung untuk menggolongkan INS sebagai sekolah kerja (does
school). Tujuan utamanya adalah pendidikan pengajaran berdasarkan prinsip aktif, dengan
mengutamakan peranan pekerjaan tangan,
M. Syafei berkeyakinan, bukan pelajaran saja yang pokok, tetapi cara pengajarannya tidak
boleh diabaikan. Adanya kaitan antara materi pelajaran dengan metode yang digunakan
guru,akan menopang tiga unsur pokok pendidikan yang akan di kembangkan. Ketiga unsur
pokok itu adalah pembentukan watak,kebiasaan kerja sistematis, intensitas dan rasa setia
kawan antara para murid.

D. Perguruan Muhammadiyah: Konsep Sekolah Agama


Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah
mendirikan sekolah umum model pemerintah seperti Kweek School (sekolah guru) tetapi tidak
netral agama. Dengan predikatnya sebagai pembaharu Muhammadiyah menyusun kurikulum
pengajaran di sekolah-sekolahnya mendekati rencana pelajaran sekolah-sekolah pemerintah.
Pada pusat-pusat pendidikan Muhammadiyah disiplin-disiplin sekuler (ilmu umum) di ajarkan,
walaupun ia mendasarkan sekolahnya pada masalah-masalah agama. Tampaknya dalam
kurikulum, pemisahan antara dua macam disiplin ilmu itu dinyatakan dengan tegas.
Berdasarkan susunan mata pelajaran yang termuat dalam rencana pelajaran (seluruh) mata
pelajaran agama hanya 20%(lima mata pelajaran) di madrasah Mu’allimin (sekolah guru
Muhammadiyah). Kedua, sebagai institusi pendidikan islam yang menginginkan pembaharuan
dalam pendidikan islam agaknya kecenderungan sistem pendidikan yang dipilih oleh
Muhammadiyah adalah pendidikan integratif menggabungkan kurikulum sekolah pemerintah
dengan kurikulum madrasah.
Madrasah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
3. Muhammadiyah sebagai gerakan
Dari beberapa ciri di atas terdapat pula tujuan-tujuan di antaranya adalah di bidang pendidikan.
Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah adalah:
a. Tajdid, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan
cara berbuat yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan
b. Kemasyarakatan
c. Aktivitas
d. Kreativitas
e. Optimisme
Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia muslim, berakhlak, cakap, percaya kepada diri
sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara. Muhammadiyah mendirikan berbagai jenis dan
tingkat sekolah serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama dengan pelajaran
umum.

Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian,
yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.

Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan


Muhammadiyah adalah:
a. Sekolah Umum
Taman Kanak-Kanak (Bustanul Athfal), Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7
tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
b. Sekolah Agama
Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Muallimin/Muallimat 5 tahun, Kulliatul
Muballigin (SPG Islam) 5 tahun dan Madrasah Diniyah.
Selanjutnya pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah perkembangannya semakin
pesat. Pada dasarnya ada 4 macam jenis lembaga pendidikan yang dikembangkannya, yaitu:
a. Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
yaitu: SD, SMTP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK, dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan
pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
b. Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu: Madrasah
Ibtidaiyyah (MI), MTs, dan MA.
c. Jenis sekolah atau madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu: Muallimin, Muallimat, Sekolah
Tablig, dan Pondok Pesantren Muhammadiyah.
d. Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sampai sekarang cukup banyak mengelola lembaga
pendidikan tinggi, baik umum ataupun agama.
Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah Umum di bawah pembinaan Kopertis (Depdikbud),
dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di bawah pimpinan Kopertais (Departemen
Agama).

E. Santri Asromo : Konsep Pesantren Kerja.


Didirikan oleh KH. Abdul Halim Iskandar, tahun 1932 terletak di desa Pasir Ayu kabupaten
Majalengka. Karel A Steen brink menilai bahwa pendidikan santri Asromo bertujuan
membentuk kepribadian murid-muridnya dengan memberikan kesempatan untuk meraih suatu
jabatan dengan bekal keterampilan yang terlatih. Tujuan pendidikan santri Asromo yang
digariskan Abdul Halim itu memang tampaknya merangkum dua tujuan pokok, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum sebagai tujuan akhir yang akan di capai adalah
membentuk anak-anak agar menjadi manusia yang akan dapat membekali dirinya untuk hidup
di dunia (dengan pengetahuan) dan akhirat (dengan pengetahuan agama). Adapun tujuan
khusus yang akan di capai anak-anak berkaitan dengan bakat, lingkungan, kondisi sosial,
kemampuan pendidik, dan tugas kelembagaan adalah untuk membentuk anak menjadi manusia
mandiri,keperluan sendiri harus di buat sendiri.
Dari beberapa tulisan yang dijumpai baik Abdul Halim sendiri maupun yang dikemukakan
penulis seperti Lothrop Stoddard, di duga Santri Asromo banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Thantowi Jauhari dan Amir Syakib-Arsalan. Pemikiran kedua tokoh itu diserap beliau dan
kemudian dipadukan dengan kondisi di tanah air dan cita-citanya untuk mendirikan suatu
sistem pendidikan islam yang dapat menghasilkan santri-santri yang dapat hidup mandiri.
Tampaknya Santri Asromo merupakan realisasi dari pemikiran Abdul Halim tentang
pembaharuan pendidikan Islam untuk menghadapi tantangan pengangguran, kemiskinan, dan
kebodohan mayoritas umat Islam dari zamannya.

