Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN

MUHAMMADIYAH DENGAN
PENDIDIKAN, SENI BUDAYA
DAN SOSIAL POLITIK
Bpk. Husni Toyar

anggota

Adelia meishita
2015730001
Citra putri irawan
2015730024
Dysha hasya muthi
2015730033
Gusti khalida risma rosady
2015730051
Hisni ardhi mubarokah
2015730055
Irfan aziz ferdian
2015730062
Mahda lathifa
2015730082
Siti wahidatin maul husnah
2015730123
Yusman malik
2015730134

Muhammadiyah didirikan untuk menyerukan pentingnya


kembali pada Al Quran dan Sunnah sebagai usaha
mengatasi perbuatan menyimpang dalam kehidupan
beragama umat islam di Indonesia yang melakukan praktik
takhayul, bidah, dan kurafat dengan tidak mendasarkan
dirinya pada madzhab atau pemikiran tertentu.
Dari latar belakang yang demikian, membuat Ahmad
Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan didalamnya didirikan
Lembaga Pendidikan yang disesuaikan dengan sistem
pendidikan Islam agar tidak terisolasi. Bahwa pada dasarnya
pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah cenderung
mengarah kepada pendidikan umum.
Dalam pelaksanaan pendidikannya Muhammadiyah
merupakan sistem pendidikan yang memadukan antara
sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan
sekolah, menjadi sistem pendidikan madrasah atau sekolah
agama.

Konsep Pemikiran Pendidikan


menurut K.H. Ahmad Dahlan
1. Tujuan Pendidikan
K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada
usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim
dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta
bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan
tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling
bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan
sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan
utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama.
Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan
sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa
tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh
menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia
dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum,
material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH.
Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.

2. Materi pendidikan
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau
materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha
menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan AlQuran dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang
berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia
dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup
bermasyarakat.

3. Metode Mengajar
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di
Indonesia, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan
Barat. Pandangan Ahmad Dahlan, ada problem
mendasar berkaitan dengan lembaga pendidikan di
kalangan umat Islam, khususnya lembaga pendidikan
pesantren. Menurut Syamsul Nizar, dalam bukunya
Filsafat Pendidikan Islam, menerangkan bahwa
problem tersebut berkaitan dengan proses belajarmengajar, kurikulum, dan materi pendidikan.
Dari realitas pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan
menawarkan sebuah metode sintesis antara metode
pendidikan modern Barat dengan metode pendidikan
pesantren. Dari sini tampak bahwa lembaga
pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda
dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh
masyarakat pribumi saat ini. Metode pembelajaran
yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak
kontekstual melalui proses dialogis dan penyadaran.
Contoh klasik adalah ketika beliau menjelaskan surat

Hal ini karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau
dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan
kondisi. Adapun perbedaan model belajar yang digunakan antara
pendidikan di pesantren dengan pendidikan yang diajarka oleh
Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:
a. Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem
Weton dan Sorogal, madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan
menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.
b. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab
Sedangkan di madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan
pelajarannya diambil dari buku-buku umum.

agama.
bahan

c. Hubungan antara guru-murid, di pesantren hubungan guru-murid


biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu
yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah yang dibangun Ahmad
Dahlan mulai
mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.

4. Pendidik
Muhammadiyah menanamkan keyakinan paham tentang
Islam dalam sistem pendidikan dan pengajaran. Penerapan
sistem pendidikan Muhammadiyah ini ternyata membawa
hasil yang tidak tenilai harganya bagi kemajuan, bangsa
Indonesia pada umumnya dan khususnya umat Islam di
Indonesia.
Muhammadiyah, berpendirian, bahwa para guru memegang
peranan yang penting di sekolah dalam usaha menghasilkan
anak-anak didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah.
Yang penting bagi para guru ialah memahami dan
menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah.
Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam
Muhammadiyah, para guru dapat menjalankan fungsinya
sesuai dengan apa yang dicita-citakan Muhammadiyah.

5. Peserta Didik
Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran islam
pada sumbernya yaitu Al-Quran dan Hadis. Muhammadiyah
bertujuan meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama
Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Untuk mencapai tujuan itu, muhammadiyah mendirikan
sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah
telah mengadakan pembaruan pendidikan agama.
Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan
menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan
modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman.
Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum
baik negeri maupun swasta. Muhammadiyah telah mendirikan
sekolah-sekolah baik yang khas agama maupun yang bersifat
umum.

Metode baru yang diterapkan oleh sekolah


Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Quran dan
Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri. Tanya
jawab dan pembahasan makna dan ayat tertentu juga
dianjurkan dikelas. Bocah-bocah dimardikaake pikire
(anak-anak diberi kebebasan berpikir), suatu
pernyataan yang dikutip dari seorang pembicara kongres
Muhammadiyah tahun 1925, melukiskan suasana baik
sekolah-sekolah Muhammadiyah pertama kali
Dengan sistem pendidikan yang dijalankan
Muhammadiyah, bangsa Indonesia dididik menjadi
bangsa berkeperibadian utuh, tidak terbelah menjadi
pribadi yang berilmu umum atau yang berilmu agama
saja.

RELEVANSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM TOKOH


K.H. AHMAD DAHLAN DENGAN PENDIDIKAN MASA
TERKINI

Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter


manusia yang baik berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara
perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta
antara dunia dengan akhirat.
Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
Uraian di atas merupakan bagian dari konsep Islam tentang manusia.
Kaitannya dengan persoalan pendidikan, maka secara ringkas dapat
dikatakan bahwa dalam proses pendidikan haruslah mampu
menghasilkan lulusan yang:
1) Memiliki kepribadian yang utuh, seimbang antara aspek jasmani
dan ruhaninya, pengetahuan umum dan pengetahuan agamanya,
duniawi dan ukhrawinya.
2) Memiliki jiwa sosial yang penuh dedikasi.
3) Bermoral yang bersumber pada al-Quran dan sunnah.
Sebagaimana pelaksanaan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan
hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini
merupakan kerangka filosofis
bagi merumuskan konsep dan tujuan
ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal
(khaliq) maupun

Muhammadiyah dan seni


budaya
terkait sikap Muhammadiyah terhadap kebudayaan dan seni
, berikut akan dicantumkan keputusan Muktamar
Muhammadiyah ke-44 tahun 2002 di Jakarta yang sekarang
telah dicantumkan dalam PHIWM (pedoman Hidup Islami
Warga Muhammadiyah), hal.:92)
Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang
tidak bertentangan dengan fitrah manusia, islam bahkan
menyalurkan, mengatur, dan mengarahkan fitrah manusia itu
untuk kemuliaan dan kehormatan manusia.
Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri
manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugerahkan Allah
swt yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar
sesuai dengan jiwa ajaran islam.
Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995 bahwa
karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah
atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dharar (bahaya),
ishyan (kedurhakaan), dan baid anillah (terjauhkan dari Allah);
maka pengembangan kehidupan seni dan budaya dikalangan

Seni rupa yang obyeknya mahluk bernyawa seperti patung


hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran,
ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila
mengandung unsur yang membawa ihsyan (kedurhakaan)
dan kemusyrikan.
Seni suara baik seni vokal maupun instrumental, seni sastra
dan seni pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh), serta
menjadi terlarang manakala seni dan ekspresinya baik dalam
wujud penandaan tekstual maupun visual tersebut menjurus
pada pelanggaran norma norma agama.
Setiap warga Muhammaddiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya, selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan
diri kepada Allah, dan sebagai media atau sarana dakwah
untuk membagun kehidupan yang berkeadaban.
Menghidupkan sastra islam sebagai bagian dari strategi
membangun peradaban dan Kebudayaan Muslim.

Dari point point keputusan Muktamar diatas, dapat diketahui


dengan jelas pandangan muhammadiyah terhadap kebudayaan dan
seni. Muhammadiayah berpandangan bahwa berbudaya atau
berseni merupakan fitrah manusia. Allah telah memberikan fitrah
tersebut kepada manusia dan karunia itu tidak boleh dihilangkan
dan dibiarkan liar dan bebas. Akan tetapi Islam telah memberikan
arahan bagaimana seharusnya menyalurkan fitrah itu sehingga
tetap berada diatas koridor yang telah ditetapkan Allah dan sesuai
dengan jiwa ajaran islam.
Jadi, sebenarnya yang diharamkan bukan seninya, akan tetapi hal
hal lain yang diluar seni tersebut. Seperti bernyanyi hukumnya
boleh, akan tetapi karena dalam lirik nyanyian itu mengandung
kata-kata yang bertentangan dengan norma islam, maka ia menjadi
haram. Begitu juga dengan budaya tari-tarian. Tari-tarian asalnya
boleh, menjadi tidak boleh semisal jika tari-tarian tersebut
menggunakan pakaian yang tidak menutup aurat, dll.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Muhammadiyah sangat
mendukung berkembangnya seni dan budaya dengan tetap
memerhatikan nilai nilai atau norma norma islam supaya jangan
sampai melampaui batas. Bahkan Muhammadiyah sekarang
membuat strategi dakwah yang disebut dengan dakwah kultural,
yaitu: upaya menanamkan nilai-nilai islam dalam seluruh dimensi

Muhammadiyah dan sosial


politik
Posisi Muhammadiyah dalam kehidupan nasional, dunia Islam, dan
perkembangan global ditandai dengan lima peran yang secara
umum menggambarkan misi Persyarikatan. Kelima peran tersebut
adalah:
Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid terus mendorong
tumbuhnya gerakan pemurnian ajaran Islam dalam masalah yang
baku (al-tsawabit) dan pengembangan pemikiran dalam masalahmasalah ijtihadiyah yang menitikberatkan aktivitasnya pada dakwah
amar makruf nahi munkar. Muhammadiyah bertanggung jawab atas
berkembangnya syiar Islam di Indonesia, dalam bentuk: 1) makin
dipahami dan diamalkannya ajaran Islam dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, 2) kehidupan umat yang
makin bermutu, yaitu umat yang cerdas, berakhlak mulia, dan
sejahtera.
Kedua, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dengan semangat
tajdid yang dimilikinya terus mendorong tumbuhnya pemikiran Islam
secara sehat dalam berbagai bidang kehidupan. Pengembangan
pemikiran Islam yang berwatak tajdid tersebut sebagai realisasi dari
ikhtiar mewujudkan risalah Islam sebagai rahmatan lil-alamin yang
berguna dan fungsional bagi pemecahan permasalahan umat,
bangsa, negara, dan kemanusiaan dalam tataran peradaban global.

Ketiga, sebagai salah satu komponen bangsa, Muhammadiyah


bertanggung jawab atas berbagai upaya untuk tercapainya citacita bangsa dan Negara Indonesia, sebagaimana dituangkan
dalam Pembukaan Konstitusi Negara. Upaya-upaya tersebut
melalui: 1) penegakan hukum dan pemerintahan yang bersih, 2)
perluasan kesempatan kerja, hidup sehat dan berpendidikan yang
bebas dari kemiskinan, 3) peneguhan etika demokrasi dalam
kehidupan ekonomi dan politik, 4) pembebasan kehidupan
berbangsa dan bernegara dari praktek kemunkaran dan
kemaksiatan;
Keempat, sebagai warga Dunia Islam, Muhammadiyah
bertanggung jawab atas terwujudnya kemajuan umat Islam di
segala bidang kehidupan, bebas dari ketertinggalan, keterasingan,
dan keteraniayaan dalam percaturan dan peradaban global.
Dengan peran di dunia Islam yang demikian itu Muhammadiyah
berkiprah dalam membangun peradaban dunia Islam yang
semakin maju sekaligus dapat mempengaruhi perkembangan
dunia yang semakin adil, tercerahkan, dan manusiawi.
Kelima, sebagai warga dunia, Muhammadiyah senantiasa
bertanggungjawab atas terciptanya tatanan dunia yang adil,
sejahtera, dan berperadaban tinggi sesuai dengan misi membawa
pesan Islam sebagai rahmatan lil-alamin. Peran global tersebut
merupakan keniscayaan karena di satu pihak Muhammadiyah

Dalam merealisasikan peran-peran tersebut, Muhammadiyah


perlu merumuskan strategi gerakannya, yang diwujudkan dalam
Program Persyarikatan. Program tersebut bersifat realistis dan
antisipatif guna menjawab berbagai persoalan umat Islam,
bangsa, dan dunia kemanusiaan, dengan berpijak pada capaian
program Muhammadiyah sampai saat ini.6
Di sisi lain, mengingat eksistensi Muhammadiyah sebagai
gerakan yang berada langsung dalam puasaran dinamika umat
dan masyarakat, maka Program Persyarikatan dirumuskan secara
terintegrasi, baik secara vertikal maupun horisontal, serta
berkesinambungan dalam perencanaan dan pelaksanaannya di
semua tingkatan, organisasi otonom, dan amal usaha
Muhammadiyah.
Upaya untuk merealisasikan misi Persyarikatan Muhammadiyah
dalam usia yang hampir genap satu abad ini tentu bersinggungan
dan memiliki kaitan dengan berbagai permasalahan yang sedang
dihadapi oleh umat manusia saat ini, baik dalam lingkup global
maupun nasional.

referensi

Muhammad Soedja, Cerita tentang kyiai haji Ahmad Dahlan,


Jakarta: Rhineka Cipta, 1993.
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers,2002.
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai