Tentang
Oleh
Dosen Pengampu
B. Pembahasan
1. Kondisi Pendidikan kita saat ini.
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan dalam menjalankan segala aktivitas
pembelajaran, ditentukan oleh beberapa faktor pendukung, dan salah satu faktor
pendukung tersebut adalah faktor manajemen yang diselenggarakan oleh
lembaga/institusi yang bersangkutan. (Kurniadi, Machali, 2012: 319). Oleh karenanya
upaya pengelolaan maupun pengembangan manajerial lembaga pendidikan merupakan
suatu keniscayaan yang harus ada dan tidak dapat ditiadakan. Kenyataan ini
menggambarkan bahwa kebanyakan lembaga pendidikan belum membuhakan hasil yang
menggembirakan, banyak survey yang dilakukan berbagai negara yang menyatakn bahwa
pendidikan kita belum dilaksanakan berdasarkan keahlian (skill), baik human skill,
conceptual skill, maupun technical skill secara terpadu. Akibatnya tidak ada perencanaan
yang matang, dominasi personal terlalu besar dalam penentuan pengambilan keputusan,
yang berbuntut pada munculnya produk pengelolaan yang asal jadi, tidak memiliki fokus
strategi yang terarah, dan cenderung eksklusif dalam pengembangannya (Qomar, 2007:
59). Sebagai akibat dari problematika pengelolaan lembaga pendidikan di atas, maka pola
pendidikan di indonesia cenderung konsumtif dan hanya mengikuti perkembangan dunia,
tidak kepada pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan peluang-peluang di berbagai
bidang usaha, sehingga dengan kata lain pendidiakn kita belum menunjukkan kepada
produktifitas pendidikan yang memadai.
2. Pentingnya Boarding School
Sekolah berasrama (boarding school) sebagai salah satu lembaga pendidikan telah
memberikan alternatif pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan
anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya suami yang
bekerja tapi juga istri bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik maka
sekolah berasrama (boarding school) adalah tempat terbaik untuk menitipkan anak-anak
mereka agar kebutuhan makanan, kesehatan, keamanan, social dan tentunya pendidikan
dapat tetap terpenuhi. Perkembangan sekolah berasrama (boarding school) sebagai
lembaga pendidikan di Indonesia sudah cukup lama diawali dengan berdirinya pondok
pesantren, dimana di dalam lembaga ini diajarkan ilmu- ilmu keagamaan secara intensif,
sehingga nantinya mampu menghasilkan kader- kader dakwah yang akan bergerak di
masyarakat. Saat ini di Indonesia terdapat ribuan pondok pesantren dengan berbagai
bentuk dan pola pembelajaran dari yang tradisional hingga modern atau yang biasa kita
kenal dengan pondok pesantren modern. Kehidupan di sekolah berasrama (boarding
school) dikenal dengan kepatuhan dan kemandirian siswanya yang dapat tercermin dari
kemampuan siswa untuk mandiri tidak hanya secara emosi melainkan juga melainkan
juga tingkah laku dan nilai dalam membangun pandangan hidup.
Selain itu juga terlihat dari aturan- aturan yang dibuat untuk menunjang
terciptanya kepatuhan dan kemandirian siswa dalam melaksanakan kehidupannya sehari-
hari, walaupun tetap saja semua itu kembali kepada kepribadian masing-masing siswa
dan kecerdasan emosi yang dimilikinya.
Budaya disiplin dan mandiri ini juga diharapkan mampu menimbulkan jiwa
kepemimpinan siswa. Jiwa kepemimpinan dan kemandirian sangat penting bagi siswa,
sebab siswa dipersiapkan untuk menjadi pemimpin umat di masa yang akan datang,
pemimpin yang mampu mengatur hidupnya dengan ilmu yang dimiliki dengan penuh
tanggung jawab serta penuh dedikasi tanpa selalu bergantung kepada orang lain.
Keterampilan memimpin tidak bisa diperoleh dengan hanya membaca buku tentang
kepemimpinan. Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan selalu
mengandung tanggung jawab dan kepemimpinan. Pembelajaran kepemimpinan dan
kemandirian di sekolah berasrama (boarding school) melekat dalam kegiatan- kegiatan
siswa, diantaranya dalam kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi siswa. Sistem
pembelajaran selama 24 jam di sekolah berasrama (boarding school) dengan lingkungan
yang unik dan memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya aktif di kelas saja,
tetapi juga aktif di luar kelas dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler
maupun kegiatan lain. Hal ini diharapkan memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar
kepemimpinan.
Sejalan dengan tujuan dari Sisdiknas, pendidikan karakter sebagai wahana untuk
menanamkan nilai-nilai moral dan karakter bagi peserta didik. Kita sangat prihatin
dengan kondisi dewasa ini dimana persoalan moralitas akibat krisis karakter marak terjadi
dikalangan anak-anak dan pelajar. Tawuran antar siswa, bullying, kekerasan terhadap
guru dan orang tua, pornografi dan sebagainya seakan menambah deretan panjang
persoalan yang kerap menerpa pelajar hari ini. Mencermati fenomena yang ada, sejatinya
pelaksanaan pendidikan karakter bagi peserta didik harus tetap menjadi prioritas dalam
kondisi bagaimanapun.
Untuk mengatasi problematika serta menjawab berbagai kekhawatiran tersebut,
diperlukan suatu paradigma baru pada pembaharuan dan pengembangan pengelolaan
manajemen lembaga pendidikan, di antaranya adalah sistem pendidikan unggulan
berasrama (boarding school). Keberadaannya sebagai alternatif transformasi lembaga
pendidikan sudah sejak lama ada di Indonesia, dengan konsep pendidikan “pondok
pesantren”. Pondok pesantren ini adalah awal mula dari adanya boarding school di
Indonesia. Boarding school mempunyai jenis dan karakter yang berbeda tetapi pada
dasarnya tujuan adanya boarding school untuk membantu proses pendidikan di sekolah
atau di madrasah (Mardiyana, 2015: 7). Oleh karenanya pendidikan dengan sistem
boarding pada umumnya berusaha menghindari dikotomi ilmu pengetahuan yang
diajarkan dan berusaha menghindarkan peserta didik dari kepribadian yang terbelah / split
personality (Maksudin, 2013: 40).
Boarding school adalah sistem sekolah dengan asrama dimana peserta didik dan
para pengajar serta pengelola sekolah tinggal di asrama berada di lingkungan sekolah
dalam kurun waktu tertentu biasanya 1 semester diselingi dengan berlibur 1 bulan sampai
menamatkan sekolahnya. Perbedaan boarding school dengan sekolah umum adalah kelas
di boarding school cenderung memiliki siswa yang tidak banyak seperti sekolah umum.
Hal ini dilakukan agar guru bias melakukan pendekatan pada siswa. Dalam sistem
boarding school seluruh peserta didik wajib tinggal dalam 1 asrama oleh karena itu
pendidik lebih mudah mengontrol pengembangan karekter peserta didik dalam kegiatan
kurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, baik di sekolah, asrama dan lingkungan
masyarakat dipantau oleh guru-guru selama 24 jam.
Kesesuaian sistem boarding schoolnya terletak pada semua aktivitas siswa yang di
programkan, diatur dan dijadwalkan dengan jelas. Sementara aturan kelembagaannya
syarat dengan muatan nilai-nilai moral.
Junaidi, Mahfudz, 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Relevansi Tujuan Pendidikan Nasional
dalam Konteks Tujuan Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar,
Kurniadin, Didin dan Imam Machali 2012, Manajemen Pendidikan Konsep dan Prinsip
Pengelolaan Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,.
Maksudin, 2013. Pendidikan Islam Alternatif: Membangun Karakter Melalui Sistem Boarding
School, Yogyakarta: UNY Press,.
Maksudin, 2013. Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,.