F. Persis (Persatuan Islam): Konsep Pendidikan Dakwah dan Publikasi


Didirikan secara resmi pada tanggal 12 September1923 di Bandung oleh sekelompok orang
Islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan
Muhammad Yunus.
Pada awal berdirinya, pesantren persis dikenal sebagai pesantren yang sangat modern apalagi
dibandingkan dengan pesantren-pesantren lain pada umumnya karena keberaniannya
memasukkan beberapa sistem administrasi pendidikan dan model kurikulum seperti yang
diajarkan sekolah Belanda. Walaupun demikian, pada dasarnya kurikulum yang dikembangkan
pesantren Persis ini adalah perimbangan pendidikan agama sebagai prioritas, jika dibandingkan
dengan pendidikan umum, dan yang menarik,kurikulum yang dipakai sampai saat ini adalah
hasil rakitan sendiri. Namun begitu dalam pengakuan berbagai pendidik di kalangan pesantren,
“kurikulum rakitan” itu masih didasarkan kepada kaidah-kaidah baku gerakan persis, seperti
yang disebut Ahkam al-Syar’i dan qaidah ushul. Dari racikan kurikulum seperti ini, diharapkan
para santri memiliki bekal pengetahuan akidah yang cukup, dan ta’abudi(berbudi pekerti) yang
berdasarkan al-sAkhlak al-kKarimah(akhlak budi pekerti luhur).

Di samping menyelenggarakan pendidikan Islam berupa madrasah atau sekolah lain, Persis juga
mendirikan sebuah pesantren. Pesantren Persis didirikan di Bandung tanggal 1 Dzulhijjah 1354
H bertepatan dengan Maret 1936. Pesantren ini dipimpin oleh A. Hasan sebagai kepala dan
Muhammad Nasir sebagai Penasehat dan Guru.

Tujuan pendidikan pesantren ini untuk mengeluarkan mubalig-mubalig yang sanggup


menyiarkan, mengajar, membela dan mengajarkan agama Islam. Dengan demikian, diharapkan
terbentuknya kader-kader yang punya kemauan keras untuk melakukan dakwah Islamiyah.

Namun demikian, pada tahun 1988 terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam sistem
pendidikan Persis, yakni ketika pimpinan pesantren Persis secara kelembagaan mengizinkan
para santri untuk mengikuti ujian negara dalam bentuk evaluasi belajar tahap akhir persamaan.
Hal ini belaku bagi siswa yang merampungkan studinya di tingkat Tsanawiyah maupun tingkat
muallimin. Hal ini merupakan langkah besar bagi Persis karena pada masa kepemimpinan
sebelumnya di bawah pimpinan KH. Abdurrahman, para santri dan siswa di lingkungan persis
tidak diperbolehkan mengikuti ujian negara yang salah satu tujuan utamanya mendapatkan
ijazah negeri. Dalam perspektif Kyai, hal ini akan mempengaruhi visi dan orientasi para siswa di
didik di lingkungan Persis untuk menjadi ulama menjadi cenderung pragmatis seperti pegawai
negeri.

