Anda di halaman 1dari 4

NAMA : RIZKY IKBAL

NIM : 2281130033

KELAS : A1

MAKUL : ILMU FILSAFAT ISLAM

DOSEN : ABDUL AZEEZ, SAG, MPD

JAWABAN UAS ILMU FILSAFAT ISLAM

1. Sebutkan 3 manfaat mempelajari filsafat pendidikan Islam dan relevansinya dengan


seorang pendidik!
Jawab :
1). Pemahaman Mendalam terhadap Nilai-nilai Islam: Mempelajari filsafat pendidikan Islam
membantu seorang pendidik memahami secara mendalam nilai-nilai fundamental dalam Islam.
Dengan demikian, pendidik dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip moral, etika, dan spiritualitas
Islam ke dalam pengajaran mereka, menciptakan lingkungan pendidikan yang seimbang dan
bermakna.
2). Pembentukan Karakter dan Etika: Filsafat pendidikan Islam memberikan landasan untuk
membentuk karakter dan etika yang kuat pada peserta didik. Seorang pendidik yang memahami
filsafat ini dapat mengembangkan metode pengajaran yang tidak hanya fokus pada aspek akademis,
tetapi juga pada perkembangan moral dan etika siswa, menciptakan generasi yang memiliki nilai-nilai
Islami yang kokoh.
3). Menghadapi Tantangan Kontemporer: Mempelajari filsafat pendidikan Islam membekali seorang
pendidik dengan pemahaman yang diperlukan untuk menghadapi tantangan kontemporer dalam dunia
pendidikan. Dengan merangkul prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan toleransi dalam konteks
Islam, seorang pendidik dapat memandu siswa menghadapi perubahan zaman dengan pemahaman
yang seimbang dan kontekstual.

2.Jelaskan perbedaan sistem pendidikan Islam di Indonesia saat ini dengan sistem
pendidikan Islam yang menurut Ibnu Khaldun?
Jawab :
Relevansinya dengan seorang pendidik adalah bahwa pemahaman ini membantu menciptakan
lingkungan pendidikan yang holistik, mempersiapkan siswa tidak hanya dalam aspek akademis tetapi
juga dalam pembentukan karakter dan persiapan menghadapi realitas dunia modern secara Islami.
a). Sistem Pendidikan Islam di Indonesia Saat Ini:
Saat ini, sistem pendidikan Islam di Indonesia mencakup berbagai jenjang mulai dari pendidikan
dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan Islam diintegrasikan dalam kerangka pendidikan nasional,
dengan kurikulum yang mencakup mata pelajaran umum dan keagamaan. Ada upaya untuk
menggabungkan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran, tetapi pendekatan ini bisa bervariasi di antara
lembaga-lembaga pendidikan.
b). Perbedaan dengan Pemikiran Ibnu Khaldun: Ibnu Khaldun, seorang filosof Muslim pada abad ke-
14, memiliki pandangan unik tentang pendidikan. Menurutnya, pendidikan harus berfokus pada
pembentukan karakter dan keterampilan praktis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Ia menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan sifat-sifat positif
dalam individu.
Perbedaan utama adalah bahwa Ibnu Khaldun menekankan pada aspek praktis dan karakter dalam
pendidikan, sedangkan sistem pendidikan Islam di Indonesia saat ini mungkin lebih terfokus pada
kurikulum yang mencakup berbagai mata pelajaran dengan pendekatan yang lebih seragam.
Pendidikan menurut Ibnu Khaldun juga harus menciptakan pemimpin yang mampu memahami dan
mengatasi tantangan masyarakat.
Meskipun ada perbedaan ini, ada juga upaya di Indonesia untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam
dalam pendidikan guna membentuk karakter dan moral siswa, sejalan dengan pemikiran Ibnu
Khaldun meskipun dengan penekanan yang mungkin berbeda.

3. Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari dengan KH.
Ahmad Dahlan?
Jawab :
Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam KH. Hasyim Asy'ari dengan KH. Ahmad Dahlan:
1). Tradisi Pesantren dan Modernisasi Pendidikan:
- KH. Hasyim Asy'ari: Sebagai pendiri NU (Nahdlatul Ulama), Hasyim Asy'ari memainkan peran
kunci dalam pengembangan pesantren tradisional di Indonesia. Pendidikannya lebih terfokus pada
hafalan Al-Qur'an dan tradisi keagamaan.
- KH. Ahmad Dahlan: Pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan, mendorong modernisasi pendidikan
Islam. Muhammadiyah menekankan pada pendidikan yang lebih terstruktur, termasuk kurikulum
sekolah modern yang mencakup pelajaran umum dan agama.
2). Pentingnya Pendidikan Agama dan Kebangsaan:
- KH. Hasyim Asy'ari: Hasyim Asy'ari menekankan pada peran agama Islam dalam kehidupan dan
kemerdekaan Indonesia. NU membantu mengkristalkan identitas Islam dalam konteks kebangsaan.
- KH. Ahmad Dahlan: Ahmad Dahlan melihat pentingnya pendidikan agama dalam membentuk
karakter Muslim yang berkontribusi pada pembangunan nasional. Muhammadiyah memandang
pendidikan sebagai kunci untuk membangun umat yang mandiri dan berdaya saing.
3). Toleransi dan Keadilan Sosial:
- KH. Hasyim Asy'ari: NU mengadvokasi nilai-nilai toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
Pemikiran ini menciptakan lingkungan inklusif di pesantren.
- KH. Ahmad Dahlan: Muhammadiyah juga mendorong toleransi dan keadilan sosial, dengan
pendidikan sebagai sarana untuk menghasilkan masyarakat yang adil dan berkeadilan.
4). Pendekatan Berbeda dalam Pendidikan:
- KH. Hasyim Asy'ari: Pendidikan di pesantren NU cenderung bersifat tradisional dengan penekanan
pada keagamaan dan pengajaran kitab-kitab klasik.
- KH. Ahmad Dahlan: Muhammadiyah mengedepankan pendidikan yang lebih modern dan umum,
memadukan agama dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan praktis.

Meskipun ada perbedaan pendekatan, keduanya berkontribusi pada pembentukan masyarakat Islam di
Indonesia yang berakar pada nilai-nilai agama, toleransi, dan keadilan, meski dengan cara yang
berbeda sesuai dengan visi dan misi organisasi mereka.

4. Di era kurikulum merdeka saat ini, apakah terdapat kerangka nilai-nilai filsafat
pendidikan Islam di dalamnya? Jika ada, sebutkan?
Jawab :
Pada era kurikulum merdeka saat ini, terdapat upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai filsafat
pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan. Beberapa nilai tersebut mencakup:
1). Tauhid (Keesaan Tuhan): Pendidikan Islam menekankan pentingnya memahami dan menghayati
konsep tauhid sebagai dasar keimanan dan pandangan hidup yang menyeluruh.
2). Akhlak Mulia: Penanaman nilai-nilai akhlak mulia menjadi fokus, termasuk kejujuran, kesabaran,
dan kasih sayang, sesuai dengan ajaran Islam untuk membentuk karakter yang baik.
3). Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan Praktis: Keseimbangan antara ilmu pengetahuan umum dan
ilmu agama menjadi tujuan, sehingga peserta didik tidak hanya kompeten secara akademis tetapi juga
memiliki keterampilan praktis yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
4). Keadilan dan Kesetaraan: Pendidikan Islam merdeka menekankan pentingnya keadilan sosial dan
kesetaraan, sesuai dengan nilai-nilai keadilan dalam ajaran Islam.
5). Kemerdekaan Berpikir dan Ekspresi: Pendidikan Islam pada era ini memberikan ruang bagi
kemerdekaan berpikir dan ekspresi sesuai dengan nilai-nilai kebebasan yang ditekankan dalam Islam,
asalkan sesuai dengan etika dan nilai moral.
6). Toleransi dan Kerukunan Antarumat Beragama: Nilai-nilai toleransi dan kerukunan antarumat
beragama menjadi penting dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia, dan hal ini diakui dalam
kurikulum merdeka.
7). Kemandirian dan Kreativitas: Pendidikan Islam merdeka mendorong pengembangan kemandirian
dan kreativitas peserta didik untuk menghasilkan individu yang berkontribusi positif dalam
masyarakat.

Meskipun demikian, implementasi nilai-nilai ini dapat bervariasi di berbagai lembaga pendidikan dan
tingkat pendidikan. Kesuksesan penerapan nilai-nilai filsafat pendidikan Islam dalam kurikulum
merdeka memerlukan dukungan komprehensif dari para pendidik, lembaga pendidikan, dan
pemerintah untuk mencapai visi pendidikan yang holistik dan Islami.

5. Siapakah tokoh filsafat pendidikan Islam Indonesia dan Dunia yang paling
berpengaruh menurut Anda? Uraikan pemikiran dan kontribusinya!
Jawab :
Tokoh Filsafat Pendidikan Islam:
1). Ibnu Sina (Avicenna):
Pemikiran: Ibnu Sina, seorang cendekiawan Muslim abad pertengahan, memiliki kontribusi besar
dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Dalam konteks pendidikan Islam, ia menggabungkan pemikiran
Aristoteles dengan tradisi keilmuan Islam, menguatkan hubungan antara akal dan wahyu.
Kontribusi: Karyanya, terutama "Kitab al-Shifa" (The Book of Healing), mencakup pandangan
filosofis dan ilmiah yang memengaruhi perkembangan pemikiran dan pendidikan Islam.
2). Al-Ghazali:
Pemikiran: Al-Ghazali dikenal sebagai penolong dan reformator dalam pemikiran Islam. Karyanya
"Tahafut al-Falasifah" (The Incoherence of the Philosophers) mengkritik pandangan filsafat yang
dianggapnya bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, dalam karyanya "Ihya Ulum al-Din" (The
Revival of Religious Sciences), ia menyumbang pada pengembangan pendidikan spiritual dan etika.
Kontribusi: Al-Ghazali mempromosikan pendekatan holistik dalam pendidikan Islam, mengakui
pentingnya pengembangan spiritualitas selain ilmu pengetahuan akademis.
3). Nurcholish Madjid:
Pemikiran: Nurcholish Madjid merupakan pemikir Islam modern Indonesia. Beliau memperjuangkan
pendekatan yang lebih terbuka dan inklusif terhadap ilmu pengetahuan dan budaya, memandang
bahwa Islam dan modernitas dapat berdampingan.
Kontribusi: Nurcholish Madjid memainkan peran penting dalam merintis dialog antara Islam dan ilmu
pengetahuan modern di Indonesia. Pemikirannya mengilhami gerakan modernisasi pendidikan Islam
di tanah air.
4). Ibnu Khaldun:
Pemikiran: Ibnu Khaldun, seorang sejarawan, sosiolog, dan filosof Muslim abad ke-14, menyajikan
konsep siklus sejarah dalam karyanya "Muqaddimah." Ia menekankan pentingnya faktor sosial dan
ekonomi dalam memahami perjalanan peradaban.
Kontribusi: Dalam konteks pendidikan Islam, Ibnu Khaldun memberikan pemahaman tentang
bagaimana faktor-faktor sosial dan ekonomi dapat mempengaruhi proses pendidikan dan
pembentukan karakter masyarakat

Setiap tokoh ini memiliki peran unik dalam membentuk pemikiran dan konsep pendidikan Islam,
menggambarkan keragaman dan kedalaman warisan intelektual Islam di berbagai periode sejarah.

Anda mungkin juga menyukai