Anda di halaman 1dari 85

1

ANALISIS KITAB ADABUL ‘ALIM WAL MUTA’ALLIM


TENTANG AKHLAK PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
KARYA KH. HASYIM ASY’ARI

SKRIPSI

DiajukanUntuk Memenuhi Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:
Ahmad Zainul Ihsan
NPM: 171210001
Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM


MA’ARIF
(IAIM) NU METRO LAMPUNG
2021 M/1442 H
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Kepentingan tersebut agar dapat mencapai tujuan yang ingin

dicapai. Di Indonesia, tujuan yang ingin dicapai di bidang pendidikan

dirumuskan secara eksplisit dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3.

Dalam ketetapan Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional,

dirumuskan bahwa tujuan dan fungsi pendidikan adalah membentuk

manusia Indonesia seutuhnya yang kata kuncinya adalah beriman dan

bertaqwa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Jika kita

melihat lebih dalam pada dimensi “integritas manusia” dalam UU tersebut

terdiri dari dua bagian yang saling terkait. Dimensi tersebut adalah dimensi

religius dan sosial. Beragama dalam ranah pengabdian serta iman dan sosial

dalam bidang kompetensi, kemandirian, kewarganegaraan yang demokratis

dan bertanggung jawab. Maka, untuk mencapai manusia seutuhnya

dibutuhkan sistem pendidikan yang benar.2

Realitas di masyarakat saat ini membuktikan bahwa pendidikan belum

mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas secara keseluruhan.


1
“UU20-2003Sisdiknas.pdf,”diakses11November2020,http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU20-
2003Sisdiknas.pdf.
2
Yoke Suryadarma dan Ahmad Hifdzil Haq, “Pendidikan akhlak menurut imam Al-
Ghazali,” At-Ta’dib 10, no. 2 (2015): hlm. 362.
3

Fakta tersebut dapat dilihat dari banyaknya perilaku tidak hormat yang

terjadi di masyarakat, misalnya penyebaran pergaulan bebas antar remaja,

perkelahian, penyalahgunaan narkoba, penyalahgunaan wewenang, korupsi,

manipulasi, perampokan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran hak

asasi manusia. (HAM), penyalahgunaan. dan banyak lagi. Realitas ini

menimbulkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk

peserta didik yang berkepribadian utuh. Dan memiliki akhlak yang baik.

Akhlak merupakan salah satu ajaran Islam yang wajib dimiliki oleh

setiap individu muslim dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Oleh

karena itu akhlak sangat penting bagi manusia dalam hubungannya dengan

kaum Khaliq dan dengan sesama manusia. Akhlak yang merupakan keadaan

batiniah manusia memproyeksikan diri ke dalam perbuatan lahiriah yang

muncul sebagai wujud nyata dari hasil perbuatan baik atau buruk menurut

Allah SWT dan manusia. Kesempurnaan kepribadian seseorang akan sangat

dipengaruhi oleh intensitas akhlaknya.

Dengan demikian, pendidikan secara konseptual memiliki peran

strategis dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas,

tidak hanya dari segi keterampilan, kognitif, afektif, tetapi juga aspek

spiritualnya. Pendidikan ini berperan besar dalam mengarahkan peserta

didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan bakatnya.

Melalui pendidikan, dimungkinkan peserta didik menjadi akhlak yang saleh

dan berakhlak mulia, dengan personal skill yang berkualitas, secara kognitif,

dan spiritual.
4

Pendidik dan siswa menempati posisi penting dalam sistem

pendidikan Islam. Peran pendidik sangat menentukan berhasil tidaknya

suatu proses pendidikan. Sedangkan siswa selain sebagai objek juga

berperan sebagai mata pelajaran dalam pendidikan. Oleh karena itu

keduanya tidak akan pernah lepas dari kajian pendidikan Islam.3

Pendidik dikenal sebagai al-ustadz atau al-mu'alim yang bertugas

memberikan ilmu di majlis ta'lim (tempat menimba ilmu). Dengan demikian

al-ustadz atau al-mu'alim, dalam hal ini juga memiliki arti sebagai orang

yang mempunyai tugas untuk mengembangkan aspek spiritual manusia.

Dengan demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya

berkaitan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam segala

aspek, baik spiritual, emosional, intelektual, fisik maupun aspek lainnya.

Berawal dari istilah ini, jelaslah bahwa pendidik (guru) merupakan

komponen pembelajaran dan juga sebagai faktor penentu keberhasilan suatu

pendidikan. Tidak hanya bertugas mengajar, tetapi pendidik berperan

penting dalam pembentukan karakter dan membantu siswa dalam

mengoptimalkan potensinya. Dengan demikian dapat dilihat bahwa

pendidik tidak hanya berperan sebagai guru, tetapi harus mampu

mengarahkan, membentuk dan membina sikap mental peserta didik,

sehingga diharapkan seorang pendidik mampu menanamkan nilai-nilai

moral pada siswanya. .Pandangan terhadap peserta didik tidak terlepas dari

konsepsinya tentang hakikat manusia. Manusia dilahirkan didunia ini tanpa

pengetahuan apapun, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an:


3
Kosim, Muhammad, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun (Kritis, Humanis dan
Religius) (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012).
5

        


Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun.”(QS. An-Nahl: 78).4
Potensi yang dianugerahkan Allah tidak mudah untuk berkembang

dengan sendirinya tanpa interaksi yang baik dengan orang lain. Fuad Ihsan

menjelaskan dalam bukunya bahwa sejak anak dilahirkan mereka tidak

berdaya, mereka sangat membutuhkan bantuan dan bimbingan dari orang

tua.5 Sehingga dapat diketahui bahwa interaksi dalam proses pendidikan

merupakan interaksi yang sangat penting dalam mengoptimalkan

kemampuan atau potensi seseorang.

Antara pendidik dan peserta didik, selain sebagai objek pendidikan,

keduanya juga berada dalam hubungan yang saling membutuhkan.

Mengajar dan belajar adalah satu istilah tetapi dengan arti yang berbeda.

Belajar adalah perubahan tingkah laku dari suatu pengalaman, dan mengajar

merupakan kegiatan mengarahkan untuk memperoleh pengetahuan,

ketrampilan, nilai dan sikap yang baik yang dapat membawa perubahan

tingkah laku dan kesadaran diri terhadap kepribadian seseorang.

Kembali ke realitas masa kini, tak sedikit pula hubungan yang kurang

harmonis antara guru dan siswa. Apalagi bagi seorang guru yang salah

paham terhadap profesinya, lambat laun fungsi guru tersebut akan bergeser.

Begitu pula dengan seorang siswa, tidak sedikit siswa yang bersekolah

hanya untuk menggugurkan kewajiban belajar dan tidak dibarengi dengan

niat baik. Sementara di masa depan, prestise seorang guru semakin menurun
4
Departemen Agama RI, AL-HIKMAH Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV.
Penerbit Diponegoro, 2010).
5
H. Fuad Ihsan, Dasar-dasar kependidikan (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1997), hlm. 13.
6

di mata siswanya. Sikap siswa terhadap gurunya sangat menyedihkan (lebih

khusus lagi di bidang lembaga publik). Guru hanya dipandang sebagai orang

yang melakukan pekerjaannya kemudian mendapat gaji, bukan lagi sebagai

orang yang menjadi teladan (digugu dan ditiru).

Siswa (pembelajar) pada masa sekarang, terutama mereka yang

menduduki tahun-tahun sekolah menengah, pada umumnya dalam

menghormati seorang guru lebih cenderung karena memiliki keinginan.

Hubungan antara pendidik dan peserta didik hanya sebatas pemenuhan

kontrak sosial dalam dunia pendidikan dan dalam proses belajar mengajar,

sehingga pada saat proses belajar mengajar dirasa sudah selesai maka

hubungan antara pendidik dan peserta didik tidak akan terjalin lagi. Padahal,

seorang siswa harus selalu menjaga hubungan dengan gurunya meskipun dia

tidak lagi dalam proses belajar mengajar.

Mengenai kinerja seorang guru pun dimasa kini tidak sedikit yang

memperbincangkan. Masyarakat tentu sangat berharap bahwa guru dapat

menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Namun tidak dipungkiri

bahwa akhir-akhir ini muncul pengakuan dari peserta didik itu sendiri

terhadap rasa tidak sukanya pada seorang guru, yang disebabkan antara lain

mungkin guru yang merokok, guru yang galak, guru yang suka datang

terlambat dan terkadang masih ada alasan lain yang diungkapkan oleh

peserta didik akan ketidak sukaanya terhadap pendidikan.6

6
Muhammad Taslim, “Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Taisirul Khalaq Karya
Hafidz Hasan Al-Mas’ udi” (PhD Thesis, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, 2016), hlm. 4-5.
7

Oleh karena itu, seorang pendidik tidak boleh meremehkan apa yang

selalu diperhatikan oleh siswa dan masyarakat. Seorang pendidik harus

selalu siap memberikan nurani yang tinggi dan bimbingan beretika kepada

siswanya. Suatu proses pembelajaran akan berlangsung dan berjalan dengan

baik apabila interaksi antara pendidik dan siswa juga baik. Untuk itu

diperlukan performa yang baik di antara keduanya.

Dari pembahasan diatas, penulis tertarik untuk mengemukakannya

dalam sebuah studi pustaka dengan judul “Anlisis Kitab Adabul Alim Wal

Muta'alim Tentang Akhlak Pendidik dan Murid oleh KH. Hasyim Asy'ari”.

Terkait pendidikan, KH. Hasyim Asy'ari memiliki peran penting

dalam penyampaian nilai-nilai moral, moral, etika, dan pendidikan karakter

kepada peserta didik. Pikiran KH. Hasyim Asy'ari yang cenderung pada

pesan moral, taqwa, kejujuran, ketawadhu'an, dan pesan lainnya. Pesan-

pesan tersebut disajikan secara singkat agar pembaca tidak kesulitan untuk

mempelajarinya. Dari pembahasan diatas, penulis tertarik untuk

mempresentasikannya dalam sebuah studi pustaka yang berjudul “Analisis

Kitab Adabul Alim Wal Muta'alim Tentang Akhlak Pendidik dan Murid

oleh KH. Hasyim Asy'ari”.

Alasan terkuat penulis mengambil judul ini adalah karena penulis

sangat tertarik dengan berbagai pemikiran KH. Hasyim Asy'ari, terutama

seperti yang dijelaskan dalam Kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim, yaitu

kitab akhlak yang fundamental dan mudah dipahami. Selain itu penulis akan

menganalisis akhlak apa saja yang harus dimiliki oleh pendidik dan peserta
8

didik agar selaras dan tidak ada celah diantara keduanya, karena pendidik

dan peserta didik merupakan komponen terpenting dalam dunia pendidikan.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus masalah pada peneliatian

ini adalah Menganlisis Kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim Tentang Akhlak

Pendidik Dan Peserta Didik Karya KH. Hasyim Asy’ari.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas penulis formulasikan rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana akhlak pendidik dan peserta didik yang terkandung dalam

Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya KH. Hasyim Asy’ari?

2. Bagaimana Relavansi akhlak seorang pendidik dan peserta didik dalam

kitab yang terkandung dalam kitab Kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim

terhadap dunia pendidikan saat ini?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana akhlak pendidik dan peserta didik yang

terkandung dalam Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya dari KH.

Hasyim Asy’ari.

2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi akhlak seorang pendidik dan

peserta didik yang terdapat dalam Kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim

Karya KH. Hasyim Asy’ari terhadap pendidikan saat ini?


9

E. Manfaat atau Konstribusi Penelitian

Dari uraian tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini terdapat

manfaat yang dapat diperoleh. Penulis mengkategorikannya menjadi

manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi konsep baru bagi dunia pendidikan

khususnya pada pendidikan ahlak.

2. Manfaat praktis

a. Bagi penulis, dapat menambah wawasan tentang konsep pendidikan

akhlak yang terkandung -0didalam Kitab Adabul ‘Alim wal

Muta’allim karya KH. Hasyim Asy’ari.

b. Sebagai bahan evaluasi bagi guru untuk lebih mengetahui sejauh

mana keberhasilan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran.

c. Sebagai panduan bagi peserta didik sehingga memiliki akhlak yang

baik.

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Kajian teori

1. Akhlak

a. Pengertian Akhlak
10

Akhlak berasal dari bahasa arab jama 'dari khulukun ‫ ُخ ُلٌق‬yang artinya

budi pekerti, temperamen, tingkah laku dan budi pekerti. 7 Sedangkan

menurut istilahnya adalah ilmu yang menggambarkan baik dan buruk (benar

dan salah), mengatur hubungan antarmanusia, dan menentukan tujuan akhir

dari usaha dan pekerjaannya.8 Akhlak hampir sama dengan etika dan akhlak,

ada kata lain yang selalu didekatkan maknanya yaitu akhlak, akhlak, akhlak,

akhlak, kesopanan, sopan santun, temperamen, tingkah laku dan tingkah

laku.

Ibnu Maskawih memberikan definisi akhlak “keadaan mental

seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa

pertimbangan terlebih dahulu”. Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi

akhlak “Akhlak adalah sifat damai dalam jiwa dimana perbuatan mudah

timbul, tanpa memerlukan pertimbangan akal (pertama)” Ahmad Amin

memberikan definisi, bahwa yang disebut akhlak adalah “Sedangkan umat

membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak adalah kemauan yang

dibiasakan. Artinya ketika kemauan membiasakan pada sesuatu, maka

kebiasaan itu disebut akhlak ”. Dalam pengertian Ahmad Amin, kemauan

diartikan sebagai kekuatan dari beberapa keinginan manusia setelah Keragu-

raguan, sedangkan kebiasaan adalah tindakan yang diulang-ulang sehingga

mudah dilakukan, masing-masing keinginan dan kebiasaan ini memiliki

kekuatan, dan kombinasi dari kekuatan-kekuatan tersebut menimbulkan

kekuatan yang lebih besar, dan kekuatan yang besar ini disebut akhlak.

7
Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: 2007, Pustaka Setia), hlm. 11.
8
Syarifah Habibah, “Akhlak Dan Etika Dalam Islam,” Jurnal Pesona Dasar 1, no. 4
(2015): hlm. 73.
11

Meskipun kata-kata di atas berbeda dengan ketiga definisi moralitas,

namun maknanya tidak berjauhan. Dan dapat ditarik kesimpulan tentang

definisi moralitas "kehendak jiwa manusia yang menyebabkan tindakan

mudah keluar dari kebiasaan, tanpa perlu dipikirkan sebelumnya". 9 Akhlak

adalah watak atau watak seseorang, yakni keadaan jiwa yang dilatih,

sehingga di dalam jiwa benar-benar terdapat sifat-sifat yang melekat yang

melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa berpikir dan

membayangkannya.

b. Sumber Ahklak

Akhlak tidak bisa dipisahkan dari aqidah dan syariah. Oleh karena itu

akhlak merupakan pola tingkah laku yang mengakumulasi aspek keyakinan

dan ketaatan sehingga tercermin dalam tingkah laku yang baik. Akhlak

adalah perilaku yang dapat dilihat (dilihat) dengan jelas, baik dalam

perkataan maupun perbuatan yang dimotivasi oleh dorongan hati karena

Allah. Namun demikian banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap

atau pikiran mental, seperti moralitas yang berkaitan dengan berbagai aspek

yaitu pola tingkah laku terhadap Tuhan, sesama manusia, dan pola tingkah

laku terhadap alam.