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KEMERDEKAAN

1. Jam’iyatul Khair
Didirikan pada 17 Juli 1905 di Jakarta, organisasi ini awalnya beraktivitas di bidang
pendidikan dasar dan mengirim para pelajar ke Turki dan merupakan satu –
satunya organisasi pendidikan modern di Indonesia. Guru – gurunya didatangkan
dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir dan Arab. Korespondensi mereka dengan
tokoh – tokoh pergerakan dan juga surat kabar di luar negeri turut menyebarkan
kabar mengenai kekejaman pemerintah Belanda. Guru yang terkenal dari sini
adalah Syaikh Ahmad Surokati dari Sudan, yang menekankan bahwa tidak ada
perbedaan di antara sesama umat muslim yang berkedudukan sama. Para tokoh
ulama Indonesia kebanyakan lahir dari organisasi ini seperti KH Ahmad Dahlan,
HOS Tjokroaminoto, H. Samanhudi, dan H. Agus Salim.
peran organisasi jamiatul khair adalah memberikan majalah-majalah, dan surat kabar yang
membangkitkan rasa nasionalisme orang-orang indonesia. Memiliki rasa nasionalisme
merupakan kewajiban bagi tiap warga negara
2. Syarekat Islam
Sejarah organisasi Islam di Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari Syarekat
Islam. KH Samanhudi mendirikan organisasi yang awalnya bernama Syarikat
Dagang Islam ini pada 1905 di Solo. Namanya berubah menjadi Syarekat Islam
pada 1912 dengan prakarsa HOS Tjokroaminoto, H. Agus Salim, AM Sangaji dan
KH Samanhudi. Pada awalnya organisasi ini bergerak di bidang keagamaan serta
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa dalam perniagaan, namun
seiring waktu berkembang menjadi gerakan politik dan sosial serta dakwah Islam.
3. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
MIAI dibentuk untuk menjadi wadah bagi ormas – ormas Islam di Indonesia pada
zaman sebelum kemerdekaan. Didirikan pada Selasa Wage, 15 Rajab 1356 atau 21
September 1937 dengan prakarsa KH Hasyim Asy’ari. Beberapa ormas Islam
anggota MIAI adalah Muhammadiyah, NU, Al Irsyad, Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII), Al Khoiriyah, Persyarikatan Ulama Indonesia (PUI), Al Hidayatul
Islamiyah, Persatuan Islam (Persis), Partai Islam Indonesia (PII), Partai Arab
Indonesia (PAI), Jong Islamiaten Bond, Al Ittihadiyatul Islamiyah dan Persatuan
Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Pada awalnya MIAI hanya menjadi koordinator untuk
berbagai kegiatan, tetapi kemudian berkembang menjadi wadah yang
mempersatukan para umat Islam tanah air untuk menghadapi politik Belanda
yang memecah belah para ulama dan partai Islam. Pada periode 1939 – 1945 para
ulama bergabung bersama dalam satu majelis.
4. Muhammadiyah
Ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 di
Yogyakarta, kondisi umat Islam sedang berada pada titik rendahnya. Hampir
seluruh rakyat mengalami keterbelakangan pendidikan, kemakmuran dan tingkat
ekonomi yang parah, terlebih lagi tidak memiliki kekuatan dalam bidang politik.
Tujuan Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dakwah Islamiyah seluas –
luasnya mencakup segala bidang termasuk ekonomi, sosial, kesehatan,
pendidikan dan dakwah dengan mendirikan banyak sekali sekolah formal,
madrasah, rumah sakit, balai pengobatan, rumah yatim piatu atau panti asuhan
dan universitas. Beberapa tokohnya diakui sebagai pahlawan nasional yaitu KH
Ahmad Dahlan, KH Mas Mansur, Ny. H. Walidah Ahmad Dahlan dan K.H.
Fakhruddin.
5. Nadhlatul Ulama (NU)
Arti namanya adalah Kebangkitan Ulama, suatu ormas Islam yang didirikan oleh
para ulama yang berasal dari pesantren pimpinan KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya
pada 31 Januari 1926. Sangat banyak pondok pesantren besar yang didirikan NU
di berbagai wilayah di Indonesia, selain itu juga mengelola sekolah – sekolah
formal seperti SD, SMP, SMA sampai tingkat perguruan tinggi. Ketika bergabung
dalam MIAI, NU akhirnya terlibat dalam dunia politik sampai pembubaran MIAI
pada 1943.
6. Persatuan Islam (Persis)
Persis merupakan bagian dari sejarah organisasi Islam di Indonesia yang didirikan
oleh para ulama pembaharu di Bandung pada 12 September 1923. Ulama
pendirinya adalah KH. Zamzam dan A. Hassan untuk menghilangkan bid’ah,
khufarat, takhayul, taqlid dan syirik yang masih dipraktekkan sebagian umat
Islam. Tujuan awal yang bagus pada akhirnya berkembang menjadi sesuatu yang
meresahkan bagi kelompok lain yang tidak setuju dengan pemikiran Persis.
Bahkan tokoh – tokoh yang muncul belakangan tidak lagi memiliki kualifikasi yang
setara dengan pendahulunya dalam hal keilmuan, akhlak dan kecerdasan
sehingga masyarakat menunjukkan penolakan. Persis juga mendirikan masjid
tersendiri yang diberi stempel Persis.
7. Thawalib Sumatera
Pendirian organisasi ini pada tanggal 15 Februari 1920 diprakarsai oleh Syekh
Ahmad Abdullah, Haji Abbas Abdullah, Haji Abdul Karim Amrullah, Jalaludin Thaib
dan kawan – kawan. Ini adalah pengembangan dari Surau Jembatan Besi yang
berdiri pada tahun 1899 di Padang Panjang, sehingga menjadi organisasi
pendidikan yang lebih modern dan teratur.

Anda mungkin juga menyukai