Awal mula pendidikan Muhammadiyah dapat ditelusuri hingga pendirian "Sekolah Agama
Modern" yang disebut Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI) pada 1 Desember
1911 oleh KH Ahmad Dahlan. Dengan demikian, sejarah pendidikan Muhammadiyah telah
berusia lebih dari satu abad, berusia 113 tahun pada tahun 2023. Perjalanan pendidikan
Muhammadiyah dapat dibagi menjadi empat periode: masa perintisan (1900-1923), masa
pengembangan (1923-1970), masa pelembagaan (1970-1998), dan masa transformasi (1998-
sekarang).
Masa perintisan adalah saat KH Ahmad Dahlan mencari konsepsi baru dalam sistem
pendidikan alternatif untuk mengatasi masalah kehidupan kaum pribumi yang terkait dengan
kemunduran dan kemiskinan. Pada periode ini, pendidikan Muhammadiyah mulai tumbuh
dan berkembang di luar Yogyakarta dan merambah ke daerah-daerah lain di Indonesia.
Masa pengembangan, yang berlangsung setelah wafatnya KH Ahmad Dahlan hingga tahun
1966, ditandai dengan perang kemerdekaan dan dualisme sistem pendidikan sekuler dan
keagamaan. Proses penerimaan terhadap pendidikan sekuler mulai berkembang, dan sekolah
Muhammadiyah muncul sebagai salah satu pemain utama dalam menyediakan pendidikan
yang mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dan agama.
Masa pelembagaan, pada masa Orde Baru (1966-1998), ditandai dengan pembangunan
pendidikan yang lebih terencana, dengan sekolah negeri sebagai standar mutu.
Muhammadiyah memperluas sekolahnya ke daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh
pemerintah, sehingga tata kelola dan budaya sekolah Muhammadiyah semakin mengikuti
pola sekolah pemerintah.
Masa transformasi, yang dimulai setelah Orde Baru berakhir, menghadirkan tantangan baru.
Kebijakan pendidikan yang desentralistik-populis, seperti sekolah gratis, meningkatkan daya
tampung sekolah negeri, menghadirkan tantangan bagi sekolah Muhammadiyah. Sekolah-
sekolah swasta Islam baru juga muncul sebagai pesaing, menawarkan pendidikan alternatif
kepada kelas menengah muslim.
Tujuan pendidikan Muhammadiyah telah mengalami evolusi sepanjang waktu. Pada era pra-
perumusan, tujuan pendidikan belum dirumuskan secara eksplisit, namun mengacu pada
pemikiran KH Ahmad Dahlan yang menekankan pentingnya belajar, mengejar pengetahuan,
dan menjaga kesucian hati. Selama era ini, pendidikan lebih berfokus pada pengembangan
akal.