Anda di halaman 1dari 16

ISU-ISU KRITIS PPDP DENGAN

SISTEM ZONASI
Ditulis Oleh : Kelompok 1
Nikmatullaili - 22324002
Sri Mures Walef - 22324007
A. Kebijakan Sistem Zonasi
Kebijakan pemerintah mengenai pendidikan selalu berkembang salah-
satunya mengenai proses penerimaan peserta didik baru dari sistem nilai
sekarang berganti pada sistem zonasi dengan tujuan agar terjadi pemerataan
akses dan mutu pendidikan. Salah satu isu yang menonjol dalam politik
pendidikan di Indonesia adalah ketika pemerintah (Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan) menerapkan kebijakan (politik) zonasi.
Isu zonasi dalam pendidikan lazim dikaitkan dengan keadilan sosial. Dengan
kata lain, keadilan sosial adalah kata kunci penting dalam implementasi
politik zonasi. Namun, bukan berarti keadilan yang hendak ditumbuhkan di
sini, bertrabrakan dengan profesionalisme dunia pendidikan. Tetapi, semua
itu dapat terus diikhtiarkan. Dan, memang perlu kerja keras semua pihak.
Kebijakan zonasi oleh pemerintah, karenanya, dalam hal ini, hendaknya
dilihat dari perspektif yang objektif, lepas dari kepentingan subyektif masing-
masing.
Dalam konteks yang lebih luas, negara memiliki tanggung jawab untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan di
Indonesia dilakukan dalam rangka “mencerdaskan kehidupan bangsa”
(Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945), karenanya harus dilakukan secara nondiskriminatif, transparan dan
berkeadilan.
dalam pembukaan UUD 1945 terkandung misi “mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Pasal 31 UUD 1945 menyebutkan: 1) Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan, 2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya, 3) Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional; dan 5) Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Politik zonasi termasuk jalan revolusioner bagi terwujudnya hal
tersebut.
a. Ketentuan Dasar Kebijakan Sistem Zonasi
Dalam penerimaan peserta didik baru terdapat tiga jalur
pendaftaran yang tertulis pada pasal 11 Permendikbud No 44
Tahun 2019 yaitu melalui jalur zonasi, kedua jalur afirmasi
dan yang ketiga jalur prestasi. Ketentuan dasar PPDB dengan
sistem zonasi diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia (Permendikbud) No 44 Tahun 2019
tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah
Menengah Atas atau bentuk lain yang sederajat. Ketentuan
dasar mengenai sistem zonasi tersebut diatur pada pasal
13,14 dan 16.
Dalam konteks tahun ajaran 2019/2020, kebijakan PPDB diatur
melalui Permendikbud Nomor 51 Tahun 2019. Dalam ketentuan
tersebut diatur bahwa PPDB dilaksanakan melalui tiga jalur,
yakni zonasi (kuota minimal 90 persen), prestasi (kuota
maksimal 5 persen), dan perpindahan orangtua peserta didik
(kuota maksimal 5 persen). Namun demikian, seiring dengan
dinamika di lapangan, Kemdikbud mengeluarkan Surat Edaran
Kemdikbud Nomor 3 Tahun 2019 (tanggal 21 Juni 2019) yang
merevisi Permendikbud 51 Tahun 2018. Poin pentingnya adalah,
jalur prestasi dalam PPDB besarnya dinaikkan hingga 15 persen
(5 hingga 15 persen)
b. Ketentuan Satuan Pendidikan yang Melaksanakan PPDB
Ketentuan satuan pendidikan yang melaksanakan penerimaan peserta didik baru
mengunakan sistem zonasi diatur pada pasal 13 Permendikbud No 44 Tahun 2019.
Adapun isi dari pasal 13 tersebut adalah sebagai berikut:
Ketentuan mengenai jalur pendaftaran PPDB sebagaimana dimaksud pada pasal 11
dikecualikan sebagai berikut:
a) Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
b) SMK yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
c) Sekolah Kerja Sama.
d) Sekolah Indonesia di luar negeri.
e) Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus.
f) Sekolah yang menyelenggarakan layanan pendidikan khusus.
g) Sekolah berasrama.
h) Sekolah di daerah tertinggal, terdepan dan terluar, dan
i) Sekolah yang di daerah yang jumlah penduduk usia sekolah tidak memenuhi
ketentuan jumlah peserta didik dalam 1 (satu) Rombongan Belajar.
c. Ketentuan Persyaratan Calon Peserta Didik
Ketentuan tentang calon peserta didik pada penerimaan
peserta didik baru (PPDB) mengunakan sistem zonasi telah
diatur pada pasal 14 Permendikbud No 44 Tahun 2019. Adapun
ketentuan Pasal 14 adalah sebagai berikut :
a)Sistem zonasi yang dimaksud pada pasal 11 ayat (1) huruf a
diperuntukkan bagi peserta didik yang berdomisili di wilayah
zonasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
b)Jalur zonasi yang dimaksud pada ayat 1 termasuk kuota bagi
anak-anak penyandang disabilitas.
c) Domisili peserta didik yang dimaksud pada ayat 1 berdasarkan
alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1
(satu) tahun sejak tanggal PPDB.
d) Kartu keluarga dapat digantikan dengan surat keterangan
domisili pada rukun tetangga atau rukun warga yang
dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain
yang berwenang menerangkan bahwa peserta didik yang
bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1 (satu) tahun
sejak diterbitkan surat keterangan domisili.
e) Sekolah memprioritaskan peserta didik yang memiliki kartu
keluarga surat keterangan domisili dalam satu wilayah
kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal.
d. Ketentuan Wilayah Zonasi
Ketentuan tentang wilayah zonasi pada penerimaan peserta didik baru
(PPDB) mengunakan sistem zonasi telah diatur pada pasal 16
Permendikbud No 44 Tahun 2019. Adapun ketentuan Pasal 16 sebagai
berikut:
a) Penetapan wilayah zonasi dilakukan pada setiap jenjang oleh
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
b) Penetapan wilayah zonasi yang dimaksud pada ayat satu wajib
memperhatikan daya tampung satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat.
c) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib memastikan
semua wilayah administrasi masuk dalam penetapan wilayah zonasi
sesuai dengan jenjang pendidikan.
d) Dinas pendidikan wajib memastikan bahwa semua sekolah yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam proses PPDB telah menerima
peserta didik dalam wilayah zonasi yang telah ditetapkan.
e) Penetapan wilayah zonasi diumumkan paling lambat satu bulan sebelum
pengumuman secara terbukan PPDB.
f) Dalam mencakup wilayah zonasi pada setiap jenjang sebagaiman dimaksud ayat
(1), pemerintah daerah melibatkan musyawarah atau kelompok kerja Kepala
Sekolah.
g) Bagi sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi atau Kabupaten/Kota,
penetapan wilayah zonasi pada setiap jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis antar Pemerintah Daerah.
h) Penetapan wilayah zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan kepada menteri melalui lembaga penjamin mutu pendidikan
setempat.
B. Uji Coba Praktik Zonasi
Sistem zonasi dimaksudkan untuk pemerataan akses pada layanan dan
kualitas pendidikan. Sehingga, tidak ada lagi paradigma sekolah
unggulan dan sekolah pinggiran. Kompas juga memberitakan
implementasi sistem zonasi selama ini belum dapat sepenuhnya
menghapus stereotip sekolah unggulan dan pinggiran di benak
masyarakat. Merujuk berbagai penjelasan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Prof Muhadjir Effendy dapat dicatat
beberapa poin penting terkait urgensi kebijakan zonasi.
Pertama, sistem zonasi berkonsekuensi membongkar kastanisasi
sekolah favorit versus sekolah buangan. Semua sekolah akan menjadi
favorit, karena memang akan diikhtiarkan ke sana. Siswa berprestasi
yang bergumul dengan yang lain, justru berkesempatan untuk bisa
mewarnai dan berbagi.
Kedua, di sisi lain, para orangtua juga berpeluang lebih proaktif memastikan
sekolah-sekolah lebih bermutu. Tentu juga guru-guru, kepala sekolah, para
tenaga kependidikan, dan segenap pemangku kepentingan lainnya, untuk
sama-sama berkolaborasi untuk maju. Penerapan sistem zonasi pada PPDB
dan segenap kebijakan komprehensif lainnya memang memberi porsi besar
pada Dinas Pendidikan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Karenanya,
penentu kebijakan di daerah selalu dituntut inovatif dan terbuka.
Ketiga, penerapan sistem zonasi menggusur kebiasaan-kebiasaan lama.
Oligarkhi dalam dunia pendidikan mendapat tantangan besar, kalau bukan,
mereka akan segera tergusur. Kebiasaan titip-menitip yang jauh dari prinsip
keadilan sosial, mungkin hanya akan tinggal kenangan. Transparansi dan
kemudahan akses pendidikan bagi semua segera menggantikannya.
C. Berbagai Masalah Sistem Zonasi
1. Antri sejak dini hari
Informasi adanya pemandangan antrean mengejar formulir PPDB di sekolah-
sekolah beberapa hari ini kerap berseliweran di media sosial. Antrean itu
adalah para orangtua atau wali siswa yang ingin mendapatkan nomor formulir
yang jumlahnya terbatas untuk anaknya mendaftar sekolah. Pendaftar dengan
nomor formulir yang lebih kecil, menjadi prioritas panita sekalipun nilai murid
pendaftar lebih kecil daripada pendaftar nomor antrean selanjutnya.
Contoh
Perjuangan mengantre formulir seperti ini salah satunya dialami oleh warga di
Depok, Jawa Barat, bernama Rismawati Sitepu yang akan mendaftarkan
anaknya ke SMAN 6 Depok. Ia datang ke sekolah pada pukul 05.00 pagi dan
mendapatkan nomor antrian 55. Itu berarti sudah ada 54 pendaftar yang
datang sebelum dirinya.  "Saya kaget juga datang pukul 05.00 pagi ternyata
antrean sudah nomor 55. Tanya teman yang lain, ada yang jam 03.00 pagi
sudah datang terus dapat nomor 17,” ucap Rismawati.
2. Mengubah data alamat domisili
Perjuangan lain demi bisa mendapatkan sekolah negeri impian harus
ditempuh dengan cara mengganti alamat domisili ke sekitar
sekolah. Alamat sangat mempengaruhi peluang seorang siswa
untuk diterima di sebuah sekolah, semakin dekat jarak rumahnya,
semakin besar pula peluang diterima. Temuan ini disampaikan oleh
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II Jawa Barat Dadang
Ruhiyat. "Sekarang banyak yang mengubah domisili si anak ke yang
dekat dengan sekolah yang dituju," kata Dadang. Tidak hanya
pindah domisili, bahkan ada juga orangtua siswa yang
memanipulasi alamat di Kartu Keluarga (KK). "Malah ada beberapa
orang lainnya didapati (telah) memanipulasi surat
3. Sulit Mendapatkan sekolah
Masalah ini paling jamak dirasakan masyarakat yang akan mendaftarkan
anaknya ke sekolah negeri. Karena sistem zonasi, ternyata nilai yang
diperoleh seorang siswa tidak bisa banyak membantu dan menjamin ia
akan diterima. Nilai tinggi akan tersingkir oleh pendaftar yang berasal
dari sekitar sekolah. Kecuali, jika murid mendaftar lewat jalur prestasi
atau kondisi khusus yang kuota masing-masing hanya tersedia 5 persen
saja. Salah satunya disampaikan oleh orangtua murid bernama Ridho
yang akan mendaftarkan anaknya di SMA Negeri 1 Depok, Jawa Barat,
namun pesimis dengan hasilnya. "Setelah dihitung, jarak rumah ke
sekolah ini lebih dari 1 kilometer. Sementara itu, di sekitar SMAN 1 ini
banyak sekolahan yang sepertinya anak muridnya pasti mendaftar ke
sini, jadinya agak pesimistis anak saya bisa diterima, tetapi tetap dicoba,
siapa tahu bisa ya," ujar dia.

Anda mungkin juga menyukai