Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ISU-ISU PENDIDIKAN KONTEMPORER

PROBLEMA PENDIDIKAN AGAMA DI MADRASAH

Disusun Oleh: Supri Yanto (520119045)

Dosen Pengampu:
Afroh Nailil Hikmah, M Pd.I

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SORONG
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “problema pendidikan
agama di madrasah” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah isu pendidikan
kontemporer. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang
pendidikan agama di madrasah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Afroh selaku dosen mata kuliah
isu pendidikan kontemporer.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Sorong, 10 Oktober 2021.
DAFTAR ISI
Kata pengantar................................................................................................i
Daftar isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latarbelakang...............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

A. Pengertian madrasah………………………………………………………2
B. Problema pendidikan Agama di madrasah………………………………...5

BAB III PENUTUP......... ………………………………………...…………9

A. Kesimpulan.................................................................................................9
B. Saran..... ………………………………………………………………….9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan merupakan pondasi pembangunan suatu bangsa, jika pendidikan
tidak berjalan dengan semestinya maka pembangunan tidak akan terlaksana, atau
bahkan dapat mengakibatkan krisis multidimensi yang berkepanjangan.
Madrasah merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan Islam yang
Berkembang di Indonesia yang diusahakan di samping masjid dan pesantren.
Secara Teknis, dalam proses belajar mengajar secara formal di Indonesia,
madrasah tidak Hanya dipahami sepintas sekolah. Melainkan diberi konotasi yang
lebih spesifik lagi Yakni “sekolah agama”. Dimana, PAI dibagi menjadi lima
konsentrasi mata Pelajaran, yaitu: fikih, sejarah kebudayaan Islam, akidah akhlak,
Alquran dan Hadits dan bahasa Arab.
Dalam pendidikan agama di madrasah terdapat problema pendidikan
agama yang terjadi.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu madrasah ?
2. Apa saja problema Pendidikan agama di mmadrasah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian madrasah

Perkataan madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya. Adalah tempat belajar
(Ibrahim Anis, 1972: 280). Padanan Ma drasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah
lebih dikhususkan bagi sekolah-sekolah agama Islam (Ensiklopedi Indonesia, 1983:
2078). Dalam Shorter Encyclopaedia of Islam, diartikan: “Name of an institution where
the Islamic science are studied” (Gibb, 1961: 300). Artinya: Nama dari suatu lembaga di
mana ilmu-ilmu keislaman diajarkan.

Dengan keterangan tersebut dapat dipahami bahwa madrasah tersebut adalah


penekanannya sebagai suatu lembaga yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Perkataan
madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum, akan tetapi di
Indonesia ditujukan buat sekolah-sekolah yang mempelajari ajaran-ajaran Islam.
Madrasah pada prinsipnya adalah kelanjutan dari sistem pesantren. Di dunia pesantren
terkenal adanya elemen-elemen pokok dari suatu pesantren, yaitu: pondok, masjid,
pengajian kitab-kitab klasik, santri, dan kiai. Kelima macam elemen itu merupakan pilar-
pilar dari suatu pesantren.

Pada sistem madrasah tidak mesti ada pondok, masjid, dan pengajian kitab-kitab
klasik. Elemen-elemen yang diutamakan di madrasah, adanya: lokal tempat belajar, guru,
siswa, dan rencana pelajaran, pimpinan. Berdasarkan ungkapan di atas dapat dipahami
bahwa sistem madrasah mirip dengan sistem sekolah umum di Indonesia. Para siswa
tidak mesti tinggal mondok di kompleks madrasah, siswa cukup datang ke madrasah pada
jam-jam berlangsung pelajaran pada pagi hari atau sore hari. Demikian juga halnya tidak
mesti ada masjid di lingkungan madrasah, kalaupun siswa bermaksud melaksanakan
shalat, mereka melaksanakannya di mushalla. Pengajian kitab-kitab klasik pun tidak
diadakan di madrasah.

Pelajaran-pelajaran yang akan diajarkan telah tercantum dalam daftar pelajaran yang
diuraikan dari kurikulumnya. Ditinjau dari segi tingkatannya, madrasah dibagi kepada:

a. Tingkat Ibtidaiyah (Tingkat Dasar)


b. Tingkat Tsanawiyah (Tingkat Menengah)
c. Tingkat Aliyah (Tingkat Menengah Atas)
Lembaga-lembaga pendidikan yang terkenal di dunia Islam pada zaman klasik
adalah: kuttab, masjid dan madrasah. Ada juga yang membaginya kepada:
maktab/kuttab, aljami’, majelis ilmu atau majelis adab, dan madrasah atau kuliah (Al-
Ahwani, 63).
Kuttab adalah lembaga pendidikan tingkat rendah, tempat Belajar, membaca
dan menulis Al-Qur’an. Al-Jami’ maknanya di Sini adalah masjid. Masjid telah
berfungsi sebagai tempat pendidikan semenjak zaman Rasullullah. Masjid Nabi di
Madinah mempunyai aneka ragam fungsi salah satu di antaranya tempat pendidikan.
Masa-masa selanjutnya fungsi masjid sebagai tempat pendidikan terus dipelihara,
sehingga berdirilah sejumlah masjid di dunia Islam yang berfungsi sebagai tempat
ibadah dan pendidikan. Majelis ilmu atau majelis adab adalah tempat pertemuan yang
dipimpin langsung oleh khalifah. Majelis ini telah tumbuh sejak zaman Umaiyah dan
berkembang pada zaman Abbasiyah. Lembaga berikutnya adalah madrasah,
madrasah adalah lembaga pendidikan yang tumbuh setelah masjid. Salah satu faktor
yang menyebabkan tumbuhnya madrasah adalah karena masjid masjid telah penuh
dengan tempat-tempat belajar dan hal ini amat mengganggu aktivitas pelaksanaan
ibadah shalat. Di samping itu pengetahuan pun telah banyak pula berkembang
disebabkan perubahan zaman dan kemajuan peradaban manusia. Karena itu ada di
antara mata pelajaran itu untuk mempelajarinya diperlukan tanya jawab, perdebatan
dan pertukaran pikiran (Syalaby, 1976: 106).1
Ada beberapa perbedaan pokok antara masjid dan madrasah di kala itu, yakni
di dalam madrasah adanya Iwan yang dalam istilah sekarang disebut ruang kuliah, di
samping itu bagi setiap madrasah adanya asrama-asrama untuk tempat tinggal pelajar.
Pada madrasah guru-gurunya diangkat secara resmi oleh pengelola madrasah,
sedangkan jumlah muridnya lebih terbatas bila dibandingkan dengan masjid. Adapun
di masjid murid-murid tidak terbatas, dan guru-guru yang mengajar di masjid tanpa
diangkat secara resmi oleh siapa pun. Di antara madrasah-madrasah yang termasyhur
di dunia Islam adalah: Madrasah Nizamiyah didirikan pada tahun 457 H (1065 M),
Madrasah Nuruddin Zinki, Madrasah Al-Mustanshiriyah didirikan di Bagdad tahun
631 H (1234 M), Madrasah Nuriyah didirikan di Damaskus tahun 563 H (1167 M),
dan sejumlah madrasah-madrasah lainnya. Pada madrasah-madrasah tersebut
diajarkan ilmu-ilmut aqliyah, naqliyah, lisaniyah, ilmu-ilmu 'aqliyah adalah ilmu

1
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan&Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana 2018), hal.
yang bersumber dan bertolak dari asas pemikiran dan penelitian ini anak didik
kembali ke desa untuk berproduksi atau bertrans migrasi dengan swadaya dan
keterampilan yang diperolehnya selama delapan tahun, di madrasah MWB.
Kurikulum dari MWB merupakan keselarasan tiga perkembangan, yaitu
perkembangan otak dan akal, perkembangan hati atau perasaan, dan perkembang an
tangan atau kedekatan/keterampilan (Sumardi, 1979: 62). Dalam kenyataan konsepsi
Madrasah Wajib Belajar (MWB) tidak berjalan sebagaimana yang diprogramkan. Ada
juga madrasah yang menamakan dirinya dengan madrasah wajib belajar, tetapi
kegiatannya tidak sesuai dengan kurikulum MWB.
Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1950, madrasah mengandung makna:
a. Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat pendidikan dan ilmu
pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya.
b. Pondok dan pesantren yang memberi pendidikan setingkat dengan madrasah
(Poerbakawatja, 1976: 221).
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 1975, Bab I Pasal
1. menyebutkan: "Yang dimaksud dengan madrasah dalam keputusan bersama ini
ialah: lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai
dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran
umum."Seterusnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 Bab III Pasal 4
ayat (3) disebutkan bahwa sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang
berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama masing
masing disebut Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Berdasarkan diktum
ini maka populerlah lembaga pendidikan madrasah itu sebagai sekolah yang berciri
khas agama Islam. Dengan demikian sudah terdapat tiga macam pendefinisian
madrasah setelah Indonesia merdeka. Pertama, mengacu kepada 106 Bab 4 Lembaga-
lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Peraturan Menteri Agama No. 7 Tahun 1950;
kedua, mengacu yang berciri khas agama Islam. Sebagai sekolah yang berciri khas
agama Islam, maka madrasah memuat seluruh mata pelajaran. yang diajarkan di
sekolah, dan ditambah dengan mata pelajaran ciri keislamannya yang meliputi:
a. Qur'an Hadits
b. Akidah Akhlak
c. Fikih
d. Sejarah dan Peradaban Islam
e. Bahasa arab, semua mata pelajaran ini digolongkan kepada program inti.
Makna dari ciri keislaman dimaksudkan untuk memenuhi tujuan institusional
madrasah, yakni untuk membentuk pribadi yang memiliki keseimbangan antara
pengetahuan agama dan umum mendidik siswa menjadi manusia seutuhnya yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta berilmu pengetahuan.
Mata pelajaran yang berciri khas agama Islam ini adalah program pendidikan
yang wajib diikuti oleh semua siswa dengan mengacu pada kepentingan pencapaian
tujuan pendidikan nasional, kepentingan agama, masyarakat, serta penguasaan
pengetahuan bagi semua siswa. Ditinjau dari segi historis dapat dilihat bahwa
madrasah telah mengalami perubahan-perubahan. Pada tahap awal madrasah lebih
konsentrasi kepada pengajaran mata pelajaran agama, kemudian setelah diberlakukan
SKB Tiga Menteri Tahun 1975 dan UU No. 2 Tahun 1989 serta UU No. 20 Tahun
2003, maka mata pelajaran umum lebih dominan dari mata pelajaran agama.2
B. Problema pendidikan Agama di madrasah
Manajemen pendidikan Islam yg terletak dalam ketidakjelasan tujuan yg Hendak
dicapai, ketidakserasian kurikulum terhadap kebutuhan masyarakat, Kurangnya energi
pendidik yg berkualitas & profesional, terjadinya salah Pengukuran terhadap aouput
pendidikan dan masih belum jelasnya landasan yg di Pergunakan buat memutuskan
jenjang-jenjang taraf pendidikan mulai menurut taraf Dasar sampai keperguruan
tinggi.Sebagai acuan pada melihat keberhasilan tujuan pendidikan kepercayaan bisa
Dipandang menurut 3 pertanda pokok, pertama, keberhasilan mentransfer ilmu, ke 2
pentransferan nilai, ketiga pentransferan ketrampilan. Bagian pertama terkait
menggunakan Pengetahuan kognitif.
Bagian ke 2 terkait menggunakan nilai baik & buruk, peserta Didik diarahkan
menyayangi nilai-nilai kebaikan & membenci nilai-nilai kejahatan, Bagian ketiga
terkait menggunakan perbuatan nyata.
Dinamika madrasah sampai waktu ini mengantarkan madrasah sebagai sekolah
yg berciri spesial kepercayaan Islam, sehabis terlebih dahulu diakuinya bahwa
madrasah setara & sederajat menggunakan sekolah dari SKB Tiga Menteri dalam
tahun 1975. Hal itu dikuatkan menggunakan UU No. Dua Tahun 1989 & UUSPN No.
20 Tahun 2003 yg menguatkan kedudukan madrasah yaitu menggunakan
memposisikan madrasah ke pada jenis pendidikan generik, tidak selaras menggunakan
undang-undang sebelumnya yg menyatakan bahwa madrasah merupakan sekolah
2
Zaki Mubarak, Problematika Pendidikan Kita, (Depok: Gading Pustaka 2019), hal.
generik yg bercirikan Islam. Sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah
dituntut buat melaksanakan PP No.19 tahun 2005 mengenai baku Nasional
Pendidikan menjadi dasar pada perencanaan, pelaksanaan, & supervisi pendidikan
menggunakan tujuan buat mengklaim mutu pendidikan nasional pada rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa & membentuk tabiat dan peradaban bangsa yg
bermartabat.3
Pergeseran ini mengakibatkan dalam timbulnya problematika dalam
kurikulum Pendidikan Agama Islam pada Madrasah, sebagaimana ditemukan sang
penelitian Puslitbang Agama & Keagamaan (2010) pada RohmanRohman yaitu
sebagai berikut.
1. komponen tujuan
Reposisi madrasah berdasarkan forum pendidikan yg penekanan dalam
dominasi Ilmu-ilmu kepercayaan ke arah nisbi sama menggunakan sekolah dalam
umumnya, Berimplikasi madrasah didorong sebagai lebih menempati forum
pendidikan. Muatan kurikulumnya sama menggunakan sekolah, hanya Saja madrasah
masih menyisakan karakteristik spesial keislamannya menggunakan mata Pelajaran
kepercayaan , yg tidak sekuat dan sedalam dahulu dalam awal Terbentuknya.
Akibat pergeseran ini, hasil madrasah sebagai serba tanggung Antara mata
pelajaran kepercayaan dan generik, bahkan cenderung mengantarkan Murid madrasah
meninggalkan orientasi dominasi.

2. Komponen materi

Ditemukan materi pendidikan pada madrasah ditinjau belum membangun


Perilaku kritis, masih terbatas dalam perkara-perkara keagamaan, dan tidak
mempunyai kepedulian terhadap perkembangan ilmu-ilmu umum, baik ilmu sosial
Juga ilmu alam. Struktur kurikulum madrasah overload lantaran memuat mata
pelajaran umum (70%) ditambah menggunakan mata pelajaran agama (30%) menjadi
karakteristik spesial forum pendidikan Islam dan kurikulum pendidikan sarat
menggunakan materi, dan sarat menggunakan nilai. Implikasinya merupakan daya
serap peserta Didik tidak optimal.

3. Komponen Strategi

Problematika yg timbul pada lapangan adalah;


3
Dede Rosyada, Madrasah Dan Profesionalisme Guru Dalam Arus Dinamika Pendidikan Islam Di Era
Otonom Daerah,(Depok:Kencana,2017),hal.45.
a. Kegiatan belajar mengajar pada madrasah berlangsung secara monolog
menggunakan posisi pengajar yg dominan, lantaran siswa lebih pasif dan tidak
mempunyai ruang buat bertanya dan berbagi wawasan Intelektual.

b. Lebih menekankan dalam aspek kognisi daripada kasih sayang dan Psikomotor,
lantaran kurikulum pendidikan Islam lebih menitik beratkan. Dalam aspek
korespondensi-tekstual, yg lebih menekankan hafalan Teks-teks keagamaan yg
telah ada. Dan ini pun baru dalam aspek Kognitif taraf rendah.

c. Pendekatan kurikulum pendidikan Islam masih cenderung bersifat Normatif


Dalam arti pendidikan Islam menyajikan kebiasaan-kebiasaan yg Acap kali tanpa
gambaran konteks sosial budaya sebagai akibatnya peserta didik Kurang
menghayati nilai-nilai kepercayaan menjadi nilai yg hayati pada Keseharian.

4) Komponen Evaluasi

Kenyataan yg ditemukan pada lapangan merupakan evaluasi output belajar


lebih Diacukan dalam evaluasi individual yg lebih menekankan aspek kognitif, Dan
memakai bentuk soal-soal ujian kepercayaan Islam yg lebih memberitahukan
prioritas primer dalam aspek kognitif pula, dan jarang Pertanyaannya tadi memiliki
bobot muatan “nilai” dan“makna”spiritual Keagamaan yg fungsional pada kehidupan
sehari-hari.

5) SDM yg kurang

a) Pemimpin Sekolah

Pemimpin sekolah yg lemah pada komunikasi dan negosiasi. Pimpinan


pendidikan Islam bukan hanya tak jarang kurang mempunyai Kemampuan pada
membentuk komunikasi internal menggunakan para pengajar, Melainkan pula lemah
pada komunikasi menggunakan masyarakat, orang tua, dan Pengguna pendidikan buat
kepentingan penyelenggaraan pendidikan yg Berkualitas.

b) Kompetensi Pengajar

Mulyawan menemukan terdapat beberapa kasus yg dihadapi sang Pengajar PAI


pada madrasah diantaranya;

1. Profesionalitas.
Secara istilah, profesi bisa didefenisikan menjadi sebuah bidangPekerjaan yg
membutuhkan keahlian spesifik pada menjalaninya dan Menerima pengakuan pada
pekerjaan itu sendiri dan mempunyai kode Etik yg wajib dijalani. Orang yg
mempunyai profesi disebut Profesional. Dalam realitanya, hal tadi sulit dicapai, keliru
satu Penyebabnya merupakan minimnya peminatan terhadap profesi keguruan
Khususnya PAI. Para mahasiswa yg diperlukan mempunyai kompetensi yang relatif
justru kurang berminat merogoh jurusan pendidikan, Mereka lebih menentukan
jurusan misalnya kedokteran, politik, aturan dan Lain-lain.

Bahkan ironisnya buat prodi Pendidikan Agama Islam justru Diisi sang
mahasiswa yg nir mempunyai background pendidikan Kepercayaan , kentara ini
menyulitkan kita buat membuat out put pendidik PAI yg berkompetensi &
professional.

2. Kemajuan Teknologi.

Peserta didik kini hayati pada kemajuan tekhnologi sehingga Pada


pembelajaran pun nir mampu dipisahkan menggunakan teknologi itu Sendiri, menjadi
keliru satu media sekaligus asal belajar bagi peserta Didik. Bagi pengajar PAI, materi-
materi aqidah akhlak, fikih dan lain-lain. Sangatlah gampang diajarkan
menggunakan donasi tekhnologi. Namun Realitasnya masih poly pengajar PAI yg
belum bisa menjadikan Teknologi menjadi media pembelajaran sekaligus menjadi
asal belajar.4

4
Hasib Rosyadi, Problema Pendidikan Agama di Madrasah, No 51, hal.10.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

madrasah adalah lembaga pendidikan yang tumbuh setelah masjid. Menteri Agama
Nomor 7 Tahun 1950, madrasah mengandung makna:

a. Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat pendidikan dan
ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya.
b. Pondok dan pesantren yang memberi pendidikan setingkat dengan madrasah
(Poerbakawatja, 1976: 221).
Problema pendidikan Agama di madrasah dalam kurikulum yaitu komponen tujuan,
komponen materi, komponen strategi, komponen evaluasi, SDM yang kurang.

B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan.Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
makalah diatas.

DAFTAR PUSTAKA
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan&Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana 2018)
Zaki Mubarak, Problematika Pendidikan Kita, (Depok: Gading Pustaka 2019)
Hasib Rosyadi, Problema Pendidikan Agama di Madrasah, No 51
Dede Rosyada, Madrasah Dan Profesionalisme Guru Dalam Arus Dinamika Pendidikan
Islam Di Era Otonomi Daerah, (Depok: kencana 2017)

Anda mungkin juga menyukai