BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut tokoh- tokoh yunani kuno kira-kira sekitar 600 SM, merumuskan bahwa
tugas utama pendidikan adalah membantu manusia menjadi manusia, maksudnya agar
manusia tersebut dapat mengendalikan dirinya, mencintai tanah air dan juga agar
memiliki pengetahuan.1 Namun, seiringnya perkembangan dan perubahan jaman yang
begitu cepat, terjadi pula perubahan tingkah laku dan perilaku manusia berubah dari masa
ke masa yang mana hal ini memberi dampak terhadap pendidikan. Perubahan ini dapat
dilihat dari perubahan sistem pendidikan yang terdiri dari pembelajaran, pengajaran,
kurikulum, perkembangan peserta didik, cara belajar, alat belajar sarana dan prasarana
dan kompetensi lulusan dari masa ke masa.2
Era Revolusi industry 4.0 seringkali dikaitkan dengan istilah disrupsi, yaitu suatu
perubahan inovasi yang mendasar kerana terjadi perubahan yang masif di masyarakat.
Dunia pendidikan saat ini dituntut mampu membekali para peserta didik dengan
ketrampilan abad 21 (21st Century Skills). Ketrampilan ini adalah keterampilan peserta
didik yang mampu untuk bisa berfikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif dan
inovatif serta ketrampilan komunikasi dan kolaborasi. 3 Hal ini dimaksudkan agar dunia
pendidikan menjadi pusat utama dan sebagai sentral untuk mengikuti arus revolusi
industri ini, karena akan mencetak dan menghasilkan generasi-generasi berkualitas yang
akan mengisi revolusi industri 4.0. Selain dari pada perubahan zaman yang menjadi
tantangan dalam dunia pendidikan, ada hal lain yang perlu dibenahi yaitu krisis akhlak,
berkembangnya teknologi membawa pengaruh negative pada banyak orang, seperti
individualisme, informasi Hoax pemicu tawuran, Pornografi dsb.
Berdasarkan hal tersebut, tentunya ini menjadi tantangan besar bagi pendidikan islam
khususnya untuk menciptakan suatu lembaga pendidikan yang sesuai untuk membangun
dan membentuk manusia sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Masa depan
pendidikan Islam Indonesia dihadapkan pada empat isu, yaitu: Pertama, isu tentang peran
pendidikan Islam dalam mengembangkan budaya damai. Kedua, isu yang berkenaan
dengan daya saing penguasaan ilmu dan teknologi antara output pendidikan Islam dengan
output pendidikan umum.4 Ketiga, isu tentang pendidikan Islam dan kesadaran
IPTEK. Keempat, isu tentang pendidikan Islam dan pengembangan multikulturalisme. 5
Ada dua jenis lembaga pendidikan dengan konsep atau model tertentu yang memiliki
peluang untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 ini, yakni
Model pendidikan Madrasah dan Model Pendidikan Sekolah Islam Terpadu.
1
Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017) Hlm. 185
2
Eko Risdianto. “Analisis Pendidikan Di Era Revolusi Industri 4.0”.
https://www.researchgate.net/publication/332415017 diupload pada January 2019 Hlm. 1
3
Ibid.,
4
Mastuhu. Menjawab Tantangan Sumber Daya Manusia Abad 21 (Jakarta: PT Intermasa, 1997), h.88-89.
5
Fadlil M.M. Masa Depan Pendidikan Islam Di Indonesia. https://www.iaid.ac.id/post/read/289/masa-depan-
pendidikan-islam-di-indonesia.html Diposting pada: 2017-05-02 11:10:59
1.2 Rumusan masalah
a. Bagaimana karakteristik dan kecenderungan yang akan terjadi di Era 4.0?
b. Bagaimana peluang eksistensi Madrasah dan Sekolah Islam Terpadu di Era 4.0?
1.3 Tujuan penulisan
a. Menganalisis kecenderungan yang akan terjadi di Era 4.0.
b. Melihat peluang eksistensi Madrasah dan Sekolah Islam Terpadu di Era 4.0.
8
Muzhoffar Akhwan. “Pengembangan madrasah sebagai pendidikan untuk semua”. Jurnal el Tarbawi No. 1
Vol. 1 2008 Hlm. 43
9
Supa’at. “Model Kebijakan Pendidikan Karakter di Madrasah.” Jurnal Pendidikan Islam: Volume III, Nomor
1 Juni 2014/1435
10
Ibid.
11
Ahmad Barizi, (Ed), “Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam.” (Malang:
UIN Maliki Press, 2011), hlm.7
Indonesia, kini antusiasme masyarakat untuk memasuki pendidikan madrasah dan
pesantren (terutama yang masih bergumam dengan sistem “salaf”) mengalami
penurunan yang cukup drastis. Kecuali pada pesantren (modern) yang mampu
melakukan adaptasi dengan perkembangan global. Sikap pesimisme masyarakat
terhadap pendidikan madrasah dan pesantren bisa dilihat dari adanya kekuatiran
universal terhadap kesmpatan lulusannya memasuki lapangan kerja modern yang
hanya terbuka bagi mereka yang memiliki kemampuan ketrampilan dan penguasaan
teknologi.12
b. Eksistensi Sekolah Islam Terpadu
Munculnya Pendidikan Islam Terpadu Islam telah mempunyai tradisi dikotomi ini
lebih dari seribu tahun silam. Tetapi dikotomi tersebut tidak menimbulkan terlalu
banyak problem dalam sistem pendidikan Islam, sehingga sistem pendidikan sekuler
Barat diperkenalkan ke dunia Islam melalui imperialisme. Hal ini terjadi karena
sekalipun dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu non-agama telah dikenal dalam
karya karya klasik seperti yang ditulis oleh alGhazali dan Ibnu Khaldun, mereka tidak
mengingkari tetapi mengakui validitas dan status ilmiah masing-masing kelompok
keilmuan tersebut.13
Berbeda dengan dikotomi yang dikenal oleh dunia Islam, sains modern Barat
sering menganggap rendah status keilmuan ilmu-ilmu agama. Ketika berbicara
tentang ilmu-ilmu goib, ilmu agama tidak bisa dipandang ilmiah karena sebuah ilmu
bisa dipandang ilmiah apabila objek-objeknya bersifat empiris. Padahal ilmu-ilmu
agama tentunya tidak bisa menghindar dari membicarakan hal-hal yang ghaib.
Ketika ilmu-ilmu sekuler positivistik tersebut diperkenalkan ke dunia Islam
melalui imperialisme Barat, terjadilah dikotomi yang sangat ketat antara ilmu-ilmu
agama, sebagaimana yang dipertahankan dan dikembangkan oleh lembaga-lembaga
pendidikan Islam tradisional (pesantren) di satu pihak dan ilmu ilmu sekuler
sebagaimana diajarkan di sekolah-sekolah umum yang disponsori oleh pemerintah di
pihak lain. Dikotomi ini menjadi sangat tajam karena telah terjadi pengingkaran
terhadap validitas dan status ilmiah yang satu atas yang lain. Pihak kaum tradisional
menganggap bahwa ilmu-ilmu umum itu bid’ah dan haram dipelajari karena berasal
dari orang-orang kafir sementara pendukung ilmu-ilmu umum menganggap ilmu-ilmu
umum sebagai pseudo ilmiah atau hanya sebagai mitologi yang tidak akan sampai
pada tingkat ilmiah karena tidak berbicara tentang fakta tetapi tentang makna yang
tidak bersifat empiris. Pada saat ini justru dikotomi seperti inilah yang terjadi dan
telah menimbulkan berbagai problem yang akut dalam sistem pendidikan Islam.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya dua model lembaga pendidikan
formal di Indonesia. Model yang pertama adalah sekolah-sekolah yang dikenal
dengan sekolah umum seperti SD, SMP, dan SMU. Model yang kedua yaitu sekolah–
sekolah yang dikenal dengan sekolah agama seperti MI, MTs dan MA. Model yang
kedua inilah yang dalam sistem pendidikan nasional merupakan wujud dari lembaga
pendidikan Islam. Di sekolah agama memiliki komposisi kurikulum 30 persen mata
pelajaran agama sedangkan selebihnya 70 persen mata pelajaran umum.
Presentase tersebut membuktikan adanya pemisahan secara substansial antara
mata pelajaran agama dan mata pelajaran umum. Akibatnya banyak mata pelajaran
yang pada hakekatnya mempelajari ayat-ayat Tuhan akan tetapi sama sekali terputus
dengan kebesaran Tuhan. Sebagai contoh, mata pelajaran Sains yang notabenenya
adalah membicarakan tentang alam, dengan kata lain membicarakan tentangayat-ayat
12
Ibid., hlm. 5.
13
Kartanegara. Integritas Ilmu. (Jakarta: Mizan,2005) Hlm.
kauniyah Tuhan, tetapi pelajaran tersebut jarang sekali memperkenalkan kebesaran
Tuhan. Pendidikan Islam tidak mengenal adanya dikotomi antara ilmu pengetahuan
umum dan ilmu agama karena keduanya sama-sama sebagai ayat Tuhan.
Syafi’i Ma’arif mengatakan Pendidikan Islam sekarang menganut system
pendidikan warisan abad pertengahan bagian akhir. Ciri utama dari warisan tersebut
adalah adanya pemisahan secara jelas antara ilmu pengetahuan yang terklasifikasikan
(agama dan umum), sedangkan kedudukan pendidikan Islam sebagai sub sistem
pendidikan nasional merupakan sisi lain yang bersumber dari sistem penyelenggaraan
negara yang sesungguhnya juga sebagai bentuk modifikasi yang tidak sempurna atas
warisan sejarah masa lalu tentang pendidikan modern yang kita anut.14
Sebagai akibatnya gejala ini sedikit banyak telah mempengaruhi kemajuan
pendidikan khususnya pendidikan Islam. Kondisi seperti ini tentunya menyebabkan
pendidikan Islam mengalami kerugian karena yang dihasilkan oleh model-model
sekolah tersebut adalah manusia yang tertinggal oleh kemajuan IPTEK di satu sisi dan
di sisi lain juga tertinggal dalam pengetahuan agama. Tertinggal dalam bidang IPTEK
dikarenakan tidak seluruh waktu dan potensinya digunakan untuk mempelajari IPTEK
akibat kurikulum yang harus dijalani. Tertinggal dalam bidang agama dikarenakan
kurikulum yang ada hanya terdapat sedikit pelajaran agama, itupun materinya sudah
terjauhkan dari nilai-nilai tauhid. Hal itu menyebabkan usaha untuk mengubah atau
membentuk sosok pribadi muslim sesuai yang diidamkan oleh pendidikan Islam
sangat kecil.
Oleh karena itu dibutuhkan lembaga pendidikan Islam alternatif yang mampu
menghapus dikotomi ilmu pengetahuan.Wacana integrasi, sebenarnya sudah
berkembang pada abad-abad terdahulu, sebagaimana telah banyak dikemukakan oleh
ilmuwan-ilmuwan di dunia Muslim. Meskipun demikian, wacana tersebut sampai saat
ini secara resmi masih jarang menjadi karaktersitik dari sebuah lembaga pendidikan.
Sekolah Islam Terpadu juga merupakan bagian dari ideologi pendidikan yang
diadopsi dari Ikhwanul Muslimin. Hal ini tampak dalam sepuluh konsep muwasafat
yang menjadi tujuan dalam pendidikan yan diselenggarakan Sekolah Islam Terpadu.
Secara spesifik, kurikulum Sekolah Islam Terpadu merupakan kurikulum yang berisi
target yang harus dicapai secara berkala dalam beberapa jenjang yang meliputi
jenjang muda, madya, dan dewasa.15 Ada sepuluh karakter dari kepribadian Muslim
menurut tujuan pendidikan Sekolah Islam Terpadu. Sepuluh karakter kepribadian
Muslim ini biasa disebut dengan sepuluh muwasafat.
Penjenjangan ini sama dengan konsep muwasafat yang dimiliki oleh Ikhwanul
Muslimin, yakni 1) Memiliki akidah yang lurus. 2) Beribadah yang benar. 3)
Berakhlak mulia. 4) Mandiri. 5) Berwawasan dan berpengetahuan luas. 6) Berbadan
sehat dan kuat. 7) Bersungguh-sungguh terhadap dirinya. 8) Terampil mengelola
segala urusannya. 9) Disiplin waktu. 10) Bermanfaat bagi orang lain. Sepuluh
muwasafat ini menjadi ciri khas tujuan pendidikan Sekolah Islam Terpadu yang
diadopsi dari sepuluh muwasafat Ikhwanul Muslimin maupun Jamaah Tarbiyah.
Dengan melihat sepuluh tujuan pendidikan ini menunjukkan bahwa Sekolah Islam
Terpadu benar-benar memiliki tujuan pendidikan sebagaimana yang digariskan oleh
Hasan al-Banna. Tujuan pendidikan ini merupakan implikasi dari dimensi akidah dari
ideologi pendidikan Sekolah Islam Terpadu. Dimensi akidah ini menuntut setiap
14
Mualimin.” Lembaga Pendidikan Islam Terpadu.” Jurnal Al Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 8 No.
1 2017 Hlm. 103-104.
15
Maksudin. “Pendidikan Islam Alternatif, Membangun Karakter Melalui Sistem Boarding School.”
(Yogyakarta: UNY Press, 2010) Hlm.
aktivitas pendidikan harus bermuara kepada terbentuknya tauhid kepada peserta didik.
Konsep ini diintegrasikan dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas
dan di luar kelas dengan berlandaskan pada kurikulum nasional. Selain itu,
pelaksanaan kurikulum dalam proses belajar mengajar juga ditunjang dengan guru
yang mampu menjadi teladan bagi siswa. Program ke-IT-an adalah suplemen dari
kurikulum yang diterapkan di Sekolah Islam Terpadu.16
Karekteristik Desain Pembelajaran Sekolah Terpadu Desain pembelajaran terpadu
mengakomodasikan prinsip-prinsip belajar yang dirumuskan oleh UNESCO yakni: a)
Belajar untuk memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai
agamanya (learning to live together). b) Belajar untuk menguasai secara mendalam
dan luas akan bidang ilmu tertentu (learning to know). c) Belajar untuk
mengaplikasikan ilmu, bekerjasama dalam ilmu, belajar memecahkan masalah dalam
berbagai situasi (learning to do). d) Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan berasama (learning to be).17
Konsep Pendidikan Islam Terpadu, Ada lima asas hendaknya dijadikan pegangan
dalam pengembangan kurikukum pendidikan terpadu, yakni: a) Asas jelas dan benar.
b) Tertib dan kontinu. c) Efektif dan efisien. d) Seimbang dan profesional. e)
Integratif dan menyeluruh.18 Model pendidikan terpadu selalu dioreintasikan pada
pembentukan karekter anak yang utuh baik dari aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotoriknya. Aspek kognitif anak didik dituntut untuk memiliki wawasan yang
luas baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum. Pada aspek afektif anak
dituntut memiliki akidah yang benar, bersikap positif, misalnya santun, jujur, berani
dan disiplin. Aspek Psikomotorik anak terbiasa mencintai membaca dan menghafal
al-Qur’an maupun Hadits, mampu melaksanakan ibadah dengan benar, bertindak
trampil dan kreatif. Sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah Islam terpadu,
sekolah terpadu dirancang dengan sistem terpadu yang memungkinkan siswa
mengembangkan potensi dasarnya secara terpadu, terus menerus dan
berkesinambungan.
Lingkungan pendidikan dirancang sebagai masyarakat belajar, sehingga siswa
berintraksi secara langsung dengan masyarakat, guru berperan sebagai pendidik bukan
pengajar, guru harus memahami perkembangan siswa, dan guru menjadi sumber
keteladanan yang nyata bagi siswa. Pendidikan terpadu harus menawarkan nilai lebih
dari pendidikan lainnya, sehingga siswa mendapatkan pendidikan umum yang penuh
dengan nuansa keIslaman, siswa dapat pendidikan agama Islam secara aplikatif dan
teoritis, siswa mendapatakan bimbingan ibadah praktis.
19
Hendra Suwardana, “Revolusi Industri 4. 0 Berbasis Revolusi Mental,” JATI UNIK, Vol.1, No.2, (2017), Hal.
102-110
20
Ibid.,
21
Febrianto Adi Saputro, “Mendikbud Ungkap Cara Hadapi Revolusi 4.0 di Pendidikan,”
https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/05/02/p8388c430-mendikbud-ungkap-carahadapi-
revolusi-40-di-pendidikan, diakses Rabu, 18 Juli 2018.
Ketertinggalan pendidikan Islam selama ini disebabkan oleh permasalahan laten yang
tak kunjung menemui muara penyelesaian. Rosidin mengungkapkan 22, ada empat faktor
menyebabkan pendidikan Islam kerap mendapatkan kritik tajam. Pertama, cultural lag
atau gap budaya. Hal ini disebabkan terjadinya ketimpangan antara kecepatan
perkembangan IPTEK dengan kecepatan perkembangan pendidikan. Laju akselerasi
perkembangan IPTEK tersebut tidak diiringi dengan upaya pendidikan Islam untuk turut
berakselerasi. Akibatnya, pendidikan Islam kurang responsif terhadap dinamika
perubahan sosial masyarakat. Sehingga menjadi keniscayaan bila proses pendidikan di
dalamnya menjadi kurang kontekstual. Kedua, stigma kelas dua. Faktor kedua ini dapat
dikatakan sebagai akibat secara tidak langsung dari faktor pertama. Kelambatan
pendidikan Islam dalam merespon dinamika perkembangan IPTEK dan realitas sosial
menyebabkan stigma second class nyaman tersemat padanya. Ketiga, dikotomisasi ilmu.
Sampai dengan saat ini dikotomi antara ilmu Islam (PAI) dengan ilmu umum (IPA, IPS,
Bahasa-Humaniora) masih menjadi pekerjaan rumah pendidikan Islam. Meski telah
banyak dilakukan upaya integrasi antara keduanya, namun belum menunjukkan hasil
yang signifikan. Keempat, dualisme politik. Tarik ulur kepentingan antara dua lembaga
pemangku kebijakan pendidikan di negeri ini kerap menimbulkan polemik di kalangan
grass root.
Meskipun banyak protes dan keluhan dilayangkan, namun belum ada solusi pakem
atas permasalahan ini. Perbedaan kebijakan antara Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) kerap menjadi pemicu
polemik. Permasalahan menyangkut gaji, sertifikasi, insentif pendidik dan sebagainya
merupakan contoh dari faktor ini.Demi menyongsong Pendidikan Islam 4.0, maka mau
tidak mau semua permasalahan laten di atas harus mampu dicarikan jalan keluarnya. Jika
tidak, maka akan sulit−jika enggan berkata mustahil mewujudkan pendidikan Islam yang
kontekstual terhadap zaman.
BAB 3. PEMBAHASAN
Dengan menaganalisa konsep atau model pendidikan madrasah dan Sekolah Islam
Terpadu, masing masing dari model pendidikan madrasah dan sekolah islam terpadu
memiliki cirinya masing-masing. Berikut perbandingan antara keduanya.
Madrasah Sekolah Islam Terpadu
Sekolah Umum berciri khas Islam. Sekolah Umum berciri khas Islam.
Pendidikan Formal, menggunakan Pendidikan Formal, menggunakan
Kurikulum yang dibuat oleh pemerintah. Kurikulum yang dibuat oleh pemerintah.
Rata-rata metode pembelajaran bersifat Rata-rata metode pembelajaran bersifat
tradisional modern dan alam
Rendah dalam bidang Teknologi dan Cukup Baik dalam Teknologi dan Sains
Sains
tidak ada kewajiban untuk ikut mentoring Siswa diwajibkan ikut mentoring
Fokus pada pembinaan Akhlak Fokus pada konsep muwasaf Ikhwanul
Muslimin
Lebih diminati masyarakat menengah Lebih diminati masyarakat menengah ke
kebawah. atas.
Rosidin, “Problematika Pendidikan Islam Perspektif Maqasid Shari’ah,” Maraji’: Jurnal Studi Keislaman,
22
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Revolusi industri 4.0 dengan disruptive innovation-nya menempatkan pendidikan
Islam di persimpangan jalan. Persimpangan tersebut membawa implikasi masing-masing.
Pendidikan Islam bebas memilih. Jika ia memilih persimpangan satu yakni bertahan
dengan pola dan sistem lama, maka ia harus rela dan legowo bila semakin tertinggal.
Sebaliknya jika ia membuka diri, mau menerima era disrupsi dengan segala
konsekuensinya, maka ia akan mampu turut bersaing dengan yang lain.
Sekolah berciri khas islam seperti madrasah dan Sekolah Islam Terpadu adalah salah
satu upaya untuk mengatasi permasalahan pendidikan saat ini, pergeseran nilai dan
budaya, rusaknya moral adalah krisis besar dalam dunia pendidikan di Era Revolusi
Industri 4.0 saat ini. Kuantitas madrasah dan sekolah islam terpadu saat ini kiat
meningkat, namun apalah arti suatu kuantitas tanpa kualitas. Mengingat tuntutan zaman
yang menginginkan SDM yang berkualitas dan memiliki keahlian tertentu, Maka
eksistensi madrasah dan sekolah islam terpadu perlu dipertahankan dan ditingkatkan
sebaik mungkin, dari segi kualitas dan kuantitasnya, selain itu untuk meningkatkan
kualitas sekolah tentunya perlu ada kerja sama dan dukungan yang baik dari pemerintah.
4.2 Saran
a. Madrasah seharusnya mulai berinovasi untuk mengembangkan aspek sains dan
teknologi, guna memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman, selain itu sertakan
program-program kegiataan yang menjurus kearah bakat dan minat peserta didik,
seperti program ekstrakurikuler IT, English Club, Marching Band dll.
b. Sekolah Islam Terpadu yang kian semakin diminati oleh masyarakan, harus tetap
mempertahankan eksistensinya dengan focus pada konsep muwasaf Ikhwanul
Muslimin.
DAFTAR PUSTAKA
Akhwan, Muzhoffar00 (2008) “Pengembangan madrasah sebagai pendidikan untuk
semua”. Jurnal el Tarbawi No. 1 Vol. 1
Barizi, Ahmad (Ed), (2011) “Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi
Keilmuan Pendidikan Islam.” .Malang: UIN Maliki Press.
Fadlil M.M. (2017) Masa Depan Pendidikan Islam Di Indonesia.
https://www.iaid.ac.id/post/read/289/masa-depan-pendidikan-islam-di-
indonesia.html.
Hasri (2014) “Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Islam”. Jurnal Tarbiyah,
Volume II, Edisi I
Kartanegara, (2005). Integritas Ilmu. Jakarta: Mizan.
Makmum ,Abin Syamsuddin. (2010). “Pengelolaan Pendidikan Konsep, Prinsip dan
Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah.” Bandung: Pustaka Educa.
Maksudin. (2010) “Pendidikan Islam Alternatif, Membangun Karakter Melalui
Sistem Boarding School.” Yogyakarta: UNY Press.
Mastuhu. (1997) Menjawab Tantangan Sumber Daya Manusia Abad 21. Jakarta: PT
Intermasa.
Mualimin. (2017)” Lembaga Pendidikan Islam Terpadu.” Jurnal Al Tadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam Vol. 8 No. 1
Risdianto, Eko. (2019) “Analisis Pendidikan Di Era Revolusi Industri 4.0”.
https://www.researchgate.net/publication/332415017 diupload pada January
Rosidin, (2016) “Problematika Pendidikan Islam Perspektif Maqasid Shari’ah,”
Maraji’: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 3, No. 1.
Sanjaya. (2007) “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.”
Jakarta: Kencana Media Group.
Saputro, Febrianto Adi (2018) “Mendikbud Ungkap Cara Hadapi Revolusi 4.0 di
Pendidikan,”https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/05/02/p8
388c430-mendikbud-ungkap-carahadapi-revolusi-40-di-pendidikan, diakses Rabu,
18 Juli 2018.
Supa’at. (2014) “Model Kebijakan Pendidikan Karakter di Madrasah.” Jurnal
Pendidikan Islam: Volume III, Nomor 1
Suwardana, Hendra (2017) “Revolusi Industri 4. 0 Berbasis Revolusi Mental,” JATI
UNIK, Vol.1, No.2.
Tafsir, A. (2017) Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.