Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN PAI


DI SEKOLAH / MADRASAH DAN LPK
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Materi PAI I
Dosen Pengampuh : Dr. Muallimah, M.Ag

Kelompok 2 :
Zulkifli
Sardiah
Faiz Marzuq
Risma
Ika Nurul Aini
Dwi Katrisman
Risky Abadi
Muslim Abdurahman
Sanrenor Majsal

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya
dengan segala rahmat-Nyalah akhirnya penulis bisa menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. saya selaku penulis berharap semoga makalah yang telah kami susun ini bisa
memberikan banyak manfaat. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan yang membutuhkan perbaikan, sehingga kami sangat mengharapkan masukan
serta kritikan dari para pembaca.

Kendari, 14 Mei 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan nasional di bidang pendidikan mempunyai makna dan peranan yang


sangat urgen dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat berbudaya. Sementara itu
pelaksanaan di bidang pendidikan merupakan tanggungjawab bersama baik pemerintah
maupun masyarakat. Tanggung jawab tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 alenia IV dan pasal 31 Undang-Undang dasar 1945.
Pembangunan tersebut di Indonesia dilaksanakan oleh berbagai lembaga pendidikan baik
pendidikan umum maupun pendidikan agama (Islam) yang mempunyai latar belakang yang
berbeda. Adapun diantara lembaga pendidikan Islam yang dibangun dan berkembang di
Indonesia antara lain adalah; pesantren, surau, meunasah, dan madrasah.
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat
tradisional dan juga modern untuk mendalami ilmu agama Islam, dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penekanan pada moral dalam
hidup bermasyarakat, sedangkan surau adalah sebuah tempat ibadah yang pertama kali
berdiri di Sumatra barat tepatnya di Minangkabau yang mana saat ini dijadikan sebagai
sarana pendidikan agama. Lembaga pendidikan lain yang telah terbangun di Indonesia
adalah meunasah. Meunasah merupakan pendidikan Islam terendah. Meunasah itu sendiri
sering dijadikan sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat, dan kegiatan
keagamaan lainnya. Lembaga pendidikan keempat yaitu madrasah.
Madrasah sebagai salah satu pilar dari pendidikan Islam merupakan lembaga
pendidikan yang sudah dikenal sejak tahun 1065-1067 di Baghdad yang didirikan oleh
Nidzam al-Mulk seorang perdana menteri pada masa kekhalifahan Bani Saljuk.1 Oleh karena
itu madrasah ini dikenal dengan sebutan madrasah Nidzamiyah.Menurut al-Jumbulati,
sebelum abad ke-10 sudah ada madrasah yang didirikan yaitu madrasah al-Baihaqiyah di
kota Naisabur.2

1
Abudin Nata,Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan pertengahan (Jakarta : Rajawali Pers,
2013) hlm.62
2
Ali al-junbulati, Perbandingan Pendidikan Islam,terj. M. Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) hlm. 30
Yang melatar belakangi munculnya madrasah adalah disebabkan masjid-masjid pada
saat itu tidak lagi mampu menampung kegiatan-kegiatan halaqah atau pengajian dari para
guru dan murid, hal ini dikarenakan semakin banyaknya siswa atau murid yang ikut belajar
di dalamnya, juga ditambah dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
kegiatan penerjemahan buku pada saat itu.
Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah baru terjadi sekitar awal abad ke-20.
Meski demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari dua faktor, yaitu;
semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Islam pusat (Timur Tengah) dan merupakan
respon pendidikan terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan serta
mengembangkan sekolah umum tanpa memasukkan pelajaran agama.3
Ketika menjelaskan sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia, Mahmud Yunus menyebut tahun 1900 M sebagai era pembatas antara masa
sebelum dan sesudahnya.4 Sebelum tahun 1900 M, pendidikan Islam berlangsung secara
tradisional dalam bentuk pendidikan surau/langgar dan pesantren. Materi pelajaran murni
diniyah; menggunakan metode mengajar bersifat individual, ceramah, dan hafalan; belum
menggunakan meja-kursi, papan tulis, dan ruang kelas. Perubahan mulai terjadi di awal abad
20 yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam modern berupa
madrasah dan sekolah umum berciri khas Islam. Secara umum, kemunculan lembaga-
lembaga modern ini ditandai dengan perubahan aspek- aspek; kurikulum (memperkenalkan
mata pelajaran umum), metode (mulai menggunakan meja, kursi, papan tulis, dan sistem
kelas).
Dengan demikian, keberadaan madrasah di Indonesia merupakan fenomena era
modern yang bukan berasal dari tradisi asli Nusantara. Tulisan berikut, dengan segala
keterbatasannya, akan menjelaskan sejarah perkembangan lembaga pendidikan Agama Islam
yang ada di Indonesia yaitu Madrasah.

3
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) hlm. 82
4
Mahmud yunus,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996) hlm. 34-35
B.RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah Madrasah dalam Islam?
2.Bagaimana Sejarah Perkembangan Lembaga Pendidikan Agama Islam (Madrasah) di
Inonesia?

C.TUJUAN PENELITIAN
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami secara umum tentang:
1.Sejarah Madrasah dalam Islam
2.Sejarah Perkembangan Lembaga Pendidikan Agama Islam (Madrasah) di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MADRASAH
Dalam konteks kekinian dan kedisinian, istilah madrasah bukanlah sesuatu yang asing
lagi bagi pendengaran masyarakat Indonesia, baik dikalangan pelajar/mahasiswa,
masyarakatumum dan aparat pemerintah. Kata “madrasah” berasal dari bahasa Arab ‘madrasah’
yang artinya ‘tempat belajar’Sebagaitempat belajar, kata ‘madrasah’ dapat disamakan dengan
‘sekolah’. Namun dalam kerangka sistem pendidikan nasional keduaya berbeda.
Sekolah dikenal sebagai lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang
kurikulumnya menitikberatkan pada mata pelajaran umum, dan pengelolaannya berada di
bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan madrasah dikenal sebagai
lembaga pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah yang karenanya lebih
menitikberatkan pada mata pelajaran agama, dan pengelolaannya menjadi tanggungjawab
Departemen Agama.5
Menurut Zainuddin Alavi, kata ‘madrasah’ yang berasal dari bahasa Arab merupakan
isim makan dari fi’il madhi“darasa” yang artinya “tempat duduk untuk belajar” yaitu
tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran secara formal dan memiliki
konotasi spesifik. Maksudnya pada madrasah itulah anak menjalani proses belajar secara terarah
dan terkendali. Dalam literature Islam klasik (turats), dijumpai istilah madrasah dala pengertian
“aliran” atau “madzhab”. Para penulis Barat menerjemahkannya dengan school atau aliran,
seperti Madrasah Hanafi, Madrasah Maliki, Madrasah Syafi’I, dan Madrasah Hanbali.
Di sini, kata madrasah menjadi sebutan bagi sekelompok ahli yang mempunyai
pandangan atau paham yang sama dalam ilmu-ilmu keislaman, seperti dalam bidang ilmu fiqih
di atas. Timbulnya madrasah adrasah (aliran-aliran) tersebut ditandai dengan kebebasan
intelektual pada masa puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, yakni
pada masa Abbasiyah. Kebebasan intelektual ini mendorong setiap orang (ulama) untuk
mengembangkan metode dalam merumuskan suatu hukum yang berkembang di masa itu.
Perbedaan metode dan cara pandang terhadap suatu masalah hukum inilah yang kemudian
mereka membentuk halaqah / Dalam sejarah perkembangan madrasah di Indonesia, dikenal dua
jenis madrasah,
madrasah diniyah dan madrasah non-diniyah.

5
Mohammad Kosim, Madrasah di Indonesia (Pertumbuhan dan Perkembangan, dalam
Jurnal Tadris, Vol. 2, No. 1, tahun 2007, Hlm. 42
Madrasah diniyah merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang kurikulumnya 100%
materi agama. Adapun madrasah non-diniyah adalah lembaga pendidikan keagamaan yang
kurikulumnya, disamping materi agama, meliputi mata pelajaran umum dengan prosentase
beragam kelompok belajar masing-masing. Hal ini berarti masing-masing ulama memiliki murid
dan tempat belajar. Mmereka berbeda kelompok belajar, namun secara santun mereka saling
menghargai adanya perbedaan tersebut.
Seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan, makna
madrasah (khususnya pada madrasahnon-diniyah) mengalami perubahan. Semula madrasah
dipandang sebagai institusi pendidikan keagamaan. Kemudian, terutama pasca pengesahan UU
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2/1989, madrasah dipandang sebagai sekolah umum berciri
khas Islam, atau dapat dikatakan “sekolah plus”. Perubahan definisi tersebut berimplikasi pada
perubahan kurikulum, status, dan fungsi madrasah dalam sistem pendidikan nasional.

5
madrasah (aliran-aliran) tersebut ditandai dengan kebebasan intelektual pada masa
puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, yakni pada masa Abbasiyah.
Kebebasan intelektual ini mendorong setiap orang (ulama) untuk mengembangkan metode
dalam merumuskan suatu hukum yang berkembang di masa itu. Perbedaan metode dan cara
pandang terhadap suatu masalah hukum inilah yang kemudian mereka membentuk
halaqah/
kelompok belajar masing-masing. Hal ini berarti masing-masing ulama memiliki murid
dan tempat belajar. Mmereka berbeda kelompok belajar, namun secara santun mereka saling
menghargai adanya perbedaan tersebut. Dalam sejarah perkembangan madrasah di Indonesia,
dikenal dua jenis madrasah,
madrasah diniyah
dan
madrasah non-diniyah.
Madrasah
diniyah
merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang kurikulumnya 100% materi agama.
Adapun madrasah
non-diniyah
adalah lembaga pendidikan keagamaan yang kurikulumnya, disamping materi agama,
meliputi mata pelajaran umum dengan prosentase beragam.
9
Seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan, makna
madrasah (khususnya pada madrasah
non-diniyah
) mengalami perubahan. Semula madrasah dipandang sebagai institusi pendidikan
keagamaan. Kemudian, terutama pasca pengesahan UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor
2/1989, madrasah dipandang sebagai sekolah umum berciri khas Islam, atau dapat
dikatakan “sekolah plus”. P
erubahan definisi tersebut berimplikasi pada perubahan kurikulum, status, dan fungsi
madrasah dalam sistem pendidikan nasional.

B. MADRASAH DALAM ISLAM


Praktik nabi menjadi contoh bagi para khalifah dan pengusaha muslim sesudahnya, dan
pembangunan masjid berlanjut terus di daerah-daerah kekuasaan muslim. Setiap kota memiliki
sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja dilakukan oleh pengusaha secara resmi,
tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan swadaya pada masyarakat pada umumnya.
Pada masa Khalifah Umar bin khattab dijumpai sejumlah tenaga pengajar yang secara
resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar di masjid-masjid Kuffah, Bashrah dan
Damaskus.11 Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan sebagai lembaga pendidikan berjalan
secara harmonis. Pada umumnya masjid memang dibangun sebagai tempat ibadah, dengan
fungsi akademis sebagai skunder. Akan tetapi, tak jarang pula masjid dibangun dengan niat awal
sebagai lembaga pendidikan tanpa mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah. Sejjumlah
masjid bahkan secara khusus dibangun untuk seorang sarajana yang nantinya akan mengelola
kegiatan pendidikan di masjid tersebut. Sekedar contoh Masjid Al-.Syafi’I, Masjial-Syamargani
dan masjid Abu Bakar al-Syami, masing-masing merujuk pada nama sarjana yang mengajar di
dalamnya.
Tahap kedua dari sejarah pendidikan Islam adalah masjid-
Khan
, yaitu masjid yang dilengkapi dengan bangunan asram atau pondokan bagi para siswa
untuk belajar yang masih berdampingan dengan masjid. Ada beberapa teori yang menyatakan
peran masjid sebagai tempat pendidikan dipertimbangkan dan mulai dipikirkan adanya asrama
atau khan sebagai tempat pemondokan bagi para siswa. Diantara pertimbangan itu adalah: (1)
kegiatan pendidikan di masjid dianggap telah mengganggu fungsi utama lembaga itu sebagai
tempat ibadah, (2) berkembangnya kebutuhan ilmiah sebagai akibat dari perkembangan ilmu
pengetahuan, banyak ilmu tidak bisa lagi sepenuhnya diajarkan di masjid, (3) timbulnya
orientasi baru dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagian guru mulai berfikir untuk
mendapatkan rizki melalui kegiatan pendidikan. Ada diantara pengajar yang pekerjaannya
sepenuhnya memang mengajar, oleh karena itu dibangunlah lembaga lain karena jaminan itu
tidak mungkin diperolehnya di masjid. Berbeda dengan masjid pada umumnya, masjid-Khan ini
dilengkapi dengan bangunan asrama untuk tempat tinggal para siswa yang akan menuntut ilmu
dari berbagai penjuru kota. Secara umum kata Kha berarti penginapan.motel atau yang
sejenisnya. Menurut Maqdisi seperti yang dikutip oleh Asar14 bahwa“dalam sejarah kebudayaan
islam, Khan bisa pula berarti bangunan yang berfungsi sebagai gudang atau pusat perdagangan
untuk berbagai kepentingan sosial”.Kemudian Masjid-Khantersebut mengalami perkembangan
menjadi madrasah, di mana di dalamnya terjadi proses belajar mengajar antara pendidik dan si
terdidik.15 Ada perbedaan antara esensial antara masjid dengan madrasah. Kedua institusi ini
berasal dari waqf . Masjid sebagai bangunan waqf
, bebas dari control pendirinya yang disebut Waqf-Tahrir Sedangkan madrasah di bawah
control pendirinya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam dalam bentuk pendidikan
formal sudah dikenal sejak tahun 1066/1067 M (459 H) di Baghdad yang didirikan oleh Nidzam
al-Mulk, seorang Perdana Menteri Dinasti Saljuk. Ia adalah salah satu di antara beberapa orang
yang paling terpelajar pada zamannya, yang sangat menguasai Hadith, dan merupakan salah
seorang diantara ahli teori politik Islam terbesar, sebagaimana ditunjukkan dalam karyanya yang
terkenal Siyasah Namah.
Di sisi lain banyak para sejarawan yang berbeda pandangan dalam awal munculnya
madrasah. Menurut Al-Suyuthi seperti dikutip Azyumardi Azra, istilah madrasah baru
digunakan agak luas, sejak abad ke-9. Institusi yang memperlihatkan ciri-ciri madrasah
sebagaimana dikenal sekarang didirikan di Nisyapur, Iran, sekitar seperempat pertama abad ke-
11. Syalabi mengatakan bahwa madrasah yang mula muncul di Dunia Islam adalah Madrasah
Nidzamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk perdana menteri Dinasti Saljuk, tahun 1065-
1067. Pendapat sejenis juga diakui oleh Philip K. Hitti.20 Menurut Al-Maqrizi, seperti dikutip
oleh Athiyah Al-Abrasyi, bahwa Madrasah al-baihaqiyah yang didirikan oleh penduduk
Nisyapur pada abad ke-4. Richard W. Bulliet, seperti dikutip oleh Hanun Asrohah, mengatakan
bahwa dua abad sebelum Madrasah Nizhamiyah, muncul di Nisyapur , yaitu Madrasah Miyan
Dahiyah.
Namun demikian tidak disangkal bahwa pengaruh Madrasah Nidzamiyah melampaui
pengaruh madrasah-madrasah yang didirikan sebelumnya. Bahkan Ahmad Syalabi menjadikan
pendirian Madrasah Nidzamiyah sebagai pembatas untuk membedakannya dengan era
pendidikan islam sebelumnya. Pendirian madrasah tersebut telah memperkaya khazanah
lembaga pendidikan di lingkungan masyarakat Islam, karena pada masa sebelumnya masyarakat
Islam hanya mengenal pendidikan tradisional di masjid-masjid dandar al-kuttab
. Semangatnya terhadap pendidikan hanyalah dibatasi oleh sarana yang terbatas.
Madrasah yang didirikan di seluruh kekhalifahan dibiayai secara melimpah. Ia melengkapi
madrasah-madrasah tersebut dengan perpustakaan, profesor-profesor terbaik yang dapat
diperoleh, dan sistem beasiswa untuk membantu semua mahasiswa dari segi fisik, madrasah
berbeda dengan institusi-institusi pendidikan Islam sebelumnya, kelengkapan ruangan (belajar)
yang dikenal dengan ruangan muhadlarah (untuk diskusi), serta bangunan-bangunan yang
berkenaan dengan pengamanan bagi murid-murid dan guru-guru.Demikian pula sisi
administrasinya juga berbeda.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(MADRASAH) DI INDONESIA
Madrasah sebagaimana yang kita kenal dewasa ini, bukan institusi atau lembaga
pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi berasal dari dunia Islam Timur Tengah yang tumbuh
dan berkembang sekitar abad ke-10 H/11 M. madrasah muncul sebagai simbol kebangkitan
golongan sunni, dan madrasah didirikan sebagai sarana transmisi ajaran-ajaran golongan
Sunni. Pada perkembangan berikutnya, madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam
formal, berbeda dengan Kuttab dan masjid. Seluruh dunia Islam telah mengadopsi sistem
madrasah di samping kuttab dan masjid, untuk mentransfer nilai-nilai Islam. Pada awal
perkembangannya, madrasah tergolong lembaga pendidikan setingkat college (jika
dibadingkan dengan lembaga pendidikan Islam saat ini). Namun, selanjutnya madrasah tida
Menelaah sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak bisa lepas
dengan masuknya Islam di Indonesia. Fase madrasah di Indonesia dapat di bagi kepada tiga
fase.
Fase pertama, sejak mulai tumbuhnya pendidikan Islam sejak awal masuknya Islam ke
Indonesia sampai munculnya zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
Fase kedua, sejak masuknya ide-ide pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Dan
Fase ketiga, sejak diundangkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasionak lagi
berkonotasi sebagai akademi, tetapi sekolah tingkat dasar sampai menengah..
Fase pertama, adalah fase awal munculnya pendidikan informal, yang dipentingkan pada
tahap awal yaitu pengenalan nilai-nilai Islami, selanjutnya baru muncul lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang diawali dengan munculnya masjid-masjid dan pesantren-pesantren.
Yang mana pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajian al-Qur’an dan
pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah, langgar, surau, rangkang, masjid,
pesantren, pondok santren dan lainnya.
Ciri yang paling menonjol pada fase ini adalah:
a) materi pelajaran terkonsentrasi kepada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu
agama, seperti tauhid, fiqh, tasawuf, akhlak, tafsir, hadits dan lain-lain yang sejenis dengan
itu, pembelajarannya terkonsentrasi kepada pembahasan kitab-kitab klasik yang berbahasa
Arab,
b) metodenya sorogan, wetonan, dan mudzakarah, dan c) sistemnya nonklasikal yakni
dengan memakai sistem halaqah yang outputnya akan menjadi ulama, kiai, ustadz, guru
agama, dan juga menduduki jabatan-jabatan penting keagamaan dari tingkat yang paling
tinggi seperti mufti sampai ke tingkat pengurusan soal-soal yang berkenaan dengan fardu
kifayah.
Fase kedua, adalah fase ketika masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke
Indonesia. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dilatar belakangi oleh kesadaran dan
semangat yang kompleks. Karel A. Steenbrink yang dikutip oleh Samsul Nizar
mengidentifikasikan empat faktor pendorong gerakan pembaruan Islam di Indonesia, yaitu:
(1) faktor keinginan kembali kepada al-
Qur’an dan Sunnah, (2)
faktor semangat nasionalisme melawan penguasa Kolonial Belanda; (3) faktor
memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya, dan politik; dan (4) faktor untuk
melakukan pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia
ejak abad ke-19 M telah muncul ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke seluruh dunia
Islam, dimulai dari gerakan pembaharuan di Mesir, Turki, Saudi Arabia dan juga Indonesia.
Inti dari gerakan pembaharuan itu adalah berupaya untuk mengadopsi pemikiran pendidikan
modern yang berkembang di dunia Timur Tengah dikembangkan di Indonesia, berupa
madrasah.
Pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia dalam bentuk madrasah, dilatar belakangi
oleh dua faktor penting. a) faktor intern, yakni kondisi masyarakat muslim Indonesia yang
terjajah dan terbelakang dalam dunia pendidikan mendorong semangat beberapa pemuka-
pemuka masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan pembaharuan pendidikan Islam
tersebut. b) faktor ekstern, yakni sekembalinya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang
menuntut ilmu agama ke Timur Tengah, dan setelah mereka kembali ke Indonesia mereka
memulai gerakan-gerakan pembaharuan dalam bidang Pendidikan
Di Indonesia, dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan Barat dalam bentuk
sekolah sekuler yang dikembangkan oleh penjajah memunculkan Gerakan.pembaharuan
akhir abad 19. Respon atas tantangan ini lebih bersifat isolativ, di mana madrasah hanya
mengkhususkan kepada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan hampir tidak mengajarkan
sama sekali mata pelajaran umum. Kehadiran madrasah pada awal abad ke 20 dapat
dikatakan sebagai perkembangan baru di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata
pelajaran non-keagamaan. Husni Rahim mengatakan, bahwa pertumbuhan madrasah tidak
hanya atas dasar semangat pembaharuan di kalangan umat Islam, tetapi beralas tumpu pada
dua faktor: a) pendidikan Islam (masjid dan pesantren) dianggap kurang sistematis dan
kurang memberikan kemapuan pragmatis yang memadai, b) perkembangan sekolah-sekolah
Belanda di kalangan masyarakat cenderung meluas dan membawa watak sekularisme,
sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan Islam madrasah yang memiliki model
dan organisasi yang lebih teratur dan terencana. Jadi, pertumbuhan madrasah sekaligus
menunjukkan adanya dua pola respons umat Islam yang lebih progresif, tidak semata-mata
pasif terhadap politik pendidikan Belanda. teenbrink mengatakan: bahwa faktor-faktor yang
mendorong munculnya pembaharuan pendidikan Islam, termasuk munculnya madrasah di
Indonesia adalah a) adanya perlawanan nasionalisme terhadap penguasa kolonial Belanda,
b) adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya dalam bidang
pendidikan, c) tidak puas dengan metode pendidikan tradisional di dalam mempelajari Al-
Qur’an dan studi agama.
c) Adapun kemunculan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak lepas dari adanya
gerakan pembaruan Islam yang diawali oleh usaha sejumlah tokoh intelektual agama Islam
yang kemudian dikembangkan oleh organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam baik di
Jawa, Sumatra, maupun Kalimantan. Organisasi sosial keagamaan yang menerima sistem
modern di Indonesia kemudian berlomba-lomba mendirikan madrasah yang tersebar di
berbagai wilayah. Namun, sulit sekali memastikan kapan tepatnya istilah madrasah itu
dipakai i dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 dikatakan
bahwa: Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah diantaranya adalah terdiri
atas pendidikan keagamaan, dan pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.41
Sementara dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992
tentang sekolah menengah umum pada pasal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa madrasah Aliyah
adalah sekolah menengah umum berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh
Departemen Agama. Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 disebutkan
bahwa pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan, kemudian pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Dengan dimasukkannya madrasah di dalam Undang-Undang Sistem pendidikan
Nasional, ini menunjukkan bahwa madrasah menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dalam rangka memperkokoh eksistensi madrasah sebagai penyelenggara kewajiban
belajar.
bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pangakuan dari Menteri
Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar. Untuk itu, pemerintah menggariskan
kebijaksanaan bahwa madrasah yang diakui dan memenuhi syarat untuk menyelenggarakan
kewajiban belajar, harus terdaftar pada Kementrian Agama, dengan syarat madrasah yang
bersangkutan harus emberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit
6 jam seminggu, secara teratur disamping mata pelajaran umum.
4
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab madrasahyang artinya ‘tempat belajar’. Sebagai tempat
belajar, kata ‘madrasah’ dapat disamakan dengan ‘sekolah’. Dalam konteks Indonesia istilah
madrasah ini telah menyatu dengan istilah sekolah formal atau perguruan di bawah binaan
Departemen Agama. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam mulai didirikan dan
berkembang di dunia Islam sekitar abad 11-12 (abad ke-5 H), khususnya ketika Wazir Bani
Saljuk, Nidzam al-Mulk mendirikan Nidzamiyah di Baghdad. Madrasah telah marak di
Indonesia sebagai lembaga pendidikan sejak awal abad-20, hal itu bebarengan dengan
munculnya Ormas islam, seperti Muhammadiyah, Mu, dan lai-lain. Perkembangan madrasah
pada masa awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi
berdiri sejak 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan politik
pendidikan Islam di Indonesia. Departemen Agama dapat dikatakan sebagai representasi umat
Islam dalam memperjuangkan penyelenggaraan pendidikan Islam secara lebih meluas di
Indonesia. Dalam kaitannya dengan perkembangan madrasah di Indonesia, Departemen Agama
menjadi andalan yang secara politis dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh
perhatian yang serius di kalangan pemimpin yang mengambil kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai