Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Identitas Buku

IDENTITAS BUKU I

Judul Buku : Ilmu Pendidikan Islam

Penerbit : HIJRI Pustaka Utama

Penulis : Prof.Dr.Syafaruddin,Mpd dkk

Tahun Terbit : 2017

Tebal Halaman : 192

Identitas Buku 2

Judul Buku : Ilmu Pendidikan Islam

Tahun Terbit :Desember 2011

Penulis :Soleha dan Rada

Editor :Subardi dan Yusra Jamali

Desain Sampul :Tim Alfabeta

Penerbit :Alfabeta
Alamat Penerbit :Bandung

Jumlah Halaman :142 halaman, 6 bab

Cetakan :Ke-1

No.ISBN :978-602-9328-60-8

BAB II

PEMBAHASAN

BUKU PERTAMA

Bab I Tauhid sebagai landasan ilmu, Islam yang memeberikan kedudukan yang tinggi kepada akal
manusia, Pendapat-pendapat pakar islam sebagai agama memiliki ajaran-ajaran yang bersumber dari
Allah SWT untuk keperluan masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul, Dimensi
keilmuan pendidikan islam yang menerangkan Allah adalah pendidik yang Maha Agung bagi Manusia.
Dia maha pengasih dan Maha Penyayang kepada semua mahluk-Nya. Ilmu pendidikan islam dan guru
professional, Umat islam yang saat ini telah terlanda penyakit jumud dan penyakit kemunduran atau
penyakit dekadensi, atheism, faham-faham hokum rimba,dengan label kemajuan. Obat penyembuhan
semua penyakit ini dapat diperoleh dari ajaran islam, bila dipahami cahaya ilmu dan perkembangannya
(Al-Djamali,1993:13). Pendidikan sebagai suatu sistem, sistem yang berarti suatu kesatuan dari
komponen-komponen yang masing masing berdiri sendiri tetapi saling terikat satu dengan yang lain,
sehingga terbentuk suatu kebetulan yang utuh dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Bab II Konsep dasar ilmu pendidikan islam yang didalamnya akan menjabarkan defenisi pendidikan islam
secara menjabar, Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah. Dengan kata lain, ilmu adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode tertentu secara sistematis, logis dan
objektif. Dasar dan tujuan pendidikan islam yang menjelaskan sumber utama ajaran islam yang
disebutkan adalah al-qur’an sebagai pedoman hidup umat islam. Dan dasar-dasar ideal pendidikan islam
yang dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk Al-qur’an, Sunnah Nabi SAW, Kata-
kata sahabat Nabi, Kemaslahatan masyarakat, Nilai-nilai dan adat-istiadat masyarakat (urf), dan Hasil
pemikiran muslim (ijtihad).

Bab III Anak didik, pendidikan dan aspek pendidikan islam yang menjelaskan didalamnya defenisi
Peserta didik yang berarti adalah makhluk yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan menurut fitrahnya masing-masing. Pendidik dalam perspektif islam, Pendidik dalam
pendidikan islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas
pendidikan dirinya dan orang lain. Aspek aspek pendidikan islam terbagi atas pendidikan keimanan,
pendidikan akhlak, pendidikan intelektual dalam islam, dan pendidikan sosial dalam islam..

Bab IV Pada mulanya istilah kurikulum digunakan dalam dunia olahraga, yang berasal dari bahasa latin.
Secara istilah, kurikulum berarti a running course or race course especially a chariot race curse
(Nasution,1988:9). Pada bab ini terdapat defenisi kurikulum yang banyak dipaparkan. Dan didalam bab
ini terdapat Peranan dan fungsi kurikulum yang dijelaskan secara detail dalam isi bab ini terdapat
Peranan konservatif, Peranan kreatif, Peranan kritis dan penilaian. Dan juga terdapat fungsi kurikulum
yang telah dikemukakan dalam isi buku yaitu Fungsi penyesuaian, Fungsi keterpaduan, Fungsi
perbedaan, Fungsi persiapan, Fungsi pemilihan dan Fungsi diagnostic.

Bab V Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang berfungsi mendukung tercapainya tujuan pendidik.
Secara sederhana alat pendidikan dipahami bahwa alat yang terkait dengan perlengkapan dalam
pelaksanaan pendidikan. Disekolah misalnya, alat yang berupa buku teks, alat praga, alat klasikal
diantaranya white board,papan tulis dan kapur tulis.

Orang yang bertanggung jawab melaksanakan pendidikan islam adalah orang tua dan guru. Keberadaan
guru adalah berperan sebagai manajer dalam pengorganisasian didalam kelas. Dengan demikian guru
bertanggung jawab pembelajaran didalam kelas.

Bab VI Pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sebagai suatu proses, tidak hanya berlangsung pada
suatu saat, melainkan harus berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan. Dari sinilah kemudian
muncul istilah pendidikan seumur hidup (life long education), dan ada juga yang menyebutkan dengan
pendidikan terus-menerus (continuing education). (Ramayulis, 2004:255).

Pendidikan prantal (Tarbiyah Qabil Al-Wiladah) : Masa Pra Konsepsi dan Masa Pasca Konsepsi.
Pendidikan pasca natal (Tarbiyah Ba’da Al-wiladah) : Pendidikan bayi, Pendidikan Kanak-kanak,
Pendidikan anak-anak, Pendidikan remaja dan Pendidikan dewasa.

Bab VII Eksistensi Keluarga, Keluarga adalah salah satu unit sosial yang sangat menentukan masa depan
anak. Karena dalam keluarga, setiap anak pertama kali mendapat perlindungan, perhatian, bimbingan
dan pendidikan yang mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.

