Anda di halaman 1dari 58

KONSTRUKSI PEMBELAJARAN ISLAM TERPADU BERBASIS

AKHLAK SISWA SDIT SMPIT DAN SMAIT


DI KABUPATEN SUMBAWA

Oleh:
MUAMMAR KHADAFIE
NIM.190701005

Disertasi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan


gelar Doktor

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2022
1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia,

pendidikan (terutama Islam) dengan berbagai coraknya yang berorientasi

memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan

dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu

diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan

zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan

Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis)

tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih.

Akhir-akhir ini juga, sikap dan perilaku masyarakat Indonesia cendrung

mengabaikan nilai-nilai luhur yang telah lama menjadi budaya bangsa dan

berjalan dalam kehidupan sehari-hari, seperti nilai kejujuran (fairness),

kesantunan, kebersamaan dan religius. Dengan berjalannya waktu sedikit demi

sedikit mulai sirna terbawa oleh budaya asing yang cenderung mengarah pada

kehidupan yang hedonistik, materialistik, dan individualistik, sehingga nilai-nilai

karaker tersebut tidak lagi dianggap penting jika bertentangan dengan tujuan

yang ingin diperoleh.1

Pendidikan mesti dipandang sebagai sebuah sistem terintegrasi di dalam

masyarakat dan bukannya dipandang sebagai organisasi terpisah, yakni pemasok

pada masyarakat. Selain pembelajaran yang searah dan pergantian kurikulum

yang berkepanjangan, masalah yang lebih urgen adalah pendidikan di Negara ini

belum terarah kepada tujuan pendidikan yang jelas, padahal tujuan pendidikan
1
Najihaturrohmah dan Juhji, Implementasi Program Boarding School Dalama Pementukan
Karakter Siswa Di SMA Negeri Cahaya Mandiri Banten Boarding School Pandeglang, Jurnal
Tarbawi UIN SMH Banten Vol. 3 No. 02 Desember 2017, h 208.
2

merupakan salah satu komponen utama pada sistem yang sangat menentukan

jalannya pendidikan, sehingga dengan tujuan pendidikan yang jelas dan terarah,

diharapkan proses pendidikan dapat mencapai hasil secara efektif dan efisien.

Apabila tujuan pendidikan tidak digariskan secara tegas maka pendidikan akan

mengalami ketidakpastian dalam prosesnya, yang akibatnya manusia sebagai

out-put dan out-come pendidikan tidak memiliki patokan atau pedoman hidup

luhur sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia.2

Pada dasarnya pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi

individu sebagai manusia sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai

pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral

dan social sebagai pedoman hidup3. Dengan demikian pendidikan memegang

peran penting dalam menentukan hitam putihnya manusia, dan akhlak menjadi

standar utama kualitas manusia. Artinya, baik buruknya akhlak merupakan salah

satu indikator berhasil atau tidaknya pendidikan.

Pendidikan bukan hanya bertujuan membentuk manusia yang cerdas

otaknya dan terampil dalam melaksanakan tugas, namun diharapkan dapat

menghasilkan manusia yang berakhlak mulia, sehingga menghasilkan warga

negara yang berakhlak mulia. Oleh karena itu pendidikan tidak semata-mata

mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga mentransfer

nilai-nilai akhlak dan nilai-nilai kemanusian yang bersifat universal. Dengan

transfer akhlak yang bersifat universal, diharapkan peserta didik dapat

2
(M. Jumali, dkk, Landasan Pendidikan , Surakarta, Muhammadiayah University press,
2008;52).
3
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung:SinarBaru
(1991),h2.
3

menghargai kehidupan orang lain tercermin dalam tingkah laku serta aktualisasi

diri, semenjak usia dini hingga kelak dewasa menjadi warga Negara yang baik.

Namun pada kenyataannya manusia Indonesia, khususnya anak-anak

usia sekolah (SD, SMP, dan SMA) saat ini, kurang memperhatikan nilai akhlak

yang tercermin dari perilaku tidak menghormati nilai-nilai kemanusiaan seperti

terjadi tawuran remaja, kurang menghormati orang tua, kurang menghormati

guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, kurang mentaati norma-

norma keluarga, dan hidup tidak disiplin.

Dengan diberikannya pendidikan Islam untuk membentuk akhlak siswa

diharapkan dapat merubah perilaku anak, sehingga peserta didik jika sudah

dewasa lebih bertanggung jawab dan menghargai sesama dan mampu

menghadapi tantangan zaman yang cepat dan berubah. Imam Al Ghazali

menuliskan di dalam kitabnya, Ihya” Ulumu Din pada bagian Riyadhatun Nafi:

Akhlak yang baik merupakan sifat sang penghulu para Nabi, amalan
para shiddikin, separuh agama, buah perjuangan orang-orang bertakwa dan
merupakan latihan bagi para ahli ibadah. Sedangkan akhlak yang buruk ialah
racun yang mematikan, penghancur yang membinasakan, kenistaan yang
mencoreng, kehinaan yang nyata, dan kekotoran yang hanya menjauhkan diri
dari sisi sang Rabb jagat raya. Akhlak yang buruk “menggiring pelaku kejalan
setan, di mana berbagai pintu terbuka menuju neraka yang menyala-nyala dan
membakar sampai ke hati.4

Oleh karena itu orang tua, guru, masyarakat dan siapapun yang

bertanggung jawab terhadap pendidikan, harus membiasakan dan melatih

anak-anak berakhlak mulia, Sesuai dengan jiwa zaman yang sedang dihadapi

saat ini, agar kelak peserta didik bagaikan anak panah lepas dari busurnya

4
Faridi, Syauqi Hafizh, Syarah 10 Muwashafat: Solo: Era Adicitra Intermedia, 2020,hl
4

menentang, mengatasi permasalahannya sendiri, namun memiliki keunggulan

akhlak yang baik dan luhur.

Dewasa ini, hadir sebuah konsep sekolah yang memadukan pelajaran

umum dengan konsep pendidikan pondok pesantren. Konsep ini sudah banyak

digunakan oleh lembaga pendidikan, baik swasta maupun negeri. Adapun

progam itu di kenal dengan istilah Program Islam Terpadu atau Islam Terpadu

(IT).

Pembelajaran islam terpadu adalah pembelajaran yang diawali dari suatu


pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok-pokok bahasan
lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara
spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan
dengan beragam pengalaman belajar anak maka pembelajaran menjadi lebih
bermakna5

Munculnya pendidikan Islam model terpadu diawal tahun 80-an,

menandai era adanya perubahan yang cukup menarik tentang trend pendidikan

Islam di Indonesia.Wacana integrasi sains dan Islam meningkat seiring sejalan

dengan tumbuh suburnya ideologi Islam yang sangat asertif1 dalam mencoba

mengimplementasikan berbagai visi-misi Islam dalam pendidikan, sosial,

ekonomi, maupun politik. Hal ini tidaklah mengherankan karena para pendiri

sekolah Islam terpadu secara umum memiliki semangat yang tinggi untuk

meniru dan mengulangi kembali zaman keemasan Islam yang dianggap lebih

murni, Islam ideal dimana kehidupan zaman sekarang harus didasarkan pada

konsep pembentukan generasi tersebut, jika tidak, Islam hanya sebagai cita-cita

saja, atau bahkan angan-angan saja. Menurut Yudian wahyudi, seperti di kutif

Kurnianengsih, fenomena munculnya Sekolah Islam Terpadu, merupkan bentuk


5
Tisno dan Ida,dkk. 2008. Pembelajaran Terpadu di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
5

kesadaran, setelah babak belur hampir tiga abad, barulah umat Islam, khususnya

di Indonesia, mulai sampai pada pengertian kembali kepada al-Quran dan

Sunnah. Kembali kepada al-Quran dan Sunnah bukan kutukisme, tetapi tauh îd

al-‘ulûm (atau kesatuan ilmu yang meliputi ayat quraniyah, ayat kauniyah, dan

ayat insaniyah). Dengan semangat inilah lahirlah sekolah-sekolah Islam Terpadu

di Indonesia6.

Pembahasan mengenai konsep Islam terpadu dapat dilihat dari sejarah

pendidikan Islam di Indonesia. Melalui sejarah tersebut akan ditemukan

temukan ide dan gagasannya konsep pendidikan Islam dengan model terpadu,

meskipun tidak dengan label terpadu. Sistem pendidikan sekolah dengan

memadukan pelajaran umum dan agama telah ada sebelumnya. Pada tahun 1909,

Abdullah Ahmad telah mendirikan Adabiyah School di Sumatra Barat,

meskipun pada awalnya sekolah ini berbentuk Madrasah, tapi pada akhirnya

berubah menjadi sekolah, HIS. Konsep kurikulumnya pun sama dengan konsep

Sekolah Islam Terpadu saat ini, yaitu integarasi7.

Jadi, di dalam pembelajaran terpadu pada umumnya, ditetapkan satu

tema yang dapat dihubungkan dengan pokok bahasan lain dan bidang studi lain

yang sesuai dengan tema yang sudah ditetapkan dan direncanakan sebelumnya.

Dengan adanya tema yang sudah dihubungkan dengan bidang studi lain tersebut,

siswa dapat mengeksplore kemampuanya untuk memperkuat pemahaman siswa

sesuai dengan tema. Tujuan dari tema tersebut bukan hanya untuk menguasai
6
Kurnianengsih. 2015. “Konsep Sekolah Islam Terpadu (kajian pengembangan lembaga
pendidikan Islam di indonesia” dalam jurnal ‘Risalah’ Pendidikan dan Studi Islam. Fakultas
Agama Islam Wiralodra. Indramayu. Vol.1 Desember 2015.
7
Ramayulis. 2012. Sejarah Pendidikan Islam, Napak Tilas Perubahan Konsep, Filsafat, Dan
Metodologi Pendidikan Islam Dari Era Nabi SAW Sampai Ulama Nusantara. Jakarta; Radar Jaya
Ofset
6

konsep-konsep mata pelajaran, tetapi konsep-konsep dari mata pelajaran lain

yang saling terkait dan disesuaikan dengan pengalaman belajar anak, sehingga

pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dengan pembelajaran yang lebih

bermakna tersebut siswa dapat dengan mudah memahami dan mencerna materi

pelajaran yang sedang disampaikan oleh guru. Karena, ketika seorang siswa

dihadapkan pada suatu materi pelajaran yang hanya mengandalkan guru sebagai

penyampai materi dan tidak ada keterlibatan siswa didalamnya, tentu akan

membuat siswa akan lebih kurang bisa memahami dan mencerna materi yang

disampaikan oleh guru dalam jangka waktu yang lama.

Dalam ungkapan yang lain dapat dinyatakan bahwa konsep pendidikan

Islam terpadu mencakup dua aspek keterpaduan, yaitu aspek keterpaduan

substansi (kurikulum) dan aspek keterpaduan institusi (kelembagaan). Dari aspek

substansinya, pendidikan terpadu berarti pendidikan yang mampu merumuskan

kurikulum pendidikan yang sifatnya memadukan antara kepentingan duniawi dan

ukhrawi, pengetahuan dan tata nilai, pengetahuan umum dan pengetahuan agama.

Sedang dari aspek institusinya, pendidikan Islam terpadu berarti pendidikan

Islam yang mampu mengimplementasikan rumusan kurikulum tersebut ke dalam

bentuk perpaduan in stitusional antara lembaga pendidikan dalam bentuk sekolah

dengan lembaga pendidikan yang berbentuk madrasah atau pondok pesantren dan

yang sejenisnya.

Untuk menumbuhkan dan mengembangkan akhlak yang mulia,

diperlukan lembaga-lembaga pendidikan yang menjadikan pembinaan akhlak

sebagai isu sentral, dan keberadaannya merupakan salah satu sarana untuk
7

membangun kebaikan individu, masyarakat dan peradaban manusia. Dan perlu

diingat dalam pembinaan pendidikan akhlak tersebut perlu dirancang dengan

baik dengan memperhatikan peluang dan tantangan yang muncul.8 Dalam hal ini

peneliti memilih kabupaten sumbawa sebagai tempat penelitian. Alasan utama

kenapa peneliti memilih kabupaten sumbawa karena perkembangan sekolah

yang berbasis Islam terpadu berkembang cukup pesat. Pada observasi awal, ada

terdapat sepuluh sekolah dasar yang berbasis Islam, diantaranya ada empat

sekolah dasar yang berbasis Islam terpadu dan satu yang di bawah naungan

Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT): SDIT Samawa Cendekia, SMPIT

Samawa Cendekia, dan SMAIT Samawa Cendekia.

B. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,

peneliti mencoba untuk merumuskan beberapa rumusan masalah yang coba

untuk diungkapkan berdasarkan acuan judul penelitian di atas:

1. Bagaimanakah model konstruksi pembelajaran Islam Terpadu Berbasis

Akhlak Siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa?

2. Bagaimanakah strategi implementasi Pendidikan Islam Terpadu Berbasis

Akhlak Siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa?

3. Sejauhmana dampak implementasi Pendidikan Islam Terpadu Berbasis

Akhlak Siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa?

8
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta:Kencana,2004),h.216.
8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Perumusan tujuan dari penelitian ini tentu tidak lepas dari

keterkaitannya dengan rumusan masalah yang telah dielaborasikan di atas.

Adapun tujuan dari penelitian yang dimaksud tersebut yakni:

a. Untuk menganalisis model konstruksi pembelajaran Islam Terpadu

Berbasis Akhlak Siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten

Sumbawa.

b. Untuk merumuskan strategi implementasi Pendidikan Islam Terpadu

Berbasis Akhlak Siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten

Sumbawa.

c. Untuk mengidentifikasi dampak implementasi Pendidikan Islam

Terpadu Berbasis Akhlak Siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di

Kabupaten Sumbawa.

2. Manfaat

Berdasarkan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat baik secara teoritis maupun praktis khususnya dalam penerapan nilai-

nilai Islami untuk membentuk ahlak siswa dalam dunia pendidikan. Adapun

rincian dari manfaat teoritis dan praktis tersebut dapat dilihat di bawah ini:

a. Secara teoretis

1) Hasil penelitian ini diharapkan ikut serta memperkaya khazanah ilmu-

ilmu keIslaman, khususnya bidang pendidikan Islam. Dengan demikian,


9

hasil kajian ini dapat di jadikan sebagai referensi atau rujukan bagi para

pendidik dan peserta didik serta para pemerhati pendidikan. Selain itu,

dalam tataran teoretis, hasil kajian ini dapat juga dijadikan bahan acuan

dalam membuat kebijakan terhadap pendidikan Islam berbasis pada

akhlak, di tingkat pendidikan dasar, dan pendidikan menengah Islam

terpadu khususnya.

2) Di samping itu, munculnya konsep atau teori pendidikan Islam yang

dikemukakan dalam penelitian ini dapat memperkaya ilmu-ilmu

keIslaman, khususnya pendidikan Islam, juga dapat dijadikan sebagai

acuan dasar teoretik untuk menjelaskan dan mengembangkan

pendidikan Islam berbasis pada akhlak, dengan mempertimbangkan

“basis budaya” yang hidup dan berkembang di tengah-tengah

masyarakat Indonesia.

b. Secara praktis

Hasil kajian ini antara lain dapat dipertimbangkan sebagai panduan bagi satuan

pendidikan dasar dalam menimplementasikan pendidikan Islam berbasis pada

akhlak di Indonesia, tidak terkecuali bagi pendidikan pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah Islam terpadu di Kabupaten Sumbawa. Selain itu, hasil

kajian ini juga dapat dijadikan bahan banding dalam menentukan kebijakan

pendidikan yang dianggap ideal terkait dengan kebutuhan peserta didik

khususnya, dan pendidik pada umumnya, baik dalam jangka pendek, jangka

menengah, maupun jangka panjang. Selanjutnya, hasil kajian ini juga dalam

tataran praksis diharapkan dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi peneliti
10

berikutnya untuk melakukan penelitian lanjutan atau sejenis yang mungkin

belum terungkap dalam penelitian ini, baik dalam bentuk melanjutkan,

memperkuat, atau bahkan mungkin melakukan sanggahan-sanggahan

terhadapa teori-teori yang dikemukakan secara logis dan rasional.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian

Supaya permasalahan dalam penelitian ini terarah dari apa yang akan diteliti

dan dikaji, peneliti membatasi pada masalah: konstruksi pembelajaran

pendidikan Islam berbasis pada program Islam terpadu dalam membentuk

akhlak Siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa

2. Setting Penelitian

Setting penelitian merupakan tempat peneliti akan melakukan penelitian

untuk memperoleh data-data yang menjadi objek penelitian. Dalam hal ini yang

menjadi objek penelitian ini adalah SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten

Sumbawa.

Adapun sekolah atau lokasi penelitian adalah:

a. SDIT SC Samawa Cendikia

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Samawa Cendeki

beralamatkan di Komplek Villa Matahari Dusun Padak, KodePos 84316,

Kecamatan Labuan Badas, Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat,

Status Sekolah Swasta.

b. SMPIT Samawa Cendeki


11

beralamatkan di Komplek Villa Matahari Dusun Padak, KodePos 84316,

Kecamatan Labuan Badas, Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat,

Status Sekolah Swasta.

c. SMAIT Samawa Cendeki

Beralamatkan di Komplek Villa Matahari Dusun Padak, KodePos

84316, Kecamatan Labuan Badas, Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa

Tenggara Barat, Status Sekolah Swasta.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Untuk mendukung permasalahan terhadap bahasan, peneliti berusaha

malacak berbagai literature dan penelitian terdahulu (prior research) yang masih

relevan terhadap masalah yang menjadi obyek penelitian saat ini. Berdasarkan

hasil eksplorasi terhadap penelitian-penelitian terdahulu, peneliti menemukan

beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Meskipun

terdapat keterkaitan pembahasan, penelitian ini masih sangat berbeda dengan

penelitian terdahulu. Adapun beberapa penelitian terdahulu tersebut yaitu :

Pertama penelitian Najamuddin Amy 20209 dengan judul “Konstruksi

Sosial Nilai-Nilai Akhlakul Karimah Tuan Guru dalam Pembangunan Karakter

Bangsa pada Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren di Nusa Tenggara Barat”.

Najamudian Amy melakukan penelitian itu didasarkan pada fakta bahwa Tuan

Guru hingga dewasa ini masih menjadi salah satu unsur local strongman dan

masih memiliki modal sosial yang cukup mempertahankan eksistensi dan


9
Najamuddin Amy 2020. Konstruksi Sosial Nilai-nilai Akhlaqul Karimah Tuan
Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Pada Lembaga Pendidikan
Pondok Pesantren Di Nusa Tenggara Barat. Surabaya: Unair.
12

keberadaannya. Sehubungan dengan itu, Najamudin Amy melakukan penelitian

itu dengan tujuan mengetahui konstruksi sosial nilai-nilai akhlaqul karimah Tuan

Guru dan peran Tuan Guru dalam pembangunan karakter bangsa pada Lembaga

Pendidikan Pondok Pesantren di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam hasil

penelitiannya, Najamudin Amy menjelaskan bahwa konstruksi sosial nilai-nilai

akhlaqul karimah Tuan Guru membawa pengaruh yang signikan dalam

pemahaman agama, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di Provinsi Nusa

Tenggara Barat karena Tuan Guru masih dijadikan rujukan dalam menerapkan

nilai-nilai akhlaqul karimah dan peran para Tuan Guru semakin dirasakan

kehadirannya dalam berbagai bidang kehidupan sehingga menjadi solusi bagi

persoalan masyarakat sekitarnya. Selain itu, dalam penelitian itu, Najamudin

Amy juga menguraikan dengan detail terkait pola implementasi akhlakul

karimah yang dilakukan oleh Tuan Guru. Akan tetapi, Najamudian Amy dalam

penelitian itu tidak mengurai faktor-faktor yang mendukung ataupun yang

menghambat implementasi akhlakul karimah yang dilakukan oleh Tuan Guru,

padahal hal itu penting dikupas untuk mengetahui lebih jauh tentang tingkat

peran Tuan Guru dalam mengimplementasikan akhlakul karimah.

Kedua penelitia Elihami Elihami, Abdullah Syahid, 2018, Penerapan

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Pribadi

Yang Islami10. Elihami Elihami dan Abdullah Syahid melakukan penelitian itu

untuk melihat strategi yang diterapkan guru pendidikan agama Islam dalam

rangka menghasilkan output yang handal, terutama dalam menciptakan peserta

didik yang berakhlak dan berwawasan keislaman. Dalam hasil penelitian itu,
10
https://ummaspul.e-journal.id/maspuljr/article/view/17
13

mereka menemukan strategi implementasi pembelajaran pendidikan agama

Islam dalam pembentukan kepribadian muslim peserta didik dilakukan oleh guru

dengan menggunakan dua strategi pembelajaran, yaitu pembelajaran langsung

dan pembelajaran tidak langsung. Pada penelitian itu, mereka menguraikan

dengan sangat jelas terkait hal-hal yang yang diimplementasikan pada strategi

pembelajaran langsung dan tidak langsung dalam membentuk kepribadian siswa,

bahkan mereka juga menguraikan dengan sangat jelas tentang faktor pendukung

dan penghambat pembelajaran pendidikan agama islam dalam membentuk

karakter. Namun demikian, dalam penelitian itu mereka tidak menguraikan

model konstruksi pendidikan Agama Islam yang menjadi rujukan dalam

membentuk karakter pribadi (akhlakul karimah). Sehubungan dengan itu,

penelitian ini pada dasarnya tidak hanya fokus pada pengungkapan strategi

implementasi pendidikan agama Islam dalam membantuk karakter (akhlakul

karimah) dan faktor-faktor pendukung atau penghambat implementasi

pendidikan agama Islam dalam membantuk karakter (akhlakul karimah)

sebagaimana yang dilakukan oleh Elihami Elihami dan Abdullah Syahid, tetapi

juga pada pengungkapan model konstruksi pendidikan Agama Islam yang

dijadikan acuan oleh para pendidik di SD-IT Kabupaten Sumbawa.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Nelly Yusra, 2016, Implementasi

Pendidikan Akhlak Di Sekolah Dasar Islam Terpadu (Sdit) Al-Badr Kecamatan

Bangkinang Kabupaten Kampar11. Masalah yang dibahas dalam penelitian itu

adalah implementasi pendidikan akhlak di SDIT al-Badr Kecamatan Bangkinang

11
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/potensia/article/view/2531
14

Kabupaten Kampar dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

implementasi pendidikan Akhlak di SDIT al-Badr Kecamatan Bangkinang

Kabupaten Kampar. Berangkat dari masalah tersebut, Nelly Yusra melakukan

penelitian dengan tujuan mengetahui strategi implemetasi pendidikan akhlak di

SDIT al-Badr Kabupaten Kampar dan mengetahui faktor-faktor yang

mendukung dan menghambat implementasi pendidikan akhlak di lembaga

pendidikan al-Badr Kabupaten Kampar. Dalam penelitian itu, Nelly Yusra

menguraikan dengan dengan detai bahwa: (1) implementasi pendidikan akhlak

di SDIT al-Baadr Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar dilakukan dengan

mengadakan pendidikan tahfizul Quran, bimbingan wuduk, sholat dan zikir,

bimbingan, adab dimajlis ilmu, bimbingan akhlak diwaktu jam istirahat,

bimbingan adab ke kantin,bimbingan makan dan minum, bimbingan adab di

lingkungan sekolah, bimbingan adab pulang, dan bimbingan adab di rumah

hingga berangkat ke sekolah; (2) Implementasi pendidikan akhlak di SDIT al-

Badr Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar didukung atas komitmen kuat

dari pihak sekolah dan yayasan dalam mewujudkan generasi yang berakhlak

mulia serta adanya petunjuk teknis yang jelas untuk pelaksanaan bimbingan

akhlak di SDIT al-Badr yang menjadi pedoman para guru. Implementasi

pendidikan akhlak di SDIT al-Badr tidak ada hambatan yang berarti, hanya saja

terkadang kurangnya kerjasama orang tua dengan pihak sekolah. Namun

demikian, meskipun dalam penelitian itu telah dikupas tentang strategi

implementasi pendidikan akhlak dan faktor pendukung-penghambatnya, tetapi

dalam penelitian itu tidak disinggung tentang konstruksi tentang pendidikan


15

islam terpadu sehingga dalam penelitian itu belum terlihat jelas korelasi antara

pokok-pokok pendidikan Islam terpadu dengan ketercapaian akhlak siswa.

Berdasarkan uraian tentang penelitian terdahulu di atas, maka dapat

dikatakan bahwa penelitian ini cukup penting dilakukan. Dalam hal ini,

penelitian ini di samping dapat memberikan informasi terkait pendidikan Islam

terpadu di SD-IT Kabupaten Sumbawa juga dapat melengkapi isu-isu sentral

terkait implementasi pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlakul

karimah siswa di sekolah-sekolah.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Zaenudin (2018) 12 dengan judul

“Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Secara Terpadu”. Masalah yang dibahas dalam

penelitian itu adalah hakekat pendidikan Islam dan paradigma pendidikan agama islam

terpadu. Penelitian itu dilakukan berdasarkan kajian pustaka. Jawaban atas masalah

dalam penelitian itu hanya bersifat penjelasan atas teori dan pandangan yang

dikemukakan di pustaka. Dalam pada itu, penelitian itu dirasa belum memberikan

penjelasan yang sesuai utuh terkait pembelajaran Agama Islam secara terpadu.

Seharusnya, penelitian pembelajaran pendidikan Agama Islam secara terpadu tidak

hanya berdasarkan kajian pustaka, tetapi juga harus secara langsung melihat

implementasi pembelajaran pendidikan Agama Islam di lembaga-lembaga pendidikan,

misalnya dengan melakukan wawancara dan observasi sehingga penjelasan tentang

pembelajaran pendidikan agama Islam secara terpadu benar-benar sesuai dengan fakta.

Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini, data tentang pendidikan Islam terpadu di

SD-IT Kabupaten Sumbawa dilakukan dengan menerapkan tiga metode sekaligus,

12
Zaenudin, 2018, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Secara Terpadu:
Ibtida’iy Jurnal, Vol. 3, No. 1, Hal. 01-135
16

yakni wawancara, observasi, dan dokumentasi supaya mendapatkan hasil yang valid

dan sesuai fakta.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Akhmat Yunus (2015) 13


dengan judul

“Implementasi Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar Islam

Terpadu Al-Madinah Kebumen Tahun 2014”. Masalah yang dibahas dalam penelitian

itu adalah implementasi pendidikan karakter, kendala dan solusinya dalam

pembelajaran di SD IT Al-Madinah Kebumen tahun 2014. Penelitian itu dilakukan

dengan tujuan menerangkan implementasi pendidikan karakter dalam proses

pembelajaran di SD IT Al-Madinah Kebumen dan mengidentifikasi kendala

implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran di SD IT Al-Madinah Kebumen

dan solusi yang dilakukan untuk memecahkan kendala. Hasil dalam penelitian itu

menunjukkan, bahwa implementasi pendidikan karakter SD IT Al-Madinah dalam

proses pembelajaran memiliki kelebihan yaitu menambahkan nilai keimanan dan

merupakan karakter berbasis tauhid yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu (1) Tahap

perumusan karakter yaitu guru merumuskan daftar 18 karakter SD IT Al-Madinah dan

sebaran karakter, (2) Tahap pemahaman karakter, yaitu sekolah mengadakan workshop

dan KKG yang membahas karakter yang sudah disepakati dalam daftar karakter dan

sebaran karakter, (3) Tahap perencanaan implementasi pendidikan karakter. Kendala

Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di SD IT Al-Madinah Kebumen

Tahun 2014 adalah adanya runtutan pembelajaran yang banyak sehingga mengurangi

kefokusan dalam penerapan pendidikan karakter, kurangnya pemahaman guru terhadap

rumusan landasan tauhid tema, kurangnya kerjasama antara guru dan murid, perbedaan

pola asuh antara rumah dan sekolah, dan kurang mendukungnya perilaku masyarakat

lingkungan tempat tinggal murid. Solusi yang dirumuskan adalah pengembangan

13
Akhmat Yunus, 2015: Implementasi Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran di
Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Madinah Kebumen Tahun 2014. Profetika Vol. 16, No. 2, 181-
193.
17

maksimal 2 karakter dalam setiap pembelajaran, merancang kegiatan pembelajaran

yang menyenangkan dan memberikan apresiasi bagi murid, sekolah melaksanakan rapat

koordinasi, evaluasi, dan pembinaan bagi guru, sekolah melaksanakan acara forum

kelas dan nota komuninasi berkaitan dengan penyamaan pemahaman program, sekolah

menyelenggarakan program pelatihan orangtua yang lebih efektif, sekolah

menyelenggaran program edukasi masyarakat, misalnya pelatihan tahapan

perkembangan anak dan prinsip kepengasuhan.

Penelitian yang dilakukan oleh Akhmat Yunus di atas pada dasarnya masih

belum memberikan penjelasan komprehensif atas implementasi pendidikan karakter

(akhlakul karimah) dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar Islam Terpadu. Terkait

hal ini, dalam penelitian itu memang memberikan gambaran tentang implementasi

pendidikan karakter (akhlakul karimah) di Sekolah Dasar Islam Terpadu, tetapi dalam

penelitian itu tidak menyinggung hal-hal yang mendukung terimplementasinya

pendidikan karakter di sekolah Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Madinah Kebumen

Tahun 2014, padahal hal itu harus diungkap supaya dapat memberikan kejelasan

informasi terkait hal-hal yang menyebabkan dapat terimplementasinya pendidikan

karakter di sekolah Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Madinah Kebumen. Sehubungan

dengan itu, pengungkapan implementasi pendidikan akhlak dalam penelitian ini, tidak

hanya menyinggung strategi implementasi pendidikan akhlak di SD-IT Kabupaten

Sumbawa, tetapi juga menyinggung faktor pendukung dan penghambat implementasi

pendidikan akhlak supaya dapat memberikan gambaran yang jelas terkait implementasi

pendidikan akhlak SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa.

Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Syafarudin (2020) 14 dengan judul

“Manajemen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDIT Bunayya Pandan

Syafarudin, dkk.2020, Manajemen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di


14

SDIT Bunayya Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah : Auladuna: Vol. 7 No.


1,2020, pp. 32-45.
18

Kabupaten Tapanuli Tengah”. Penelitian itu bertujuan menganalisa manajemen

(perencanaan, pengorganisasian, intruksi pengarahan, dan evaluasi) pembelajaran PAI

dan pengembangannya di lingkungan SDIT Bunayya. Hasil penelitian itu menunjukkan,

bahwa (1) manajemen pembelajaran PAI di SDIT Bunayya terlaksana dengan baik yang

ditandai dengan keterpaduan pembelajaran mulai dari perencanaan, pengorganisasian,

intruksi pengarahan pembelajaran, dan evaluasi; dan (2) pengembangan manajemen

pembelajaran PAI ditandai dengan salat berjamaah di sekolah, pembinaan cara

berwudu, pembinaan akhlak peserta didik, dan pembiasaan interaksi peserta didik

dengan Al-Qur‟an. Terkait hasil yang kedua pada penelitian itu berkenaan dengan

implementasi pendidikan Islam. Namun demikian, pengungkapan tanda-tanda

implementasi pembelajaran PAI di SDIT dalam penelitian itu dirasa masih perlu

dilengkapi terutama terkait faktor pendukung, hambatan, dan solusi.

Berdasarkan uraian tentang penelitian terdahulu di atas, maka dapat dikatakan

bahwa penelitian ini cukup penting dilakukan. Dalam hal ini, penelitian ini di samping

dapat memberikan informasi terkait pendidikan Islam terpadu di SDIT, SMPIT dan

SMAIT di Kabupaten Sumbawa. juga dapat melengkapi isu-isu sentral terkait

implementasi pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa di

lembaga-lembaga pendidikan.

F. Kerangka Teori

Sebagai teori utama (grand theory) dalam penelitian ini adalah teori

pembelajaran konstruktivisme. Penggunaan teori tersebut dalam penelitian ini

untuk merancang konstruksi pendidikan Islam berbasis pada program Islam

terpadu dalam membentuk akhlak siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di

Kabupaten Sumbawa. Selanjutnya, ada tiga teori pendukung (supporting theory)


19

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: teori akhlak al-gholzali dan teori

pendidikan Islam terpadu .

Teori-teori tersebut dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

1. Teori Pembelajaran Konstruktivisme

Teori utama yang melandasi penelitian ini adalah teori pembelajaran

konstruktivisme. Gagasan tentang teori ini sebenarnya bukan hal baru, karena

segala hal yang dilalui pada kehidupan ini merupakan himpunan dan hasil

binaan dari pengalaman yang menyebabkan pengetahuan muncul pada diri

seseorang.

Teori konstruktivisme mendefinisikan belajar sebagai aktivitas yang

benar-benar aktif, di mana peserta didik membangun sendiri pengetahuannya,

mencari makna sendiri, mencari tahu tentang yang dipelajarinya dan

menyimpulkan konsep dan ide baru dengan pengetahuan yang sudah ada dalam

dirinya. Hal ini senada dengan Sukiman yang menyatakan bahwa siswa harus

membentuk pengetahuannya sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam

proses pembentukan itu15.

Ada banyak tokoh dalam teroi pembelajaran konstruktivisme dengan

berbagai pandangannya masing-masing. Berkaitan dengan konstruktivisme,

terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget, yang

dapat diuraikan sebagai berikut.

1.2. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

15
Sukiman. (2008). Teori Pembelajaran dalam Pandangan Konstruktivisme dan
Pendidikan Islam. Jurnal: Kependidikan Islam, 3(1), 59-69. Retrieved April 2018, from
http://digilib.uin-suka.ac.id.
20

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama Dahar, menegaskan

bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau

pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam

pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau

moderator.16 Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih

mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan

bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan

asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses

pengonstruksian, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut.

a). Skemata

Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan

lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur

kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena

pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang

sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan

keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada

akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk

skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin

dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses

penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

b). Asimilasi

16
Dahar & Ratna, W. (1989). Teori Belajar. Jakarta: Erlangga Press
21

Asimilasi adalah proses kognitif di mana seseorang mengintegrasikan

persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang

sudah ada dalam pikirannya atau sederhananya asimilasi adalah penyerapan

informasi baru dalam pikiran17. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses

kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan

baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi

tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan

perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam

mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru

pengertian orang itu berkembang.

c). Akomodasi

Akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya

informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat18. Dalam

menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat

mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.

Pengalaman yang baru itu dapat menjadi tidak cocok dengan skema yang telah

ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi

tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru

atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

d). Keseimbangan

17
Utami, I. L. (2016). Teori Konstruktivisme dan Teori Sosiokultural: Aplikasi dalam
Pengajaran Bahasa Inggris. PRASI, 11(1), 4-11.
18
Utami, I. L. (2016). Teori Konstruktivisme dan Teori Sosiokultural: Aplikasi dalam
Pengajaran Bahasa Inggris. PRASI, 11(1), 4-11.
22

Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi

sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan yang tidak seimbangnya antara proses

asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan

pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

Selanjutnya, teori Piaget meliputi 4 tahap, yaitu: tahap sensorimotor,

tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.

Adapun keempat tahapan yang dimaksud akan dijelaskan secara rinci sebagai

berikut.

1. Pada tahap sensorimotor (0-2 tahun): anak-anak mempelajari dunia melalui

gerak dan inderanya. Anak mengenal lingkungan dengan kemampuan

sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan.

2. Tahap pra operasional (2 – 7 tahun): munculnya kecakapan motorik dan

bahasa. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan operasi - operasi

mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai digunakannya

bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan. Dalam

penggunaan bahasa, anak menirukan apapun yang baru dia dengar.

Pengulangan ini memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa

disadari, sehingga guru-guru bahasa Inggris di tingkat Taman Kanak-Kanak

atau SD sering meminta anak-anak mengulangi kata-kata dalam bahasa

Inggris yang diucapkan oleh guru. Mengembangkan intelektualnya di tahap

ini, tapi anak-anak ini masih memiliki keterbatasan intelektual, yaitu belum

mampu bernalar (reasoning), sehingga dalam pembelajaran di kelas anak


23

TK / SD, guru tidak bisa memperkenalkan pemahaman yang sifatnya

abstrak.

3. Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun): anak-anak berpikir secara logis

tentang kejadian-kejadian konkret. Tahap operasi konkret dinyatakan

dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada peristiwa -

peristiwa yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir

pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.

Di kelas bahasa Inggris untuk anak-anak, guru harus banyak menggunakan

media/ objek nyata. Seperti dalam menjelaskan warna, guru bisa membawa

bola yang berwarna-warni dan mulai mengajarkan jenis-jenis warna seperti

“red”, “white”, “black” dan lain-lain.

4. Tahap operasi formal (11 tahun ke atas): anak-anak memiliki perkembangan

penalaran abstrak. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus

berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Pada tahap ini,

seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran

teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat

mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara

berpikir yang abstrak mulai dimengerti, sehingga pembelajaran bahasa yang

sifatnya abstrak seperti struktur bahasa baru bisa dimulai pada tahap ini,

karena kematangan intelektualnya sudah cukup untuk memahami penalaran

konsep abstrak.

Dari dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh Vygotsky dan

Jean Piaget di atas, peneliti menggunakan teori konstruktivisme Piaget sebagai


24

teori utama (grand theory). Dia menyatakan bahwa pengetahuan dibangun

dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan

penyerapan informasi yang baru, sedangkan akomodasi merupakan sesuatu yang

disediakan untuk kebutuhan penyusunan struktur informasi yang lama maupun

informasi yang baru, baik tempat maupun kebutuhan lain. Hal ini senada dengan

Utami yang menyatakan bahwa asimilasi adalah penyerapan informasi baru

dalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran

karena danya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat19.

Dari beberapa paparan yang dinyatakan oleh Piaget di atas, bahwa model

pengembangan ini sesuai dengan teori pembelajaran konstruktivisme dari Piaget

karena teori tersebut sangat terkait dengan judul penelitian ini yang membahas

konstruksi pembelajaran pendidikan Islam berbasis pada program Islam terpadu

dalam membentuk akhlak siswa sd-it di nusa tenggara barat. Hal ini sepadan

dengan implementasi model Pembelajaran Pendidikan Islam Berbasis pada

Program Islam Terpadu dalam Membentuk Akhlak Siswa, yang mana

asimilasinya adalah akhlak-akhlak dari buku-buku Islam umum sementara

akomodasinya adalah akhlak tuan guru. Di samping itu, teori pembelajaran

konstruktivisme relevan sekali dengan penerapan Kurikulum Sekolah Islam

Terpadu pada siswa SD, di mana implementasinya menekankan pada keaktivan

siswa untuk menemukan konsep pelajaran dengan guru berperan sebagai

fasilitator.

19
Utami, I. L. (2016). Teori Konstruktivisme dan Teori Sosiokultural: Aplikasi dalam
Pengajaran Bahasa Inggris. PRASI, 11(1), 4-11.
25

Adapun pengembangan desain model pendidikan Islam terpadu terdiri

dari aspek: 1. internalisasi nilai keIslaman, 2. berwawasan globar, 3.

mengungkap kearifan lokal dan nilai kebangsaan, 4. optimalisasi SDA sekitar, 5.

mengakomodir keunikan siswa, dan 6. menstimulir HOTS 20. Sehingga penelitian

ini akan menggunakan salah satu item di atas yaitu “internalisasi nilai

keIslaman”. Jika kitabicara nilai-nilai keIslaman sangat luas, oleh karena itu

peneliti akan memfokuskan pada nilai-nilai akhlak. Yang meliputi; pertama,

nilai-nilai akhlak pada lingkungan sekolah, kedua, nilai-nilai akhlak di

lingkungan sosial, ketiga, nilai-nilai ahlak di lingkungan keluarga, dan keempat,

nilai- nilai akhlak dalam bermedia sosial.

Bagan 1.

LINGKUNGAN
SEKOLAH

LINGKUNGAN
SOSIAL AKHLAK LINGKUNGAN
KELUARGA

SOSIAL MEDIA

1.3. Akhlak Persepektif Imam Ghazali


20
Standar Mutu Kekhasan SIT EDISI 4 – JSIT Indonesia
26

Kajian tentang akhlak di dalam Islam yang berlandaskan Al-Quran dan

Sunnah tidak mungkin untuk mengesampingkan seorang pemikir yang bekaliber

internasional, yaitu Al Ghazali. Pemikirannya tentang akhlak banyak dijumpai di

dalam karya-karyanyaterutama di dalam karya yang fenomenalnya yaitu kitab

Ihya Ulumuddin. Tokoh muslim besar ini sangat berjasa membangun dan

mengembangkan ilmu akhlak di dalam Islam.

Ajaran akhlak yang dibangun oleh Al-Ghazali berdasarkan Al-Qur‘an

dan as-Sunnah serta melewati perenungan rasional terhadap kedua pedoman

tersebut dan karya-karya moral yang ada pada masa itu, adalah hasil praktek-

praktek nyata yang ditunjukkan oleh dirinya sendiri didalam kehidupannya.

Dengan kata lain, ajaran akhlak Al-Ghazali bukan saja bersifat relijius-rasional,

melainkan bersifat praktis dan realistis. Oleh sebab itu kajian mengenai akhlak

dan bagaimana pola pendidikan akhlak menurut Al-Ghazali menjadi sangat

penting sehingga dapat ditemukan pokok-pokok dan tekanan-tekanan utamanya

untuk dijadikan landasan dan acuan dalam pengembangan pendidikan Islam

sebagaimana yang diharapkan. Salah satu tujuan pendidikan Islam adalah untuk

membentuk pribadi muslim yang mendekati kepada kesempurnaan dengan cara

internalisasi pendidikan akhlak21.

Al-Ghazali merupakan ulama besar muslim yang memiliki semangat

intelektual sangat tinggi dan terus-menerus ingin tahu dan mengaji segala

sesuatu. Dari kondisi yang sangat cinta pada ilmu tersebut kemudian

membentuknya menjadi piawai dalam beragam bidang keilmuan, sehingga


21
Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar, 2015. Akhlak Tasawuf
(Edisi Kedua). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
27

menjadikannya salah satu dari beberapa tokoh Islam yang paling besar

pengaruhnya dalam sejarah Islam. Hal tersebut karena banyaknya konstribusi

beliau dalam mengembangkan ilmu Islam yang diwujudkan dalam banyaknya

buku karya beliau, dari beberapa keilmuan yang ditulis dalam buku nya beliau

banyak mengkaji tentang akhlak. Sebagai tokoh muslim al-Ghazali sangat

berjasa dalam membangun dengan baik sistem akhlak dalam Islam, muncul

kemudian kritikus-kritikus yang mengeritik ajaran akhlaknya. Hal tersebut

terjadi karena adanya beberapa kemiripan dalam konsep akhlaknya dengan

ajaran moral filosof-filosof Yunani, terutama sekali Plato dan Aritoteles serta

para sarjana-sarjana muslim sebelumnya. Misal saja, pandangan al-Ghazali

tentang perlunya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa, yang

dipengaruhi oleh- teori harmoninya Plato, pandangan tentang keadaan

pertengahan (wasth) bagi pokok-pokok akhlak, yang dipengaruhi oleh ―teori

moderasi‖ Aristoteles. Misalnya lagi, pengertian akhlak menurut al-Ghazali,

mirip dengan pengertian yang diberikan oleh Maskawih, serta semangat mistik

di dalam konsepsi akhlaknya yang dipengaruhi oleh al-Muhasibi, seorang sufi

besar yang tampaknya dijadikan model al-Ghazali22.

Adanya pengaruh ajaran-ajaran moral terhadap konsepsi akhlak al-

Ghazali, baik dari para filosof Yunani maupun dari kaum moralis muslim adalah

suatu hal yang mungkin saja terjadi, karena al-Ghazali adalah seorang ―kutu

buku‖ yang membacanya (seluruh karya-karya filsafat dan etika filosof Yunani

dan tokoh muslim pada masanya yang disebutkan diatas). Akan tetapi, tidaklah
22
Najamuddin Amy 2020 dengan Judul Konstruksi Sosial Nilai-nilai Akhlaqul
Karimah Tuan Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Pada Lembaga
Pendidikan Pondok Pesantren Di Nusa Tenggara Barat
28

benar jika dikata kan bahwa ia menggantungkan inspirasinya kepada filsafat

Yunani. Sebab kenyataannya, al-Ghazali menekankan nilai-nilai spritual, seperti

syukur, taubat, tawakal dan lain-lain, serta mengarahkan tujuan akhlak kepada

pencapaian ma‟rifatullah dan kebahagiaan di akhirat.

Semua ini jelas bersumber pada Islam dengan landasan al-Qur‘an dan

Sunnah, yang tidak dijumpai didalam pemikiran etika Yunani yang rasional dan

sekuler itu. Tidaklah benar pula jika dikatakan bahwa ia menggantungkan

inspirasinya semata kepada ajaran para moralis muslim sebelumnya, sebab

konsepsi akhlaknya, terutama yang tertuang didalam Ihya Ulumuddin, lahir

justru setelah ia men jalani pengembaraan intelektual dan terjun langsung ke

dalam dunia Sufi, dunia intuitif, bersumber pada Qur‘an dan Sunnah. Hal inilah

yang membedakan konsepsi akhlak para moralis muslim sebelumnya yang

sebenarnya lebih bersifat rasional atau intelektual semata.

Dari dedisertasi di atas, dapat pula dilihat bahwa konsepsi akhlak yang

dibangun oleh al-Ghazali memiliki corak religius, rasional dan sufistik-intuitif,

disamping menunjukkan kemajemukan karena beragamnya sumber yang dikaji

oleh al-Ghazali. Corak inilah yang akan terkesan dikaji oleh al-Ghazali. Corak

inilah yang akan terkesan di dalamnya konsepsi akhlaknya sebagaima akan

digambarkan lebih lanjut.

Pandangan Al Ghazali mengenai akhlak dapat dipahami dari uraian

beliau yang menyatakan bahwa secara potensial, pengetahuan itu ada dalam jiwa

manusia bagaikan benih dalam tanah. Dengan melalui belajar, potensi itu baru

menjadi aktual. Untuk itu guru harus senantiasa memberi teladan yang baik
29

sehingga dapat ditiru dan diteladani murid 23. Dalam menjalankan proses

pendidikan seorang. Al Ghazali membagi Akhlaq dalam 4 kriteria yang harus

dipenuhi untuk suatu kriteria akhlak yang baik dan buruk, yaitu :

1) Kekuatan 'ilmu atau hikmah

2) Kekuatan amarah yang terkontrol oleh akal akan menimbulkan sifat syaja'ah

3) Kekuatan nafsu syahwat

4) Kekuatan keseimbangan (keadilan)

Keempat komponen ini merupakan syarat pokok untuk mencapai derajat

akhlak yang baik secara mutlak. Semua ini dimiliki secara sempurna oleh Nabi

Muhammad SAW. Maka tiap-tiap orang yang dekat dengan empat sifat tersebut,

maka ia dekat dengan Rasulullah, berarti ia dekat juga dengan Allah.

Keteladanan ini karena Rasulullah tiada diutus kecuali uniuk menyempurnakan

akhlak (Ahmad, Hakim dan Baihaqi).24

Dengan meletakkan ilmu sebagai kriteria awal tentang baik dan buruknya

akhlak, al-Ghazali mengkaitkan antara akhlak dan pengetahuan, sebagaimana

dilakukan oleh al-Farabi dan Ibnu Maskawaih. Hal ini terbukti dengan

pembahasan awal dalam Ihya' adalah bab tentang keutamaan ilmu dan

mengamalkannya. Sekalipun demikain akhlak tak ditentukan sepenuhnya oleh

ilmu, juga oleh faktor lainnya. Kriteria yang dipakai al-Ghazali juga telah

diperkenalkan oleh Ibnu Maskawaih. Bagian akhlak menurut Ibnu Maskawaih

adalah kearifan (yang bersumber dari ilmu), kesederhanaan, berani dan

23
Ibid
24
Hambal, Ahmad BIN, 1981. Al Musnad Ahmad bin Hambal. Beirut : Daar al Fikr.
30

kedermawanan serta keadilan. Semua unsur ini bersifat seimbang

(balance/wasath).25

Metode Pendidikan Akhlak dalam konsepsi Al Ghazali tidak hanya

terbatas pada apa yang dikenal dengan teori menengah saja, akan tetapi meliputi

sifat keutamaannya yang bersifat pribadi, akal dan amal perorangan dalam

masyarakat. Atas dasar itulah, Pendidikan akhlak menurut Al-Ghazali memiliki

tiga dimensi, yakni :

1) Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhan

2) Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulan dengan

sesamanya

3) Dimensi metafisik, yakni akidah dan pegangan dasar.

Konsep pendidikan akhlak yang ditawarkan al-Ghazali tersebut sangatlah

sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam pada umumnya. Tujuan

pendidikan Islam mencakup ruang lingkup yang luas, yang terdiri dari beberapa

dimensi: dimensi Tauhid, dimensi moral, dimensi perbedaan individu, dimensi

sosial, dimensi professional dan dimensi ruang dan waktu.26

Selanjutnya Al-Ghazali mengklasifikasikan pendidikan akhlak yang terpenting

dan harus diketahui meliputi :

1) Perbuatan baik dan buruk

2) Kesanggupan untuk melakukannya

3) Mengetahui kondisi akhlaknya

25
Maskawaih, Ibnu, 1998. Tahzib al Akhlaq. Kairo : Dar al Nahdhah al Mishriyah
26
Al Ghazali, Abu Hamid. Ihya „Ulumuddin, Beirut, Dar al Fikr, 1080.
31

4) Sifat yang cenderung kepada satu dari dua hal yang berbeda, dan menyukai

salah satu diantara keduanya, yakni kebaikan atau keburukan.

Dari beberapa keterangan diatas dapat difahami bahwa pendidikan

akhlak menurut al-Ghazali adalah suatu usaha untuk menghilangkan semua

kebiasaan-43 kebiasaan jelek yang telah dijelaskan oleh syariat secara terperinci,

hal-hal yang harus dijauhi oleh manusia, sehingga akan terbiasa dengan akhlak-

akhlak yang mulia (Akhlaqul Karimah). 27

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pendidikan akhlak menurut al-Ghazali adalah proses pembentukan akhlak

manusia yang ideal dan pembinaan yang sungguh-sungguh sehingga terwujud

suatu keseimbangan dan iffah. Akan tetapi tidak ada manusia yang dapat

mencapai keseimbangan yang sempurna dalam keempat unsur akhlak tersebut

(tetap harus berupaya kearah itu) kecuali Rasululah Saw, karena beliau sendiri

ditugaskan oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia dan oleh

karenanya beliau harus sempurna terlebih dahulu.

Dalam upaya penyempurnaan akhlak dan pengobatan jiwa, al-Ghazali

memiliki konsep tazkiyat an-nafs. Tazkiyat an-nafs yang dikonsepsikan al

Ghazali erat kaitan dengan upaya peningkatan akhlak dan pengobatan jiwa.

Tazkiyat An-Nafs merupakan upaya penyucian jiwa, serta pembinaan dan

peningkatan jiwa menuju kehi dupan yang baik, cakupan maknanya tidak hanya

terbatas pada tathir an-nafs, tetapi juga pada tanmiyat an-nafs (menumbuh

kembangkan jiwa) kearah yang lebih baik.

27
ibid
32

Dari tinjauan akhlak tasawuf, al-Ghazali memandang Tazkiyat An-Nafs

sebagai Takhliyat An-Nafs dan Tahliyat An-Nafs dalam arti mengosongkan jiwa

dari akhlak tercela dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Dari tinjauan

ini, Tazkiyat An-Nafs al-Ghazali merupakan bagian dari metode tasawuf,

khususnya dalam usaha pembinaan dan pembentukan jiwa yang berakhlak mulia

atau penjiwaan hidup dengan nilai nilai Islami.

Dari pandangan di atas, terlihat bahwa Tazkiyat An-Nafs berhubungan

erat dengan soal akhlak dan kejiwaan, yaitu sebagai pola pembentukan manusia

yang berakhlak baik, beriman dan bertakwa kepada Allah dan memiliki

keteguhan jiwa dalam hidup. Usaha penyucian jiwa yang dilakukan oleh

manusia akan menghasilkan kedamaian, kebahagiaan dan kesejukan dalam

jiwanya. Jadi metodeinilah yang digunakan al-Ghazali dalam pendidikan dan

pembentukan akhlak yang baik. Dikatakan metode Tazkiyat an-nafs al-Ghazali

dalam upaya pendidikan akhlak disandarkan kepada Allah SWT, dimulai

pembersihan dari dalam diri sendiri kemudian disosialisasikan kepada halayak

dengan muamalah yang disebut akhlak dengan jalan etika.

Kewajiban dalam tazkiyat an-nafs al-Ghazali menjelaskan tentang tugas

dan kewajiban para pelajar dalam kitabnya ―Ihya‘ Ulumuddin‖ sebagai berikut :

Mendahulukan kesucian jiwa, Bersedia merantau untuk mencari ilmu

pengetahuan, Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang gurunya,

mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.

Pertama, Mendahulukan kesucian jiwa. Al-Ghazali mengatakan:

Mendahulukan kesucian jiwa dari kerendahan akhlak dan sifat-sifat yang tercela,
33

karena ilmu pengetahuan adalah merupakan kebaktian hati, shalatnya jiwa dan

mndekatkan batin kepada Allah SWT.

Kedua, Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan. Al-Ghazali

mengatakan: ―Seorang pelajar seharusnya mengurangi hubungannya dengan

kesibukan-kesibukan duniawi dan menjauhkan diri dari keluarga dan tanah

kelahirannya. Karena segala hubungan itu mempengaruhi dan memalingkan hati

pada yang lain‖.

Ketiga, Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang gurunya. Al-

Ghazali mengatakan: ―Seorang pelajar seharusnya jangan menyombongkan diri

dengan ilmu pengetahuannya dan jangan menentang gurunya, akan tetapi

patuhlah terhadap pendapat dan nasehat seluruhnya, seperti patuhnya orang sakit

yang bodoh kepada dokternya yang ahli dan berpengalaman.

Keempat, Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan. Al-Ghazali

menasihatkan: ―Seorang pelajar seharusnya mengetahui sebab diketahuinya

kedudukan ilmu pengetahuan yang paling mulia. Hal ini dapat diketahui dengan

dua sebab: pertama, kemuliaan hasilnya, kedua, kepercayaan dan kekuatan

dalilnya‖. Jadi, tazkiyat an-nafs sangatlah penting guna tercapai keberhasilan

dalam pendidikan akhlak. Selain guru, murid pun haruslah melakukan tazkiyat

an-nafs. 28

Kelima, Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan. Al-Ghazali

menasihatkan: Seorang pelajar seharusnya mengetahui sebab diketahuinya

kedudukan ilmu pengetahuan yang paling mulia. Hal ini dapat diketahui dengan

dua sebab: pertama, kemuliaan hasilnya, kedua, kepercayaan dan kekuatan


28
ibid
34

dalilnya‖. Jadi, tazkiyat an-nafs sangatlah penting guna tercapai keberhasilan

dalam pendidikan akhlak. Selain guru, murid pun haruslah melakukan tazkiyat

an-nafs.

Hal tersebut memberikan pengertian bahwa tazkiyat an-nafs metode

paling sesuai dalam pendidikan akhlak. Menurut Al-Ghazali, ada dua cara dalam

mendidik akhlak, yaitu : Pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan

amal shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan di ulang-ulang. Selain itu

juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Illahi dan sempumanya

fitrah (kejadian), agar nafsu-syahwat dan amarah itu dijadikan lurus, patuh

kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu (a'lim) tanpa belajar,

terdidik tanpa pendidikan, ilmu ini disebut juga dengan ladunniah. Kedua,

akhlak tersebut diusahakan dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan

membawa diri kepada perbuatan-perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak

tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan latihan.29

Akhlaqul Karimah dalam bentuk praktiknya ialah memberikan teladan

yang baik sesui dengan ajaran Islam. Dalam konteks Pendidikan dan konstruksi

sosial keteladanan guru dan Tuan Guru merupakan sebuah keniscayaan, karena

para peserta didik dan masyarakat menurut Ibnu Khaldun lebih mudah

dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang

mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran

atau perintah-perintah.

29
Imam al-Ghazali, Ihya‟ Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al –Fikr, t.t.)
35

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan menggunakan

tiga dimensi akhlak dalam prespektif Imam Al Ghazali terhadap pelaksanaan

program pendidikan Islam terpadu pada SDIT di Kabupaten Sumbawa yang

meliputi; 1) Akhlak berkaiatn dengan dimensi diri, 2) Akhlak berkaitan dengan

dimensi sosial, dan 3) Ahlak berkaitan dengan dimensi metafisik.

2. Program sekolah Islam Terpadu

Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang

menggabungkan beberapa mata pelajaran yang berkaitan menjadi suatu tema.

Pendekatan pembelajaran ini bertujuan agar peserta didik menerima materi

pembelajaran secara utuh dan mendapatkan pengalaman yang bermakna secara

langsung. Pembelajaran terpadu ini membuat siswa mampu saat membuat

keputusan dari masalah yang dihadapi, tidak hanya itu pembelajaran ini juga

dapat membuat peserta didik lebih aktif dalam belajar karena dalam

pembelajaran terpadu peserta akan melakukan praktek sesuai dengan tema

pelajaran.

a. Pengertian Islam Terpadu

Secara terminologis, pendidikan Islam terpadu dapat dimaknai sebagai

pendidikan yang memadukan beberapa aspek dari sistem pendidikan. Setidaknya

yang dimaksudkan dengan istilah pendidikan Islam terpadu tersebut merujuk

pada jenis pendidikan Islam yang telah berupaya memadukan antara kurikulum

pendidikan nasional dengan kurikulum lain. Pada umumnya, kurikulum

tambahan yang dipadukan ke dalam kurikulum nasional tersebut merupakaa


36

kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang dikembangkan sendiri oleh

institusi tersebut sehingga menjadi kurikulum baru yang terpadu30.

Jaringan Islam Terpadu (JSIT), sebuah organisasi atau asosiasi yang

menaungi sekolah Islam terpadu di Indonesia, menyatakan bahwa karakteristik

utama dari pendidikan Islam terpadu adalah sebagai berikut: Pertama,

pendidikan Islam yang memadai landasan filosofisnya. Kedua, bangunan

kurikulum yang reintegrasi dengan keIslaman. Ketiga, menerapkan dan

mengembangkan pola pembelajaran terpadu. Keempat, menjadikan percontohan

perilaku yang baik dari guru sebagai sarana pendidikan akhlak. Kelima,

menciptakan lingkungan pendidikan yang Islami jauh dari segala macam

kemaksiatan. Keenam, dalam usaha pencapaian tujuan pendidikannya selalu

melibatkan orang tua dan masyarakat. Ketujuh, mengedepankan ukhuwah

Islamiyah dalam segala bentuk interaksi dengan warga sekolah. Kedelapan,

membangun budaya, rawat, resik, runut, rapi sehat dan asri. Kesembilan, segala

proses pendidikan didasarkan pada penjaminan mutu. Kesepuluh, meningkatkan

budaya profesionalisme.

Adapun konsep terpadu dalam pendidikan berarti; pertama, keterpaduan

antara orang tua dan guru dalam membimbing anaknya; kedua, keterpaduan

dalam kurikulum; dan ketiga, keterpaduan dalam konsep pendidikan31. Hal yang

sama juga dikemukakan bahwa sekolah Islam terpadu merupakan sebuah

lembaga pendidikan yang dikelola dengan memadukan antara beberapa aspek,

30
Abdullah habib, Manajemen pengembangan kurukulum sdit ( Malang : cv. Literasi Nusantara
Abadi; hal 32)
31
Ade Imelda Frimayanti, ‘Latar Belakang Sosial Berdirinya Lembaga Pendidikan Islam
Terpadu Di Indonesia’, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 6, no. Mei (2015): 29
37

yaitu kurikulum, pembelajaran, tenaga pendidik, sarana dan prasarana,

manajemen dan evaluasi32. Adapun keterpaduan dalam pendidikan Islam adalah

memadukan keutamaan-keutamaan yang ada pada sistem pendidikan Islam

untuk meningkatkan kualitas kehidupan dalam segala aspek, terutama kualitas

intelektualitas sebagai sumber penggerak ke arah kemajuan33.

Pada dasarnya memang penamaan pendidikan Islam terpadu yang

dinisbatkan pada lembaga pendidikan tertentu lebih disebabkan perpaduan dari

aspek kurikulum. Namun demikian, bukan berarti istilah pendidikan terpadu

tersebut hanya mencakup aspek kurikulum, tapi juga mencakup aspek institusi.

Hal ini selaras dengan merebaknya fenomena pengembangan kurikulum

pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh sekolah-sekolah terpadu

sesungguhnya sejak lama telah terlembagakan dalam sebuah model pendidikan

baik yang berbentuk madrasah atau pondok pesantren, yang dalam UU Sisdiknas

disebut sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam. Jadi, konsep pendidikan

Islam terpadu tersebut pada tataran implementasinya mencakup keterpaduan

aspek kurikulum maupun kelembagaannnya.

Dalam ungkapan yang lain dapat dinyatakan bahwa konsep pendidikan

Islam terpadu mencakup dua aspek keterpaduan, yaitu aspek keterpaduan

substansi (kurikulum) dan aspek keterpaduan institusi (kelembagaan). Dari aspek

substansinya, pendidikan terpadu berart pendidikan yang mampu merumuskan

kurikulum pendidikan yang sifatnya memadukan antara kepentingan duniawi dan

ukhrawi, pengetahuan dan tata nilai, pengetahuan umum dan pengetahuan agama.

32
33
38

Sedang dari aspek institusinya, pendidikan Islam terpadu berarti pendidikan

Islam yang mampu mengimplementasikan rumusan kurikulum tersebut ke dalam

bentuk perpaduan institusional antara lembaga pendidikan dalam bentuk sekolah

dengan lembaga pendidikan yang berbentuk madrasah atau pondok pesantren dan

yang sejenisnya.

Pendekatan pengajaran dengan menggunakan pembelajaran terpadu

dapat membuka cakrawala guru-guru yang inovativ, produktif, dan demokratis

serta dapat mengatasi kepasifan siswa yang kurang bergairah dalam kegiatan

belajar mengajar di sekolah. Ciri-ciri atau karakteristik pembelajaran terpadu

sebagai berikut: holistis (utuh), bermakna, autentik (alami). Aktivitas dan

dampak pembelajaran. Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat dijelaskan bahwa

pembelajaran

yang holistis menghendaki seluruh aspek perkembangan siswa (fisik dan mental)

dikembangkan dalam pembelajaran secara utuh tidak tidak terkotak-kotak.

Dengan pembelajaran terpadu siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan

pembelajaran inkuiri, bekerja, berfikir, merefleksi, bertanya dan merasakan.

Dalam hal ini sejalan dengan prinsip “ hand on activity” yaitu kegiatan

pembelajaran sebagai bagian yang menyatu dengan berbuat dan bermain,

terutama bagi anak usia dini ( learning bydoing and learning by playing).

Pembelajaran terpadu dapat memberikan dampak langsung (instructional effects)

melalui pencapaian tujuan pembelajaran khusus dan dampak tidak langsung atau

dampak pengiring (nurturan effects) sebagai akibat dari keterlibatan siswa dalam

berbagai ragam kegiatan belajar yang khas dirancang oleh guru. Dengan
39

demikian, dari uraian ciri-ciri pembelajaran terpadu dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

a) berpusat pada anak (child centered)

b) memberikan pengalaman langsung kepada anak

c) pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas

d) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses

pembelajaran

e) bersifat luwes

f) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan

anak.34

Dari apa yang telah dipaparkan, maka pendidikan Islam

b. Prinsip Pembelajaran Sekolah Islam Terpadu SIT

Dalam Standar Mutu Kekhasan SIT EDISI 4 – JSIT Indonesia bahawa

ada 3 prinsip yang di terapkan pada pembelajaran sekolah Islam terpadu,

diantaranya:

1. Sajikan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai agama, pengetahuan

dan keterampilan melalui dimensi akal, rasio/logika dan kinestetik dalam

setiap bidang studi .

2. Internalisasikan menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-

nilai kebaikan, melaui dimensi emosional , hati, atau jiwa.

34
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
40

3. Terapkan mempraktekkan nilai-nilai kebaikan, melalui dimensi perilaku

kegiatan ibadah dan amal-amalan nyata serta berupaya untuk menebar

kebaikan.35

Adapun Pengembangan desain model pendidikan Islam terpadu terdiri

dari aspek: 1. internalisasi nilai keIslaman, 2. berwawasan globar, 3.

mengungkap kearifan lokal dan nilai kebangsaan, 4. O ptimalisasi SDA sekitar,

5. mengakomodir keunikan siswa, dan 6. menstimulir HOTS36.

G. Metode Penelitian

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif yaitu suatu

pendekatan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data

tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati 37. Penelitian ini

adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan hanya bertujuan

untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena dalam situasi tertentu.

Metode pendekatan deskriptif kualitatif pada hakekatnya adalah metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti dan memahami perilaku individu atau

kelompok dan fenomena sosial dalam kondisi alamiah (natural), sehingga

doperoleh data-data deskriptif (non kuantitatif) dalam bentuk lisan dan atau

tulisan38.

35
Standar Mutu Kekhasan SIT EDISI 4 – JSIT Indonesia
36
Ibid
37
Lexxy Moleong, Metode penelitian kualitatif, Bandung, (remaja Rosdakarya, 1990), hal. 3
38
M. Sobry Sutikno dan Prosmala Hadisaputra, Op,. Cit5.
41

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif

(deskriptif kualitatif). Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati39.

Penulis menggunakan penelitian kualitatif karena mempunyai tiga alasan

yaitu: pertama, lebih mudah mengadakan penyesuaian dengan kenyataaan yang

berdimensi ganda. Kedua, lebih mudah menyajikan secara langsung hakikat

hubungan antara peneliti dan subjek penelitian. Ketiga, memiliki kepekaan dan

daya penyesuaian diri dengan banyak pengaruh yang timbul dari pola-pola nilai

yang dihadapi40. Sedangkan menggunakan pendekatan deskriptif, karena tidak

dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan suatu gejala

atau keadaan yang diteliti secara apa adanya serta diarahkan untuk memaparkan

fakta-fakta, kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat41. Jadi, melalui

penelitian deskriptif ini peneliti mampu mendeskripsikan konstruksi pendidikan

Islam terpadu berbasis akhak pada siswa SDIT, SMPIT dan SMAIT di

Kabupaten Sumbawa.

B. Sampel Penelitian

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampling

yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling.

39
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 4
40
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 41
41
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), 309
42

Dalam hal ini, purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber

data dengan pertimbangan tertentu.

Sampel dalam penelitian ini adalah SD-IT, SMP-IT, dan SMA-IT

berbasis Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) di Kabupaten Sumbawa.

Pemilihan ketiga sampel tersebut didasarkan pada alasan karena menerapkan

kurikulum nasional di bawah pengawasan Jaringan Sekolah Islam Terpadu

(JSIT). Selain itu, SD-IT, SMP-IT, dan SMA-IT di Kabupaten Sumbawa dewasa

ini memiliki lulusan yang rata-rata memiliki akhlakulkarimah yang baik.

4. Teknik Pengumpulan data

Data dalam penelitian ini terdiri atas data perimer dan sekunder, dengan

penjelasan sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Penelitian ini menggunakan metode informan. Informan adalah individu

yang diharapkan dapat menjadi mitra peneliti untuk memudahkan

penelitian. Sedangkan subjek penelitian adalah Kepala sekolah, Waka

Kesiswaan, Para Guru, Siswa-siswi, Orang Tua Siswa.

b. Sumber Data Sekunder

Dokumen foto-foto Dokumen Organisasi Intra Sekolah (OSIS) Dokumen

buku yang berkaitan tata tertib sekolah Islam terpadu

Data-data di atas dikumpulkan dengan menerapkan teknik observasi

(observation), wawancara (interview) dan dokumentasi (documentation).

Penerapan ketiga metode tersebut dapat dicermati pada penjelasan berikut.


43

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah merupakan suatu teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian kualitatif42. Adapun dalam metode observasi

diklasifikasikan menjadi dua macam yakni, observasipartisi pasipasif dan

observasi terusterang atau tersamar.43

Teknik pengumpulan datamenggunakan observasi dibedakan menjadi

dua bagian yaitu observasi partisipatif dan observasi nonpartisipatif. Observasi

partisipatif adalah observasi yang melibatkan peneliti dengan kegiatan yang

sedang diamati sedangkan observasi non partisipatif yaitu suatu observasi di

mana peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang diamati.44

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipasi pasif,

dimana peneliti tidak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku

yang diamatinya, di sini peneliti hanya merekam data atau informasi saat

melakukan observasi.45 Penelitian juga menggunakan observasi terus terang atau

tersamar. Observasi terus terang merupakan peneliti dalam mengumpulkan data

menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan

penelitian. Jadi narasumber yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir

tentang aktifitas penelitian46. Akan tetapi, peneliti saat tertentu tidak terus terang

atau tersamar dalam melakukan proses observasi tanpa diketahui oleh subjek

yang diamati, hal tersebut untuk menghindari jika data yang dicari atau
42
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung : PustakaSetia, 2008), 183.
43
48 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2014),
145.
44
Sugiyono, Memahami Penelitian, h. 64-66.
45
Djama’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2014),117.
46
51 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2014), 155.
44

diperoleh adalah data yang tidak nyata (rekayasa47).

Adapun tempat yang menjadi objek dalam dalam observasi ini yaitu

SDIT, SMPIT dan SMAIT di Labuhan Badas Villa Matahari Desa Labuhan,

Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Kemudian, responden yang menjadi subjek dalam observasi penelitian ini adalah

Kepala sekolah, Waka Kesiswaan, Para Guru, Siswa-siswi, Orang Tua Siswa

( Sekolah Islam Terpdu).

b. Interview / wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (Interviewer) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu48. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan

tanyajawab atara dua orang atau lebih bertatap muka dan mendengarkan secara

langsung tentang informasi-informasi yang diberikan. Selain secara langsung

wawancara juga dapat menggunakan telepon.55

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya

jawab. Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih,

dengan mengajukan pertanyaan kepada subyek atau sekelompok subyek

penelitian untuk dijawab49.

47
DjamaanSotaridanAanKomariyah,MetodePenelitianKualitatif,(Bandung:Alabeta,
48
54 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset,
2017), 186.
49
Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif Ancangan Metodologis, (Bandung : CV.
PustakaSetia, 2002), 130.
45

Menurut LexyJ. Moleong, bahwa metode penelitian kualitatif,

menjelaskan terdapat jenis wawancara berstruktur dan wawancara takstruktur.

Wawancara struktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan

sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara

terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpuan data, bila peneliti atau

pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan

diperoleh50. Sedangkan wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang bebas

dimana penelitik tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusunsecara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman

wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalah yang

akan ditanyakan51

Merujuk dari paparan di atas, maka wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wawancara terstruktur, di mana tanya jawab yang dilakukan

fokus pada masalah yang akan diteliti.

wawancara terstruktur, Adapun alasan peneliti memilih wawancara

terstruktur, yaitu: pertama, agar pertanyaan-pertanyaan penting yang

berhubungan dengan masalah penelitian tidak terlewati; kedua, data-data

yang dihasilkan melalui wawancara terstruktur lebih komprehensif untuk

membandingkan atau untuk menguatkan data yang satu dengan dengan yang

lainnya; ketiga, data-data yang dihasilkan lebih teratur, sehingga lebih

memudahkan dalam proses trandisertasi dan analisis. Secara teknis

wawancara akan dilakukan tahapan berikut ini: pertama, membuat daftar

50
Moleong 190
51
Sugiono 140
46

pertanyaan; kedua, berkonsultasi dengan ahli untuk memberikan penilaian

terhadap validitas pertanyaan wawancara; ketiga, menjadwalkan waktu

wawancara dengan informan; keempat, konfirmasi waktu wawancara

dengan informan sebagai bagian dari etika wawancara; kelima, menyiapkan

peralatan wawancara seperti rekorder dan alat tulis yang digunakan untuk

membuat field note saat wawancara. Adapun informan dalam wawancara

ini memiliki kriteria: pertama, pimpinan SDIT, SMPIT dan SMAIT; kedua,

Para Guru; ketiga, penanggungjawab kurikulum, Keempat, Orang Tua

Siswa, dan Kelima Siswa.

c. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang

tertulis. Metode dokumentasi adalah metode atau alat untuk mengumpulkan data

berupa catatan kejadian yang sudah lampau, dokumen bisa berbentuk tulisan,

catatan, surat kabar, notulen, foto, dan lain sebagainya.52

Metode ini yang digunakan peneliti untuk mendapatkan catatan dan

dokumentasi gambaran umum tentang:

1. Sejarah singkat

2. Visi dan Misi

3. Sarana dan prasarana

4. Struktur organisasi

5. Struktur Program Sekolah Islam Terpadu

6. Data akademik siswa.

7. Dokumentasi tetang program Sekolah Islam Terpadu.


52
Djam’an Satori dan Aan Komariyah, Meodologi Penelitian Kualitatif, 119
47

5. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data

berlangsung, dan jika pengumpulan data telah selesai dalam periode tertentu.

Bogdan & Biklen dalam Djama’an Satori dan Aan Komariah mengemukakan

bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mengsintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain53.

Langkah- langkah anlisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Analysis Interactive Model dari Miles dan Huberman, yang membagi langkah-

langkah dalam kegiatan analisis data dengan beberapa bagian yaitu pengumpulan

data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display),

dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclutions).

a. Pengumpulan data (data collection)

Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data hasil

wawancara, hasil observasi, dan berbagai dokumen berdasarkan kategorisasi

yang sesuai dengan masalah penelitian yang kemudian dikembangkan

penajaman data melalui pencarian data selanjutnya.

b. Reduksi data

Reduksi data diartikans ebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul

53
Djama’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian, 201
48

dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data dilakukan selama

penelitian berlangsung, setelah penelti di lapangan, sampai laporan tersusun.

Reduksi data adalah sebuah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan mengorganisasi data

sehingga kesimpulan final dapat diambil dan diverifikasi. Data kualitatif dapat

disederhanakan dan ditransformasikan dengan berbagai cara: seleksi, ringkasan,

penggolongan, dan bahkan kedalam angka-angka.

c. Penyajian data

Penyajian data merupakan alur kedua dalam kegiatan analisis data. Data

dan informasi yang telah diperoleh di lapangan dimasukkan kedalam suatu

matriks. Penyajiannya dapat meliputi berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan

bagan

d. Verifikasi dan Kesimpulan

Setelah matrik terisi, maka kesimpulan awal dapat dilakukan.

Sekumpulan informasi yang tersusun memungkinkan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Kesimpulan juga diverifikasi selama

penelitian berlangsung.54

Jadi analisis data yang peneliti gunakan adalah upaya mencari dan

menata secara sistematis catatan observasi, wawancara, catatan lapangan dan

lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelititentang masalahyang diteliti.

Dengan demikian metode analisis data merupakan proses mengatur data

kemudian mengorganisasikannya kedalam satu pola, kategori dalam satu, uraian

54
Miles dan Hiberman, Analisis data Kualitatif, terjem., Tjetjep Rohendi (Jakarta:UI Press,
1992), hal 16-17.
49

yang dimuali dengan menelaah seluruh data yang dikumpulkan melalui

observasi, interview mapun dokumentasi, baru kemudian ditarik kesimpulan

dengan metode.

6. Keabsahan Data

Dalam penelitian, setiap hal temuan harus dicek keabsahannya agar hasil

penelitian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan dapat dibuktikan

keabsahannya. Untuk mengecek keabsahan temuan ini teknik yang dipakai oleh

peneliti adalah perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, dan

triangulasi.

a) Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,

melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan informan yang pernah maupun

baru ditemui. Melalui perpanjangan pengamatan, hubungan peneliti dengan nara

sumber akan semakin akrab, semakin terbuka dan saling mempercayai. Dengan

demikian tidak ada informasi yang disembunyikan lagi55.

b) Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan

berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan

peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

c) Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang didasari pola

piker fenomologis yang bersifat multi perspektif. Pola pikir fenomologis yang

55
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitati dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2008 ),
270-271
50

bersifat multi perspektif. Menurut Sutopo, triangulasi merupakan cara yang

paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data dalam penelitian

kualitatif. Dalam kaitannya dengan hal ini, dinyatakan bahwa terdapat empat

macam teknik triangulasi, yaitu (1) triangulasi data/sumber (data triangulation),

(2) triangulasi peneliti (investigator triangulation), (3) triangulasi metodologis

(methodological triangulation), dan (4) triangulasi teoritis (theoritical

triangulation)56. Pada dasarnya triangulasi ini merupakan teknik yang didasari

pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik

kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya dari satu sudut pandang saja.

a. Triangulasi Data

Triangulasi dipilih sebagai upaya pemeriksaan keabasahan data karena

triangulasi dapat meningkatkan kekuatan teoritis, metodologis, maupun

interpretatif dari penelitian kualitatif57. Triangulasi data dilakukan pada tiga

aspek, yaitu sumber, teknik, dan waktu.

1) Triangulasi Sumber

Pada aspek triangulasi sumber, peneliti akan melakukan pengecekan

data-data yang telah dikumpulkan, yang berasal dari berbagai sumber.

2) Triangulasi Teknik

56
Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Penerbit Universitas Sebelas
Maret
57
Arnild Augina Mekarisce, “Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada Penelitian Kualitatif di
Bidang Kesehatan Masyarakat,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat 12, no. 33 (2020): 150.
51

Peneliti akan melakukan triangulasi teknik dengan cara mengecek data

kepada sumbernya, tetapi dengan teknik yang berbeda. Artinya, data hasil

wawancara akan ditriangulasi dengan teknik observasi dan dokumentasi kepada

sumber yang sama.

3) Triangulasi Waktu

Peneliti akan melakukan triangulasi waktu dengan melakukan

pengecekan kembali data-data yang dikumpulkan dari sumber yang sama dan

dengan teknik yang sama pula, tetapi dengan waktu yang berbeda.

b. Member Check

Member check dilakukan untuk mengecek Kembali kebenaran informasi

yang tertulis dalam laporan disertasi dengan apa yang informan maksudkan.

Member check kan dapat dilakukan setelah pengumpulan data berakhir dalam

satu priode. Secara teknis, member check akan dilakukan dengan menemui

informan secara personal atau bertemu dalam forum semacam FGD.

H. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan disertasi dirancang sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian


52

E. Penelitian Terdahulu

Bab II: Kerangka Teoretik

A. Teori Akhlak

B. Teori akhlak Al-Ghozali

C. Teori Implementasi

C. Konsep Pendidikan Islam Terpadu

D. Konsep Kurikulum Pendidikan Islam Terpadu

Bab III: Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

B. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

2. Observasi

3. Dokumentasi

C. Analisis Data

D. Keabsahan Data

Bab IV: Model konstruksi pembelajaran Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa

A. Model konstruksi pembelajaran Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SDIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

B. Model konstruksi pembelajaran Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SMPIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

C. Model konstruksi pembelajaran Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SMAIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa


53

Bab V: Strategi implementasi Pendidikan Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa

A. Startegi Implementasi pendidikan Islam Islam Terpadu Berbasis Akhlak

Siswa SDIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

B. Startegi Implementasi pendidikan Islam Islam Terpadu Berbasis Akhlak

Siswa SMPIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

C. Startegi Implementasi pendidikan Islam Islam Terpadu Berbasis Akhlak

Siswa SMAIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

Bab VI: Dampak implementasi Pendidikan Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SDIT, SMPIT dan SMAIT di Kabupaten Sumbawa

A. Dampak Implementasi Pendidikan Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SDIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

B. Dampak Implementasi Pendidikan Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SDIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

C. Dampak Implementasi Pendidikan Islam Terpadu Berbasis Akhlak Siswa

SDIT Samawa Cendekia di Kabupaten Sumbawa

Bab VII: Kesimpulan, Implikasi dan Saran

1) Kesimpulan

2) Implikasi

3) Saran

G DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Habib. 2018. Manajemen pengembangan kurukulum SDIT.


Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi
54

Abdul Majid dan Dian Andayani. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

Abdul Majid dan Dian Andayani. 2004.Pendidikan Agama Islam Berbasis


Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

AbuddinNata.1997. Akhlak Tasawuf,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada

Ade Imelda Frimayanti. 2015. Latar Belakang Sosial Berdirinya Lembaga


Pendidikan Islam Terpadu Di Indonesia. Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam 6

Ahmad Tafsir, dkk. 2004. Cakrawala pemikiran pendidikan Islam. Bandung:


Mimbar Pustaka

Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. 2015. Akhlak Tasawuf Edisi
Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Arnild Augina Mekarisce. 2020. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada


Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat

Asmawati Suhid.2009.Pendidikan Akhlak dan Akhlak Islam Konsep dan


Amalan, Kuala Lumpur: Taman Shamelin Perkasa

Azyumardi Azra. Pendidikan Islam Tradisi dan Moderenisasi Menuju Milenium


Baru, Jakarta: Kalimah

Beni Ahmad Saebani.2008. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia

Dahar & Ratna, W. 1989. Teori Belajar. Jakarta: Erlangga Press

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2010. Kamus Besar Bahasa


Indonesia . Cet. XI; Jakarta: Balai Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2010 Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Cet. XI; Jakarta: Balai Pustaka.
Faridi, Syauqi Hafizh. 2020. Syarah 10 Muwashafat: Solo: Era Adicitra
Intermedia.

Fararida Herrin, Sofyan Rofi, Hairul Huda. 2020. Upaya Guru Pai Dalam
Membentuk Akhlak Siswa“Di Smp Negeri 3 Purwoharjo
55

Maskawaih, Ibnu, 1998. Tahzib al Akhlaq. Kair: Dar al Nahdhah al Mishriyah

Miles dan Hiberman,. 1992. Analisis data Kualitatif, terjem., Tjetjep Rohendi
Jakarta:UI Press

Miskawaih.1934. Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A’raq. Mesir: al- Mathba‟ah


alMishriyah

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Habibah Istanto.2007. MetodePengembangan anak Pra Sekolah.Yogyakarta

Haedar Nashir.2007. Leptop Dewan, Kedaulatan Rakyat,Yogyakarta

Haidar Putra Daulay.2004. Pendidikan Islam: DalamSistem Pendidikan


Nasional di Indonesia,Jakarta.

Imam Bukhori, 2019. Shahih Adabul Mufrad, Himpunan Hadis Shahih Seputar
Adab Seorang Muslim, Takhrij Syaikh Nashiruddin Al-Albani. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.

Imam Gunawan.2014.Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik. Jakarta :PT.


Bumi Aksara

Ibrahim Anis.1972. al-Mu’jam al-Wasith. Mesir: Dar al – Ma‟rif.

Imam al-Ghazali, Ihya‟ Ulum al-Din, Jilid III. Beirut: Dar al –Fikr, t.t.

Imam al-Ghazali.Ihya‟ Ulum al-Din, Jilid III. Beirut: Dar al –Fikr, t.t.

Imam Syafei. 2009. Manusia, Ilmu dan Agama. Jakarta : Quantum Press

Jamil Shaliba. 1978. al-Mu’jam al-Falsafi, juz 1. Mesir: Dar al-Kitab al-Mishri.

Lexy J. Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Kuntowijoyo.2008. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.

M. Jumali, dkk. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta Muhammadiayah


University press

M. Sobry Sutikno dan Prosmala Hadisaputr.2020.Penelitian Kualitatif,


Mataram: Holistika Lombok
56

Mastuhu. 2004. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan. Yogyakarta: S.I.


Press

Miles dan Hiberman. 1992. Analisis data Kualitatif, terjem.,Tjetjep Rohendi


Jakarta:UI Press

Miskawaih. Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A’raq. 1934. Mesir: al- Mathba‟ah


alMishriyah
Moedliono, Imam. 2002. “Konsep Dan Implementasi Pendidikan Islam
Terpadu” dalam Jurnal Pendidikan Islam. Jurusan Tarbiyah. Volume VII
Tahun V Juni 2002.

Muh. Yamin. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa.


Jakarta Gaung Persada Press

Najamuddin Amy. 2020. Konstruksi Sosial Nilai-nilai Akhlaqul Karimah Tuan


Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Pada Lembaga Pendidikan
Pondok Pesantren Di Nusa Tenggara Barat. Surabaya: Unair

Najihaturrohmah dan Juhji. 2017. Implementasi Program Boarding School


Dalama Pementukan Karakter Siswa Di SMA Negeri Cahaya Mandiri
Banten Boarding School Pandeglang, Jurnal Tarbawi UIN SMH Banten
Vol. 3 No.02

Nana Sudjana.1991.Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum diSekolah,


Bandung: SinarBaru

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf. 2009. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nely Yusra. 2016. Implementasi Pendidikan Akhlak Di Sekolah Dasar Islam


Terpadu (Sdit) Al-Badr Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar,
POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 2, No.

Noeng Muhajir. 1996. Metode Penelitian Kualiitatif, Yogyakarta: Rake Sarasia

Nik Haryanti. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Malang : Gunung Samudra

Oki Dermawan.2013. Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 8.


Pendidikan Karakter Siswa Melalui Ibadah Puasa. Vol. 8 No. 2

Q.S Al-Alaq;2.2008. Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama

Slavin, & Robert, E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice


Sudarman Danim. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif Ancangan Metodologis,
Bandung : CV. PustakaSetia
57

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek


Jakarta: PT Rineka Cipta

Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatf dan R & D. Bandung:


Alfabeta

Sukiman. 2008. Teori Pembelajaran dalam Pandangan Konstruktivisme dan


Pendidikan Islam. Jurnal: Kependidikan Islam, 3(1), 59-69. Retrieved
April 2018

Sukmadinata. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosda Karya

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Penerbit


Universitas Sebelas Maret

Utami, I. L. 2016. Teori Konstruktivisme dan Teori Sosiokultural: Aplikasi


dalam Pengajaran Bahasa Inggris. PRASI, 11(1), 4-11.

Sutrisno Hadi. 1987. Metodologi Research II. Yogyakarta:Andi Offset

Syaiful Bahri Djamarah. 2006. Konsep Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:


Rineka Cipta

Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajar. Surabaya: UNESA University

Tim Dosen PAI.2016. Bunga Rampai Penelitian dalam Pendidikan Agama


Islam. Yogyakarta: Deepublish

Tisno dan Ida,dkk. 2008. Pembelajaran Terpadu di SD. Jakarta: Universitas


Terbuka

Usulan Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Bermutu 2010-2015

Wahyudin Achmad, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan


Tinggi. Jakarta: Grasindo

Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik


Pengembangan KTSP.Jakarta: Kencana. h. 293.

Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaan Berorientasi Standar Proses


Pendidikan Cet. IV; Jakarta: Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai