Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sosial Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Oleh:
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan ni’mat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kita semua sehingga penulis juga dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu..
Shalawat serta salam tetap kami hadiahkan kepada sang Utusan yang terpilih
yaitu baginda Nabi Muhammad SAW. Yang telah menyempurnakan Akhlak manusia,
sehingga menjadikan agama adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin (Rahmat bagi
semua alam).
Selesainya tugas ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak,
untuk itu ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
banyak membantu dalam proses penyusunan makalah yang berjudul ” Madrasah
Diniyah dan Tradisi Keagamaan Kaum Santri di Indonesia” sehingga selesai
tepat pada waktunya.
Terimakasih kami sampaikan khusus kepada Dr. H. Farid Hasyim, M.Ag
selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Sosial Pendidikan Islam, yang telah
membimbing kami di Pascasarjana UIN Maliki Malang dengan sabar dan ikhlas.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirul Kalam, semoga
bermanfaat. Amin
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan
agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama
Islam di sekolahannya.
sebuah kebutuhan pendidikan anak-anak pra dewasa. Apalah lagi sudah memiliki
penting bangunan peradaban indonesia sejak tahun 1200, mulai tahun 1999
itu para kyai meningkatkan aktivitasnya agar lebih mampu mewarnai perjalanan
Dalam makalah ini penulis akan mengupas sedikit tentang seputar madrasah
diniah dan tradisi keagamaan kaum santri di indonesia yang insya Allah akan
2
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
3
BAB I
PEMBAHASAN
DI INDONESIA
A. MADRASAH DINIYAH
pelajaran Fiqih, Tauhid, Akhlaq, Hadist, Tafsir dan pelajaran lainnya yang
4
madrasah. Jam belajar madrasah ini pun dimulai sore hari antara pukul
14.30 hingga pukul 17.00 dengan tipe peserta didik yang bervariasi
umurnya.2
2
Syahr, Zulfia Hanum Alfi. 2016. Membentuk Madrasah Diniyah Sebagai Alternatif Lembaga
Pendidikan Elite Muslim Bagi Masyarakat. Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung
RI. Hlm. 394
3
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaam Agama Islam, Th 2003, hlm. 21
5
Selain itu, perbedaan Madrasah Diniyah berbeda dengan sekolah
maupun Aliyah memiliki cakupan mata pelajaran yang lebih luas karena
diniyah.
6
memperdalam dan memperluas pemahaman, penghayatan dan
pada diniyah. Saat terdapat 18.662 buah diniyah dengan jumlah siswa
mata untuk ibadah, maka sistem yang digunakan tergantung pada latar
5
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaam Agama Islam, Th 2003, hlm. 21
7
membakukan bentuk diniyah mulai dilakukan sejak tahun 1964, dengan
disediakan bagi anak-anak yang pada waktu pagi pergi ke sekolah umum.
6
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaam Agama Islam, Th 2003, hlm. 22
8
secara terus menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak
didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui
Siswa madrasah yang masuk madrasah diniyah ini bukan siswa yang
pesantren.8
9
yang dipergunakan, tanpa terikat dengan model-model tertentu.
kondisi ekonomi peserta didik yang rendah. Hal ini di satu sisi
10
lain berkembang dengan sumberdaya pendidikan (SDM, Sarana
pemerintah masih rendah. Hal ini tidak saja tampak dalam ketidak
9
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaam Agama Islam, Th 2003, hlm. 24
11
yaitu berjenjang dan berkesinambungan dan lainnya tidak memenuhi
madrasah.
12
suplemen, karena sifatnya suplementatif terhadap sekolah umum atau
madrasah.
metode yang lebih efektif dan efisien untuk mengajarkan masing masing
Islam yang secara historis tidak bisa diragukan lagi pengalamannya dalam
13
di sebagian umat Islam, karena madrasah hanya mempelajari ilmu agama
karena itu, tidak ada kurikulum yang seragam untuk madrasah diniyah
agama ini sudah dilakukan pada tahun 1983 yang membagi madrasah
diniyah menjadi tiga tingkatan: (a) Diniyah Awaliyah; (b) Wustha; (c)
Ulya.
pada tahun 1994, khusus untuk madrasah diniyah awaliyah dan wustha,
departemen agama itu mencakup mata pelajaran agama islam dan bahasa
14
Sebagai bagian madrasah yang berupa satuan pendidikan jalur
tahapan waktu seperti dimadrasah/ sekolah, enam tiga tiga, ada yang
awaliyah, dua tahun untuk wustha, dan dua tahub untuk ulya. Pola empat
dua dua ini kelihatannya yang paling banyak dipergunakan. Oleh karena
Siswa atau santri yang telah selesai atau dianggap cukup dalam
juga diberikan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Ijazah atau surat
12
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaam Agama Islam, Th 2003, hlm. 26
15
tanda tamat belajar pada madrasah diniyah ini merupakan lembaran yang
unsur Pesantren dan Kyai telah menjadi inti terbentuknya Tradisi Besar
akulturasi antara Islam dan tradisi pra-Islam di Jawa. Selain itu, Islamisasi di
Jawa juga telah melahirkan sebuah tradisi besar Kraton Islam-Jawa, yang
menjadikan keduanya, yaitu tradisi Santri dan tradisi Kraton, sebagai bagian
ilmu tidak ada ujung ahirnya sebagai akibat dari ajaran ajaran ini maka
salah satu aspek penting dalam sistem pendidikan pesantren ialah tekanan
13
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaam Agama Islam, Th 2003, hlm. 51
14
Zamakhsyari Zhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, Th.2015. Hlm. 49
16
pada murid muridnya untuk terus menerus berkelana dari satu pesantren
banyaknya dari guru atau Kyai mendorong para Santri berkelana dari
mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh juga untuk mencari guru atau
Raden Sahid berkelana dari satu tempat ke tempat lain hampir sepanjang
Sunan Bonang. Pada setiap tempat Raden Sahid atau Lokajaya tidak
17
Dalam kelas musyawarah, sistem pengajarannya sangat
kelas musyawarah seperti dalam suatu seminar dan lebih banyak dalam
berbahasa Arab dan merupakan latihan bagi para siswa untuk menguji
kitab-kitab klasik.16
Perdebatan antara kaum Santri ahli Sunnah wal jamaah atau pembela
pada abad ke-16. Tradisi pertentangan antara dua golongan tersebut juga
berlanjut pada masa kehidupan santri Seh Among Raga. Demikian juga
hukum. Seh Siti Jenar, Seh Among Raga, Sunan Panggung, Ki Bebeluk,
16
Zamakhsyari Zhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, Th.2015. Hlm. 57
18
Seh Among Raga, dan Haji Mutamakin merupakan orang-orang yang
syari’ at.
tradisional Pesantren.
tasawuf dan mistik Islam seperti yang tertuang dalam karya sastra jenis
Suluk pada hakekatnya merupakan salah satu ciri penting dari karya
Wali di Jawa. Karya arsitektural yang patut dicatat pada masa itu
Islam (ikat kepala, baju “takwa”), seni pembuatan pusaka keris, dan
19
sistem pendidikan keagamaan Pesantren ,serta pengembangan sistem
merupakan hasil interaksi antara Islam dan tradisi Jawa, di Pesisir Jawa
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan nonformal
tertuang dalam bidang studi yang diajarkannya seperti adanya pelajaran Fiqih,
Tauhid, Akhlaq, Hadist, Tafsir dan pelajaran lainnya yang tidak diperoleh
budaya Jawa pra-Islam. Santri, Kyai, Pondok, dan Masjid mernjadi inti tradisi
besar Santri yang berperan dalam pembentukan kekuatan sosial, politik dan
untuk membentuk baru dari unsur-unsur budaya yang lama dan yang baru
kebudayaan Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
21
Departemen Agama. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah
Kabilah, Madrasah Diniyah Dalam Multi Perspektif, Vol. 2 No. 2 Desember 2017.
LP3ES. Hlm. 87
Vol. 22, No. 2, 393. Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung
RI.
22