A. Sejarah Muhammadiyah
Kauman, sebuah daerah di kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota
Yogyakarta, sekitar 500 meter ke arah selatan dari ujung kawasan Malioboro. Di tempat
inilah Muhammadiyah lahir pada 8 Dzulhijjah 1330, bertepatan dengan tanggal 18
November 1912. Maksud dan tujuannya ialah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi
Agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya.
Faktor-faktor lain yang mendorong K.H Ahmad Dahlan mendirikan organisasi
Muhammadiyah antara lain:
1. Ajaran Islam dilaksanakan tidak secara murni bersumberkan Al Qur’an
dan Hadist, tetapi tercampur dengan perbuatan syirik dan khurafat.
2. Lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak lagi dapat memenuhi tuntunan
zaman, akibat dari terlampau mengisolir diri dari pengaruh luar.
3. Keadaan umat yang sangat menyedihkan dalam bidang sosial, ekonomi,
politik, kultural, akibat adanya penjajahan.
Semangat yang ditunjukkan Muhammadiyah yang lahir untuk mementingkan
pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan Islam, baik pendidikan di
sekolah/madrasah ataupun pendidikan dalam masyarakat. Maka tidak heran sejak
berdirinya Muhammadiyah membangun sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dan
mengadakan tabligh-tabligh, bahkan juga menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah
yang berdasarkan islam. Di antara sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan
jasanya ialah:
1. Kweekschool Muhammadiyah Yogya.
2. Mu’allimin Muhammadiyah, Solo, Jakarta.
3. Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Zu’ama/Za’imat Yogyakarta.
5. Kuliyah Mubaligin/mubalighat, Padang Panjang.
6. Tabligh school Yogyakarta.
7. H.I.K Muhammadiyah Yogya.
Dan masih banyak lagi sekolah/madrasah yang didirikan oleh Muhammadiyah
ini, semua sekolah/madrasah ini didirikan pada masa penjajahan Belanda dan
pendudukan Jepang, yang tersebar pada tiap-tiap Cabang Muhammadiyah seluruh
kepulauan Indonesia.
Jika di jumlahkan ada 682 buah Madrasah dan 877 buah Sekolah Umum dan
totalnya 1559 buah madrasah dan sekolah umum
Mula-mula K.H Ahmad Dahlan memberi pelajaran agama islam di Kweekschool
Jetis, sekolah guru pada zaman penjajahan Belanda meskipun pelajaran itu hanya
diberikan diluar pelajaran-pelajaran yang formal. Sistem yang beliau gunakan sudah
sangat pedagogis. Di samping memberikan pelajaran islam di Kweekschool. K.H Ahmad
Dahlan mendirikan sekolah-sekolah yang sebagian mengikuti teknik sekolah-sekolah
kursi, meja, kapur dan lain-lain tetapi diberi juga pelajaran agama. Di samping itu
didirikan juga madrasah-madrasah yang merupakan modernisasi dari pesantren-
pesantren yang telah ada kitab-kitab, metode mengajarnya, latihan dan ujian diambil dari
sekolah model barat. Dengan demikian Muhammadiyah berhasil mendekatkan dua
golongan rakyat, yakni kaum intelek Indonesia yang memperoleh didikan model Barat
dengan rakyat dengan rakyat selebihnya yang melulu mendapatkan pelajaran agama,
dua golongan yang sudah mulai terpisah dan tercerai.
Muhammadiyah telah mengadakan pembaharuan pendidikan agama dengan
jalan modernisasi dalam sistem pendidikan, menukar sistem pondok pesantren dengan
sistem pendidikan yang modern yang sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman.
Mengajarkan agama dengan cara yang mudah di faham, didaktis, dan pedagogis, selalu
menjadi pemikiran dalam Muhammadiyah.
Selain jasa di bidang pendidikan, ada pula usaha dan jasa-jasanya yang besar
lainnya yaitu : mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut
mestinya. Umumnya masjid-masjid dan langgar-langgar di Yogyakarta menghadap ke
jurusan timur dan orang-orang sembahyang di dalamnya menghadap ke arah barat
lurus. Padahal kiblat yang sebenarnya menuju Ka’bah dari tanah Jawa haruslah miring
ke arah utara ± 24 derajat dari sebelah barat. Berdasarkan ilmu pengetahuan tentang
ilmu falak itu orang tidak boleh menghadap kiblat menuju barat lurus, melainkan harus
miring ke utara ± 24 derajat. Oleh sebab itu K.H Ahmad Dahlan mengubah bangunan
pesantrennya sendiri, supaya menuju arah kiblat yang betul.
K.H Ahmad Dahlan juga mengajarkan agama islam secara populer, bukan saja di
pesantren, melainkan ia pergi ke tempat-tempat lain seperti mendatangi berbagai
golongan bahkan dapat dikatakan bahwa K.H Ahmad Dahlan adalah bapak mubaliq
islam di Jawa Tengah. K.H Ahmad Dahlan memberantas bit’ah-bit’ah dan khurafat serta
adat istiadat yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
Corak pendekatan keempat yang dipilih dalam tulisan ini, dengan menampilkan
Kyai Dahlan, pendiri Muhammadiyah, sebagai tokoh kuncinya. Benar bahwa dia belum
merumuskan landasan filosofis pendidikan tapi sebenarnya ia memiliki minat yang
besar terhadap kajian filsafat atau logika sehingga pada tingkat tertentu telah
memberikan jalan lempang untuk perumusan satu filsafat pendidikan. K.H Ahmad
Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila
mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri
bagaimana orientasi filosofis pendidikan kyai musti lebih banyak merujuk pada
bagaimana ia membangun sistem pendidikan.
Namun naskah pidato terakhir Kyai yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik
untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Kyai terhadap pencerahan
akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Kyai dalam pencerahan akal, yaitu:
Pribadi Kyai Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang
tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang
pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam
sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat dikatakan sebagai suatu
"model" dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan "titik pusat" dari suatu
pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi
golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan
paham agama Islam.
Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikan sekolah-
sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang berhubungan
dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat)
pendidikan ini Kyai Dahlan “gelisah”, bekerja keras sekuat tenaga untuk
mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan itu.
KESIMPULAN
Setelah membahas maka dapat disimpulkan tujuan utama Muhammadiyah
adalah:
a. Mengembalikan amal dan perjuangan umat pada sumber Al Qur’an dan
Hadist, bersih dari Bid’ah dan khurafat.
b. Menafsirkan ajaran-ajaran Islam secara modern.
c. Memperbaharui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai dengan
kehendak dan kemajuan jaman.
d. Membebaskan umat dari ikatan-ikatan tradisionalisme, konservatisme,
taqlidisme dan formalisme yang membelenggu kehidupan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, MT. 1985.Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Surakarta: Pustaka
Jaya.
Http://perkembanganislamdieramodern.blogspot.com/2010/12/perbedaan-
pendidikan-islam-dengan.html: akses April 2013
Http://solomoncell.wordpress.com/2012/06/04/pendidikan-muhammadiyah/:
akses April 2013
Muhammad Amien Rais dkk, 1985. Pendidikan Muhammadiyah dan
Perubahan Sosial (sarasehan pimpinan pusat ikatan pelajar
Muhammadiyah). Yogyakarta : PLP2M.
Mahmud Yunus, 1996.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Hidakarya Agung.
Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan
Muhammadiyah. Jakarta: Bumi Aksara.
Yunus Salam, 1968. Riwayat Hidup KHA Dahlan Amal dan perjuangannya.
Jakarta: Depot Pengajaran Muhammadiyah.
Sidik Jatmika dan Zahrul Anam, 2010. Kauman (Muhammadiyah
Undercover). Yogyakarta: Gelanggang.
Sutrisno Kutojo dan Mardanas Safwan. 1991. K.H. Ahmad Dahlan : riwayat
hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa.
Yusuf, M. Yunan (ed.). 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (naskah
awal). Jakarta: Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah.