Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ISLAM DAN BUDAYA JAWA

PERAN PONDOK PESANTREN DALAM PROSES ISLAMISASI JAWA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Dr. H. Anas Aijudin, S.Sos.I., M.Hum.

Disusun Oleh :

1. Cahyaning Fitri W.U ( 225221002 )


2. Defrida Syai’iw Maulan ( 225221018 )
3. Nadia Destiana W. ( 225221020 )
4. Harisma Hindra A. ( 225221024 )
5. Siti Wasitoh ( 225221032 )
6. Devin Ristu Pradiastuti ( 225221033 )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA


TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan aktivitas dan menyelesaikan tugas ini sesuai
dengan harapan kami.
Selawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman jahiliah menuju zaman yang
penuh ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tugas ini banyak mengalami
kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerja sama dari berbagai pihak dan berkah
dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. H.
Anas Aijudin, S.Sos.I., M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Islam Budaya Jawa
yang telah membina penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Dengan ini penulis mohon maaf jika ada kekurangan, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak demi penyempurnaan selanjutnya. Semoga tugas ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca.

Sukoharjo, 23 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia .............................................................. 3
B. Perkembangan dan Proses Islamisasi Pondok Pesantren Pada Abad 17-20 .........6
C. Pengaruh dan Peranan Pondok Pesantren di Berbagai Bidang ............................ 13
BAB III : PENUTUP ............................................................................................ 15
A. Kesimpulan .......................................................................................................15
B. Saran ................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesantren sudah ada sebelum lembaga pendidikan formal dikenal. Pada
masa Wali Songo dan para pendahulu Islam di Indonesia, pesantren merupakan
tempat penyebaran Islam. Pesantren adalah suatu lembaga yang mana kyai, ustad,
santri dan pengurus pesantren hidup bersama dalam lingkungan yang sama
berdasarkan nilai-nilai agama Islam. Pesantren memiliki norma dan adat masing-
masing yang memiliki perbedaan dengan masyarakat sekitar. Pesantren juga
merupakan satu keluarga besar, yang dikepalai oleh seorang kyai dan didukung oleh
para ustad dan wali santri. Semua aktivitas mereka dianggap dan dilakukan sebagai
bagian dari ibadah agama.
Pesantren dalam konteks sosial menunjukkan perannya secara konkrit dan
nyata. Posisi terpenting adalah keberadaannya sebagai lembaga pendidikan.
Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren bekerja untuk mencetak generasi
muslim yang memiliki pengetahuan agama dan mengamalkan syariat Islam. Sejak
awal keberadaannya sebagai lembaga dakwah, pesantren telah berkembang di
tengah masyarakat dan senantiasa memberikan pembinaan kepada santri dan
masyarakat.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren di masyarakat memiliki peran
penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beragama.
Pembelajaran di pesantren mengajarkan nilai-nilai moral dan agama yang
didasarkan pada hubungan antara manusia, ciptaan atau makhluk-Nya dan Allah
SWT. Berdasarkan beberapa hal yang telah disebutkan, maka dapat dilihat bahwa
pesantren memiliki peranan yang penting. Oleh karena itu, pada makalah ini akan
dibahas mengenai peran pesantren dalam proses islamisasi Jawa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka


penulis mengambil beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini.
1. Bagaimana sejarah pondok pesantren di Indonesia?

1
2. Bagaimana perkembangan dan proses islamisasi pondok pesantren pada abad
17 hingga 20?
3. Bagaimana pengaruh dan peranan pondok pesantren di berbagai bidang?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil, maka penulisan makalah


ini memiliki beberapa tujuan.
1. Untuk mengetahui sejarah pondok pesantren di Indonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan dan proses islamisasi pondok pesantren pada
abad 17 hingga 20
3. Untuk mengetahui pengaruh dan peranan pondok pesantren di berbagai bidang

2
BAB II
PENDAHULUAN

A. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia


Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah mengenai asal-
usul dan latar belakang pesantren di Indonesia. Pendapat pertama menyebutkan
bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pandangan
ini dikaitkan dengan fakta bahwa penyebaran Islam di Indonesia pada awalnya
banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat dengan dipimpin oleh kyai. Salah
satu kegiatan tarekat adalah melakukan ibadah di masjid di bawah bimbingan kyai.
Untuk keperluan tersebut, kyai menyediakan ruang-ruang khusus untuk
menampung para santri sebelah kiri dan kanan masjid. Selain diajarkan amalan-
amalan tarekat, mereka juga diajarkan kitab agama dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan agama Islam.
Pendapat kedua menyatakan bahwa, kehadiran pesantren di Indonesia
diilhami oleh lembaga pendidikan “kuttab”, yakni lembaga pendidikan pada masa
kerajaan bani Umayyah. Pada tahap berikutnya lembaga ini mengalami
perkembangan pesat, karena didukung oleh masyarakat serta adanya rencana-
rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan anak didik.
Pendapat ketiga menyebutkan bahwa, pesantren yang ada sekarang
merupakan pengambil alihan dari sistem pesantren orang-orang Hindu di nusantara
pada masa sebelum Islam. Lembaga ini dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan
ajaran-ajaran agama Hindu, serta tempat membina kader-kader penyebar agama
tersebut. Pesantren merupakan kreasi sejarah anak bangsa setelah mengalami
persentuhan budaya dengan budaya sebelum Islam. Pesantren merupakan sistem
pendidikan Islam yang memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan Hindu
Budha. Pesantren disamakan dengan mandala dan asrama dalam khazanah lembaga
pendidikan pra-Islam.1

1
Maulana Hasan “Sejarah Kemunculan Pesantren di Indonesia”

3
Hasil penelusuran sejarah menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian
pesantren pada awal ini terdapat di daerah sepanjang pantai utara Jawa, seperti Giri
(Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, dan Cirebon.
Kota-kota tersebut pada waktu itu merupakan kota kosmopolitan yang menjadi jalur
penghubung perdagangan dunia, sekaligus tempat persinggahan para pedagang dan
mubalig Islam yang datang dari Jazirah Arab seperti Persia dan Irak. 2 Keberadaan
pesantren pada masa awal pertumbuhannya tidak terlepas dari sejarah
perkembangan Islam di Timur Tengah. Hal ini bisa dilihat dari aspek metode,
materi atau kelembagaannya yang sangat diwarnai oleh corak pendidikan Islam di
Timur Tengah pada abad pertengahan. Dalam konteks penyebaran Islam itulah
pesantren mulai terbentuk dan tumbuh di Indonesia.
Masuknya Islam ke Indonesia adalah pada abad ke 7 Masehi. Jika pada abad
tersebut Islam benar-benar mulai masuk ke Indonesia, berarti pada masa itu
peradaban Islam di Timur Tengah sedang cerah. Sebab, sekitar abad ke tersebut
obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan peradaban Islam. Dalam
lapangan kedokteran, muncul nama-nama terkenal seperti Al-Hawi karya al-Razi
(850-923) yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan
ilmu kedokteran pada masanya.3
Meskipun Timur Tengah sedang mengalami kemajuan pada abad tersebut,
namun yang membawa Islam ke Indonesia adalah pedagang yang hidupnya tidak
selalu menetap. Artinya, setiap musim pelayaran mereka pergi berdagang sesuai
dengan arah mata angin. Apalagi ketika mereka memasuki wilayah Indonesia,
kondisi masyarakatnya saat itu masih sangat sederhana dan banyak dipengaruhi
oleh agama Hindu, sehingga diperkirakan ajaran Islam yang mereka sebarkan juga
disesuaikan dengan keadaan masyarakatnya.
Hal ini begitu terlihat pada saat Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam,
kebudayaan masyarakat setempat sering dijadikan modal dasar bagi mereka

2
Abdurrachman Mas’ud, Op. Cit. Hal. 248
3
Lenn E. Goodman, 2003 “Muhammad ibn Zakariyya al-Razi”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat
Islam, Vol. 1. ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung: Mizan. Hal. 243-265.

4
untuk menyisipkan ajaran Islam. Misalnya Sunan Kalijaga menggunakan wayang
sebagai media dakwahnya.4 Islamisasi kebudayaan sebagai strategi penyebaran
Islam tersebut tentunya sangat mempermudah diterimanya ajaran yang
disampaikan. Oleh karena itu, dalam catatan sejarah menyebutkan bahwa Wali
Songo sangat berhasil menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam di
Indonesia.
Demikian pula dalam catatan sejarah, pada zaman Wali Songo inilah istilah
pondok pesantren mulai dikenal di Indonesia. Pada saat itu, Sunan Ampel
mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat
pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut
ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo,
Sulawesi. Padepokan Sunan Ampel inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya
pesantren-pesantren di Indonesia.
Salah seorang santri dari padepokan Sunan Ampel adalah Sunan Giri yang
mendirikan pesantren Giri Kedaton, beliau juga merupakan penasehat dan panglima
militer ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit. Keahlian beliau di
bidang Fiqh menyebabkan beliau diangkat menjadi mufti5 se-tanah Jawa. Santri
dari Sunan Giri ini adalah Raden Patah yang kemudian menjadi raja pertama di
kerajaan Demak, yang merupakan putra terakhir dari Raja Majapahit Prabu
Brawijaya V. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di tanah Jawa
yang dibimbing oleh para Wali Songo. Pada masa Raden Patah pula kerajaan
Demak mengirimkan ekspedisi ke Malaka yang dipimpim Adipati Unus untuk
merebut selat Malaka dari tangan Belanda.
Begitulah pesantren pada masa Wali Songo, ia digunakan sebagai tempat
untuk menimba ilmu sekaligus untuk menempa para santri agar dapat
menyebarluaskan ajaran agama Islam, mendidik kader-kader pendakwah guna
disebarkan ke seluruh Nusantara. Hasilnya bisa dilihat sendiri, Islam menjadi

4
Abdurrachman Mas’ud, Op. Cit. Hal. 5
5
Mufti adalah seorang yang memegang kedudukan tertinggi setelah Sultan. Tugas mufti sangatlah
berat, termasuk menulis fatwa, menyimpan fatwa dan membatalkan fatwa.

5
agama mayoritas di Indonesia dan bahkan bukan hanya itu, jumlah pengikutnya
adalah yang terbanyak di dunia. Setelah itu muncul pula pesantren-pesantren lain
yang mengajarkan ilmu agama pada berbagai bidang berdasarkan kitab-kitab salaf.
Setelah periodesasi perkembangan pesantren yang cukup maju pada masa
Wali Songo, masa-masa suramnya mulai terlihat ketika Belanda menjajah
Indonesia. Pada periode penjajahan ini, pesantren selalu berhadapan dengan
kolonialis Belanda yang sangat membatasi ruang geraknya. Pemerintah Belanda
mengeluarkan kebijakan politik pendidikan dalam bentuk ordonansi sekolah
Liaratau Widle School Ordonanti. Melalui kebijakan tersebut, pihak Belanda ingin
membunuh madrasah dan sekolah yang tidak memiliki izin. Selain itu, kebijakan
formal Belanda tersebut juga bertujuan melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang
menurut mereka berpotensi memunculkan gerakan subversi atau perlawanan di
kalangan santri dan kaum muslim pada umumnya. Setidaknya, tercatat empat kali
pihak Belanda mengeluarkan peraturan yang bertujuan membelenggu
perkembangan pesantren di Indonesia, yaitu pada tahun 1882, 1905, 1925, dan
1932.6
Menjelang kemerdekaan, kaum santri telah dilibatkan di dalam penyusunan
undang-undang dan anggaran dasar Republik Indonesia, yang diantaranya
melahirkan piagam Jakarta. Namun oleh golongan nasionalis sekuler, piagam
Jakarta tersebut dihilangkan sehingga kandas impian kaum santri untuk mendirikan
negara Islam Indonesia.

B. Perkembangan dan Proses Islamisasi Pondok Pesantren Pada Abad 17-20


Pesantren di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat. Pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam semakin dirasakan keberadaannya oleh
masyarakat secara luas, sehingga kemunculan pesantren di tengah masyarakat
selalu direspons positif oleh masyarakat. Menurut laporan Van Bruinessen
pesantren tertua di Jawa adalah pesantren Tegalsari yang didirikan tahun 1742,

6
Mujamil Qomar, 2005. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi.
Jakarta: Erlangga. Hal 24

6
disini anak-anak muda dari pesisir utara belajar agama Islam. Namun hasil survey
Belanda 1819, dalam Van Bruinessen lembaga yang mirip pesantren hanya
ditemukan di Priangan, pekalongan, Rembang, Kedu, Madiun, dan Surabaya
(Martin, 1995). Laporan lain, Soebardi mengatakan bahwa pesantren tertua adalah
pesantren Giri sebelah utara Surabaya, Jawa Timur yang didirikan oleh wali Sunan
Giri pada abad 17 M langsung dipimpin oleh keturunan Nabi-Wali (Soebardi S:
1978: 68). Mastuhu memberikan kesimpulan lain, bahwa pesantren di Nusantara
telah ada sejak abad ke 13-17, dan di Jawa sejak abad 15-16 M bersamaan dengan
masuknya Islam di Indonesia. Laporan mastuhu dikuatkan oleh Dhafier bahwa
dalam serat Senthini dijelaskan pada abad 16 telah banyak pesantren-pesantren
mashur di Indonesia yang menjadi pusat pendidikan Islam (Dhafier, 1982). Akan
tetapi, laporan Mastuhu dan Dhofier di tolak oleh Van Bruinessen, dimana serat
Senthini tersebut disusun abad 19, oleh karena itu tidak bisa dianggap sebagai
sumber yang dapat dipercaya untuk menjelaskan kejadian abad 17 M (Martin,
1995). Oleh karena itu para sejarahwan menyimpulkan bahwa lembaga pendidikan
Islam di Indonesia belum ada sebelum abad 18 M dan baru muncul pada akhir abad
18 M dan awal 19 M (Martin, 1995. Pada abad 17, jumlah pondok pesantren di
Indonesia masih tergolong sedikit dan umumnya hanya ditemukan di daerah Jawa.
Namun, pada abad 18, pondok pesantren mulai menyebar ke daerah-daerah lain di
Indonesia seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Selain itu, pada masa ini
juga terjadi diversifikasi dalam jenis pondok pesantren, yaitu pondok pesantren
yang mengajarkan tarekat dan yang tidak mengajarkan tarekat. Pondok pesantren
yang mengajarkan tarekat biasanya memiliki hubungan yang erat dengan
kelompok-kelompok keagamaan tertentu, sementara pondok pesantren yang tidak
mengajarkan tarekat cenderung lebih terbuka dan tidak terikat pada kelompok
tertentu.
Metode pengajaran di pondok pesantren pada masa ini juga mengalami
perubahan. Awalnya, pengajaran dilakukan secara tradisional yaitu dengan
membaca kitab kuning secara bersama-sama dan kemudian dibahas bersama oleh
guru dan santri. Namun, pada abad 18, metode pengajaran mulai berkembang
dengan diperkenalkannya metode pengajaran baru seperti pengajaran melalui

7
dialog dan pengajaran melalui perdebatan. Hal ini memungkinkan santri untuk
berdiskusi dan berpikir kritis dalam memahami materi yang diajarkan. Pada akhir
abad 18, pondok pesantren mulai memiliki peran yang lebih strategis dalam
perjuangan melawan penjajah. Banyak kyai (guru) dan santri pondok pesantren
yang terlibat dalam perjuangan melawan penjajah dengan menyebarkan ide-ide
nasionalisme dan gerakan perjuangan kebangsaan. Oleh karena itu, pondok
pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai
tempat berkumpulnya para pemikir dan tokoh-tokoh nasionalis dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Dalam kesimpulannya, perkembangan pondok pesantren di Indonesia pada
abad 17 sampai 18 dapat dilihat dari segi penyebarannya, jenis, dan metode
pengajarannya. Selain itu, pada masa ini pondok pesantren juga mulai memperoleh
peran strategis dalam perjuangan melawan penjajah. Dengan demikian, pondok
pesantren pada masa itu telah menjadi lembaga pendidikan dan juga sebagai tempat
berkumpulnya para pemikir dan tokoh nasionalis dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia.
Di era Wali Songo istilah pondok pesantren mulai dikenal di Indonesia.
Ketika itu Sunan Ampel mendirikan padepokan di Ampel Surabaya sebagai pusat
pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut
ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo,
Sulawesi. Padepokan Sunan Ampel inilah yang dianggap sebagai cikal bakal
berdirinya pesantren-pesantren yang tersebar di Indonesia. Pesantren pada masa
Wali Songo yang digunakan sebagai tempat untuk menimba ilmu sekaligus untuk
menempa para santri agar dapat menyebarluaskan ajaran agama Islam, mendidik
kader-kader pendakwah guna disebarkan ke seluruh Nusantara.
Setelah periodesasi perkembangan pesantren yang cukup maju pada masa
Wali Songo, masa-masa suram mulai terlihat ketika Belanda menjajah Indonesia.
Pada periode penjajahan ini, pesantren selalu berhadapan dengan kolonialis
Belanda yang sangat membatasi ruang geraknya. Pemerintah Belanda
mengeluarkan kebijakan politik pendidikan. Melalui kebijakan tersebut, pihak
Belanda ingin membunuh madrasah dan sekolah yang tidak memiliki izin. Selain

8
itu, kebijakan formal Belanda tersebut juga bertujuan melarang pengajaran kitab-
kitab Islam yang menurut mereka berpotensi memunculkan gerakan subversi atau
perlawanan di kalangan santri dan kaum muslim pada umumnya. Setidaknya,
tercatat empat kali pihak Belanda mengeluarkan peraturan yang bertujuan
membelenggu perkembangan pesantren di Indonesia, yaitu pada tahun 1882, 1905,
1925, dan 1932.7 Sejak perjanjian Giyanti, pendidikan dan perkembangan pesantren
dibatasi oleh Belanda. Belanda bahkan menetapkan resolusi pada tahun 1825 yang
membatasi jumlah jamaah haji. Selain itu, Belanda membatasi kontak atau
hubungan orang Islam Indonesia dengan negara-negara Islam lainnya. Hal-hal
seperti ini pada akhirnya membuat pertumbuhan dan pekembangan Islam menjadi
tersendat. Di masa kolonial Belanda, pesantren sangat antipati terhadap
westernisasi dan modernisme yang ditawarkan oleh Belanda. Akibat dari sikap
tersebut, pemerintah kolonial mengadakan kontrol dan pengawasan yang ketat
terhadap pesantren. Pemerintah Belanda mencurigai institusi pendidikan dan
keagamaan pribumi yang digunakan untuk melatih para pejuang militan untuk
melawan penjajah.8 Dalam masa penjajahan Belanda, pendidikan Islam yang
berpusat pada pesantren, surau, dayah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya
sengaja melakukan uzlah dari kekuasaan kolonial. 9 Pada tahun 1882 pemerintah
Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi
kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Setelah itu, dikeluarkan Ordonansi
tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru agama yang mengajar harus
mendapatkan izin dari pemerintah. Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun
1925 yang membatasi orang yang boleh memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya,
pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup
madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang

7
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,
(Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 24
8
Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Cet. I;
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm 89
9
Jajat Burhanuddin (peny.), Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia (Cet. I;
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm 2

9
tak disukai oleh pemerintah.10 Peraturan-peraturan tersebut membuktikan
ketidakadilan kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan
Islam di Indonesia. Sebagai respons penindasan Belanda tersebut, kaum santri
mulai melakukan perlawanan. Menurut Clifford Geertz, antara tahun 1820-1880,
telah terjadi pemberontakan dari kaum santri di Indonesia. Akan tetapi, pesantren
tetap bertahan dan berkembang karena pengelolanya mampu mengatur strategi
dengan baik. Berdasarkan laporan pemerintah kolonial Belanda, tahun 1831 di Jawa
terdapat lembaga pengajian dan pesantren sebanyak 1.853 buah dengan jumlah
santri sebanyak 16.500 orang. Pada tahun 1885 pesantren berkembang menjadi
14.929 buah dengan jumlah santri 222.663 orang.11 Pada akhir abad ke-19, Belanda
mencabut resolusi yang membatasi jamaah haji sehingga jumlah peserta jamaah haji
pun membludak. Hal ini menyebabkan tersedianya guru-guru pendidikan agama
Islam dalam jumlah yang besar, karena selain berniat untuk menunaikan ibadah
haji, para jamaah juga menuntut ilmu-ilmu agama, dan ketika kembali lagi ke
Indonesia, mereka mengembangkan dan menyebarluaskan ilmunya. Lantaran
adanya niat ganda seperti ini, jumlah pesantren semakin meningkat dari tahun ke
tahun.
Perkembangannya bertepatan dengan munculnya gerakan-gerakan Islam
yang mendirikan organisasi sosial Islam seperti Muhamadiyah yang didirikan oleh
KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1921 M dan Nahdatul Ulama (NU) yang didirikan
oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926 M. Pada masa itu pondok pesantren
berguna untuk membentengi seluruh masyarakat dengan melakukan perlawanan
terhadap penjajahan. Perlawanan terus dilakukan oleh ulama dan santri dengan cara
mendirikan organisasi berbasis Islam. Organisasi ini sebagai bentuk manifestasi
jihad melawan penjajahan yang kemudian berhasil menyebar dan membesar ke
seluruh pelosok Indonesia dan dikenal oleh masyarakat. Hal ini juga sebagai bentuk

10
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Memadu Modernitas untuk Kemajuan (Cet. I; Jakarta;
Pesantren Nawesea Press, 2009), hlm 41
11
Ibid, hlm 59-61

10
perlawanan masyarakat terhadap penjajahan yang tidak memberikan kesempatan
hidup dan hak hidup terutama dalam hal pendidikan. Pasca kemerdekaan Indonesia,
banyak tokoh-tokoh pesantren yang bermunculan dalam dunia pendidikan, seperti
Agus Salim, Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan sebagainya.
Dalam sejarah perjuangan di Indonesia, terdapat catatan yang menyatakan
bahwa pada 20 November 1945 KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa untuk
mempertahankan tanah air Indonesia dari penjajahan, yang biasa kita kenal dengan
resolusi jihad. Selain itu sejarah juga menyebutkan bahwa pada saat periode
penjajahan dikeluarkan kebijakan politik pendidikan oleh pemerintah Belanda,
dalam kebijakan tersebut pihak Belanda ingin membunuh madrasah dan sekolah
yang tidak memiliki izin. Kebijakan formal Belanda tersebut juga bertujuan
melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi
memunculkan perlawanan di kalangan santri dan kaum muslim pada umumnya.
Belanda bahkan menetapkan resolusi yang membatasi jumlah jamaah haji. Pada
akhir abad 19 Belanda mencabut resolusi terkait jamaah haji, sehingga jumlah
peserta jamaah haji pun membludak. Hal ini menyebabkan tersedianya guru-guru
pendidikan agama Islam dalam jumlah yang besar. Selain berniat untukmenunaikan
ibadah haji, para jamaah juga menuntut ilmu agama, lalu ketika sudahkembali ke
Indonesia mereka mengembangkan dan menyebarkan ilmu yang didapatkannya.
Pada saat menjelang peristiwa kemerdekaan, beberapa kaum santriterlibat dalam
merumuskan dan menyusun UUD Republik Indonesia yang diantaranya melahirkan
piagam Jakarta, tokoh pesantren yang ikut andil dalam perstiwa tersebut adalah KH.
Wahid Hasyim dan Bapak Abdurrahman Wahid.
Pada tahun 2001 jumlah pesantren di Indonesia sudah mencapai 11.312
dengan jumlah santri sebanyak 2.737.805 orang. Sejak permulaan abad ke 20 telah
terjadi perubahan besar dalam pendidikan Islam Indonesia atau pesantren. Pada
abad ke 20 pesantren telah memasuki era keemasannya dan berhasil menjadi
lembaga pendidikan Islam yang mondial dan kosmopolitan. Pesantren semakin
memperluas ruang implementasinya dengan melengkapi dan menciptakan berbagai
alternatif baru.

11
Beberapa pesantren muncul menjadi sebuah institusi kampus yang memiliki
kelengkapan fasilitas untuk membangun potensi-potensi santri, tidak hanya segi
akhlak, nilai, intelek, dan spiritualisme, tetapi juga atribut-atribut fisik dan material.
Hingga abad ke 20 pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam semakin dirasakan
keberadaannya oleh masyarakat secara luas, sehingga kemunculan pesantren di
tengan masyarakat selalu direspon secara positif.
Perkembangan pondok pesantren di Indonesia pada abad 19 dan 20 terjadi
secara signifikan. Pada abad 19, pondok pesantren terus berkembang dan menyebar
ke seluruh Indonesia. Pada masa itu, banyak muncul tokoh-tokoh ulama danpemikir
yang terkenal dan berpengaruh dalam pendidikan Islam, seperti Syekh Ahmad
Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari. Mereka memperjuangkan pendidikan Islam yang
modern dan terbuka serta melawan kebodohan dan ketertinggalan dalammasyarakat.
Pada abad 20, perkembangan pondok pesantren semakin pesat. Hal ini
terlihat dari banyaknya pondok pesantren yang dibangun, baik di perkotaan maupun
pedesaan, serta peningkatan kualitas pendidikan yang ditawarkan. Seiring dengan
berkembangnya pendidikan Islam di Indonesia, pondok pesantren juga mulai
memperluas cakupan pengajarannya, termasuk di dalamnya adalah mata pelajaran
umum seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, dan bahasa asing. Hal ini
membuka peluang bagi para santri untuk meraih pendidikan yang lebih luas dan
beragam.
Selain itu, pada abad 20, pondok pesantren juga mulai mengalami
perubahan dalam manajemen dan kepemimpinan. Banyak pondok pesantren yang
dipimpin oleh seorang kyai yang dipilih secara demokratis oleh para santri dan
masyarakat sekitar. Hal ini membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi santri
dan masyarakat dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan di pondok
pesantren. Pondok pesantren juga semakin terbuka dan inklusif dalam menyediakan
pendidikan Islam dan pendidikan umum bagi masyarakat luas. Selain itu, pondok
pesantren juga mulai mengalami perubahan dalam manajemen dan
kepemimpinannya, yang membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi santri dan
masyarakat dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan di pondok pesantren.

12
C. Pengaruh dan Peranan Pondok Pesantren di Berbagai Bidang
a. Sebagai Lembaga Pendidikan
Secara khusus pondok pesantren bertanggung jawab terhadap kelangsungan
tradisi keagamaan dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam kaitannya
dengan dua hal tersebut pesantren memilih model tersendiri yang dirasa
mendukung secara penuh tujuan dan hakekat pendidikan manusia itu sendiri,
yaitu membentuk manusia mukmin sejati yang memiliki kualitas moral dan
intelektual secara seimbang.
Untuk mewujudkan hal tersebut pesantren menyelenggarakan pendidikan
formal (madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi), dan pendidikan
formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi
oleh pikiran ulama’ fiqih, hadits, tafsir, tauhid, dan tasawwuf, bahasa
Arab(nahwu, sharaf, balaqhod dan tajwid), mantik dan akhlaq. Sebagai
lembaga pendidikan, pesantren ikut bertanggung jawab terhadap proses
pencerdasan bangsa secara keseluruhan, sedangkan secara khusus pesantren
bertanggung jawab atas tradisi keagamaan (Islam) dalam arti yang seluas-
luasnya.
b. Sebagai Lembaga Sosial
Sebagai lembaga sosial, pondok pesantren menerima anak-anak dari
berbagai lapisan masyarakat Islam tanpa membeda-bedakan status sosial
ekonomi orang tuanya. Biaya hidup di pondok pesantren relatif lebih murah
dibandingkan dengan pondok pesantren non, karena para santri biasanya
menutupi kebutuhan sehari-hari dengan membuat kerajinan tangan atau
memasak bersama, bahkan terkadang gratis, terutama untuk anak-anak kurang
mampu atau yatim piatu.

13
c. Sebagai Lembaga Dakwah
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa peranan pesantren sebagai islamisasi
tentunya dengan cara menyebarkan dakwah. Fungsi pesantren sebagai penyalur
agama (lembaga dakwah) dapat dilihat pada unsur-unsur utama pesantren.
sendiri yaitu masjid pesantren yang juga berfungsi sebagai masjid umum yaitu
tempat belajar agama dan ibadah umum. Masjid pesantren sering mengadakan
diskusi keagamaan majlis ta'lim (pengkajian) dan sebagainya oleh masyarakat
umum.
Dalam hal ini masyarakat adalah jamaah yang menimba ilmu agama dalam
segala kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan pondok pesantren, hal ini
membuktikan bahwa keberadaan pondok pesantren secara tidak langsung
memberikan efek positif bagi masyarakat karena kegiatan yang terorganisir.
melalui pesantren, dan shalat berjamaah dan shalat berjamaah, dll, sehingga
masyarakat dapat lebih mengenal ajaran agama (Islam) kemudian mengikuti
dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kebudayaan
Pondok pesantren memiliki peran penting dalam melestarikan budaya
Indonesia. Santri-santri di pesantren biasanya belajar tentang seni dan budaya
Islam, seperti seni kaligrafi, musik rebana, dan tarian sufi. Di samping itu,
pesantren juga merupakan tempat di mana santri-santri dapat belajar tentang
bahasa Arab dan bahasa Inggris.
e. Pengembangan Ekonomi
Beberapa pondok pesantren di Indonesia juga memiliki peran penting dalam
pengembangan ekonomi. Mereka sering kali memiliki usaha mandiri seperti
peternakan, pertanian, dan industri kreatif. Hal ini dapat membantu
memperbaiki ekonomi daerah sekitar pesantren dan juga membantu memenuhi
kebutuhan hidup santri-santri.12

12
https://www.depokpos.com/

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan.
1. Penyebaran Islam di Indonesia pada awalnya banyak dikenal dalam bentuk
kegiatan tarekat dengan dipimpin oleh kyai. Keberadaan pesantren pada masa
awal pertumbuhannya tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di Timur
Tengah, namun Islam yang dibawa pedagang yang hidupnya tidak selalu
menetap disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang masih banyak
dipengaruhi oleh agama Hindu. Dalam catatan sejarah, pada zaman Wali
Songo inilah istilah pondok pesantren mulai dikenal. Pesantren merupakan
sistem pendidikan Islam yang memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan
Hindu Budha. Dalam penyebaran Islam, kebudayaan masyarakat setempat
sering dijadikan modal dasar bagi para penyebar agama untuk menyisipkan
ajaran Islam, dan istilah pondok pesantren mulai dikenal pada zaman Wali
Songo.
2. Pada abad 17 dan 18, perkembangan pesantren di Indonesia telah mengalami
penyebaran dan diversifikasi jenis pondok pesantren serta metode pengajaran
yang diterapkan. Awalnya, pengajaran dilakukan secara tradisional dengan
membaca kitab kuning dan dibahas bersama oleh guru dan santri. Namun, pada
abad 18, metode pengajaran mulai berkembang dengan diperkenalkannya
metode pengajaran baru seperti pengajaran melalui dialog dan pengajaran
melalui perdebatan. Pada akhir abad 18, pondok pesantren mulai memiliki
peran yang lebih strategis dalam perjuangan melawan penjajah dengan
menyebarkan ide-ide nasionalisme dan gerakan perjuangan kebangsaan. Selain
itu, pada masa ini pondok pesantren juga mulai menyebar ke daerah-daerah lain
di Indonesia seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Dalam
kesimpulannya, perkembangan pondok pesantren pada masa itu telah menjadi

15
lembaga pendidikan dan juga sebagai tempat berkumpulnya para pemikir dan
tokoh nasionalis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
3. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren
memiliki peran yang penting dalam berbagai bidang. Secara khusus, pondok
pesantren bertanggung jawab terhadap kelangsungan tradisi keagamaan dalam
kehidupan sosial masyarakat, dan menyelenggarakan pendidikan formal yang
mengajarkan agama serta pendidikan formal lainnya. Selain itu, pondok
pesantren juga berperan sebagai lembaga sosial yang menerima anak-anak dari
berbagai lapisan masyarakat Islam tanpa membeda-bedakan status sosial
ekonomi orang tua, dan sebagai lembaga dakwah yang menyalurkan ajaran
agama Islam. Pondok pesantren juga memiliki peran dalam melestarikan
budaya Indonesia, serta beberapa di antaranya memiliki peran penting dalam
pengembangan ekonomi. Dengan begitu, pondok pesantren memiliki
kontribusi yang besar dalam menjaga dan memajukan kebudayaan, sosial,
pendidikan, serta ekonomi di masyarakat.

B. Saran
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis
akan segera melakukan perbaikan terhadap makalah ini dengan menggunakan
pedoman dari berbagai sumber dan kritik yang membangun dari pembaca. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai
pembahasan dalam makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, A. (2018). Pesantren dan transformasi sosial: studi tentang dinamika


pesantren dan masyarakat Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azra, A. (2018). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad
XVII-XVIII. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Daulay, H. M. (2013). Islamisasi di Indonesia: studi tentang asal-muasal dan sejarah
perkembangan Islam di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
Effendy, B. (2007). Islam and the state in Indonesia. Singapore: Institute of
Southeast Asian Studies.
Fanany, I., & Muhaimin, A. G. (2016). Pesantren, madrasah, sekolah: transformasi
pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gade, A. (2006). Peran Pesantren dalam Pengembangan Kebudayaan Lokal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
"Sejarah Pondok Pesantren: Dari Awal Mula Hingga Masa Kini" oleh Ahmad
Fauzan Mubarok. Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 11, No. 1, Juni 2013
"Karakteristik Pondok Pesantren di Indonesia: Sebuah Kajian Sejarah" oleh Moh.
Dja'far Shodiq. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Vol. 13, No. 1, Juni
2017
"Pondok Pesantren: Sejarah dan Kiprah dalam Pembangunan Pendidikan Islam di
Indonesia" oleh Aris Ananta dan A. Mukhlis Yusuf. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, Vol. 16, No. 1, April 2012
"Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo" oleh
Abdul Hafidz. Jurnal Ilmiah Al-Masraf, Vol. 8, No. 1, April 2021
"Pondok Pesantren: Sejarah, Karakteristik, dan Peran dalam Pembangunan
Pendidikan di Indonesia" oleh Muhamad Abdul Hafidz. Jurnal Pendidikan
Islam, Vol. 7, No. 1, Juni 2018, hal. 75-93.
"Pondok Pesantren: Pendidikan Islam Berbasis Pesantren" oleh M. Maksum
Machfoedz dan Asep Saepudin Jaharudin. Penerbit Erlangga, 2017.
"Pesantren sebagai Institusi Sosial dan Pendidikan" oleh Abdurrahman Mas'ud.
Penerbit Prenada Media, 2021.

17
"Pondok Pesantren dan Peranannya dalam Pembangunan Sosial dan Ekonomi
Masyarakat" oleh Aris Ananta dan Moch. Nur Ichwan. Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Vol. 20, No. 1, April 2016
"Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Alternatif dalam Membentuk
Karakter Siswa" oleh Atiqoh Nurhayati. Jurnal Pendidikan Karakter, Vol.
4, No. 1, Maret 2014

18

Anda mungkin juga menyukai