Keluarga adalah suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan
baik karena hubungan darah maupun karena pernikahan yang menyebabkan adanya rasa saling harap
yang sesuai dengan ajaran islam, memiliki kekuatan hokum dan memiliki ikatan bathin (Al-Ati,1984:29).
Suatu keluarga akan kokoh berdiri manakala fungsi keluarga dapat berjalan secara optimal di atas nilai-
nilai yang telah digariskan oleh Allah SWT.

Menurut Rahmat (1987:121), bahwa setiap keluarga idealnya memiliki beberapa fungsi, yakni Fungsi
ekonomis, fungsi sosial, fungsi edukatif, fungsi protektif, fungsi religious, fungsi rekreasi dan fungsi
afektif.

Para pendidik, terutama ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab sangat besar dalam mendidik anak-
anak dengan kebaikan dan dasar-dasar moral. Tanggung jawab mereka sangat komplek, yaitu perbaikan
jiwa mereka, meluruskan kepincangan mereka, mengangkat mereka dari seluruh kehinaan dan
pergaulannya yang baik dengan orang-orang lain.

BUKU KEDUA

BAB I : PERKEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan. (h.1)

Perkembangan pendidikan dewasa ini mengalami krisis, disebabkan ada dua orientasi yang berbeda
yakni pendidikan umum dan pendidikan Islam. Namun dalam Islam universal dan tidak mengenal
dikonomi ilmu pengetahuan.

Dalam situasi kritis para ilmuwan Islam terus mencari solusi dari problematika pendidikan. Salah satu
usahanya ialah lahirnya Konsep pendidikan Pendidikan Islam yang mandiri, dengan harapan mampu
melahirkan konsep yang ideal dan realistic serta dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan tuntutan
zaman dalam dunia pendidikan Islam.

B. Perkembangan Ilmu Pendidikan Islam. (h.2-5)

Sebenarnya sejak adanya Fakultas Tarbiyah IAIN Pendidikan Islam sudah dijadikan salah satu bahan
kajian, namun pengembangan serius terhadap Ilmu Pendidikan Islam baru dijadikan Mata Kuliah dalam
kurikulum Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidik sejak Bulan Oktober 1993 setelah diadakan Musyawarah
Nasional Ilmu Pendidikan Islam di Ciawi Bogor dmulaiian Agama Islam. Kemudian pada Tahun 1995
munculah Jurusan Kependidikan Islam (KI) lengkap dengan silabusnya.

Menurut Ahmad Tafsir pengembangan Ilmu Pendidikan Islam mulai serius dikembangan sejak Oktober
1993, bahkan sepanjang tahun 1994 – 1996 banyak sekali dilakukan seminar nasional yang
membicarakan Ilmu Pendidikan Islam. Hasilnya dapat tersusun sebuak buku yang diproduk oleh Asosiasi
Sarjana Pendidikan Islam (ASPI) yang membicarakan landasan filosofis, paradigm, metodologi, model
penelitian dan peta penelitian. Kesemuanya itu digunakan dalam pengembangan Ilmu Pendidikan Islam.
(Priatna 2004:39).

Perkembangan Ilmu Pendidikan Islam Menurut Nung Muhajir adalah filsafat yang digunakan haruslah
filsafat yang mengakui secara ekplisit kebenaran etik yang diwujudkan berupa nilai. Karena filsafat
seperti ini memuat idalisme, realism, khususnya realism metafisik (Tafsir 1994:23). Disamping itu perlu
ada paradigm yang dapat digunakan dengan cara mengambil teori yang ada lantas dikonultasikan
kepada wahyu Tuhan , atau diistilahkan dengan “Induksi konsultasi” (Tafsir 1994:24-25).

Cara Islamisasi Ilmu Pendidikan Barat dengan menggunakan realism-metafisik dan paradigm induksi
konsultasi dengan memilih tiga cara yaitu :

1. Merevisi teori yang sudah ada.

Mengganti teori lama yang dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi sekarang dengan teori baru.

2. Membuat teori baru.

Ada dua cara pengembangan Ilmu pendidikan Islam yakni :

a. Cara deduksi,

b. Cara induksi-konsultasi.

C. Pengertian dan Batasan Ilmu Pendidikan Islam. (h.5-7)

Ilmu pendidikan Islam merupakan Ilmu Pengetahuan praktis; Ilmu Pengetahuan rohani. Batasan Ilmu
pendidikan Islam adalah ilmu yang mengkaji pandangan Islam tentang pendidikan dengan menafsirkan
nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam dan mengkomunikasikan secara timbale balik dengan
fenomena sosialdalam situasi pendidikan kontemporer.

D. Tujuan Mempelajari Ilmu Pendidikan Islam (h.7)

Tujuan mempelajari Ilmu Pendidikan Islam antara lain :

1. Untuk mengetahui problema-problema dan isu-isu baru komponen.

2. Untuk merekontruksi Sistem Pendidikan Islam dengan paradigm baru yang sesuai dengan ajaran
Islam.

3.Untuk merefleksikan pertautan nilai-nilai transcendental Ilahi dengan realitas kependidikan.

4. Untuk mencerahkan situasi Ilmu Pendidikan Islam


E. Urgensi Ilmu Pendidikan Islam (h.8)

Urgensi Ilmu Pendidikan Islam antara lain :

1. Sebagai usaha untuk membentuk pribadi manusia.

2. Merupakan proses ikhtiar secara paedagogis untuk mengembangkan hiduo anak didik ke arah
kedewasaan/ kematangan.

3. Mempunyai arti fungsional dan actual dalam diri manusia untuk tercapainya tujuan hidup bahagia
dunia dan akherat.

F. Fungsi Ilmu Pendidikan Islam (h.9).

Ilmu Pendidikan Islam mempunyai fungsi, yaitu :

1. Ingin melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam agar menjadi kenyataan.

2. Memberikan informasi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi pengembangan
Ilmu Pendidikan Islam.

3. Menjadi pengoreksi kekurangan teori-teori ilmu Pendidikan Islam

BAB II

KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan. (h.11-15)

Islam sebagai agama menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital. Pernyataan ini didukung
dengan lima ayat pertama yang diwahyukan Allah SWT dalam Surat Al ‘laq. Hal ini diakui Malik Fajar
bahwa hubungan Islam dengan pendidikan bagaikan dua keping mata sisi uang artinya, Islam dan
pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar, baik secara ontologism,
efistimonologi maupun aksiologi (Fajar 1999:27).

Islam menganjurkan dan mendorong mencari ilmu bahkan dikatakan bahwa semua hasil ilmu
pengetahuan modern telah ada dalam al-Qur’an. Untuk membekali ilmu bagi umat Islam yang efekif
melalui pendidikan, baik formal maupun non formal (Isna 2001:64).
Kursyid Ahmad, dan Fazlur Rahman berpendapat bahwa pembaharuan dalam bentuk apapun harus
melalui pendidikan. Kita tidak bisa mencapai suatu cita-cita nasional kecuali dengan pendidikan (Abidin
1991:17), hanya saja , pendidikan harus mampu mendorong terciptanya daya pikir, sehingga melahirkan
manusia yang dinamis. Karena itu, umat Islam pada masa Klasik patut dijadikan motivasi untuk
memberikan arah di bidang pendidikan masa sekarang dan yang akan datang karena pendidikan di masa
tersebut mampu memberikan dorongan terwujudnya masa keemasan Islam (Sawito 1995:7).

Berdasarkan rujukan dari aspek tersebut, maka konsep tentang pendidikan dapat disusun dengan
hakikat pendidikan menurut ajaran Islam. Sebab keduanya tak mungkin dapat dipisahkan. Untuk
menggambarkan hal itu, berikut dijelaskan diskursus pendidikan Islam.

B. Pengertian Pendidikan Islam. (h.15-24)

Ada tiga istilah yang umn.um yang digunakan dalam Pendidikan Islam yakni, al-t’lim, al-tarbiyah dan al-
ta’dib. Ketiga makna tersebut mempunyai pengertian tersendiri dalam pendidik.

Terma al-tarbiyah, sangat luas cakupannya meliputi semua aspek pendidikan, yaitu aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor, baik dari aspek jasmani maupun rohani, secara harmonis dan integral. Sehingga
esesnsi tarbiyah mengandung makna yaitu proses aktualisasi sesuatu yang dilakukan secara bertahap
dan terencana sampai pada batas kesempurnaan (kedewasaan).

Terma ta’lim digunakan oleh Abdul Fatah Jalal menjelaskan bahwa ta’lim secara implicit juga
menanamkan aspek afektif, karena pengetian ta’lim sangat ditekankan pada prilaku yang baik (Nizar
2001:86).

Ibnu Mansur dalam bukunya Lisan al ‘arab Juz 9, mengemukakan bahwa ta’lim adalah pengajaran yang
bersifat pemberian, penyampaian, pengertian, pengetahuan serta keterampilan. Penunjukan kata ta’lim
pendidikan sesuai dengan Firman Allah QS. Albaqoroh: 31.

Selanjutnya tokoh yang memakai istilah ta’dib adalah Syeh Naquib a-Attas dengan memeberikan rujukan
mengenai konsep pendidikan dengan memakai istilah ta’dib yang berarti secara bahasa merupakan
bentuk masdar dari kata addaba yang berarti member adab, mendidik (Yunus 1972:37).

Terlepas dari batasan makna yang tepat dari ketiga istilah diatas, maka dapat ditarik benang merah
bahwa tabiyah merupakan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh potensi diri
manusia, secara fitrahna dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiannya.

Sementara kata ta’lim mengesankan proses pemberian ilmu pengetahuan dan penyadaran fitrah serta
tugas-tugas nyata. Sedangkan ta’dib mengesankan proses pembinaan kepribadian dan sikap moral
(afektif) dan etika dalam kehidupan (Djuwaeli 1998:4).
Penggunaan istilah tarbiyah mewakili untuk memaknai Pendidikan Islam. Hal ini karena muatan
maknanya lebih luas yang meliputi aspek jasmani, akal, daya kreasi dan social kemasyarakatan manusia
aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam proses pendidikan islam (Aziz dan Majid tt: 59.

Secara terminology para pakar telah mendefinisikan Pendidikan Islam berbeda-beda sesuai dengan
sudut pandang mereka. Namun dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam adalah suatu proses yang
sangat konfrehensif, disusun secara sistimatis, terencana dalam upaya mengembangkan potensi yang
ada pada diri anak didik secara optimal, untuk menjlankan tugas ilahiyah yang didasarkan dengan
bingkaian ajaran Islam pada semua aspek kehidupan.

C. Sumber dan Dasar pendidikan Islam. (h.24-38)

Kata Dasar dalam Bahasa (Arab; Asas, Inggris; foundation, Perancis, Latin; fundamentum). Secara
etimologi berarti; alas, fundamen, pokok atau pangkal sesuatu pendapat, ajaran, aturan. (Tim Penyusun
Kamus Pusat Pendidikan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1991:211).

Secara terminology dasar mengandung arti sebagai sumber adanya sesuatu dan proposisi paling umum
dan makna yang paling luas yang dijadikan sumber ilmu pengetahuan, ajaran, atau hukum. (Aly 1999:19-
30).

Sumber Pendidikan Islam ada dua: pertama, sumber Ilahi yang meliputi al-Qur’an, Hadits, dan alam
semesta sebagai ayat kauniyah yang perlu ditafsirkan kembali. Kedua, sumber insaniyah yaitu lewat
proses ijtihad manusia dari fenomena yang muncul dari kajian terhadap sumber Ilahi yang masih bersifat
global. (Nizar 2001:95). Hasan Langulung menambahkan yang ketiga yaitu Ijtihad.

Dalam meletakan Ijtihad sebagai sumber dasar Pendidikan Islam, ada dua pendapat: pertama, tidak
menjadikannya sebagai sumber dasar Pendidikan Islam. Kedua, meletakkan ijtihad sebagai sumber dasar
Pendidikan Islam.

D. Tujuan Pendidikan Islam. (h. 39-45)

Tujuan pendidikan Islam tidak lepas kaitannya dengan eksistensi hidup manusia sebagai khalifah Allah
SWT di muka bumi ini. Menurut Abdurrahman an-Nawawi ada empat tujuan umumnya yaitu :

1. Pendidikan Akal dan persiapan pikiran.

2. Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak didik.

3. Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya.

4. Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan kesedian-kesediaan manusia (Asyaf 1986:418-
419).
Tujuan Pendidikan Islam menurut hasil keputusan kongres pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di
Islamabad yaitu upaya untuk menumbuhkan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang,
melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra.

Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam mempunyai cakupan yang sangat luas baik secara material
maupun sacara spiritual. Pendidikan Islam tidak hanya melihat bahwa pendidikan sebagai upaya
mencerdaskan semata (Pendidikan Intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang
manusia dan hakikat eksistensinya. Bahkan pendidikan Islam berupaya menumbuhkan pemahaman dan
kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah. Perbedaannya adalah kadar ketaqwaannya, sebagai
bentuk perbedaan secara kualitatif (Karim 1991 :32).

E. Fungsi Pendidikan Islam. (h.45-49)

Fungsi Pendidikan Islam menurut Khursid Ahmad sebagaimana dikutif Ramayulis (1990:19-20) dengan
membagi kepada dua fungsi pendidikan Islam yakni :

1. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai


tradisi dan social serta ide-ide masyarakat dan negara.

2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan yang secara garis besarnya
mencakaup ilmu pengetahuan serta keterampilan yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga
manusia yang produktif untuk menemukan perubahan social dan kemampuan ekonomi secara
seimbang.

Dengan demikian fungsi pendidikan Islam dapat mengembangkan dan mengarahkan manusia agar
mampu mengembangkan amanah dari Allah, yakni menjalankan tugas-tugas hidupnya di muka bumi ini,
baik sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan maupun sebagai khalifah
Allah di muka bumi ini. Yang menyangkut tugas kholifah terhadap diri sendiri, rumah tangga, masyarakat
serta alam sekitarnya (Muhaimin 2002:24).

Pendidikan Islam bukan sekedar transfer of knowledge ataupun transfer of training, tetapi sebuah
system yang ditata diatas pondasi keimanan dan keshalihan yang terkait langsung dengan tuhannya
(Ahmadi 1987:10). Dalam hal ini, lembaga pendidikan Islam dituntut profesionalisme untuk mampu
mentrsfer sejumlah keterampilan dengan warna dan nilai religious yang bermutu dan disesuaikan
dengan kebutuhan lapangan kerja yang ada, sehingga diharapkan output-nya memiliki keterampilan
yang dapat diandalkan dan direalisasikan secara nyata.

F. Tanggung Jawab dan Lingkungan Pendidikan Islam. (h.49-60)

Tanggung Jawab pendidikan Islam agar berkembang harus diserahkan kepada keluarga, sekolah dan
masyarakat. Ketiga institusi ini harus mampu melaksanakan peran dan fungsinya sebagai srana yang
memberikan motivasi, fasilitas, educative, wahana pengembangan yang ada pada diri peserta didik dan
mengarahkan untuk mampu bernilai efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
zamannya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius terhadap kebutuhan moral-spiritual
peserta didiknya.

Bimbingan tersebut meliputi pengembangan potensi peserta didik, tranformasi ilmu pengetahuan dan
kecakapan lainnya, dan membangkitkan motif-motif yang ada seoptimal mungkin (Nawawi 1989:8).
Disamping itu Syahminan Zaini (1996:136) menambahkan dari ketiga komponen itu yakni tanggung
jawab terhadap diri sendiri.

BAB III

GURU DAN SERTIFIKASI

A. Pendahuluan. (h.61-63)

Guru adalah actor utama dalam praksis pendidikan. Guru adalah salah satu komponen dalam proses
belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di
bidang pembangunan. Kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan adalah rendahnya kualitas dan
kualifikasi guru dalam proses belajar mengajar, hal ini terjadi pada pendidikan dasar hingga pendidikan
tinggi. Dalam menghadapi persaingan globalisasi, guru dituntut bersaing dengan pekerja professional
lainnya.

Problematika yang dihadapi pendidikan Islam saat ini adalah masih banyaknya para guru yang mengajar
di sekolah-sekolah tidak berdasarkan pada kualifikasi dan kompetensi dasar, atau bidang keahlian pada
mata pelajaran yang diajarkan, karena dalam proses pembelajaran mereka hanya menekankan pada
materi pelajaran sementara teknik dan metode mengajar cenderung diabaikan, sehingga akhirnya
kegiatan belajar mengajar menjadi vakum dan monoton sehingga guru kehabisan bahan materi
pelajaran dan siswa tidak memiliki kemampuan atau keterampilan yang sangat diharapkan.

B. Guru dalam Pandangan Pendidikan Islam. (h.63-65)

Guru dalam leteratu kependidikan Islam biasa disebut sebagai ustadz, mu’alim, murabby, mursyid,
mudarris dan mu’addib (Muhaimin 2003:209). Dari hasil telaahan terhadap istilah-istilah dan makna
guru ditemukan bahwa guru adalah orang yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Mempunyai komitmen terhadap profeisonalitas, yakni melekat pada dirinya sikap dedikatif.

2. Mempunyai komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continuous improvement.
3. Mengusai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan prktisnya, atau sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan,
internalisasi serta amaliah(implementasi).

4. Mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur, memelihara
hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, alam sekitarnya.

5. Mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi pusat panutan, teladan dan
konsultan bagi peserta didiknya.

6. Memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui pengetahuan dan keahlian secara
berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan serta melatih
keterampilan sesuai dengan bakat, minat kemampuannya.

7. Mampu bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.

C. Kompetensi Guru dalam Proses Belajar Mengajar. (h.65-72)

Tugas pokok seorang guru adalah mengajar dan mendidik. Mengajar mengacu pada pemberian
pengetahuan dan melatih keterampilan dalam melakukan sesuatu sedangkan mendidik mengacu pada
upaya membina kepribadian dan karakter anak didik dengan nilai-nilai tertentu, sehingga nilai-nilai
tersebut mewarnai kehidupannya dalam bentuk prilaku dan pola hidup sebagai manusia yang berakhlak,
tindakan dan fungsi seorang guru yang harus dilakukan sebagai berikut :

1. Mempersiapkan bahan yang mau diajarkan.

2. Mempersiapkan alat-alat peraga/ praktikum yang akan digunakan.

3. Mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar.

4. Mempelajari keteladanan siswa, mengetahi kelemahan dan kelebihan siswa.

5. Mempelajari pengetahuan awal siswa Selama Proses Pembelajaran.

6. Mengajak siswa aktif belajar.

7. Siswa dibiarkan bertanya.

8. Menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan.

9. Mengikuti pikiran dan gagasan siswa.

10. Menggunakan variasi metode pembelajaran.

11. Mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas.


12. Sesudah Proses Pembelajaran guru memberikan PR dan mengumpulkan serta mengoreksinya.

13. Memberikan tugas lain untuk pendalaman.

14. Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hapalan.

15. Sikap yang Perlu dipunyai Guru.

16. Siswa dianggap bukan tabula rasa, tetapi subyek yang sudah tahu sesuatu.

17. Model kelas, siswa aktif, guru menyertai bila ditanyasiswa yang tidak bisa menjawab tidak usah
marah dan mencerca.

18. Menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi.

19. Guru dan siswa saling belajar.

20. Yang penting bukan bahan selesai, tetapi siswa belajar untuk beajar sendiri.

21. Memberikan ruang siswa untuk boleh bersalah.

22. Hubungan guru-siswa dialogis.

23. Pengetahuan yang luas dan mendalam.

24. Mengerti kontek bahan yang mau diajarkan.

(Suparno 2004:34-35)

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka fungsi guru mengalami perubahan dan pengembangan. Guru
dapat berfungsi sebagai motivator, dinamisator, evaluator dan justifikator yang menilai dan memberi
catatan , tambahan, pembenaran dan sebagainya terhadap hasil temuan siswa.

D. Membangun Guru yang Profesionalisme. (h.72-78)

Guru adalah pekerjaan professional. Oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan
pendidik profesional (Sukamadinata 1997:191). Wolmer dan Mills mengemukakan bahwa pekerjaan
yang dikatakan profesionalisme sebagai berikut :

1. Memiliki kualitas ilmu yang mendalam yang mencakup pada pengetahuan umum yang luas.

2. Memiliki keakhlian khusus yang mendalam disamping memperoleh dukungan masyarakat dan
pengesahan serta perlindungan hukum.
Ciri khusus untuk profesi seorang guru dalam garis besarnya ada tiga yaitu :

1. Seorang guru yang professional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang diajarkannya dengan
baik.

2. Seorang guru yang professional harus memiliki kemampuan menyampaikannya atau mengajarkan
ilmu yang dimiliki kepada murid-muridnya secara efektif dan efisien.

3. Seorang guru yang professional harus berpegang teguh pada kode etik professional. Kode etik ini lebih
ditekankan pada perlunya memilki akhlaknya yang mulia.

Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata


diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaannya sebagai guru.”Kompetensi-kompetensi penting jabatan
guru tersebut adalah kompetensi bidang subtansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran,
kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan
pelayanan/pengabdian masyarakat. Pengembangan profesionalisme guru meliputi Peningkatan
kompetensi, peningkatan kinerja (performance) dan kesejahteraannya. Guru sebagai pofesional
dituntuk untuk senantiasa meningkatkan kemampuan wawasan dan kreativitasnya masing-masing yang
saling mempengaruhi, merumuskan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai seperti
kompetensi kepribadian, bidang studi dan pendidikan dan pengajaran (Sanaky 2 Mei 2005).

E. Sertifikasi Guru dalam mewujudkan Profesionalisme. (78-82)

Sertifikasi guru merupakan bentuk perhatian pemerintah dalam upaya membangun profesionalsme sang
guru dan untuk meningkatkan kesejahteraannya yang terus terpinggirkan. Untuk mewujudkan gagasan
tersebut, tampaknya pemerintah memandang perlu pembentukan sebuah badan independen profesi
guru yang menilai profesionalsme guru.

Badan tersebut, nantinya akan mengeluarkan sertifikat bagi para guru yang dinilai memiliki kompetensi
atau memenuhi persyaratan sebagai profesi guru.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemukakan
bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan
sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagi
tenaga professional.

Tujuan sertifikasi guru adalah :

1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan

2. Melindungi masyarakat dari praktek-praktek yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik
dan tenaga kependidikan,
3. Membantu dan melindungilembaga penyelenggara pendidik, dengan menyediakan rambu-rambu dan
instrument untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten

4. Membangun citra masyarakatterhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan

5. Memberi solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan (Mulyasa
2007:35).

Dengan adanya sertifikasi guru, para guru dituntut harus siap memperbaiki dan meningkatkan mutu
kinerjanya agar memilki kompetensi yang optimal dalam usaha membimbing siswa agar siap
menghadapi kenyataan hidup dan bahkan mampu memberikan contoh, tauladan bagi siswa, memiliki
pribadi dan penampilan yang menarik, mengesankan dan menjadikan dambaansetiap orang.

BAB IV

KURIKULUM ILMU PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan. (h. 83-84)

Kurikulum merupakan inti dari sekolah yang ditawarkan pada public, dengan dukungan sember daya
manusianya. Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mencapai pendidikannya, dalam kaitannya sebagai
alat untuk mencapai tujuan, maka kurikulum harus memiliki dua sifat, yaitu anticipatory dan refortorial.
Hal ini berarti kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa mendatang. Bahkan kurikulum boleh
dikata sebagai jantungnya pendidikan, karena dengan kurikulum sekolah dapat menggambarkan dan
merumuskan kualifikasi dan kompetensi outcome dari program pendidikannya, dan dengan kurikulum
pulalah, sekolah merancang upaya-upaya untuk mencapai kompetensi.

B. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam. (h. 84-89)

Kurikulum dalam pendidikan Islam di kenal dengan kata “Manhaj” yang berarti jalan yang terang yang
dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap peserta didik (Nasution 1993:9)

Dari pengertian yang sempit , kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di sekolah Dalam pengertian yang lebih luas, kurikulum merupakan segala kegiatan yang
dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan
pendidikan (Muhaimin 2003:182-183).

Kurikulum mempunyai empat unsure atau aspek utama, yaitu :

1. Tujuan dan obyektif yang ingin dicapai oleh pendidikan.

2. Pengetahuan dan Informasi, data. Aktivitas, dan pengalaman yang membentuk kurikulum itu.
3. Metode atau cara mengajar yang digunakan oleh guru untuk mengajarkan dan mendorong murid
belajar dan membawa mereka kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.

4. Metode atau cara mengajar yang digunakan dalam mengukur dan menilaikurikulum serta hasil
pembelajaran pendidikan yang dirancang dalam kurikulum (Langulung : 241)

Untuk itu, pengislaman kurikulum atau dalam istilah lain penerapan nilai Islam dalam kurikulum harus
mencakup empat unsure diatas, dalam rangka konsepsi (taswwur) Islam.

C. Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam. (h. 90-95)

Prinsip-prinsip yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam menurut Al-Syaibany adalah :

1. Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nialainya.

2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.

3. Keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.

4. Berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan peserta didik.

5. Pemeliharaan perbedaan-perbedaan individu diantara peserta didik dalam bakat-bakat, minat,


kemampuan-kemampuan dan kebutuhan-kebutuhan, dan masalah-maslahnya.

6. Prinsip perkembangan dan perubahan.

7. Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung
dalam kurikulum.

D. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam. (h. 95-96)

Karakteristik kurikulum pendidikan Islam adalah :

1. Islam menolak dualism system kurikulum dan sekularisme.

2. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan.

3. Meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya.

Ciri-ciri keseimbangan yang relative diantara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu-ilmu dan seni
atau kemestian-kemestian.
Kecenderungan pada seni-halus, aktivitas pendidikan, jasmani dan pengetahuan teknik, latihan
kejuruan, bahasa-bahasa asing, sekalipun atas dasar perseorangan dan juga bagi mereka yang memiliki
kesediaan dan bakat bagi perkara-perkra ini dan mempunyai keinginan untuk mempelajari dan melatih
diri dalam perkara tersebut.

E. Reorientasi Kurikulum Pendidikan Islam. (h. 96-100)

Orientasi kurikulum pendidikan Islam yaitu :

Pendidikan Islam kurikulumnya harus didesain untuk integrasikan dengan keseluruhan proses maupun
institusi pendidikan lain.

Pendidikan Islam harus mampu melakukan internalisasi nilai-nilai dan norma keislaman yang fungsional
secara normal untuk mengembangkan keseluruhan system social budaya. Pembentukan wawasan
ijtihadiyah secara aktif sehingga mampu menjawab tuntutan masa depan (Sanaky 2003:170)

F. Kurikulum Berbasis Kompetensi. (h. 100-104)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar ferformance
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap
seperangkat kompetensi tertentu (Mulyasa 2003:39).

Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diorientasikan pada tiga hal dimana peserta didik dapat
menguasainya :

Seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan wawasan, serta penerapannya untuk memenuhi
kualitas sesuai dengan criteria atau tujuan pembelajaran.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan , keahlian berkarya, sikap dan prilaku berkarya dan
caraberkehidupan di masyarakat sesuai dengan profesinya.

Didasarkan pada pengembangan kemampuan dan kepribadian yang oftimal.

Dengan demikian desain program kurikulum pendidikan Islam diharapkan mampu menghantarkan
peserta didik untuk dapat memiliki lima kompetensi dasar yaitu kompetensi Islamiyah,knowledge, skills,
Ability, kompetensi social-kultur.

BAB V

METODE PEMBELAJARAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan. (h. 105-106)

Model pembelajaran yang semakin berkembang di abad 21 ini, khususnya di Indonesia dengan
penerapan kurikulum berbasis kompetensi, maka beragam model pembelajaran yang diaplikasikan oleh
guru sebuah keniscayaan. Hal ini bertujuan untuk mempercepat penguasaan kompetensi oleh peserta
didik setelah mempelajari suatu mata pelajaran. Untuk itu diperlukan berbagai model pembelajaran
yang memberikan kontribusi penting bagi kurikulum berbasis kompetensi.

B. Pengertian Metode Pembelajaran. (h. 106-110)

Metologi berasal dari Bahasa Yunani; Metha (dibalik atau dibelakang). Hodos berarti melalui, melewati
atau berarti jalan. Cara atau (thariqoh, arab) dan logos yang berarti ilmu atau science, sedang
metodologi berarti ilmu mengenai berbagai cara atau jalan yang ditempuh untuk sampai ke tujuan.
Pembelajaran berasal dari kata instruction (dalam Bahasa Yunani in tructus, intrucre) yang berarti
menyampaikan pikiran. Jadi arti Intructional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah
secara bermakna melalui pembelajaran.

Maka metode pembelajaran berarti berbagai cara atau seperangkat cara atau jalan yang dilakukan,
ditempuh guru secara sistematis melakukan upaya pembelajaran yang telah diolah sehingga menjadi
milik peserta didik. Metode pembelajaran diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan
yang mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya proses belajar mengajar.

C. Manfaat Metode Pembelajaran. (h. 110-111)

Manfaat metodologi pembelajaran bagi guru yaitu :

Membahas tentang berbagai prinsip dan teknik-teknik serta pendekatan pengajaran yang digunakan,
maka dengan mempelajari metodologi pembelajaran seorang guru dapat memilih metode mana yang
layak untuk dipakai dalam proses belajar mengajar.

Dapat mengetahu dan mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan metode-metode pembelajaran


tersebut.

Dengan banyaknya materi dan terbatasnya waktu untuk menyampaikan materi, maka seorang pendidik
dapat merancang dan mendesain pengajaran.

Dengan mengetahui metodologi pembelajaran, maka seorang guru dapat memberikan kontribusi
pengetahuan kepada peserta didik sebagai calaon guru atau pendidik.

D. Metode-metode Pembelajaran. (h. 111-117)

Ada beberapa macam metodologi pembelajaran; sebagai berikut :

Metode Ceramah

Metode Diskusi

Metode Tanya Jawab

Metode Pemberian Tugas.

Metode Demontrasi
Metode bermain Peranan

E. Metode Pembelajaran Tuntas. (H. 118-120)

Metode pembelajarn tuntas merupakan suatu model yang banyak dimanfaatkan para guru dalam
pembelajaran dan intruktur dalam pelatihan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat menguasai
materi pembelajran yang dirancang oleh guru untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan peserta didik terakhir. Model Pembelajaran Tuntas adalah suatu usaha yang berhasil
membawa semua peserta didik kepada tujuan , apa yang diajarkan hendaknya difahami oleh peserta
didik.

Adapun tujuan pembelajaran tuntas adalah tercapainya tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

BAB VI

EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Evaluasi. (H. 121-122)

Secara harfiyah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evalution; dalam bahasa Arab : al-Tadir, dalam
bahasa Indonesia: penilaian. Sedangkan akar katanya yaitu : value dalam bahasa Arab al-Qimah; dalam
bahasa Indonesia berarti nilai. Secara Harfiyah evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian
dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Adapun menurut Istilah bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai
pendidikan sehingga dapat diketahui mutu dan hasil-hasilnya (Sudijono 2006:1).

Untuk evaluasi pendidikan Islam Zuhairini dkk (1981:139) mengemukakan yaitu suatu kegiatan untuk
menentukan taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam pendidikan Islam.

B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam. (h. 122-124)

M. Athiyah al-abrasyi menyebutkan tujuan evalusi pendidikan yang dikutip oleh Abdul Mujib dan Yusuf
Mudzakkir (2006:211) adalah untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi
pelajaran, melatih kebaranian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah
diberikan , dan mengetahui tingkat perubahan prilakunya.

Oemar Hamalik (1982:106-107) memberikan penjelasan tentang fungsi dari evaluasi adalah membantu
peserta didik agar ia dapat mengubah dan mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta
memberikan bantuan padanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya.
Disamping itu fungsi evaluasi juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan
adequate (cukup memadai) metode pengajaran serta membantu dan mempertimbangkan
administrasinya.

C. Prinsip-prinsip Evaluasi. (124-125)


Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa
berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu :

Prinsip Keseluruhan (al-Kalam, al-Tamam)

Prinsip Kesinambungan (Istimrar)

Prinsip Objektivitas (Maudlu’yyah) (Sudijono 2006 dan Mujib dan Mudzakkir 2000:213)

D. Sasaran Evaluasi. (h. 125-126)

Menurut A Thabrani ada tiga sasaran pokok dalam evaluasi, yaitu :

Segi Tingkah Laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid
sebagai akibat dari proses belajar mengajar

Segi Pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar
mengajar

Segi-segi yang menyangkut proses belajar mengajar dan mengajar itu sendiri, yaitu bahwa proses
belajar mengajar perlu diberikan penilaian secara obyektif dari guru. Seab baik tidaknya proses belajar
mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid (2000: 218)

E. Jenis-jenis Evaluasi. (h. 126-129)

Ramayulis mengemukakan bahwa jnis-jenis evaluasi yang diterapkan dalam pendidikan Islam ada empat
macam, yaitu :

Evaluasi Formatif

Evaluasi Sumatif

Evaluasi Penempatan (Placement)

Evaluasi Diagnosis.

F. Prosedur Evaluasi. (h. 129-131)

Anas Sudijono (2006: 59-62) merinci kegiatan evaluasi hasil belajarkedalam enam langkah pokok, yaitu :

Menyusun rencana evaluasi hasil belajar

Menghimpun data

Melakukan verifikasi data

Mengolah dan menganalisis data

Memberikan interprestasi dan menarik kesimpulan


Tidak lanjut hasil evaluasi

G. Syarat-syarat Evaluasi. (h. 131)

Syarat-syarat yang dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi yaitu :

1. Validitas

Tes harus dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi, yang meliputi seluruh bidang
tertentu yang diinginkan dan diselidiki sehingga tidak hannya mencakup satu bidang saja. Soal-soal tes
harus memberikan gambaran ke seluruh dari kesanggupan peserta didik mengenai bidang tertentu.

2. Reliable

Tes yang dapat dipercaya yang memberikan keterangan tentang kesanggupan peserta didik yang
sesungguhnya. Soal yang ditampilkan tidak membawa tafsiran yang macam-macam.

3.Efisiensi

Tes yang mudah dalam administrasi, penilaian, dan interprestasi (Nasution 1982:167-170).
BAB III

PERBANDINGAN

1. BUKU UTAMA

Kelebihan Buku:

1. Pembahasan yang disampaikan pada buku mudah dipahami.

2. Kelengkapan isi beruntut atau nyambung.

3. Menggunakan kata-kata yang ringan dan mudah dipahami secara tatak letak atau penyusunan.

4. Pembahasannya diulas secara mendalam.

Kekurangan Buku:

1. Perlu di sertakan gambar atau animasi dalam menghidupakan suasana pendidikan itu

2. BUKU KEDUA

Kelebihan Buku:

1. Buku ini sagat bagus karena dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana hakikat pendidikan
menurut islam

2. Bahasanya komunikatif

3. Tulisannya rapi dan teratur

Kekurangan Buku:
1. Tata bahasanya masih kurang diperhatikan

2. Bahasa yang terlalu komunikatif jadi agak sulit untuk dipahami

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

lmu Pendidikan Islam yang telah dijadikan disiplin ilmu di lingkungan perguruang Tinggi Islam pada
khususnya, dan dalam lingkungan ilmu pengetahuan pendidikan pada umumnya, masih berada dalam
tahap permulaan perkembangan.

Ilmu Pendidikan Islam masih terbuka kepada pemikiran-pemikiran kreatif analitis para ilmuwan muslim
untuk penyempurnaannya lebih lanjut sepanjang pemikiran-pemikiran tersebyt sejalan atau sejiwa
dengan tuntutan nilai Islami yang terkandung di dalam sumber pokoknya yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Sebagai disiplin ilmu, Pendidikan Islam mengandung potensi ideal yang dapat dikembangkan kepada dua
arah yaitu menjadi ilmu yang teoritis dan ilmu yang praktis. Khususnya dalam perkembangan ilmu
pendidikan, pemikiran teoritis yang berlandaskan pada konsepsi, hipotesa dan asumsi yang bernilai
pedegogis mendapatkan tempat yang luas. Krena Ilmu Pendidikan Islam tidak bersikap kaku terhadap
pemikiran-pemikiran baru dari manapun datangnya, baik pemikiran yang aspiratif dari kedua sumber
pokoknya maupun dari ide-ide yang non Islami yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
pandangan dari kedua sumber pokok tersebut.

Berkaitan antara ilmu pendidikan teoritis dengan yang praktis nampak jelas dalam proses oprasionalisasi
kependidikan Islam. Ilmu pendidikan Islam teoritis dan praktis saling mengembangkan sehingga teori-
teori kependidikan yang ditetapkan oleh para ilmuawan pendidikan Islam baru memiliki validitasnya jika
telah teruji kebenarannya dalam praktek (pengalaman ). pendidikan Islam akan memberikan bahan
masukan berupa informasi-informasi kepada ilmu pendidikan teoritis tersebut. Demikianlah seterusnya
sehingga terjadi siklus yang berkesinambungan dalam proses perkembangannya. Siklus yang demikian
itulah yang menjadikan Ilmu Pendidikan Islam tidak akan mengalami stagnasi perkembangan, yang
sekaligus menjadi ciri khas dari dinamika ilmu pengetahuan yang akademis.

Anda mungkin juga menyukai