1
a. Pengetahuan abadi, yang diberikan berdasarkan wahyu Ilahi yang diturunkan dalam
Al-Qur’an dan Sunnah, dan semua yang dapat ditarik dari keduanya dengan tekanan
pada bahasa Arab sebagai kunci untuk memahami keduanya.
b. Pengetahuan yang diperoleh, termasuk ilmu-ilmu sosial, alam dan terapan yang rentan
terhadap pertumbuhan kuantitatif dan pelipatgandaan. Variasi terbatas dengan pinjaman
lintas budaya dipertahankan sejauh sesuai dengan syariah sebagai sumber nilai.
Dari dua kelompok pengetahuan tersebut, disusun kurikulum dan silabus sebagai
berikut.
2
muslim yang menyebabkan mereka disebut sebagai bangsa terbaik yang pernah
dikenal umat manusia.
f) Penelitian naskah-naskah langka untuk dijadikan bahan yang berguna bagi kajian
dalam departemen-departemen resmi di universitas-universitas Islam dan
menghasilkan kaidah bagi pelajar syariah Islam. Kurikulum dan rencana bagi studi-
studi hukum lebih tinggi harus disusun untuk menghasikan manusia yang cukup
kompeten untuk menilai sumber-sumber syariah dan merumuskan pemecahan-
pemecahan Islam bagi semua masalah yang dihadapi dunia.
g) Perlu penekanan tempat bahasa Arab dalam pendidikan pada semua tingkatan dan
perlu dimanfaatkan percobaan dan kajian yang dilakukan dalam bidang ini.
2) Kurikulum dan Silabus: “Pengetahuan yang diperoleh”
1. Sastra: perlu dikembangkan aliran kritis sastra Islam yang didasarkan pada asas-asas
Islam dengan kaidah penilaiannya. Dengan demikian, dimungkinkan untuk meneliti
dengan cermat dan menilai sastra yang asing bagi pemikiran Islam.
2. Seni dan Keterampilan: perlu dikembangkan studi tentang seni dan keterampilan
Islam dan perkembangan estetika Islam.
3. Ilmu-ilmu sosial: ilmu-ilmu sosial Barat diganti oleh seperangkat ilmu sosial baru
yang konsepnya tidak hanya bertentangan dengan Islam, tetapi juga disusun
berdasarkan asas-asas yang ditemukan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Perlu
dikembangkan fasilitas-fasilitas dan bantuan keuangan para sarjana muslim yang taat
dan agar mahasiswanya yang lebih menonjol di antara mereka dipilih untuk studi
yang lebih tinggi lagi. Penelitian oleh setiap sarjana dan oleh tim harus dirancang
oleh lembaga-lembaga dan perkumpulan-perkumpulan untuk kajian-kajian khusus
yang diadakan demi tujuan ini. Demikian pula partisipan serta publikasi perlu segera
dimulai dengan buku-buku teks yang menyangkut warisan Islam dalam semua
bidang ilmu sosial. Selain itu, perlu juga dikembangkan tugas-tugas berikut, yaitu:
a. Pembuatan indeks bibliografis untuk ilmu-ilmu sosial
b. Studi-studi perbandingan
c. Persiapan eksiklopedi yang mulai ditangani
4. Ilmu-ilmu sosial: kurikulum pendidikan dalam dunia muslim dan pada semua
tingkatan harus mencakup studi mengenal sejarah ilmu pengetahuan dan
3
pengetahuan tentang peranan kaum muslim dalam perkembangannya dengan
penekanan khusus pada prestasi ilmiah setiap negara muslim. Siswa perlu didesak
untuk membangkitkan kembali semangat ilmiah para nenek moyang yang telah
mengembangkan ilmu pengetahuan Islam.
5. Ilmu-ilmu terapan: perlu dikembangkan kuliah dalam ilmu-ilmu sosial dan terapan
dalam semangat Islam sedemikian rupa, sehingga dapat menggalakkan pandangan
religius para pelajar dan membuat mereka menghargai kebesaran Pencipta dan
kreativitasnya yang menakjubkan, sebagaimana dikatakan Allah dalam kitab suci Al-
Qur’an, “Hanya mereka yang takut kepada Allah”. Jurang artifisial antara ilmu-ilmu
fisik dan bukan fisik di pihak lain harus dijembatani. Jurang seperti itu disebabkan
oleh kegagalan kita menggunakan metodologi Islam dalam mengajarkan materi-
materi tersebut secara terpisah dari agama.
4
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan mengemukakan bahwa prinsip kurikulum pendidikan
Islam adalah sebagai berikut.
5
dengan kebutuhan siswa dan masyarakat serta menambah kegunaan dalam menambah
keluwesannya.
f) Perkembangan dan perubahan Islam yang menjadi sumber pengambilan falsafah,
prinsip, dan dasar kurikulum. Metode mengajar pendidikan Islam mencela sifat taklid
membabi buta ataupun bertahan pada sesuatu yang kuno yang diwarisi dan
mengikutinya tanpa reserve. Islam mengalahkan perkembangan dan perubahan yang
berlaku dalam kehidupan.
g) Pertautan antara mata pelajaran dan aktiva yang terkandung dalam kurikulum. Begitu
juga dengan pertautan antara kandungan kurikulum dan kebutuhan siswa, kebutuhan
masyarakat, tuntutan zaman tempat siswa berada, serta dengan perkembangan yang
logis sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat siswa.
Dengan demikian, kurikulum yang berbasis pada sumber ajaran Islam merupakan
kurikulum yang mengantarkan siswa mencapai tujuan Islam, yakni kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat. Artinya, ilmu pengetahuan yang ditransfer kepada siswa menjadi
bekal hidup di dunia dan akhirat, atau memiliki dua manfaat yang bermakna dalam
kehidupan orang beriman.
Untuk itu, kurikulum harus mengandung tata nilai islami yang intrinsik dan
ekstrinsik mampu merealisasikan tujuan pendidikan Islam. Pelaksanaan kurikulum yang
sesuai dengan idealisme Islam harus senantiasa mengembangkan metode pendidikannya,
sedangkan pengembangan metodologi dapat mengambil dari berbagai teori pendidikan,
termasuk teori Barat, dan nilai-nilai ajaran Islam dapat menjadi filter teori Barat, agar
tujuan pendidikan yang islami tetap terjaga. Sebagaimana yang dikemukakan oleh H.M
Arifin (1991: 24) bahwa keseimbangan antara metode dan tujuan pendidikan Islam artinya
pertautan substansial antara metode, cara, dan tujuan pendidikan. Dengan demikian, nilai-
6
nilai Islam dapat berada di setiap komponen pendidikan atau Islam diolah menjadi sistem
pendidikan.
Para pendidik dalam lembaga pendidikan Islam adalah guru-guru yang memahami
ajaran Islam, memberi teladan kepada siswa, dan memiliki kemampuan memahami Islam
sebagai bagian yang sangat signifikan dan melekat pada mata pelajaran yang diampu oleh
para pendidik.
Demikian pula dengan literatur yang dijadikan rujukan mata pelajaran, adalah
literatur yang berisi materi berbasis Islam, yang tujuan utamanya membentuk siswa
berkepribadian muslim. Dalam mata pelajaran apapun, secara metodologis para pendidik
berkewajiban mengarahkan siswanya ke arah perwujudan tujuan tersebut.
Setiap mata pelajaran diharapkan mengarahkan siswa pada sikap yang patut
diteladani, penguatan pemahaman ketauhidan dan ketebalan iman, sehingga siswa yang
dibina dalam pendidikan Islam dengan kurikulum islami, memiliki pandangan yang luas,
tidak mudah putus asa dalam menghadapi kehidupan, optimis, dan kreatif.
7
D. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM PAI
Kurikulum memiliki komponen bidang studi, yaitu landasan, isi, desain
(curriculumdesign), rekayasa (curriculum engineering), evaluasi, penelitian, serta
pengembangannya. Pembahasan ini diarahkan pada prinsip-prinsip yang menjadi ciri
kurikulum pendidikan Islam dan beberapa persoalan yang berkaitan dengan isi atau bahan
ajar. (Hery Noer Alym, 2000: 163)
8
2. Komponen Kurikulum Pengembangan Program Keilmuan
a. Nilai materi atau mata pelajaran karena pengaruhnya dalam mencapai kesempurnaan
jiwa dengan cara mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Ini adalah tugas dari ilmu ketuhanan
dan ilmu agama. Penyusunan materi atau mata pelajaran harus mengikuti sistem yang
logis dengan memilih mata pelajaran yang dapat mengantarkan siswa pada tujuan yang
lebih tinggi, yaitu mengetahui Allah sebagai pencipta alam seluruhnya.
b. Nilai mata pelajaran karena mengandung nasihat untuk mengikuti jalan hidup yang baik
dan utama. Ini adalah tugas ilmu akhlak, ilmu hadits, dan fikih secara umum.
Kurikulum pendidikan Islam mementingkan faktor budi pekerti, baik dalam fase
pendidikan yang pertama maupun fase yang terakhir. Oleh karena itu, ajaran Islam
merupakan sumber budi pekerti dan keutamaan yang mengarahkan perhatian yang besar
dalam mempelajari ilmu-ilmu agama, terutama fikih yang berisi petunjuk, nasihat, dan
penjelasan bagi manusia tentang urusan-urusan agama dan dunia sehingga kurikulum
belum dianggap sempurna apabila belum berisi mata pelajaran fikih.
c. Nilai mata pelajaran yang melatih berpikir logis dan kritis, misalnya ilmu manthiq
(logika).
d. Nilai mata pelajaran yang berfungsi pembudayaan dan kesenangan otak. Orang-orang
Islam harus mempelajari bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan dan kesenian,
dengan tujuan untuk memuaskan naluri alamiahnya pada pengetahuan. Inilah yang
dianggap oleh para ulama sebagai satu naluri yang membedakan antara manusia dan
hewan.
e. Nilai mata pelajaran yang diperlukan untuk mempersiapkan siswa memperoleh
pekerjaan atau penghidupan. Misalnya, mata pelajaran keterampilan yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan.
f. Nilai mata pelajaran yang merupakan alat atau media untuk mempelajari ilmu yang lain,
di antaranya ilmu bahasa yang sangat membantu memahami agama, ilmu berhitung, dan
filsafat ilmu.
9
g. Dasar religi adalah dasar yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah yang tertuang
dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijtihad.
h. Dasar falsafah adalah dasar yang memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan
Islam, dengan dasar filosofis sehingga susunan kurikulum mengandung kebenaran,
terutama kebenaran di bidang nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai
kebenaran universal. Dasar filosofis membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam
pada tiga dimensi, yaitu dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dan dimensi
aksiologis. Ontologis adalah hakikat yang dikaji, epistemologis adalah cara
mendapatkan pengetahuan, dan aksiologis adalah nilai dan kegunaaan ilmu.
i. Dasar psikologis. Dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis siswa yang berkaitan
dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat-bakat jasmaniah, intelektual,
bahasa, emosi, sosial, kebutuhan dan keinginan individu, minat dan kecakapan.
j. Dasar sosiologis. Dasar ini memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan
memegang peranan penting terhadap penyampaian dan pengembangan kebudayaan,
proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat. adanya pengaruh ilmu
pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan masyarakat selalu dalam proses
perkembangan, sehingga tuntutan dari masa ke masa tidak sama.
k. Dasar organisatoris. Dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yaitu
organisasi kurikulum. Dasar ini berpijak pada teori psikologis asosiasi, yang
menganggap keseluruhan adalah jumlah bagian-bagiannya, menjadikan kurikulum
merupakan mata pelajaran yang terpisah-pisah. Kemudian disusul teori psikologi
Gestalt, organisasi kurikulum yang disusun secara unit tanpa adanya batas antara
berbagai mata pelajaran.
Menurut Ali Ahmad Mazkur (2000: 81) komponen kurikulum yang bertitik tolak
pada prinsip pengembangan program keilmuan pendidikan Islam adalah:
1) Ar-rabbdniyat (kerabanian)
2) At-tauhid (ketauhidan)
3) Al-‘alamiyat (samawiyat)
4) As-sabdt (konstan)
5) As-sumul (universal)
10
6) At-tawadzun (keseimbangan)
7) Al-ijdbiyat (keaktifan)
8) Aw-waqi’iyai (realistis)
Menurut Al-Abrasi (Ahmad Tafsir, 2000: 66-67) pada komponen kurikulum yang
berkaitan dengan pengembangan program keilmuan pendidikan Islam harus ada mata
pelajaran yang ditujukan mendidik rohani atau hati dan mata pelajaran yang berisi tuntunan
cara hidup, yaitu ilmu fikih dan ilmu akhlak.
a. Menurut Abudin Nata, Asas Filosofis berperan sebagai penentu tujuan pendidikan.
b. Adapun Asas Sosiologis berperan memberikan dasar untuk menentukan bahwa yang
dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
c. Asas Organisatoris berfungsi memberikan dasar-dasar dalam bentuk menyusun bahan
pelajaran dan menentukan penentuan luas dan aturan mata pelajaran.
d. Adapun Asas Psikologis berperan memberikan berbagai prinsip mengenai
perkembangan siswa dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan
pelajaran agar dicerna dan dikuasai oleh siswa sesuai dengan tahap perkembangannya.
Menurut Al-Abrasi (Ahmad Tafsir, 2000: 66-67) Mata pelajaran yang diberikan
hendaknya mengandung kelezatan ilmiah, yaitu yang sekarang disebut orang mempelajari
ilmu untuk ilmu. Selain itu, mata pelajaran yang berkaitan harus bermanfaat secara praktis
bagi kehidupan dan berguna bagi mempelajari ilmu lain, yaitu ilmu alat seperti bahasa dan
semua cabangnya.
11