Akhlak Islam dapat dikatakan akhlak islami yaitu akhlak yang

bersumber dari ajaran Allah dan Nabi. Akhlak Islam ini bersifat open act

sehingga bisa menjadi indikator seseorang apakah seorang muslim itu baik

atau buruk. Akhlak ini adalah buah dari iman dan syariah yang benar. Pada

dasarnya akhlak ini erat kaitannya dengan peristiwa manusia yaitu khaliq
9
Mustofa, Akhlak Tasawuf, hlm. 12-13.
12

(pencipta) dan makhluk (diciptakan). Rasulullah diutus untuk

menyempurnakan akhlak manusia, yaitu meningkatkan hubungan antara

manusia dengan khaliq (Allah Ta'ala) dan hubungan baik antara makhluk

dan makhluk. 10

Kata sempurna artinya akhlak yang bertingkat, sehingga perlu

disempurnakan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak yang ada bermacam-

macam, dari akhlak yang sangat buruk, buruk, sedang, baik, sangat baik

hingga akhlak sempurna. Rasulullah sebelum ditugaskan untuk akhlak yang

sempurna, dia sendiri memiliki akhlak yang sempurna. Perhatikan firman

Allah SWT dalam Surah Al-Qalam:

    


Artinya:“ Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar
berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam:4).11
Dari ayat di atas, Allah SWT. telah menegaskan bahwa Nabi

Muhammad SAW. memiliki akhlak yang baik. Ini merupakan kebutuhan

dasar bagi siapa saja yang bertugas meningkatkan akhlak orang lain. Secara

logika, tidak mungkin memperbaiki akhlak orang lain kecuali dia sendiri

memiliki akhlak yang baik.

Karena kesempurnaan akhlak yang dimiliki oleh Nabi Muhammad

SAW. Rasulullah harus dijadikan uswatun hasanah (panutan yang baik).

Firman Allah SWT dalam Surat Al-Ahzab Ayat 21 :

          
  
10
Habibah, “Akhlak Dan Etika Dalam Islam,” hlm.74.
11
Al-Qur’an [68]: 4.
13

   


Artinya : “ Sesungguhya pribadi Rasulullah merupakan teladan yang
baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah dan
hari akhirat dan mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab:
21).12
Berdasarkan ayat di atas, orang yang sangat ingin bertemu dengan

Allah dan mendapatkan kemenangan di akhirat, maka Rasulullah Saw

adalah teladan dan teladan terbaik baginya.

c. Manfaat mempelajari Ilmu Akhlak

Karena salah satu ciri ilmu adalah pragmatis. Adanya ilmu pasti

memiliki fungsi atau manfaat bagi manusia. Dengan ditemukannya teori-

teori dalam sains, maka akan menambah wawasan tentang tindakan dan

pemrosesan. Kegunaan semata-mata untuk mengetahui rahasianya sekaligus

bisa menghitung keuntungan dari suatu langkah yang sedang diambil.

diantaranya:

1) Mendapat tempat yang baik dimasyarakat.

2) Akan disenangi dalam pergaulan.

3) Akan dapat dipelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan

sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.

4) Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan

kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan

yang baik.

5) Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala

penderitaan dan kesukaran.

12
Al-Qur’an [33]: 21.
14

Dengan ilmu moral, manusia bisa mengetahui batasan mana yang baik

dan mana yang buruk. Juga bisa tempat sesuai tempat. Dengan maksud agar

bisa menempatkan sesuatu secara proporsional. 13

2. Pendidik

a. Pengertian Pendidik

Ada berbagai julukan yang diberikan untuk sosok seorang guru atau

pendidik. Salah satu yang terkenal adalah "pahlawan tanpa tanda jasa".

Julukan ini menunjukkan seberapa besar peran dan dedikasi yang dimainkan

oleh guru sehingga guru tersebut disebut sebagai pahlawan.

Dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

(pasal 1 ayat 1) disebutkan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan

tugas pokok mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada PAUD. jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 14 Hampir semua

pengaruh yang didapat siswa di sekolah berasal dari guru yang mengajar di

sekolah. Untuk mendukung hal tersebut, guru harus profesional.

Tugas guru atau pendidik pada umumnya adalah mendidik, yaitu

mengupayakan pengembangan segala potensi peserta didik, baik potensi

psikomotorik, potensi kognitif, maupun potensi afektif. Potensi ini harus

dikembangkan secara seimbang. Pendidik adalah orang tua kedua setelah

orang tua mereka sendiri. Yang memiliki ciri-ciri pendidik yaitu::

13
Mustofa, Akhlak Tasawuf, hlm. 26.
14
“UU14,2005GuruDosen.pdf,”diakses11November2020,http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/
UU14-2005GuruDosen.pdf.
15

1) Pendidik harus memiliki wibawa, yaitu “pengeruh positif normatif yang

diberikan kepada orang lain (siswa) dengan tujuan agar anak didik

dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.

2) Pendidik harus mengenal secara pribadi anak didik yang secara

otomatis hafal nama asuhannya.

3) Pendidik harus mau membantu peserta didik terus menerus.

b. Tugas Pendidik atau Guru

Mengenai tugas pendidik atau guru, para ahli sepakat bahwa tugas guru

adalah mendidik. Mendidik merupakan tugas yang sangat luas, sebagian

dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian lagi berupa dorongan, pujian,

hukuman, teladan, membiasakan diri dan sebagainya. Di sekolah, sebagian

besar tugas guru adalah mengajar, memang itu bagian dari mendidik. Di

negara barat, tugas guru dijelaskan selain mengajar, yaitu:

1) Membuat persiapan mengajar

2) Mengevaluasi proses pembelajaran

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tugas guru tidak hanya

mengajar, mereka juga bertugas mendidik.

c. Syarat Pendidik atau Guru

Mengenai persyaratan yang harus dimiliki seorang guru tidak ada

kriteria yang mutlak, namun setidaknya persyaratan guru tersebut dapat

diartikan seperti yang dikemukakan oleh Soejono antara lain:


16

1) Tetang umum, harus dewasa. Tugas mendidik merupakan tugas yang

penting karena menyangkut perkembangan seseorang. Menurut ilmu

pengetahuan, usia yang cocok untuk menjadi pendidik adalah 21

tahun (LK) dan 18 tahun (PR).

2) Soal kesehatan harus sehat jasmani dan rohani. Badan yang tidak

sehat akan menghambat penyelenggaraan pendidikan, bahkan dapat

membahayakan siswa jika mengidap penyakit menular. Seorang

idiot tidak bisa mengajar karena dia tidak akan bisa bertanggung

jawab.

3) Mengenai keterampilan mengajar, dia harus menjadi ahli. Ini sangat

penting bagi pendidik, termasuk guru. Orang tua di rumah

sebenarnya sangat perlu mempelajari teori-teori pendidikan.

Seringkali terjadi kesalahan pada siswa yang disebabkan oleh

kesalahan pendidikan dalam rumah tangga.

4) Harus terhormat dan berdedikasi. Dedikasi yang tinggi tidak hanya

dibutuhkan dalam mengajar selain mengajar. Dedikasi yang tinggi

juga dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Dan

syarat terpenting seorang guru harus memiliki norma moral karena

akan berdampak positif pada aspek kehidupan.15

3. Peserta Didik

a. Pengertian peserta didik

Pada hakikatnya siswa atau murid adalah orang yang sedang

belajar. Seorang pelajar atau murid / murid ingin menimba ilmu,

15
Tholib Kasan, Dasar-dasar pendidikan, Cet. 3 (Jakarta: Studia Press, 2009), hlm. 32-33.
17

ketrampilan dan lain sebagainya. Sehingga dapat diartikan bahwa

mahasiswa adalah orang yang ingin dan berusaha (belajar) untuk

memperoleh ilmu, keterampilan, pengalaman (pengalaman) dan

kepribadian yang baik, untuk hidup bahagia (sukses) di dunia dan di

akhirat kelak.

b. Tugas siswa di tinjau dari berbagai aspek

Fungsi siswa dalam interaksi belajar mengajar adalah sebagai

subjek dan objek pendidikan. Sebagai mata pelajaran karena siswa

menentukan hasil belajar dan sebagai objek, karena siswa yang

menerima pelajaran dari guru.

c. Hak dan kewajiban siswa

Dalam proses belajar mengajar tidak hanya guru yang memiliki

hak dan kewajiban, siswa juga memiliki keduanya. Mengenai hak-hak

seorang siswa, terlihat jelas bahwa mereka memiliki keindahan dalam

memperoleh fasilitas pendidikan sehingga proses belajar mengajar

dapat berlangsung lebih mudah setiap saat, dan kesempatan belajar

tanpa harus membedakan Sikaya dan Simiskin.

Selain semua hak yang harus dimiliki, seorang siswa yang

menempuh pendidikan di sekolah juga memiliki kewajiban yang harus

ditaati mulai dari segala peraturan sekolah, segala tata usaha, serta

orientasi dan konsekuensinya untuk bersungguh-sungguh dalam belajar

untuk mencapai tujuan. pengetahuan dengan hasil yang dalam dan

memuaskan.
18

Guru mengajar dan siswa belajar, yaitu tugas pokok yang

berkaitan erat dan bergantung satu sama lain, terpisah satu sama lain

dan berjalan secara bersamaan dalam proses mengajar siswa. Hal ini

terlihat dari berbagai aspek yang sejalan dengan aspek tugas guru yaitu

aspek yang berkaitan dengan pembelajaran, aspek yang berkaitan

dengan administrasi. Selain itu, siswa harus menjaga hubungan baik

dengan guru dan sesama siswa dengan terus meningkatkan efektivitas

pembelajaran untuk kepentingannya sendiri.16

4. Kitab Adabul ‘Alim wal Muata’allim karya KH. Hasyim Asy’ari

a. Sekilas tentang kitab Adabul alim wamutaalim

KH. Hasyim Asy'ari, sastrawan produktif seperti ulama dan

pesantren pada umumnya, meneruskan tradisi ilmiah multidisiplin.

Dia memiliki keahlian di banyak bidang (lintas) ilmiah. Di KH.

Hasyim Asy'ari yang telah disusun oleh Kiai Ishomuddin Hadziq

dalam kompilasi berjudul "Irsyadus Syari", kita akan melihat bahwa

KH. Hasyim Asy'ari berbicara dan prihatin tentang banyak aspek

kehidupan masyarakat Islam. Ia memberikan semacam arahan atau

nasehat tentang bagaimana kehidupan Islam berbasis kerakyatan

dijalankan. KH. Hasyim Asy'ari berbicara tentang berbagai topik

seperti pendidikan Islam (tarbiyyah Islamiyyah), teologi (aqaid

Islamiyyah), kepedulian sosial (syu'un ijtima'iyyah), bahkan persatuan

bangsa (ittihad wathaniyyah). Siswa yang menempuh pendidikan di

sekolah juga memiliki kewajiban yang harus ditaati mulai dari semua

16
Kasan, Dasar-Dasar Pendidikan. (Jakarta: Studia Press, 2009) hlm. 36.
19

peraturan sekolah, semua administrasi, serta orientasi dan konsekuensi

untuk bersungguh-sungguh dalam pembelajaran untuk mencapai

tujuan. pengetahuan dengan hasil yang mendalam dan memuaskan.

Guru mengajar dan siswa belajar, yaitu tugas pokok yang

berkaitan erat dan bergantung satu sama lain, terpisah satu sama lain

dan berjalan secara bersamaan dalam proses mengajar siswa. Hal ini

terlihat dari berbagai aspek yang sejalan dengan aspek tugas guru

yaitu aspek yang berkaitan dengan pembelajaran, aspek yang

berkaitan dengan administrasi. Selain itu, siswa harus menjaga

hubungan baik dengan guru dan sesama siswa dengan terus

meningkatkan efektivitas pembelajaran untuk kepentingannya sendiri.

Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim (etika orang berilmu dan

pencari ilmu) merupakan salah satu dari kitab KH. Hasyim Asy’ari

yang terdapat dalam Irsyadus Syari. Pembahasan dalam kitab ini

setidaknya bisa diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) bagian. Bagian

pertama membahas tentang keutamaan ilmu, keutamaan belajar, dan

mengajarkannya. Bagian kedua membahas tentang etika seorang

dalam tahap pencarian ilmu. Bagian ketiga membahas tentang etika

seseorang ketika sudah menjadi alim atau dinyatakan lulus dari

lembaga pendidikan.

Secara lebih terperinci dapat dijelaskan bahwa dalam kitab ini

terdapat 8 (delapan) bab atau pembahasan, ditambah dengan satu lagi

khutbah kitab (pendahuluan). Bab pertama membahas tentang


20

keutamaan ilmu, keutamaan belajar, dan keutamaan mengajar. Dalam

bab ini terdapat satu pasal yang menekankan bahwa keutamaan-

keutamaan tersebut dikhususkan kepada para ulama yang benar-benar

mengamalkan ilmunya. Bab kedua menjelaskan mengenai 10

(sepuluh) etika seorang murid terhadap dirinya sendiri.

Bab ketiga membahas 12 (dua belas) etika siswa terhadap

gurunya. Bab keempat membahas tentang 13 (tiga belas) etika yang

harus dijunjung tinggi oleh seorang siswa dalam kaitannya dengan

mata pelajaran yang dipelajari. Bab kelima membahas tentang 20 (dua

puluh) etika seorang alim (menularkan ilmu) terhadap dirinya sendiri.

Bab enam adalah pekerti pekerti (studi lulus) dalam kaitannya dengan

bidang ilmu yang dikuasai dan diajarkan. Bab ketujuh membahas

tentang etika seorang saleh (studi kelulusan) dalam hubungannya

dengan siswa yang dia ajar. Dan bab kedelapan membahas tentang

etika bertaqwa terhadap buku teks yang diajarkan.

Dari uraian di atas kita melihat bahwa pada bab pertama

membahas tentang klasifikasi pertama, yaitu pembahasan pertama

tentang keutamaan ilmu, belajar dan mengajar. Bab kedua sampai

keempat membahas klasifikasi kedua, yaitu masalah etika seseorang

yang sedang menimba ilmu atau mencari ilmu. Sedangkan sisanya

yaitu pasal lima sd delapan termasuk dalam klasifikasi ketiga yaitu

etika seseorang yang telah lulus studi.


21

Melihat isi kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim tampak bagi kita

bahwa KH. Hasyim Asy'ari sangat dipengaruhi oleh pemikiran etis

Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Pengaruh

ini nampaknya sangat terlihat seperti dalam pernyataan KH. Hasyim

Asy'ari dalam kitab ini: Pertama, bahwa ketenaran ilmu hanya akan

didapatkan oleh mereka yang belajar dengan tujuan mencapai

kesenangan dan kemuliaan di sisi Allah. Dan bukan untuk tujuan

duniawi (halaman 22). Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan

oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya 'Ulumiddin juz pertama.

Lebih rinci dapat dijelaskan bahwa dalam buku ini terdapat 8

(delapan) bab atau pembahasan, ditambah satu lagi khotbah

(pendahuluan). Bab pertama membahas keutamaan pengetahuan,

keutamaan belajar, dan keutamaan mengajar. Dalam bab ini terdapat

pasal yang menegaskan bahwa keutamaan ini diperuntukkan bagi para

ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya. Bab kedua

menjelaskan 10 (sepuluh) etika seorang siswa terhadap dirinya sendiri.

Guru mengajar dan siswa belajar, yaitu tugas pokok yang

berkaitan erat dan bergantung satu sama lain, terpisah satu sama lain

dan berjalan secara simultan dalam proses mengajar siswa. Hal ini

terlihat dari berbagai aspek yang sejalan dengan aspek tugas guru

yaitu aspek yang berkaitan dengan pembelajaran, aspek yang

berkaitan dengan administrasi. Selain itu, siswa harus menjaga

hubungan baik dengan guru dan sesama siswa dengan terus

meningkatkan efektivitas pembelajaran untuk kepentingannya sendiri.


22

b. Pengakuan Ulama Ahlussunnah wal Jamaah atas Kitab Adabul

alim wamutaalim

Tradisi keilmuan Islam di masa lalu (dan masih dilaksanakan di

Al-Azhar Mesir) adalah bahwa setiap karya akan diakui sebagai karya

yang layak disebarluaskan kepada masyarakat luas apabila telah

mendapat semacam pengakuan dari ulama lain. Kitab Al-Muwattha

'Imam Malik adalah contoh yang dapat dikedepankan dalam hal ini.

Kitab Taqrib bahkan telah memberikan tafsir (syarah) atasnya. Kitab

Kifayah Al-Akhyar juga banyak ulama yang mengakui bahwa

sistematasinya adalah nafisah (sangat indah).

Ini juga berlaku untuk kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim. Di

bagian belakang buku ini terdapat catatan beberapa ulama Hijaz yang

mengajar di Masjidil Haram yang karena kondisi pemberontakan

Wahhabi mereka pindah dan tinggal (nazil) di Jawa (Nusantara).

Beberapa dari catatan ini bahkan berasal dari ulama Hanafiyyah.

Komentar-komentar ini berasal dari (1) Syekh Said Muhammad Al-

Yamani; (2) Syekh Abdul Hamid Sunbul Hadidi (Hanafiyyah); (3)

Syekh Hasan bin Said Al-Yamani; (4) Syekh Muhammad Ali bin As-

Said Al-Yamani.17

B. Kerangka Berfikir

17
“Menengok Isi Kitab Adab Al-Alim wal Muta’allim Karya KH Hasyim Asy’ari,” 12 Mei
2020, https://www.nu.or.id/post/read/119954/menengok-isi-kitab-adab-al-alim-wal-muta-allim-
karya-kh-hasyim-asy-ari.
23

KH. Hasyim Asy'ari adalah salah seorang alim alamah yang alim di

bidang Islam saat itu. Sebagai orang yang shalih dalam bidang agama, ia

mengikuti tradisi ulama kuno Salafus Salih, salah satu tradisi yang

dilakukan oleh ulama Salafus Salih yaitu melestarikan ilmunya secara

tertulis. KH. Hasyim asy'ari memiliki banyak tulisan, diantaranya

membahas tentang teologi, keyakinan sunni, prinsip nu dan lain-lain. Semua

KH. Hasyim Asy'ari dijadikan satu kitab oleh Kiai Ishomuddin Hadziq yang

diberi nama kitab Irsyadus Syari. Di kitab Irsyadus Syari, ada kitab Adabul

'Alim wal Muta'allim.

Kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim tidak dianggap sebagai kitab

sembarangan, artinya kitab yang ditulis oleh orang-orang yang sangat

bertaqwa di bidang agama. Maka dalam penelitian ini, penulis ingin

mendalami lebih jauh tentang KH. Hasyim Asy'ari khususnya dalam kitab

Adabul 'Alim wal Muta'allim.

C. Kajian Penelitian yang relevan

Beberapa studi penelitian sebelumnya yang penulis sampaikan sebagai

acuan kedepannya dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Muhammad Rizal Fadli dan Ajar Sudrajat, dalam artikelnya yang

dimuat di Jurnal Khazanah: Jurnal Kajian Islam dan Humaniora berjudul

“Islam dan Kebangsaan: Analisis KH. Hasyim Asy'ari” Artikel tersebut

mengkaji pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Islam dan

kebangsaan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang

mengemuka saat ini dalam kehidupan bangsa Indonesia adalah munculnya


24

kelompok-kelompok yang menempatkan Islam dan kebangsaan (Indonesia)

dalam konflik.Hasyim Asy'ari sendiri berpendapat bahwa keduanya Unsur-

unsur kehidupan berbangsa tidak boleh diperdebatkan karena sama-sama

memiliki konsep yang sama untuk kemaslahatan bangsa.Pemikiran Islam

Hasyim Asy'ari memiliki corak Islam tradisional yang menitikberatkan pada

tasawuf, teologi (ahlussunah wal jama'ah) dan fiqh. Asy Pemikiran

kebangsaan ari melahirkan banyak ide politik yang digunakan dalam

perjuangan mempersatukan umat dan menghadapi penjajahan serta

perjuangan kemerdekaan Indonesia.18

Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rizal Fadli dan

Ajar Sudrajat dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada kedua

kajian KH. Hasyim Asy'ari dan perbedaannya ada pada penelitian

Muhammada Rizal Fadli dan Ajar Sudrajat yang meneliti Islam dan

kebangsaan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah

tentang Akhlak Pendidik dan Murid dalam buku Adabul 'Alim Wal

Muta'allim. Muhammad Rizal Fadli dan Ajar Sudrajat, dalam artikel yang

dimuat di Jurnal Khazanah: Jurnal Kajian Islam dan Humaniora berjudul

"Islam dan Kebangsaan: Analisis KH. Hasyim Asy'ari" Artikel ini

membahas tentang KH. Hasyim Asy'ari tentang Islam dan kebangsaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul saat ini

dalam kehidupan bangsa Indonesia adalah munculnya kelompok-kelompok

yang menempatkan Islam dan kebangsaan (Indonesia) dalam

18
Muhammad Rijal Fadli dan Ajat Sudrajat, “Keislaman Dan Kebangsaan: Telaah
Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari,” Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora 18, no. 1 (2020):
109–130.
25

konflik.Hasyim Asy'ari sendiri berpendapat bahwa keduanya merupakan

unsur kehidupan berbangsa. tidak boleh diperdebatkan karena sama-sama

memiliki konsep yang sama untuk kemaslahatan bangsa.Pemikiran Islam

Hasyim Asy'ari memiliki corak Islam tradisional yang menitikberatkan pada

tasawuf, teologi (ahlussunah wal jama'ah) dan fiqh. Kebangsaan melahirkan

banyak ide politik yang digunakan dalam perjuangan mempersatukan umat

dan menghadapi penjajahan serta perjuangan kemerdekaan Indonesia.

M. Yazid Albasthomi, Muhammad Hanif dan Dzulfikar Rodafi dimuat

dalam jurnal Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam berjudul "Ciri-ciri Guru

Ideal dalam Kitab Adabul Alim Wal Muta'allim dan relevansinya dengan

Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 ". Dalam

penelitian ini, hasil analisis yang diperoleh dari buku Adabul 'Alim Wal

Muta'allim mengandung tiga ciri untuk menjadi guru yang ideal atau

profesional; yaitu karakter pendidik terhadap dirinya sendiri, karakter guru

dalam proses belajar mengajar, dan karakter pendidik terhadap anak

didiknya. Dalam UU Guru dan Dosen no. 14 Tahun 2005 memuat empat

kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Sedangkan relevansi nilai

keduanya dikatakan valid atau sesuai. Peneliti mengelompokkannya

berdasarkan kompetensi yang terdapat dalam Undang-Undang Guru dan

Dosen Nomor 14 Tahun 2005 karena sudah memasukkan semua poin

karakter ideal guru dalam buku Adabul 'Alim Wal Muta'allim.19

19
M. Yazid Albasthomi, Muhammad Hanif, dan Dzulfikar Rodafi, “Karakteristik Guru
Ideal Dalam Kitab Adabul Alim Wal Muta’allim Dan Relevansinya Dengan Undang-Undang
Guru Dan Dosen No 14 Tahun 2005,” Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 4 (2020): 38–48.
26

Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh M. Yazid Albasthomi,

Muhammad Hanif dan Dzulfikar Rodafi dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah sama-sama mengkaji pemikiran Kitab Adabul 'Alim Wal

Muta'allim karangan KH. Hasyim Asy'ari. Dan yang membedakan adalah

pada penelitian M. Yazid Albasthomi, Muhammad Hanif dan Dzulfikar

Rodafi hanya meneliti tentang karakteristik seorang guru atau pendidik,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tentang Akhlak

Pendidik dan Murid dalam Kitab Adabul 'Alim. Wal Muta'allim.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara

sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyimpulkan data.

Penelitian adalah terjemahan dari penelitian kata bahasa Inggris. Dari situ

juga ada ahli yang menerjemahkan penelitian menjadi penelitian. Riset


27

sendiri berasal dari kata re yang artinya "kembali" dan to search yang

artinya mencari. Dengan demikian, arti sebenarnya dari riset atau reset

adalah "mencari kembali".20 Ada beberapa jenis penelitian yang dapat

peneliti gunakan. Dan dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian

kualitatif.

Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan penelitian

yang diarahkan untuk memahami fenomena sosial dari sudut pandang

partisipan. Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan

berbagai strategi, strategi interaktif, seperti observasi langsung, observasi

partisipatif, wawancara mendalam, dokumen, teknik pelengkap seperti foto,

rekaman, dll.

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (library test) yaitu membaca

atau meneliti buku sesuai dengan uraian tentang pustaka. Penelitian

perpustakaan, bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan

bantuan berbagai bahan yang tersedia di ruang perpustakaan, seperti: buku,

majalah, dokumen, catatan dan cerita sejarah dan lain-lain. Intinya, data

yang diperoleh dari studi pustaka ini dapat digunakan sebagai landasan

dasar dan alat utama untuk pelaksanaan riset lapangan. Studi tersebut juga

dikatakan studi yang membahas tentang data sekunder.21

Dari pengertian tersebut dapat dipahami secara luas bahwa penelitian

dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk


20
Nazir, Moh, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 12.
21
Mardalis, Metode penelitian: suatu pendekatan proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
hlm. 28.
28

mengumpulkan, mengolah, dan menyimpulkan data dengan metode / teknik

tertentu guna menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi.

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

dengan jenis penelitian ini. perpustakaan (tes perpustakaan) yaitu membaca

atau meneliti buku yang sesuai dengan deskripsi perpustakaan. Penelitian

perpustakaan, bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan

bantuan berbagai bahan yang tersedia di ruang perpustakaan, seperti: buku,

majalah, dokumen, catatan sejarah dan cerita dan lain-lain. Intinya, data

yang diperoleh dari studi pustaka ini dapat digunakan sebagai landasan

dasar dan alat utama untuk melakukan penelitian lapangan. Penelitian juga

dikatakan sebagai penelitian yang membahas tentang data sekunder.

B. Meode pendekatan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif, dimana penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji

hipotesis tertentu, tetapi hanya mendeskripsikan apa itu tentang suatu gejala

atau kondisi.

C. Sumber data

Sumber data pada penelitian ini, penulis menggunakan sumber primer

dan sekunder.

1. Sumber data primer

Sumber data primer yaitu sumber data utama yang akan dikaji dalam

permasalahan. Sumber data utamanya yaitu Kitab Adabul ‘Alim wal


29

Muta’allim karya KH. Hasyim Asy’ari sebagai kajian utama objek

penelitian.

2. Sumber data sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer. Data

sekunder ini diambil dari sumber lain dengan mencari, dari berbagai

sumber seperti buku, arsip, majalah, dokumen, jurnal, dokumentasi, surat

kabar yang berkaitan dengan akhlak pendidik dan siswa, serta browsing

internet dan informasi. orang lain yang mendukung judul penelitian ini.

D. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data penulis dilakukan dengan membaca buku sumber,

baik primer maupun sekunder. Mempelajari dan mempelajari serta

memahami kajian-kajian yang terdapat dalam buku sumber. Menganalisis

untuk terus mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sesuai karakteristik

masing-masing dalam bentuk per bab.

E. Teknik analisis data

Pengumpulan data (input) merupakan tahapan dalam metode ilmiah

melalui prosedur yang sistematis, logis dan proses pencarian data yang

valid, baik yang diperoleh secara langsung (primer) maupun tidak langsung

(sekunder) untuk keperluan menganalisis dan melaksanakan pembahasan

(proses) yang tepat. penelitian untuk menemukan kesimpulan, memperoleh

jawaban (output) dan sebagai upaya untuk memecahkan suatu masalah yang

dihadapi peneliti.
30

Mengingat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang

termasuk dalam kategori penelitian perpustakaan, maka penelitian ini

merupakan penelitian tes perpustakaan. Data yang terkumpul kemudian

akan dianalisis oleh penulis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif

secara deskriptif dan kontekstual:

1. Deskriptif

Metode deskriptif adalah metode dalam memeriksa status sekelompok

orang, objek, sekumpulan kondisi, sistem pemikiran atau kelas

peristiwa di masa kini. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat

deskripsi, deskripsi atau lukisan secara sistematis, komprehensif,

faktual dan akurat mengenai fakta, karakteristik dan hubungan antar

fenomena yang diteliti.

2. Kontekstual

Metode kontekstual merupakan metode yang digunakan untuk mencari,

mengelola, dan menemukan kondisi yang lebih konkrit (berhubungan

dengan kehidupan nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk

mengaitkan isi dalam buku Adabul 'Alim Wal Muta'allim dengan

situasi dunia nyata dan mendorong penulis untuk menghubungkan

antara isi dalam buku Adabul' Alim Wal Muta'allim dan aplikasinya di

kehidupan kontemporer.
31

BAB IV

ANALISIS ATAU PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup KH. Hasyim Asy’ari

1. Biografi KH. Hasyim Asy’ari

Secara geologis KH. Hasyim Asy'ari adalah keturunan ulama yang

berjasa menyebarkan Islam di Indonesia, khususnya pulau Jawa. Ayah dan

ibunya diyakini sebagai keturunan Jaka Tingkir yang tak lain adalah

menantu Sultan Trenggono bin Sultan Fattah bin Brawijaya V. Mbah


32

Syambu) bin Putri Pangeran Benowo bin Pangeran Benowo bin Jaka

Tingkir. Untuk garis keturunan ibunya yaitu Kiai Hasyim Asy'ari bin

Halimah binti Layyinah binti Shihhah (Abdussalam) bin Abdul Jabar bin

Ahmad bin Sayyid Abdurrahman (Mbah Syambu) bin Putri Pangeran

Benowo bin Pangeran Benowo bin Jaka Tingkir.

KH. Hasyim Asy'ari lahir pada hari Selasa Kliwon tanggal 24

Dzulqa'dah 1287 H atau 18 Februari 1871 Masehi di desa Gedang,

Jombang dari pasangan Kiai Asy'ari dan Nyai Halimah. Nama depannya

adalah Muhammad Hasyim Asy'ari yang kemudian dikenal sebagai Kiai

Hasyim Asy'ari.22

Di usia 21 tahun, KH. Hasyim menikah dengan Nafisah, salah satu

putri Kiai Ya'qub (Siwalan Panji, Sidoarjo). Pernikahan tersebut

berlangsung pada tahun 1892 M / 1308 H. Tidak lama kemudian, Kiai

Hasyim beserta istri dan mertuanya berangkat ke Makkah untuk

menunaikan ibadah haji. Bersama istrinya, Nafisah, Kiai Hasyim

kemudian melanjutkan studi ke Makkah. Tujuh bulan kemudian, Nafisah

meninggal dunia setelah melahirkan seorang putra bernama Abdullah.

Empat puluh hari kemudian, Abdullah mengikuti ibunya ke alam baka.

Kematian dua orang yang sangat disayanginya, membuat Kiai Hasyim

terpukul. Kiai Hasyim akhirnya memutuskan untuk tidak tinggal lama di

Tanah Suci dan kembali ke Indonesia setahun kemudian.

22
Amirul Ulum, Muassis Nahdlatul Ulama: manaqib 26 tokoh pendiri NU, Cetakan
pertama (Ngaglik, Sleman, Yogyakarta: Aswaja Pressindo bekerjasama dengan Pustaka Musi,
2015), hlm. 9-10.
33

Setelah sekian lama menjadi duda, Kiai Hasyim menikah lagi

dengan gadis asal Kiai Romli dari Desa Karangkates (Kediri) bernama

Khadijah. Pernikahannya dilakukan sekembalinya dari Makkah pada tahun

1899 M / 1325 H. Pernikahannya dengan istri keduanya juga tidak

berlangsung lama, karena dua tahun kemudian (1901), Khadijah wafat.

Untuk ketiga kalinya, Kiai Hasyim menikah lagi dengan

perempuan bernama Nafiqah, putra Kiai Ilyas, pengurus Pondok Pesantren

Sewulan Madiun. Dan mendapatkan sepuluh anak yaitu: Hannah,

Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim, Abdul Karim,

Ubaidillah, Mashurah, dan Muhammad Yusuf. Pernikahan Kiai Hasyim

dengan Nafiqah juga terhenti di tengah jalan, karena Nafiqah meninggal

pada tahun 1920 M.

Sepeninggal Nafiqah, Kiai Hasyim memutuskan untuk menikah

lagi dengan Masrurah, putri Kiai Hasan yang juga pengurus Pondok

Pesantren Kapurejo, Pagu (Kediri). Dari hasil pernikahan keempatnya,

Kiai Hasyim dikaruniai empat orang anak: Abdul Qadir, Fatimah,

Khadijah dan Muhammad Ya'qub. Pernikahan dengan Masrurah ini

merupakan pernikahan terakhir bagi Kiai Hsyim hingga akhir hayatnya.23

2. Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy'ari mengenyam pendidikan agama pertama kali

dari orang tua dan kakeknya. Ayah dan kekekeknya adalah ulama yang

menjadi pengurus pesantren. Ayahnya, Kiai Asy'ari, merawat pesantren


23
Tebuireng Online, “Biografi Lengkap KH. M. Hasyim Asy’ari,” Tebuireng Online
(blog), diakses 11 Februari 2021, https://tebuireng.online/biografi-lengkap-kh-m-hasyim-asyari/.
34

Keras, sedangkan kakeknya merawat pesantren Gedang. Dari lingkungan

ala pesantren inilah pelajaran Islam dengan mudah tertanam dalam sumur

Kiai Hasyim Asy'ari.

Pada usia 15 tahun, Kiai Hasyim Asy'ari melanjutkan studinya di

beberapa pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Jawa Timur Kiai

Hasyim Asy'ari belajar di pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pondok

Pesantren Langitan Tuban, Pondok Pesantren Kademangan (di bawah

Syaikhona Kholil Bangkalan) dan pesantren Siwalan Panji di Sidoarjo (di

bawah Kiai Ya'qub). Sedangkan di Jawa Tengah Kiai Hasyim Asy'ari

pernah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Kiai Sholeh Darat

Semarang. Selain itu, ia juga sempat mengaji Kiai Syuaib bin Abadurrozak

(kakek buyut KH. Maimoen Zubair) di Pondok Pesantren Sarang

Rembang. Ia juga belajar di Makkah selama sekitar tujuh tahun. Selama di

Makkah Kiai Hasyim Asy'ari mempelajari berbagai cabang ilmu agama

dari beberapa ulama yang berdomisili di Makkah. Ia belajar dengan Syekh

Mahfudz at-Turmusi (ulama dari Termas, Pacitan, Lamongan, Jawa

Timur), Syekh Amin al-Atthar, Sayyid Sultan bin Hasyim, Sayyid Ahmad

bin Hasan al-Atthar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alwi bin Ahmad as-

Segaf, Sayyid Abbas al-Maliki, Sayyid Abdullah al-Zawawi, Syekh

Shaleh Bafadhal, Syekh Sultan Hasyim Dagastani dan Syekh Khatib al-

Minangkabawi (ulama dari Minangkabau, Sumatera Barat) dan lain-lain.24

3. Karya tulis KH. Hasyim Asy’ari

24
Ulum, 11.
35

Dakwah yang dikembangkan Kiai Hasyim Asy'ari selesai. Selain

berdakwah bil yad (dengan kekuasaan atau organisasi), bil hal (berperilaku

baik) dan lisan (tutur kata), ia juga berdakwah secara tertulis yang cukup

langka bagi para ulama. Sehingga dengan mempelajari karyanya kita yang

hidup jauh dari zamannya bisa mengetahui pola pikirnya dalam

mengamalkan ajaran Islam.

Karya-karya Kiai Hasyim Asy'ari mencakup banyak hal yang

berkaitan dengan Islam. Ada yang membahas dasar-dasar Nahdlatul

Ulama seperti kitab "Muqaddimah al-Qanun al-Asasiy lil Jam'iyyah

Nahdlatul Ulama". Ada juga yang membahas tentang pentingnya

mengikuti salah satu dari Empat Mazhab seperti kitab "Risalah fi Ta'dib

al-Akhdzi bi Madzhab al-A'immah al-'Arba'ah". Dan ada juga yang

membahas masalah teologis (tauhid) seperti kitab "ar-Risalah fi al-'Aqaid".

Dan ada juga buku yang membahas tentang tata krama seorang guru dan

murid dalam mempelajari “Kitab Adabul 'Alim wal Muta'alim” (etika

orang berilmu dan pencari ilmu) yang akan dipelajari oleh penulis, dan

masih banyak lagi karya lainnya.

Buku atau buku karangan KH. Asy'ari ini telah diedit dan

didokumentasikan oleh Gus Ishom (cucu Kiai Hasyim Asy'ari) menjadi

sebuah buku besar yang berjudul "Irsyadus-Sari fi jam'il-Mushannafat

Hasyim Asy'ari". Selain karya yang sudah direkam, ada juga karya KH.

Hasyim Asy'ari berupa naskah yang masih tersimpan rapi.25

B. Analisis Akhlak Pendidik dalam Kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim


25
Ulum, hlm. 34.
36

Intinya, kegiatan pendidikan selalu berlangsung dengan melibatkan

pihak-pihak sebagai pelaku penting dalam kegiatan pendidikan tersebut.

Aktor penting disebut sebagai subjek yang menerima di satu sisi, dan subjek

yang memberi di sisi lain dalam interaksi pendidikan. Mata pelajaran yang

memberi disebut pendidik, sedangkan mata pelajaran yang menerima disebut

pembelajar. Keterlibatan keduanya (pendidik dan siswa) adalah keterlibatan

hubungan antarmanusia (Human Interaction). Pendidik memiliki peran kunci

dalam menentukan kualitas pembelajaran. Fungsinya tidak hanya untuk

mengembangkan bakat, minat, wawasan, dan keterampilan, tetapi juga

praktik dan kepribadian siswa. Di tangan para pendidik itu adalah kegagalan

dan kesuksesan sebuah pendidikan.26

Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai upaya sadar yang mengarah

pada terciptanya tingkah laku lahir batin manusia sehingga menjadi manusia

yang berakhlak baik, mampu berbuat baik dan menjauhi keburukan,

berkepribadian utuh baik untuk dirinya sendiri. dan kepada orang lain Adapun

akhlak pribadi seorang pendidik yang terdapat dalam kitab Adabul 'Alim wal

muta'allim dijelaskan bahwa terdapat dua puluh Akhlak Pendidik secara rinci

sebagai berikut:

1. Bersikap muraqabah, merasa selalu diawasi oleh Allah baik sendiri

maupun bersama orang lain.

Selalu merasa diawasi oleh Allah sendiri dan dengan orang lain. 27

Dengan akhlak murokobah otomatis akan menggiring manusia untuk


26
Syahrul Ode Aliani, “Etika Pendidik Dalam Perspektif Al-Qur’an,” 2018, Hlm. 16.
27
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, Cetakan IV (Tebuireng, Jawa Timur:
Pustaka Tebuireng, 2019), hlm. 52.
37

selalu mengingat Allah SWT. Hal inilah yang mendasari bahwa seorang

pendidik harus memiliki akhlak dalam mengajar, yaitu dengan tujuan

berlandaskan kepada Allah dan senantiasa mengingat-Nya. Karena

dengan mengingat-Nya manusia juga akan mengingat kebesaran-Nya,

sehingga manusia tidak akan menjadi sombong dan merasa paling hebat

dan terpintar dalam mendidik siswanya. Imam Al-Ghazali bersabda,

“Wahai para pencari hidayah, kamu tidak akan bisa menjalankan perintah

Allah kecuali dengan selalu mengawasi hati dan anggota tubuhmu di

setiap pandangan mata dan nafasmu, dari pagi hingga sore. Ketahuilah,

Allah SWT Tinggi. Selalu menjaga hati, dhahir dan pikiran Anda,

menutupi setiap langkah dan gerakan Anda. Apakah Anda sendirian atau

dengan orang lain, Anda selalu di hadirat-Nya. Tidak ada yang bergerak

atau berdiam di alam ketakutan atau di kerajaan kecuali Yang Mahakuasa

atas langit dan bumi selalu mengawasinya. Dialah yang mengetahui

kebohongan mata dan apa yang disimpan di peti, entah samar atau

rahasia "28

2. Bersikap khauf dan khasyyah kepada Allah dalam seluruh gerak,

diam, perkataan dan perbuatannya

Selalu terapkan khauf dalam segala keheningan, ucapan, dan

perbuatan, karena ilmu, hikmah, dan ketakutan adalah amanah yang

dipercayakan kepadanya sehingga jika tidak dijaga dianggap makar.

Allah Swt. berfirmah:29

28
Imam Al-Ghazali Penyunting Muhammad Khatib, cara memperoleh hidayah Allah
meraih puncak mkrifat KITAB BIDAYATUL HIDAYAH (Mitrapres studio, 2013), hlm. 69.
29
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 52.
38

       

   

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu Mengetahui.”(QS. Al-Anfal:27).30

3. Bersikap sakinah, (selalu tenang)

Seorang pendidik selalu tenang, artinya tidak berperilaku buruk, dan

selalu berjalan sesuai dengan tugasnya

4. Bersikap wara’, menjaga dari hal-hal yang syubhat, apalagi haram.

Selalu senantiasa berlaku wara’,31 Sikap wara 'merupakan hal

yang wajib dilakukan oleh setiap muslim, terutama bagi pendidik dalam

melahirkan individu yang seimbang baik jasmani, rohani, intelek,

maupun jasmani. Wara 'adalah bentuk menahan diri dari hal-hal yang

diharamkan, kemudian digunakan sebagai bentuk pengekangan dari hal-

hal yang halal dan halal. Ini bertujuan untuk mengajari umat Islam bahwa

segala sesuatu yang dilakukan perlu kehati-hatian agar tidak jatuh ke

dalam ketidaktaatan dan dosa.

Rasulullah Saw mengabungkan sikap wara’ dalam sebuah kalimat

yang berbunyi:

‫ِم ْن ُحْس ِن ِاْس اَل ِم الَم ْر ُء َتْر ُك ُه َم ااَل َيْع ِنْيِه‬

"Salah satu bentuk kebaikan Islam seseorang adalah ketika dia


meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya."
30
Al-Qur’an [8]: 27.
31
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 52.
39

Hadits di atas telah mencakup segala hal yang tidak berguna, mulai dari
perkataan, pendengaran, pandangan, dan segala gerak jasmani dan rohani
yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari..32

5. Bersikap tawadhu’, rendah hati

33
Selalu senantiasa bersikap tawadlu’ . Selalu selalu tawadlu '.

Tawadlu 'dapat diartikan sebagai merendahkan diri dan menghormati

siapapun. Adapun ta'adlu 'adalah sikap mental untuk merendahkan diri,

baik kepada manusia maupun kepada Allah, karena orang yang sombong

selalu menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Sikap ini terjadi

karena dia merasa lebih dari yang lain. Sedangkan al-Zarnuji

mendefinisikan:

‫إن التواضع من خصال المتقى وبه التقى إلى المعالى يرتقى‬

Padahal, tawadlu (rendah diri) merupakan bagian dari ciri orang

yang bertaqwa kepada Allah SWT. Dan dengan tawadlu ', orang yang

beriman akan naik pangkatnya menuju kesempurnaan.”34

6. Bersikap khusyu’, tunduk kepada Allah

Selalu bertaqwa 'kepada Allah SWT. Imam Malik bersabda

kepada Khalifah Harun ar-Rasyid dalam suratnya, “Jika kamu

mengetahui suatu ilmu, maka seharusnya tampak dalam dirimu sendiri

32
Siti Syamsiatum Munawaroh, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Sikap
Wara’(Telaah Kitab Riyadhu Al-Shalihin Karya Imam An-Nawawi)” (PhD Thesis, UIN Raden
Intan Lampung, 2019), hlm. 5.
33
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 52.
34
Aliyyah Aliyyah, “Analisis Pendidikan Karakter Dalam Kitab Ta’limul Muta’alim Dan
Kitab Bidayatul Hidayah Serta Relevansinya Dengan Program Pendidikan Karakter Di Indonesia”
(PhD Thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), hlm. 100.
40

pengaruh ilmu itu, juga otoritas, ketenangan, dan kesopanan dari ilmu itu.

Karena Rasul pernah berkata demikian. ulama adalah ahli waris nabi.35

Pendidik atau orang yang mengetahui sains harus berperilaku

sesuai dengan asal-usul ilmu yang dimilikinya, harkat, dan ketenangan,

kesopanan dari ilmu tersebut. Intinya, orang yang berpengetahuan harus

berperilaku dengan cara yang mencerminkan pengetahuan yang

dimilikinya.

7. Bersikap tawakkaal, yaitu menggantungkan seluruh urusannya

kepada Allah.

Seorang pendidik hendaknya selalu menjadikan Allah sebagai

tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan (Tawakal)36. Seorang

pendidik hendaknya selalu menjadikan Tuhan sebagai tempat meminta

pertolongan dalam segala keadaan (tawakal). Bentuk tawakal akhlak

adalah pendidik tidak merasa kesulitan karena masalah rizki dan tidak

menyibukkan diri dengan hal-hal tersebut. Karena orang yang mencari

ilmu atau mengajarkan ilmu itu akan diberikan oleh Allah sendiri. Abu

Hanifah meriwayatkan dari Abdullah bin Hasan Az-Zubaidi, seorang

sahabat Nabi:

‫من تفقه فى دين هللا كفى همه هللا تعالى ورزقه من حيث َل‬

‫يحتسب‬.

35
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 53.
36
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 53.
41

“Barangsiapa mendalami agama Allah, maka Allah akan


mencukupi kebutuhannya dan memberi rizki dari arah yang tidak
disangkanya.”37

8. Tidak menjadikan ilmu sebagai tangga atau batu loncatan untuk

meraih tujuan duniawi.

Tidak menjadikan ilmunya sebagai batu loncatan untuk mencapai

tujuan dunia seperti jabatan, properti, perhatian, ketenaran, atau

superioritas atas sesama profesi. Penerapan sikap ini berkaitan dengan

niat pendidik itu sendiri, ia harus memiliki niat baik yang tetap ada di

hatinya, dan tidak berniat mencari popularitas, kebanggaan dan menarik

simpati dari banyak kalangan, karena ini adalah hal yang rendah yaitu

untuk bertukar kebahagiaan di akhirat. kebahagiaan abadi dengan dunia.

9. Tidak boleh mengagung-angungkan para pencinta dunia,

sebaliknya, harus mengangungkan ilmu dan tidak menghina ilmu.

Lebih baik guru tetap menjunjung ilmunya sebagaimana ulama

salaf menjaganya. Banyak cerita tentang bagaimana ulama salaf menjaga

kehormatan ilmu di depan khalifah dan pejabat lainnya, seperti cerita

diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas yang pernah berkata, “saya

pergi ke Harun ar-Rasyid, lalu dia berkata kepada saya, 'Wahai Abu

Abdillah, sudah sepatutnya kalian sering mengunjungi kami agar anak-

anak saya dapat mempelajari kitab al-muwatta' dari kalian. ' Saya berkata

sebagai balasan, 'Semoga Allah memuliakan raja. Sesungguhnya

pengetahuan ini telah keluar dari Anda; akan mulia jika Anda

37
Aliyyah, “Analisis Pendidikan Karakter Dalam Kitab Ta’limul Muta’alim Dan Kitab
Bidayatul Hidayah Serta Relevansinya Dengan Program Pendidikan Karakter Di Indonesia,” hlm.
66.
42

memuliakannya dan membencinya jika Anda membencinya. Ilmu

didekati bukan sampai ke "Sang Khalifah berkata, Anda adalah benar

(Wahai anak-anakku, pergilah ke masjid dan belajar bersama orang-

orang). "

Imam Syihabudin az-Zuhri mengatakan, "satu hal yang membuat

hina ilmu adalah jika guru datang ke rumah siswa dengan membawa ilmu

untuk diajar." Jika ada keadaan mendesak yang perlu dilakukan seperti di

atas atau ada tuntutan keuntungan yang lebih besar dari pada penghinaan

ilmu pengetahuan, maka tindakan tersebut diperbolehkan selama dalam

kondisi seperti itu. Faktor inilah yang menjadi dasar dari apa yang

dilakukan sebagian ulama salaf ketika bertemu dengan beberapa raja dan

pejabat lainnya. Intinya, siapa yang memuliakan ilmu, Allah akan

memuliakannya. Dan barangsiapa menghina ilmu, Allah akan

menghinanya. Dan ini jelas (terbukti dengan jelas).

Wahb bin Munabbih berkata, “Para ulama yang mendahului saya

merasa puas dengan ilmunya, tanpa merindukan dunia orang lain karena

kecintaannya pada ilmu. Tetapi sekarang orang yang memiliki ilmunya

memberikan ilmunya kepada orang yang memiliki banyak harta karena

mereka ingin mendapatkan hartanya, sehingga yang terjadi adalah orang

yang memiliki harta tidak menyukai ilmu karena meremehkan ilmu..”38

10. Bersikap zuhud (berpaling terhadap dunia, tidak cinta) terhadap

dunia dan bersikap qana’ah atas apa yang diberikan oleh Allah.

38
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm 53-55.
43

Orang yang berpengetahuan paling rendah adalah orang yang jijik

ketergantungannya pada dunia, karena dia lebih tahu tentang kekurangan

dunia dan fitnah yang ditimbulkannya, juga tahu bahwa dunia dengan

cepat menghilang dan sangat melelahkan. Dialah orang yang berhak cuek

pada dunia dan tidak terlalu sibuk mengejar iming-iming dunia.

Rasullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫َغَز َم ْن َو َذ َّل َم ْن َطَم َع‬

Artinya: “mulialah orang qana’ah dan hina orang yang tamak.”

Imam Syafi'i berkata, “Jika saya punya wasiat, maka orang

terpintar akan memberikannya kepada ahli zuhud. Jadi siapa yang paling

diridhoi oleh para ulama, karena mereka memiliki kelebihan dan

kesempurnaan akal?”. Yahya bin Muadz berkata, “Jika dunia ini seperti

emas latak yang hancur (kayu) sedangkan akhirat adalah gerabah yang

kekal (keramik), niscaya orang bijak akan lebih memilih gerabah yang

kekal daripada emas latak yang pecah. Namun (nyatanya) dunia gerabah

adalah rapuh dan emas latak akhirat adalah abadi. "

Bagi seseorang yang mengetahui bahwa harta akan diserahkan

kepada ahli waris dan akan mengalami kehancuran, zuhudnya harus lebih

kuat dari pada kecintaannya pada kekayaan dan dia lebih memilih untuk

meninggalkan kekayaan daripada mencarinya.39

39
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 56-57.
44

11. Orang alim (orang berilmu) sebaiknya menghindari pekerjaan

(profesi) yang hina menurut watak manusia

dan karakter manusia, atau pekerjaan yang tidak disukai (makruh)

menurut adat istiadat dan hukum Islam, seperti hookup, penyamak kulit,

penukar mata uang, pembuat perhiasan emas, dan sebagainya. 40

12. Menghindari tempat-tempat yang memungkinkan timbulnya

prasangka buruk orang terhadap dirinya, meskipun kemungkinan

itu jauh adanya.

Guru tidak diperbolehkan melakukan apapun yang dapat

merendahkan harga diri (muru'ah) dan sesuatu yang secara alamiah

dianggap jahat, padahal pada kenyataannya hukum diperbolehkan. Jika

ini dilakukan, itu berarti dia membuka dirinya pada posisi yang rawan

tuduhan atau prasangka yang khayalan, dan dapat menyebabkan orang

lain berbuat dosa dengan berdoa kepadanya. Namun jika terpaksa

melakukan perbuatan di atas, karena ada keperluan atau alasan lain, guru

hendaknya menjelaskan hukum, alasan, dan maksud perbuatan tersebut

kepada orang yang mengetahuinya agar tidak membuat orang tersebut

berdosa (dengan prasangka) dan lari; tidak ingin menimba ilmu darinya

lagi.

Karena itu, Nabi Muhammad SAW. berkata kepada dua pria yang

menangkapnya sedang berbicara dengan Shofiyyah lalu mereka segera

pergi: "Hei kamu, jangan terburu-buru pergi, wanita ini adalah

Shofiyyah," lalu dia berkata, "Sesungguhnya setan itu seperti darah yang

40
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 57.
45

mengalir pada manusia. tubuh, itulah mengapa saya khawatir iblis

membisikkan sesuatu yang buruk kepada Anda, karena itu akan

menghancurkan Anda.”41

13. Melaksanakan syiar-syiar Islam dan hukum-hukum zhahir, seperti

shalat berjama’ah di masjid

Bentuk pemeliharaan syiar-syiar Islam dan hukum zahir KH.

Hasyim Asy'ari mencontohkan seperti shalat berjamaah di masjid,

memberi salam kepada siapapun, amar makruf nahi munkar, dan selalu

menanggung penderitaan, teguh dengan kebenaran di hadapan penguasa,

berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT. tanpa takut dikritik, dan

selalu memotivasi diri sendiri dengan firman Allah swt.42:

          
“....dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS.
Luqman:17).43

Kemudian KH. Hasyim Asy’ari menuturkan betapa para Nabi

terdahulu belaku sabar atas penderitaan yang mereka alami dan

pertentangan dari kaumnya sebagaimana kisah Nabi Adam dengan

putranya, Nabi Syits dengan Kaumnya, Nabi Nuh, Hud, dan Shaleh

dengan kaumnya mereka, Nabi Ibrahim dengan Namrud serta

Ayahnya, Nabi Ya’qub dengan putranya Nabi Yusuf dengan

saudaranya, Nabi Ayub dengan musibah penyakit yang dideritanya,


41
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 58.
42
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 58-59.
43
Al-Qur’an [31]: 17.
46

Nabi Musa dengan dengan bani Isralil setelah selamat dari banjir besar,

Nabi Isa dengan Ashabul Maidah, Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi

wasallam dengan kaumnya lalu dengan para sahabat pada perang

Hudaibiyyah dan hari pembagian harta perang, hingga nabi berujar:

‫َلَقْد ُاْو ِذَي ِبَاْكَثَر ِم ْن َهَذ ا َفَص َبَر‬,‫رَِح َم ُهللا َاِخْي ُم ْو َس ى‬

“semoaga Allah merahmati saudaraku Musa, yang telah didera


pelbagai cobaan yang lebih banyak dari ini tapi di selalu sabar.”44

Penerapan sikap sabar sendiri telah dikemukakan oleh Sunbandi

dalam jurnalnya menyebutkan lima kategori yang tercakup dalam

konsep sabar, yaitu: 1) Pengendalian diri: menahan emosi dan

keinginan, berpikir panjang, memaafkan kesalahan, toleransi terhadap

penundaan. 2) Keberanian, bertahan dalam situasi sulit tanpa mengeluh.

3) Ketekunan: ulet, berusaha untuk mencapai tujuan dan mencari solusi

untuk masalah. 4) Terimalah kenyataan pahit dengan ikhlas dan syukur.

5) Sikap tenang, tidak terburu-buru.45

14. Menegakkan sunnah-sunnah, dan membasmi bid’ah-bid’ah.

Menegakkan urusan agama dan kemaslahatan masyarakat.

Memperhatikan masalah agama dan hal-hal yang berkaitan

dengan kemaslahatan umat Islam, sesuai dengan jalan yang dapat

diterima secara syariah, adat dan akhlak. Tidak cukup hanya menjalankan

pekerjaan fisik dan mental yang kekal, tetapi harus memilih yang terbaik

44
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 59.
45
M. A. Subandi, “Sabar: Sebuah konsep psikologi,” Jurnal psikologi 38, no. 2 (2011):
hlm. 225.
47

dan sempurna, karena ulama adalah panutan, rujukan hukum, dan hujatan

Allah SWT. untuk orang biasa. Dan terkadang tanpa sepengetahuan para

ulama, persoalan mereka menjadi sorotan dan teladan bagi orang-orang

yang tidak mereka kenal. Jika orang saleh tidak mempraktekkan ilmunya,

maka orang lain lebih jauh mengambil contoh darinya. Kesalahan kecil

orang-orang saleh menjadi besar karena berdampak negatif bagi

pengikutnya.46

15. Memelihara sunnah-sunnah syari’yyah, baik berupa perkataan,

sperti membaca al-Qur’an, mauapun perbuatan seperti puasa

Seperti membaca Al-Quran dan berdzikir kepada Allah dengan

hati dan lisan. Seperti halnya bacaan doa, dzikir yang diajarkan Nabi

pada siang dan malam, salat, puasa, haji jika bisa, bacaan doa, cinta,

hormat, dan hormat kepada Nabi. dan menjaga akhlak saat mendengar

namanya dan menyebut tradisinya.47

16. Bergaul di tengah masyarakat dengan akhlak-akhlak terpuji

a. KH. Hasyim Asy'ari menyebutkan beberapa contoh karakter yang

baik, diantaranya:

b. Sebuah. Menunjukkan wajah yang bercahaya,

c. Kirim salam,

d. Berikan makanan,

e. Kendalikan amarah,

46
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 60.
47
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 60-61.
48

f. Menjaga orang lain dari hal-hal yang menyakitkan dan mencoba

menahannya,

g. Utamakan orang lain dan tidak ingin menjadi yang pertama,

h. Bersikaplah adil dan tidak menuntut keadilan,

i. Mengucapkan terima kasih atas kebaikan orang lain,

j. saya. Menciptakan suasana nyaman saat bersama orang lain,

k. j. Membantu orang lain mendapatkan keinginan mereka,

l. Tinggalkan kantor untuk memaafkan orang lain,

m. Mencintai yang membutuhkan, tetangga dan kerabat,

n. Berikan cinta, bantuan, dan kebaikan kepada siswa.

o. Ketika melihat bahwa shalat dan taharahnya atau sholat wajib

lainnya tidak sempurna, maka guru harus membimbingnya secara

perlahan dan dengan kasih sayang sebagai sikap Nabi terhadap orang

Badui yang buang air kecil di masjid dan kepada Muawiyah bin al-

Hakam yang berbicara saat shalat.48

Akhlak baik yang dimiliki oleh seorang pendidik akan

membuatnya mudah diterima di berbagai kalangan, baik tua maupun

muda, dalam keluarga maupun di masyarakat, dan akan

memudahkannya untuk mengajak orang pada kebaikan.

Selain itu, pendidik yang memiliki karakter yang baik akan

menjadi panutan bagi anak didik yang mereka asuh. Menurut Ki Hadjar

Dewantara yang dikutip oleh Wardhani dan Wahono dalam jurnalnya

disebutkan bahwa sistem pendidikan merupakan salah satu metode

48
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 61.
49

pengajaran dan pendidikan yang didasarkan pada cinta, asah dan pola

asuh atau pengertian, ngroso nglakoni. Inilah modal awal bagi para guru

untuk menjadi guru teladan. Metode teknik pengajaran ini meliputi

kepala, hati dan panca indera (mendidik kepala, hati, dan tangan).

Keteladanan yang dimiliki oleh seorang guru sebenarnya berarti sesuatu

dari proses pengajaran, hubungan dan interaksi selama proses

pendidikan yang berlangsung di kemudian hari atau di masa yang akan

datang sebagai contoh yang selalu ditiru dan di gugu.49

17. Membersihkan jiwa dan raga dari akhlak tercela, kemudian

menghias diri dengan akhlak-akhlak terpuji.

Begitu banyak karakter tercela yang disebutkan KH. Hasyim

Asy'ari dalam bukunya Adabul Alim Wal Muta'allim diantaranya adalah;

Sebuah. Balas dendam,

b. Iri,

c. Pelanggaran,

d. Marah bukan karena Allah SWT.,

e. Menipu,

f. Sombong,

g. Ingin dipuji (riya '),

h. Banggalah pada dirimu sendiri,


49
Novia Wahyu Wardhani dan Margi Wahono, “Keteladanan Guru Sebagai Penguat
Proses Pendidikan Karakter,” Untirta Civic Education Journal 2, no. 1 (2017): hlm. 59.
50

saya. Ingin dihormati,

j. Pelit,

k. Tidak menghargai kesenangan,

l. Serakah,

m. Gaun dengan gaya,

n. Berebut untuk kekayaan,

Hai. Bersaing dengan cara yang tidak baik,

p. Temukan wajah dengan berkata manis, Bersolek gila agar dilihat

orang,

q. Ingin dipuji untuk sesuatu yang tidak dia lakukan,

r. Buta terhadap aibnya sendiri dan peka terhadap aib orang,

s. Posesif dan fanatik bukan karena Allah SWT,

t. Bergosip,

u. Sebarkan masalah miring,

v. Berbohong, dan meremehkan orang lain.

KH. Akhlak tercela di atas dilarang keras oleh KH. Hasyim Asy'ari

karena semuanya bisa membuka pintu kejahatan lain. Selain itu, pendidik

yang memiliki karakter yang baik akan menjadi panutan bagi anak didik

yang mereka asuh. Menurut Ki Hadjar Dewantara yang dikutip oleh


51

Wardhani dan Wahono dalam jurnalnya disebutkan bahwa sistem

pendidikan adalah suatu metode pengajaran dan pendidikan yang dilandasi

oleh kasih sayang, penajaman dan pola asuh atau pengertian, ngroso

nglakoni. Inilah modal awal bagi para guru untuk menjadi guru teladan.

Metode teknik pengajaran ini meliputi kepala, hati dan panca indera

(mendidik kepala, hati dan tangan). Keteladanan yang dimiliki oleh

seorang guru sebenarnya berarti sesuatu dari proses pengajaran, hubungan

dan interaksi selama proses pendidikan yang berlangsung di kemudian hari

atau di masa yang akan datang sebagai contoh yang selalu ditiru dan

gugu.50

Beberapa ulama dan ahli fiqih yang berhati kotor tidak lolos uji

kualitas tercela, terutama iri hati, kesombongan, ingin dipuji, dan

sombong. Hanya mereka yang mendapat perlindungan dari Allah SWT.

hanya itu yang disimpan.

Untuk menyelamatkan dari segala penyakit KH. Hasyim Asy'ari

menyarankan untuk menggali buku tentang masalah liver (kutub ar-raqaiq)

sebagai obat penyakit liver tersebut. Dan wajib bagi yang ingin

menyucikan hatinya dari penyakit wajib mempelajarinya. Kitab Bidayatul

Hidayah yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali menurut KH. Buku Hasyim

Asy'ari merupakan salah satu kitab kutub ar-raqaiq yang paling bergizi dan

berisi penjelasan yang lebih detail. Balas dendam,

b. Iri,

50
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 62.
52

c. Pelanggaran,

d. Marah bukan karena Allah SWT.,

e. Menipu,

f. Sombong,

g. Ingin dipuji (riya '),

h. Banggalah pada dirimu sendiri,

I. Ingin dihormati,

j. Pelit,

k. Tidak menghormati kesenangan,

l. Serakah,

m. Gaun dengan gaya,

n. Perebutan kekayaan,

Hai. Bersaing dengan cara yang tidak baik,

p. Temukan wajah yang bertuliskan manis, Bersolek gila untuk

dilihat orang,

q. Ingin dipuji untuk sesuatu yang tidak dia lakukan,

r. Buta terhadap aibnya sendiri dan peka terhadap aib orang,

s. Posesif dan fanatik bukan karena Allah SWT,


53

t. Bergosip,

u. Sebarkan masalah miring,

v. Berbohong, dan meremehkan orang lain.

KH. Akhlak tercela di atas dilarang keras oleh KH. Hasyim Asy'ari

karena semuanya bisa membuka pintu kejahatan lain. Selain itu, pendidik

yang memiliki karakter yang baik akan menjadi panutan bagi anak didik

yang mereka asuh. Menurut Ki Hadjar Dewantara yang dikutip oleh

Wardhani dan Wahono dalam jurnalnya disebutkan bahwa sistem

pendidikan adalah metode pengajaran dan pendidikan yang didasarkan

pada kasih sayang, penajaman dan pola asuh atau pengertian, ngroso

nglakoni. Inilah modal awal bagi para guru untuk menjadi guru teladan.

Metode teknik pengajaran ini meliputi kepala, hati dan panca indera

(mendidik kepala, hati dan tangan). Keteladanan yang dimiliki oleh

seorang guru sebenarnya berarti sesuatu dari proses pengajaran, hubungan

dan interaksi selama proses pendidikan yang berlangsung di kemudian hari

atau di masa yang akan datang sebagai contoh yang selalu ditiru dan

menjengkelkan.51 Dalam mengobati penyakit-penyakit hati dan

membangun akhlak yang mulia KH. Hasyim Asyari menuturkan beberapa

obat penyakit-penyakit hati:

a. Sebuah. Ada banyak macam obat berbahaya. Diantaranya adalah

pemikiran bahwa iri hati merupakan bentuk pertentangan terhadap

Allah SWT. karena keputusan-Nya untuk memberikan kesenangan

51
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 62.
54

kepada orang yang iri dan rasa iri itu hanya akan membuat hati lelah

dan tersiksa oleh perasaan-perasaan yang tidak membahayakan orang

yang iri.dengki banyak macamnya. Diantarannya adalah berpikir

bahwa dengki merupakan bentuk penentangan terhadap Allah SWT.

atas keputusaNya memberi nikmat kepada orang yang didengki dan

bahwa dengki hanya akan membuat hati capek serta tersiksa oleh

perasaan yang tidak memberikan dampak bahaya sama sekali kepada

orang yang dengki.

b. Obat kebanggaan, antara lain: senantiasa mengingat bahwa ilmunya,

akal budi, kecerdasannya, ketajaman pikirannya, serta nikmat lain

yang dimilikinya adalah anugerah dari Allah SWT. simpanan yang

harus dijaga dengan baik, dan (mengingat) bahwa Allah sanggup

mencabut nikmat itu darinya dalam sekejap, sebagaimana Dia

bersabda:

     


“Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi
Allah.”(QS. Ibrahim: 20).52

Dalam firmanNya yang lain:

         


 
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang
tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali
orang-orang yang merugi.” (QS.al-A’raf:99).53

52
Al-Qur’an [14]: 20.
53
Al-Qur’an [7]: 99.
55

c. Obat ingin dipuji (riya) adalah mengira bahwa semua makhluk tidak

akan bisa membawa manfaat atau kerugian bagi mereka jika tidak

bersamaan dengan izin Allah. Jadi mengapa menyia-nyiakan

perbuatannya, membahayakan agamanya, dan membunyikan hatinya

karena makhluk nyata tidak memiliki kekuatan menguntungkan dan

merugikan. Selain itu, Allah akan menunjukkan kepada mereka niat

sebuah riya 'dan keburukannya sebagai hadits yang sahih:

‫َم ْن َسَّمَع َسَّمَع ُهللا ِبِه َو َم ْن َر ائ َر ائ ُهللا ِبِه‬

“Barangsiapa yang memperdengarkan amalnya maka Allah


akan memperdengarkan niatnya. Dan bila ia memperlihatkan
amalnya maka Allah pasti memperlihatkan tujuannya.”

d. Obat suka merendahkan orang lain adalah dengan menghayati firman

Allah Ta’ala:

          


.....        

“janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan


yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan
jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.....”(QS. al-Hujurat:11).54

dan firman Allah Ta’ala dalam QS. al Hujurat ayat 13:

54
Al-Qur’an [49]: 11.
56

       


 
          
 
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
al-Hujurat:13).55

Sedangkan dalam QS. an-Najm ayat 32, Allah Ta’ala berfirman:

        


“.....Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. dialah
yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”( QS. an-Najm:
32).56

Mungkin orang yang rendah hati lebih suci hatinya,

perbuatannya lebih baik dan niatnya lebih ikhlas menurut Allah,

seperti ayat berikut ini:

‫اَل َتْح َـَتِقْر ِفي اْلَع ا َلِم ْيَن َاَقَّلُهْم * َفُرَّبَم ا َك اَن اْلَح ِقْيُر َا ُج َّلُهْم‬

“Janganlah kamu hina orang-orang yang rendah ,

Karena bisa jadi orang yang rendah adalah orang yang paling

mulia.”57

Dikatakan bahwa Allah merahasiakan tiga hal dalam tiga cara:

wali-Nya di tengah-tengah hamba-Nya, kesenangan-Nya dalam

55
Al-Qur’an [49]: 13.
56
Al-Qur’an [53]: 32.
57
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 63-65.
57

menaati-Nya, dan murka-Nya karena berbuat dosa terhadap-Nya. Di

antara akhlak yang terpuji adalah meningkatkan taubat, ikhlas, taat,

sabar, bahagia, menerima hadiah dari Allah (Qana'ah), zuhud,

tawakal, penyerahan, kebaikan, kebaikan, kebaikan, kebaikan,

pengampunan, akhlak yang baik, menghargai kebaikan orang,

bersyukur atas nikmat, rahmat pada makhluk Allah, malu kepada

Allah Ta'ala dan manusia, ketakutan, dan harapan. Cinta kepada Allah

Ta'ala adalah akhlak yang sudah mengandung semua sifat terpuji.

Hanya saja realisasi cinta kepada Allah diwujudkan dengan mengikuti

Rasulullah SAW sebagai firman Allah Ta'ala:

        


  

   


“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Ali Imran:31).58

18. Selalu semangat untuk menambah ilmu dan amal dengan sungguh-

sungguh dan ijtihad

Serta senantiasa ikhlas dan istikamah beribadah serta rajin

membaca, menelaah, mengulang ilmu, mengomentari buku yang di baca,

menghafal, berdiskusi, dan mengajarkan ilmu. Guru tidak boleh menyia-

nyiakan waktu selain ilmu dan mengamalkannya kecuali untuk

kebutuhan primer (dlarurah) seperti makan, minum, tidur, istirahat saat

58
Al-Qur’an [3]: 31.
58

bosan, memenuhi hak istri atau tamu, mencari nafkah keluarga, istirahat

karena penyakit atau usia lain yang mengganggu aktivitas. .

Beberapa kiai tidak meninggalkan kegiatan belajarnya ketika

sakit ringan. Mereka mencari obat untuk rasa sakit dengan belajar dan

menyibukkan diri dengan pengetahuan sebaik mungkin. Rasulullah Saw

berkata:

Beberapa kiai tidak meninggalkan kegiatan belajarnya saat

sedang sakit ringan. Mereka mencari obat untuk rasa sakit dengan

mempelajari dan menyibukkan diri dengan pengetahuan terbaik.

Rasulullah SAW berkata:

‫ِاَّنَم ا اَالْع َم ا ُل بالِّنَّيا ِت‬

“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niatnya.”

Ini karena pengetahuan adalah kategori warisan para nabi. Dan

kemuliaan tidak bisa dicapai kecuali dengan usaha keras. Dalam Sahih

Muslin diceritakan bahwa Yahya bin Katsir berkata, "Ilmu tidak bisa

diperoleh dengan bersantai." Dalam hadits juga ada yang mengatakan

bahwa jalan surga dipenuhi dengan hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu.

Berkata dalam sebuah ayat: Beberapa kiai tidak meninggalkan kegiatan

belajarnya ketika sedang sakit ringan. Mereka mencari obat untuk rasa

sakit dengan mempelajari dan menyibukkan diri dengan pengetahuan

terbaik. Rasulullah SAW berkata:

‫* ُتِر ْيُد ْو َن إْد َر اَك الَم َع ا ِلي َر ِخ ْيَص ًة‬


59

‫َو اَل َبَّد ُد ْو َن الَّش ْهِد ِم ْن ِاْبِر الَّنْح ِل‬

“Apakah kamu ingin dapatkan keluhuran derajat dengan murah?


padahal untuk mandapatkan madu kamu harus siap disengat lebah”

Imam Syafi'i bersabda, “Orang yang berilmu wajib berusaha

semaksimal mungkin untuk menambah ilmunya, bersabar dengan segala

kendala dalam belajar, menyerahkan niatnya hanya kepada Allah Ta'ala

dalam menimba ilmu baik dengan menghafal teks dan menganalisis dan

menyimpulkan argumen (istinbat)., dan berharap pertolongan Allah

dalam mencari ilmu”

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ِاْح ِر ْص َع َلى َم ا َيْنَفُعَك َو ا ْسَتِع ْن ِبا ِهلل َتَع اَلى‬

“Semangatlah kamu dalam mencari hal yang bermanfaat bagimu dan


mintalah pertolongan Allah Ta’ala.”59

19. Tidak malu untuk belajar kepada siapa saja, walaupaun statusnya

lebih rendah darinya, baik dari segi jabatan, nasab ataupun usia.

Guru harus memiliki keinginan yang tinggi dalam mencari ilmu

yang berguna dimanapun berada, karena sebenarnya ilmu yang berguna

(wisdom) adalah harta yang hilang milik seorang mukmin, sehingga jika

ia menemukannya dimanapun berada, ia akan mengambilnya.

59
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 66-68.
60

Sa'id bin Jubair berkata, "Seseorang disebut saleh ketika dia

masih belajar. Ketika dia tidak mau belajar dan mengira dia cukup

berkualitas dengan ilmunya, maka dia berarti orang terbodoh yang

pernah ada."

Pepatah Arab berkata:

‫* َو َلْيَس الَع َم ى ُطْو َل الُّسَؤاِل َو ِإَّنَم ا‬

‫َتَم ا َم الَع َم ى ُطْو َل الُّس ُك ْو ِت َع َلى اْلَج ْهِل‬


“Buta bukanlah banyak bertanya, namun sebenar-benar buta
adalah selau diam terhadap kebodohan dirinya.”

Sekelompok ulama salaf biasa belajar dari siswanya sesuatu yang

tidak mereka ketahui. Dan banyak sekali teman yang meriwayatkan

hadits yang mereka dapat dari tabi'in. Dan yang lebih hebat dari semua

itu adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membaca Alquran di

depan Ubay bin Ka'b.

Beliau bersabda:

‫َأَم َرِني ُهللا َأْن َأْقَر َأ َع َلْيَك َلْم َيُك ِن اّلذِيِن َكَفُرواز‬.

“Allah memerintahkanku membacakan kepadmu ayat ‘Lam


Yakunil ladzina kafaru’”

Para ulama menyatakan bahwa tindakan Nabi dimaksudkan untuk

menyampaikan pesan bahwa orang yang lebih mulia tidak perlu ragu

untuk mengambil hikmah dari mereka yang lebih rendah darinya.


61

al-Humaidi, murid Imam Syafi'i berkata, "Saya mengamalkan

Imam as-Syafi'i dari Mekah sampai Mesir. Selama itu saya memperoleh

ilmu yang berguna tentang beberapa hal dan dia juga belajar hadits dari

saya."

Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "as-Syafi'i berkata kepadaku,

'Kamu lebih alim soal hadits daripada aku. Jadi kalau ada hadits yang

menurutmu sah, beritahu aku supaya aku bisa menerimanya (sebagai

bukti)’”60

20. Menyibukan diri dengan mengarang, meringkas, dan menyusun

karangan kalau dia mampu melakukannya.

Ini karena guru didorong untuk memeriksa sifat dari berbagai

disiplin ilmu dan detail pengetahuan yang mereka pelajari, karena

menulis membutuhkan banyak pemeriksaan silang dan verifikasi, review,

dan pembacaan ulang. Menulis, sebagaimana diungkapkan oleh al-

Khotib al-Baghdadi, dapat memperkuat hafalan dan kesedihan, mengasah

kecerdasan, mempercantik ekspresi bahasa, menghadirkan kenangan

indah dan banyak pahala serta nama penulis akan langgeng selamanya.

Sebaiknya guru mengarahkan perhatiannya pada sesuatu yang

dapat berguna dalam lingkungan yang luas dan sangat dibutuhkan.

Hindari ekspresi panjang yang membosankan dan frasa pendek yang

tidak bisa dipahami, dan coba berikan materi yang sesuai untuk setiap

60
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 68-70.
62

jenis esai. Jangan terbitkan esai Anda sampai proses pengeditan, review,

dan pengeditan selesai.

Beberapa orang saat ini menolak karya baik dalam bentuk

karangan maupun koleksi, padahal karya tersebut merupakan karya orang

yang jelas ahli dan dikenal luas. Tidak ada dasar untuk penolakan kecuali

hanya akan menimbulkan persaingan di antara orang-orang yang

berpengetahuan. Seseorang yang menaruh tinta di atas kertas untuk

menulis apa yang dia inginkan, puisi, cerita yang diperbolehkan atau

apapun itu, tidak ada yang menolak karyanya. Apalagi jika ada yang

menulis tentang ilmu syariah dan ilmu-ilmu yang bermanfaat, maka tidak

boleh ditolak. Adapun seseorang yang tidak memiliki ilmu yang

mumpuni untuk menulis sesuatu, maka penolakan karyanya harus

dilakukan karena mengandung ketidaktahuan dan tipu daya terhadap

orang yang mempelajarinya. Bagaimanapun, penulis kebohongan itu

membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak dia kuasai, dan dia

telah meninggalkan upaya untuk memperkuat keahliannya yang

seharusnya dia lakukan sebelum menulis esai.61

C. Analisis Akhlak peserta didik dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim

Mahasiswa adalah orang-orang yang belum dewasa dan sedang dalam

masa perkembangan menuju kematangannya masing-masing. Hakikat siswa

adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan akan pengetahuan, sikap dan

61
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, 70–71.
63

perilaku, karena siswa merupakan anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensinya melalui proses pembelajaran.62

Dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim dipaparkan ada sepuluh

tata krama seorang peserta didik Secara lebih rinci terurai sebagai berikut:

1. Seorang peserta didik hendaknya membersihkan hati dari segala hal

yang dapat mengotorinya

Diantara penyakit hati yang dikemukakan oleh KH. Hasyim

Asy’ari yang harus dibersihkan seperti;

a. Dendam

b. Dengki

c. Keyakinan yang sesat

d. Perangai yang buruk

Pembersihan dari penyakit-penyakit tersebut dimaksudkan agar

jantung mudah memperoleh ilmu, menghafalnya, mengetahui

permasalahan yang kompleks dan memahaminya.63

2. Hendaknya memiliki niat yang baik dalam mencari ilmu

Akhlak pribadi seorang peserta didik yang kedua adalah memiliki

niat yang baik dalam mencari ilmu diantara niat-niat itu adalah;

a. Bermaksud mendapatkan rida Allah

b. Mengamalkan ilmu

62
M Ramli, “HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK,” t.t., hlm. 61.
63
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 19.
64

c. Menghidupkan syariat Islam,

d. Menerangi hati dan mengindahkannya,

e. Mendekatkan diri kepada Allah.

KH. Hasyim Asy'ari juga melarang santri untuk tidak niat buruk

dalam belajar, yaitu berniat hanya untuk mendapatkan kepentingan

duniawi seperti;

a. Mendapatkan kepemimpinan

b. Mendapatkan pangkat

c. Mendapatkan harta

d. Menyombongkan diri di hadapan orang

e. Agar orang lain hormat kepadanya.

Hal tersebut sejalan dengan perkataan Imam Al Ghazali yang

dikutip oleh Aliyyah dalam tesisnya yang mengatakan bahwa seorang

pencari ilmu harus memiliki niat baik yang tertanam di dalam hatinya.

Bukan untuk mencari popularitas, kebanggaan dan menarik simpati dari

banyak kalangan. Karena itu hal yang hina yaitu menukar kebahagiaan

abadi di akhirat dengan kebahagiaan di dunia.64

Jadi, tidak ada tujuan lain dalam mencari pengetahuan kecuali

ingin mendapatkan petunjuk kebenaran, yang menyanyikan dan

membimbing orang-orang dalam perjalanan mereka menuju akhirat.

64
Aliyyah, “Analisis Pendidikan Karakter Dalam Kitab Ta’limul Muta’alim Dan Kitab
Bidayatul Hidayah Serta Relevansinya Dengan Program Pendidikan Karakter Di Indonesia,” hlm.
78.
65

Sangat beruntung bagi orang-orang yang mendapatkan hadiah tak ternilai

itu dari Essence yang sangat welas asih dan welas asih.65

3. Hendaknya segera mepergunakan masa muda dan umurnya untuk

memperoleh ilmu

Siswa dituntut pandai mengatur waktu, tanpa terkecoh dengan

rayuan “menunda-nunda” dan “merindukan mimpi”, karena setiap detik

yang terlewat sejak usia tidak akan tergantikan. Seorang siswa harus

memutuskan sebanyak mungkin urusan yang sibuk dan menghambat

pembelajarannya dari kesempurnaan dan kekuatan keseriusan dan

keseriusan menghasilkan pengetahuan, karena semua itu merupakan faktor

yang menghambat pencarian pengetahuan.66 Dari sini dapat terlihat betapa

KH. Hasyim Asy’ari menghendaki untuk para peserta didik agar

senantiasa selalu menghargai waktu dengan memanajemen waktu dengan

sebaik-baiknya, serta memutuskan semua urusan-urusan yang

menyibukan dan menghalanginya dalam belajar. Dan dengan individu

peserta didik melakukan usaha cara belajar yang efektif akan mencapai

tujuan belajar yaitu tercapainya prestasi belajar sesuai yang diharapkan.67

4. Menerima sandang pangan apa adanya

Pada poin keempat ini, KH. Hasyim Asy'ari berpesan kepada santri

untuk hidup dengan kesederhanaan dan kesabaran karena kesabaran

65
Khatib, cara memperoleh hidayah Allah meraih puncak mkrifat KITAB BIDAYATUL
HIDAYAH, hlm. 57.
66
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 19-20.
67
Veta Lidya Delimah Pasaribu dkk., “Penggunaan Manajemen Waktu Terhadap
Peningkatan Prestasi Belajar Di SMP Araisiyah,” Jurnal ABDIMAS Tri Dharma Manajemen 1, no.
1 (2020): hlm. 7.
66

dengan kelimpahan hidup akan membawa ilmu yang luas, fokus pada hati

berbagai mimpi, dan berbagai hikmah yang dapat ditularkan dari

sumbernya. Imam as-Syafi'i mengatakan, orang yang mencari ilmu yang

luhur dan mewah tidak akan berbahagia. Tetapi yang berbahagia adalah

orang yang mencari ilmu dengan hati, kesulitan hidup, dan khidmah dari

ulama.68

5. Pandai membagi waktu dan memanfaatkan sisa umur yang paling

berharga itu.

Selanjutnya KH. Hasyim Asy’ari memberikan kiat-kiat dalam

membagi waktu dalam belajar beliau membngatakan;

a. Waktu yang paling baik untuk hafalan adalah waktu sahur

b. Dan waktu untuk pendalaman pagi buta

c. Waktu utuk menulis tengah hari,

d. Waktu untuk belajar serta mengulangi pelajaran waktu malam.

e. Dan tempat yang paling baik untuk menghafal adalah kamar dan

tempat-tempat yang jauh dari gangguan.

f. Dan tidak disarankan melakukan hafalan di depan tanaman.

Tumbuhan, sungai, dan tempat yang ramai.

6. Makan dan minum sedikit

Akhlak pribadi seorang siswa kemudian dituntut agar siswa makan

dan minum sedikit karena kenyang hanya akan menghalangi beribadah dan

membuat kamu merasa sulit untuk belajar. Diantara manfaat makan sedikit

68
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 20.
67

adalah tubuh yang sehat dan terhindar dari penyakit akibat makan dan

minum yang banyak, seperti kata pepatah:

‫َفِإ َّن الَّد َأ أْكَثُر َم ا َتَر اُه * َيُك ْو ُن ِم َن الَّطَع اِم َاِو الَّش َر اِب‬

“Sesungguhnya penyakit yang paling banyak engkau ketahui

Berasal dari makanan atau minuman.”

Hati dikatakan sehat jika bersih dari kesewenang-wenangan dan

kesombongan. Tidak ada satupun orang suci, pendeta, dan ulama

terpilih yang memiliki ciri atau ciri atau dipuji dengan makan banyak.

Yang dipuji karena banyak makan adalah hewan yang tidak berakal dan

hanya siap untuk bekerja.69

7. Bersikap wara’ (menjahui perkara uanng syubhat alias tidak jelas

halal-haramnya) dan berhati-hati dalam segala hal.

Memilih barang yang halal seperti makanan, minuman, sandang,

papan, dan segala kebutuhan hidup agar hatinya cerah dan mudah

menerima cahaya ilmu dan manfaatnya. Seorang siswa hendaknya

menggunakan hukum pertolongan (rukhsah) pada tempatnya, yaitu bila

ada kebutuhan dan sebab yang didapat. Faktanya, Allag senang ketika

hukum rukhsah-Nya dijalankan, seperti yang disukai Allah ketika hukum

'azimah-Nya (hukum sebelum muncul karena rukhsah) dijalankan.70

69
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm .20-21.
70
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 21.
68

8. Meminimalisir penggunaan makanan yang menjadi penyebab

bebalnya otak dan lemahnya panca indera

KH. Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa makanan menyebabkan

otak mati rasa dan indra lemah seperti; 1) apel asam, 2) kacang hijau, 3)

cuka. Dan makanan yang dapat meningkatkan dahak (balgham) yang

memperlambat kinerja otak dan memperburuk kondisi tubuh, seperti susu

dan ikan yang berlebihan. Dan seorang siswa hendaknya menjauhi hal-hal

yang menyebabkan lupa seperti; 1) memakan sisa-sisa tikus, 2) membaca

kuburan, 3) masuk di antara dua ekor unta secara berdampingan, 4) dan

menyingkirkan kutu hidup-hidup.71

9. Meminimalisir tidur selama tidak berefek bahaya pada kodisi tubuh

dan kecerdasan otak

Selain itu, mahasiswa dituntut pandai membagi waktu tidur,

istirahat dan refreshing bila diperlukan. KH. Hasyium Asy'ari mengatakan

“jangan menambah jam tidur siang dan malam lebih dari delapan jam.

Bisa kurang dari itu asalkan tubuh cukup kuat. Bolehlah mengistirahatkan

tubuh, hati, pikiran, dan mata jika lelah dan merasa lemas dengan pergi ke

tempat rekreasi jika bisa kembali ke kondisi anda (fresh).” 72

10. Meninggalkan pergaulan yang tidak mendewasakan diri dan jika dia

menjadi teman hendaknya menjadi teman yang baik

71
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 22.
72
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 22.
69

KH. Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa seorang pencari ilmu

harus meninggalkan pergaulannya, terutama pergaulan dengan jenis lain

dan bila pergaulan lebih main-main dan tidak mendewasakan pikirannya.

Karakter manusia ibarat pencuri ulung (cepat meniru perilaku orang lain)

dan efek pergaulan adalah ketidakbergunaan usia dan hilangnya agama

saat bergaul dengan orang yang bukan ahli agama.

Jika seorang mahasiswa membutuhkan orang lain yang bisa

bersamanya, maka ia harus bersahabat baik, kuat dalam agama, alim, wara

', berhati bersih, baik hati, baik hati (muru'ah), dan tidak banyak konflik. :

jika temannya dia lupa mengingatkan dan ketika dia sadar maka dia

membantunya. 73

D. Relevansinya dengan Dunia Pendidikan dan Kehidupan Saat Ini

1. Relevansi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Akhlak Pendidik

dengan Konteks Pendidikan Masa Sekarang

Didalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal

1 UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan dimaknai sebagai, “usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. 74

73
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 22-23.
74
“2019_11_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf,” diakses 16 Maret
2021,https://pusdiklat.perpusnas.go.id/public/media/regulasi/2019/11/12/2019_11_12-
03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf.
70

Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan menurut Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional (sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3), adalah untuk “mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan bangsa. Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung

jawab.” 75

Jika dicermati, substansi dan nilai pendidikan yang terkandung

dalam Akhlak Pendidik yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy'ari

memiliki keterkaitan yang kuat dengan konsepsi dan cita-cita pendidikan

nasional saat ini. Kita bisa melihat dengan jelas, misalnya dalam tinjauan

fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas, yang tidak lain adalah

pembentukan watak dan peradaban bangsa agar menjadi manusia

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak

mulia menempati prioritas utama. Karena dengan bekal itu seseorang

akan bisa berbuat banyak dan tentunya yang terbaik untuk kemaslahatan

bangsa dan negaranya, tidak hanya untuk memenuhi kepentingannya

sendiri yang seringkali menghalalkan segala cara.

Dengan kata lain, manusia dengan kemampuan intelektual yang

tinggi (kecerdasan kognitif) tidak menjamin dapat melakukan yang

terbaik dengan kemampuan intelektualnya untuk kemaslahatan bangsa

75
“2019_11_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf.”
71

dan negaranya jika tidak dilandasi keimanan dan pengabdian kepada

Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak yang mulia.

Asumsi ini juga yang mendasari konsep KH. Hasyim Asy'ari

yang mengemukakan bahwa hakikat fungsi dan tujuan pendidikan adalah

membentuk watak dan kepribadian manusia sesuai dengan fitrahnya

sebagai hamba Allah sekaligus Khalifah-Nya di muka bumi, guna

mencapai kebahagiaan di dunia ini dan akhirat. Oleh karena itu, KH.

Hasyim Asy'ari selalu berusaha membangun konsepnya di atas landasan

ajaran agama dan akhlak yang luhur.

Selain itu konsep yang dikemukakan KH. Hasyim Asy'ari tidak

pernah lepas dari kristalisasi pemahamannya tentang konsep kebangsaan

(keindonesiaan). Dalam hal ini, ia dikenal luas sebagai sosok yang sangat

memahami dan menghargai tradisi-tradisi, termasuk tradisi lokal. Dengan

demikian, jelaslah bahwa konsep pendidikan berbasis ajaran agama,

tradisi dan akhlak mulia yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari

memiliki relevansi yang cukup kuat dengan cita-cita pendidikan nasional

yang begitu menidealkan agar peserta didik dapat secara aktif

mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

dan keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya sendiri, masyarakat,

bangsa, dan negara.

Terkait kompetensi dan pedagogik dan keilmuan misalnya, KH.

Hasyim Asy'ari dalam kitabnya menyatakan kewajiban bagi guru untuk


72

selalu berusaha meningkatkan kecerdasan dan mengembangkan wawasan

serta aktualisasi diri. Selain itu, hal penting yang harus diupayakan oleh

seorang guru dalam upaya meningkatkan kompetensi ilmiahnya adalah

meluangkan waktu untuk kegiatan menulis. 76 Dalam menjalankan fungsi

dan tugasnya: guru harus memiliki persiapan yang matang, baik secara

mental maupun konseptual, terkait materi yang akan diajarkan;

menguasai metode pembelajaran; menciptakan suasana belajar yang

sehat dan kondusif; memahami kondisi siswa; perlakukan siswa dengan

kesabaran dan kasih sayang, sebagaimana dia memperlakukan anak-

anaknya sendiri; memiliki kepedulian dan simpati terhadap masalah atau

kesulitan yang dihadapi siswa; membangun kekompakan dan

kebersamaan antar siswa; melakukan pelatihan dan evaluasi hasil belajar;

dan lain-lain.

Kemudian terkait kompetensi kepribadian guru, KH. Hasyim

Asy'ari menjelaskan bahwa seorang guru dituntut untuk selalu

mendekatkan diri kepada Allah (muraqabah); tidak melakukan hal-hal

yang mengundang murka Tuhan sebagai bentuk rasa takut kepada Allah

(khauf); tenang (sakinah) dan hati-hati (wara') dalam setiap langkah dan

tindakan yang dilakukan; fokus dan konsentrasi (khusyu') dalam

melaksanakan tugas; selalu dibimbing oleh petunjuk Allah dalam setiap

masalah yang dihadapi; bersikap ikhlas, zuhud, dan tidak menjadikan

ilmunya sebagai alat untuk menghasilkan keuntungan duniawi; menjaga

76
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 70.
73

martabat dan harga diri; memiliki kesabaran untuk berjuang dan

menghadapi berbagai tantangan; dan lain-lain.

Sedangkan untuk kompetensi sosial, KH. Hasyim Asy'ari antara

lain menjelaskan bahwa guru harus mampu bergaul di tengah

masyarakatnya dengan akhlak terpuji seperti ramah, menebar salam,

berbagi makanan, membuang sifat emosional (egois), tidak menyakiti

orang lain, tidak berhati berat dalam memberikan penghargaan seperti

tidak menuntut dihargai, pandai bersyukur (berterima kasih), selalu

berusaha memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, bersikap

lembut kepada yang orang fakir (miskin), mencintai para tetangga dan

kerabat.

Sedangkan tentang kompetensi profesional, KH. Hasyim Asy'ari

menjelaskan, guru harus terlebih dahulu memiliki kesiapan yang matang,

baik secara mental maupun konseptual terkait tugas yang diembannya

sebagai guru dan pendidik. Penyiapan mental guru dilaksanakan antara

lain dengan membangun niat dan tujuan yang luhur yaitu mencari ridha

Allah Swt, mengamalkan ilmu pengetahuan, menghidupkan syiar dan

ajaran Islam, menjelaskan kebenaran dan kebatilan, menyejahterakan

kehidupan umat (sumber daya manusia), serta demi meraih pahala dan

berkah ilmu pengetahuan.

Selain itu, dalam beberapa pemaparannya, KH. Hasyim Asy'ari

menyampaikan pandangannya yang menurut penulis cukup progresif.

Kemajuan pemikiran KH. Hasyim Asy'ari dalam arti memiliki keluwesan


74

dan tidak menutup diri dari tradisi atau pengaruh apapun dari

perkembangan zaman. Oleh karena itu, guru yang “progresif” adalah

guru yang tidak pernah berhenti belajar dari sumber manapun untuk

mengaktualisasikan dirinya dan berusaha untuk terus mengembangkan

ilmu dan wawasannya. Karena ketika seorang guru merasa dirinya adalah

yang terpintar dan karena itu dia berhenti belajar, sebenarnya dia telah

menjadi orang yang sangat bodoh. Demikian disampaikan KH. Hasyim

Asy'ari dalam bukunya mengutip pernyataan As-Syafi'i dan Sa'id bin

Jubair “Wajib jika seorang 'alim (guru) mencurahkan segenap keikhlasan

(usahanya) untuk menambah ilmu. Seseorang akan diperhatikan. 'alim

(guru) selama dia masih belajar, dan jika dia pergi karena dia memiliki

cukup ilmu yang dia miliki, pada saat itu dia telah menjadi orang yang

sangat bodoh ".77

Selain itu, untuk mengembangkan diri dan ilmunya dalam

menjawab situasi dan permasalahan yang berkembang, seorang guru

dituntut untuk produktif dalam mengungkapkan gagasan melalui forum

diskusi, menulis buku, atau kegiatan ilmiah lainnya. Dalam salah satu

penjelasannya, KH. Hasyim Asy'ari menyatakan: “Seorang guru

hendaknya selalu berusaha meningkatkan ilmu (wawasan) dan amal

(aktualisasi diri), yaitu melalui keikhlasan dalam melaksanakan ijtihad,

muthala'ah (mendaras), mudzakarah (merefleksikan), ta'liq ( membuat

catatan.), menghafal, dan berdiskusi (berdiskusi) Seorang guru juga perlu

menghabiskan sebagian waktunya untuk menulis, kegiatan menulis ini

77
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 68-69.
75

sangat penting bagi seorang 'alim (guru), karena akan semakin mengasah

ketajaman dan kematangan intelektualnya....78

Dengan demikian, konsep KH. Hasyim Asy'ari tentang Akhlak

Pendidik memiliki relevansi yang kuat dengan konteks pendidikan saat

ini, apalagi jika dikaitkan dengan profil guru ideal yang dirumuskan

dalam PP No. Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Padahal, dalam

menjelaskan konsep guru, KH. Hasyim Asy'ari berpendapat bahwa guru

(ahli ilmu) dengan tugas dan fungsinya sebagai pendidik sebenarnya

adalah pewaris tugas para Nabi. Karena para Nabi diutus oleh Allah

untuk mendidik umat manusia. Oleh karena itu, dalam menjalankan

peran dan tugasnya, seorang guru dituntut memiliki jiwa profetik beserta

seperangkat etika yang terintegrasi di dalamnya guna mencapai tujuan

dan cita-cita pendidikan yang esensial.

2. Relevansi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Akhlak Peserta

Didik dengan Program pendidikan karakter di Indonesia.

Pembangunan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan

nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyebutkan bahwa salah

satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta

didik yang berakhlak mulia, berkepribadian dan berakhlak mulia.

Amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003

bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk manusia Indonesia

yang cerdas, tetapi juga memiliki kepribadian atau karakter, sehingga

78
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar, hlm. 68.
76

generasi penerus bangsa akan tumbuh dan berkembang dengan karakter

yang menghirup nilai-nilai luhur bangsa dan agama.79

Pada 16 September 2017, Presiden Joko Widodo telah

menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017

tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Dalam Peraturan Presiden ini

disebutkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya

disingkat PPK adalah gerakan pendidikan yang menjadi tanggung jawab

satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui

harmonisasi hati (etika), perasaan (estetika), pemikiran ( literasi), dan

olahraga (kinestetik) dengan keterlibatan dan kerjasama antara satuan

pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan

Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Pasal 3 Perpres tersebut menyatakan bahwa “PPK dilaksanakan

dengan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan

karakter, terutama meliputi nilai-nilai agama, kejujuran, toleransi,

disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,

semangat kebangsaan, cinta tanah. .air, menghargai prestasi, komunikatif,

cinta damai, suka membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

bertanggung jawab, ”. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan,”80 bunyi Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun

2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna

H. Laoly pada 16 September 2017 itu.

79
“2019_11_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf.”
80
“Perpres_Nomor_87_Tahun_2017.pdf,” diakses 16 Maret 2021, https://setkab.go.id/wp-
content/uploads/2017/09/Perpres_Nomor_87_Tahun_2017.pdf.
77

Dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim terdapat 10 nilai

pendidikan karakter diantaranya adalah 1) Membersihkan hati dari segala

yang dapat mengotori seperti; dendam, dengki, keyakinan yang sesat, dan

perangai yang buruk, 2) Memiliki niat yang baik, 3) Menggunakan masa

muda untuk mencari ilmu, 4) Menerima saandang pangan apa adanya, 5)

Pandai membagi waktu dan memanfaatkan umur untuk sesuatu yang

berharga, 6) Makan dan minum sedikit, 7) Bersikap Wara’, 8)

Meminimalisir makanan yang dapat memperlambat kinerja otak dan hal-

hal yang menyebabkan lupa, 9) Meminimalisir tidur, 10) Meninggalkan

pergaulan yang banyak main-main. Relevansi nilai-nilai pendidikan

karakter Dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim dengan Pendidikan

Karakter di Indonesia dapat disimpulkan dalam Tabel di bawah ini:

Relevansi nilai-nilai pendidikan karakter Dalam kitab Adabul

‘Alim wal Muta’allim

No Nilai-nilai Pendidikan Nilai-Nilai Pendidikan


karakter pada Kitab Adabul ‘Alim wal Karakter
Muta’allim di Indonesia
1 Membersihkan hati dari segala yang dapat Nilai Religius, Nilai
mengotori seperti; dendam, dengki, Toleransi, Nilai Peduli
keyakinan yang sesat, dan perangai yang Sosial,Nilai Cinta tanah
buruk. air, Nilai cinta damai,
Nilai demokratis
2 Memiliki niat yang baik Karakter religius
3 Menggunakan masa muda untuk mencari Nilai Peduli Sosial,
ilmu Nilai Cinta tanah air.
4 Menerima saandang pangan apa adanya Nilai Religius, Nilai
mandiri
5 Pandai membagi waktu dan memanfaatkan Karakter disiplin dan
umur untuk sesuatu yang berharga tanggung jawab.
6 Makan dan minum sedikit Karakter religius,
bergaya hidup sehat
7 Bersikap Wara’ Nilai Religius, Nilai
78

Jujur.
8 Meminimalisir makanan yang dapat Nilai Religius, Nilai
memperlambat kinerja otak dan hal-hal yang Jujur.
menyebabkan lupa
9 Meminimalisir tidur Nilai Religius, Nilai
Jujur. Nilai kerja keras
10 Meninggalkan pergaulan yang banyak main- Nilai Religius, Nilai
main Jujur. Nilai Bersahabat/
komunikatif

Dari keseluruhan nilai karakter di Indonesia yang meliputi:

karakter religius, kejujuran, tanggung jawab, gaya hidup sehat, disiplin,

kerja keras, percaya diri, jiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif dan

inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu , sadar akan hak dan kewajiban

diri sendiri dan orang lain, taat pada aturan, menghargai pekerjaan dan

prestasi orang lain, santun, demokratis, berkarakter terkait lingkungan,

nilai-nilai kebangsaan, analisis kebangsaan, dan menjunjung tinggi

kebhinekaan, ditemukan adanya Ada 11 nilai karakter di Indonesia yang

relevan dengan pendidikan moral peserta didik dalam buku Adabul 'Alim

Wal Muta'allim meliputi: karakter religius, disiplin, ramah / komunikatif,

cinta damai, toleransi, kejujuran, demokrasi, tanggung jawab, kepedulian

sosial, kemandirian, dan kerja keras.


79

BAB V

KESIMPULA DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah dilakukan, maka

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. 1. Adapun akhlak pribadi seorang pendidik yang terdapat dalam kitab

Adabul 'Alim wal Muta'allim disebutkan ada dua puluh Akhlak yang harus

dimiliki oleh guru / pendidik, yaitu 1) Menjadi muraqabah, perasaan selalu

diawasi oleh Tuhan baik sendiri maupun bersama orang lain, 2) Bersikap

khauf dan khasyyah kepada Allah dalam segala geraknya, diam, berkata

dan berbuat, 3) Yakin, (selalu tenang), 4) Jadilah wara ', jaga hal-hal yang

bersifat syubhat, Khususnya haram, 5) Bersikap tawadhu ', Rendah hati, 6)

Berbakti, berserah diri kepada Allah, 7) Menjadi tawakkaal, yaitu

menggantungkan segala urusan kepada Allah, 8) Tidak menjadikan ilmu

sebagai tangga atau batu loncatan untuk mencapai duniawi tujuan, 9)


80

Tidak meninggikan pecinta dunia, sebaliknya, harus menjunjung tinggi

ilmu dan tidak menghina ilmu, 10) Bersikap zuhud (berbalik menuju

dunia, tidak mencintai) terhadap dunia dan menjadi qana'ah untuk apa

adanya. Diberikan oleh Allah, 11) Orang saleh (berilmu) semua lebih baik

hindari pekerjaan (profesi) yang hina le menurut fitrah manusia, 12)

Menghindari tempat-tempat yang memungkinkan orang berprasangka

buruk terhadapnya, meskipun kemungkinannya jauh, 13) Menjalankan

tradisi Islam dan hukum zahir, seperti shalat berjamaah 'ah di masjid 14)

Menjunjung tinggi sunnah, dan memberantas bid'ah-bid'ah. Menjunjung

tinggi urusan agama dan kemaslahatan masyarakat, 15) Menjaga sunnah

syari'yyah, baik berupa perkataan, seperti membaca Alquran, maupun

perbuatan seperti puasa, 16) Bergaul dalam masyarakat dengan akhlak

terpuji, 17 Membersihkan jiwa dan raga dari akhlak tercela, lalu menghiasi

diri dengan akhlak terpuji, 18) Senantiasa memiliki semangat untuk

menambah ilmu dan beramal dengan sungguh-sungguh dan ijtihad, 19)

Jangan malu belajar dari siapapun, padahal statusnya adalah lebih rendah

dari dia, baik dari segi jabatan, garis keturunan atau umur, 20) Sibukkan

diri dengan mengarang, meringkas, dan menyusun karangan jika mampu.

2. 2. Ada sepuluh akhlak santri dalam kitab Adabul Alim Wal Muta'allim,

yaitu; 1) Membersihkan hati dari segala hal yang dapat mencemari seperti;

balas dendam, iri hati, kepercayaan sesat, dan temperamen buruk, 2)

Memiliki niat baik, 3) Memanfaatkan masa muda untuk mencari ilmu, 4)

Menerima makanan apa adanya, 5) Pandai membagi waktu dan

menggunakan usia untuk sesuatu yang berharga, 6) Makan dan minum


81

sedikit, 7) Berhati-hatilah, 8) Minimalkan makanan yang dapat

memperlambat kinerja otak dan hal-hal yang menyebabkan kelupaan, 9)

Minimalkan tidur, 10) Tinggalkan asosiasi yang menyenangkan.

3. Relevansi akhlak pendidik dan peserta didik dalam kitab Adabul ‘Alim

wal Muta’allim dengan dunia pendidikan saat ini

a) a) Akhlak pendidik yang dirumuskan oleh KH. M. Hasyim Asy'ari jika

dikaitkan dengan konteks pendidikan di Indonesia saat ini, beserta

berbagai permasalahan yang dihadapi, memiliki tingkat relevansi yang

cukup signifikan, terutama dalam upaya mewujudkan cita-cita dan

tujuan pendidikan nasional. Salah satu maksud dan tujuan tersebut

adalah untuk menetapkan 4 (empat) jenis kompetensi yang dibutuhkan

bagi guru profesional, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dan PP No. Nomor 74 Tahun

2008 tentang Guru, yang meliputi: 1) kompetensi pedagogik, 2)

kompetensi kepribadian, 3) kompetensi sosial, dan 4) kompetensi

profesional.

b) b) Dari keseluruhan nilai karakter di Indonesia yang meliputi: karakter

religius, kejujuran, tanggung jawab, gaya hidup sehat, disiplin, kerja

keras, percaya diri, jiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif dan

inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu, sadar akan hak dan kewajiban

diri sendiri dan orang lain, mentaati aturan, menghormati pekerjaan

dan prestasi orang lain, santun, demokratis, berkarakter lingkungan,

nilai-nilai kebangsaan, analisis kebangsaan, dan menjunjung tinggi

keberagaman, ditemukan adanya 11 nilai karakter di Indonesia. Yang


82

relevan dengan pendidikan akhlak santri dalam kitab Adabul 'Alim

Wal Muta'allim antara lain: Karakter religius, Disiplin, Ramah /

komunikatif, cinta damai, toleransi, kejujuran, demokrasi, tanggung

jawab, kepedulian sosial, kemandirian, dan kera kerja.

B. Saran

1. Bagi pendidik

Dari kajian Akhlak Pendidik dan Siswa diharapkan menjadi wacana bagi

para pendidik, baik orang tua maupun guru dalam membina moral anak

muda sehingga tujuan pendidikan Islam untuk membentuk manusia dapat

terwujud. Dalam pembentukan karakter, seorang pendidik diharapkan

tidak hanya menyampaikan nilai-nilai etika atau moral, tetapi harus

mampu menanamkan nilai-nilai etika tersebut pada jiwa remaja agar

senantiasa mewarnai perilaku kesehariannya. (karakter yang tertanam

dalam jiwa). Selain itu keteladanan dari pendidik sangat diperlukan karena

peserta didik membutuhkan sosok yang baik.

2. Bagi lembaga pendidikan

Lembaga pendidikan yang menjadi tempat belajar remaja diharapkan lebih

bijak dalam menumbuhkan etika remaja, misalnya dengan

mengembangkan kebijakan yang mengarah pada pembentukan lingkungan

sekolah yang Islami dan dinamis dengan mengacu pada Alquran dan

Hadist.

3. Bagi masyarakat
83

Peran masyarakat juga sangat penting dalam perkembangan moral remaja.

Masyarakat hendaknya bijak dalam memperhatikan bakat dan potensi

remaja serta memanfaatkannya sebaik-baiknya, agar remaja menjadi

berguna di masyarakat dan ikut membangun akhlak dengan menjadi

panutan yang baik bagi mereka.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian yang penulis sajikan disini masih jauh dari sempurna

karena keterbatasan pengetahuan dan sumber daya yang penulis gunakan.

Oleh karena itu, penulis berharap ada peneliti baru untuk menindaklanjuti

penelitian tentang Analisis Kitab Adabul Alim Wal Muta'allim tentang

Akhlak Pendidik dan Murid oleh KH. Hasyim Asy'ari.


84

DAFTAR PUSTAKA

“2019_11_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf.” Diakses 16
Maret2021.
https://pusdiklat.perpusnas.go.id/public/media/regulasi/2019/11/12/2019_1
1_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf.
Albasthomi, M. Yazid, Muhammad Hanif, dan Dzulfikar Rodafi.
“KARAKTERISTIK GURU IDEAL DALAM KITAB ADABUL ALIM
WAL MUTA’ALLIM DAN RLEVANSINYA DENGAN UNDANG-
UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN 2005.” Vicratina:
Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 4 (2020): 38–48.
ALIANI, SYAHRUL ODE. “ETIKA PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF AL-
QUR’AN,” 2018.
Aliyyah, Aliyyah. “Analisis Pendidikan Karakter Dalam Kitab Ta’limul
Muta’alim Dan Kitab Bidayatul Hidayah Serta Relevansinya Dengan
Program Pendidikan Karakter Di Indonesia.” PhD Thesis, UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2019.
Departemen Agama RI. AL-HIKMAH Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung:
CV. Penerbit Diponegoro, 2010.
Fadli, Muhammad Rijal, dan Ajat Sudrajat. “Keislaman Dan Kebangsaan: Telaah
Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari.” Khazanah: Jurnal Studi Islam dan
Humaniora 18, no. 1 (2020): 109–130.
Habibah, Syarifah. “Akhlak Dan Etika Dalam Islam.” Jurnal Pesona Dasar 1, no.
4 (2015).
Ihsan, H. Fuad. Dasar-dasar kependidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1997.
Kasan, Tholib. Dasar-dasar pendidikan. Cet. 3. Jakarta: Studia Press, 2009.
Khatib, Imam Al-Ghazali Penyunting Muhammad. cara memperoleh hidayah
Allah meraih puncak mkrifat KITAB BIDAYATUL HIDAYAH. Mitrapres
studio, 2013.
Khatibah, Khatibah. “Penelitian kepustakaan.” Iqra’: Jurnal Perpustakaan dan
Informasi 5, no. 01 (2011): 36–39.
Kosim, Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun (Kritis, Humanis
dan Religius). Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012.
Mardalis. Metode penelitian: suatu pendekatan proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
“Menengok Isi Kitab Adab Al-Alim wal Muta’allim Karya KH Hasyim Asy’ari,”
12 Mei 2020. https://www.nu.or.id/post/read/119954/menengok-isi-kitab-
adab-al-alim-wal-muta-allim-karya-kh-hasyim-asy-ari.
85

MUNAWAROH, SITI SYAMSIATUM. “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM


DALAM SIKAP WARA’(Telaah Kitab Riyadhu Al-Shalihin Karya Imam
An-Nawawi).” PhD Thesis, UIN Raden Intan Lampung, 2019.
Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung: 2007, Pustaka Setia.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.
Online, Tebuireng. “Biografi Lengkap KH. M. Hasyim Asy’ari.” Tebuireng
Online (blog). Diakses 11 Februari 2021. https://tebuireng.online/biografi-
lengkap-kh-m-hasyim-asyari/.
Pasaribu, Veta Lidya Delimah, Risza Putri Elburdah, Eko Sudarso, dan Gina
Fauziah. “Penggunaan Manajemen Waktu Terhadap Peningkatan Prestasi
Belajar Di SMP Araisiyah.” Jurnal ABDIMAS Tri Dharma Manajemen 1,
no. 1 (2020): 84–91.
Pendidikan akhlak untuk pengajar dan pelajar. Cetakan IV. Tebuireng, Jawa
Timur: Pustaka Tebuireng, 2019.
“Perpres_Nomor_87_Tahun_2017.pdf.” Diakses 16 Maret 2021.
https://setkab.go.id/wp-content/uploads/2017/09/Perpres_Nomor_87_Tahu
n_2017.pdf.
Ramli, M. “HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK,” t.t., 25.
Subandi, M. A. “Sabar: Sebuah konsep psikologi.” Jurnal psikologi 38, no. 2
(2011): 215–227.
Suryadarma, Yoke, dan Ahmad Hifdzil Haq. “Pendidikan akhlak menurut imam
Al-Ghazali.” At-Ta’dib 10, no. 2 (2015).
Taslim, Muhammad. “Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Taisirul Khalaq
Karya Hafidz Hasan Al-Mas’ udi.” PhD Thesis, Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan, 2016.
Ulum, Amirul. Muassis Nahdlatul Ulama: manaqib 26 tokoh pendiri NU. Cetakan
pertama. Ngaglik, Sleman, Yogyakarta: Aswaja Pressindo bekerjasama
dengan Pustaka Musi, 2015.
“UU14-2005GuruDosen.pdf.” Diakses 11 November 2020.
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU14-2005GuruDosen.pdf.
“UU20-2003Sisdiknas.pdf.” Diakses 11 November 2020.
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf.
Wardhani, Novia Wahyu, dan Margi Wahono. “Keteladanan Guru Sebagai
Penguat Proses Pendidikan Karakter.” Untirta Civic Education Journal 2,
no. 1 (2017).

Anda mungkin juga menyukai