Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 2017 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)


mengeluarkan kebijakan zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru. Dikutip dari
laman resmi berita Kemendikbud, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Muhadjir Effendy mengatakan, melalui zonasi pemerintah ingin melakukan reformasi
sekolah secara menyeluruh. Target yang ingin di capai bukan hanya soal pemerataan akses
pada layanan pendidikan saja, tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan juga. Zonasi
merupakan salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas.

Menurut Mendikbud, kebijakan zonasi diambil sebagai respon atas terjadinya kasta
dalam sistem pendidikan yang selama ini ada karena dilakukannya seleksi kualitas calon
peserta didik dalam penerimaan peserta didik baru. Kedepannya tidak boleh ada lagi
favoritisme. Pola pikir kastanisasi dan favoritisme dalam pendidikan harus di ubah. Seleksi
dalam zonasi hanya di perbolehkan untuk penempatan (placement). Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammaad mengatakan
sistem zonasi telah di implementasikan secara bertahap sejak tahun 2016 yang di awali
dengan penggunaan zonasi untuk penyelenggaraan ujian nasional. Lalu pada tahun 2017
sistem zonasi pertama kalinya di terapkan dalam PPDB, dan di sempurnakan pada tahun 2018
melalui Permendikbud nomor 14 Tahun 2018.

Pemanfaatan zonasi akan di perluas untuk pemenuhan sarana dan prasarana,


redistribusi dan pembinaan guru, serta pembinaan kesiswaan. Kedepannya sistem zonasi
bukan hanya untuk ujian nasional dan PPDB tetapi menyeluruh untuk mengoptimalkan
potensi pendidikan dasar dan menengah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu zonasi sekolah?


2. Bagaimanakah pro/kontra tentang zonasi sekolah?
3. Apa saja teori sosiologi yang berhubungan dengan zonasi sekolah?
4. Solusi apa yang di tawarkan oleh teori sosiologi tersebut?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian zonasi sekolah


2. Untuk mengetahui pro dan kontra tentang zonasi sekolah
3. Untuk mengetahui teori sosiologi yang dapat menjelaskan tentang zonasi sekolah
4. Untuk mengetahui solusi apa yang di tawarkan oleh teori tersebut terkait dengan
zonasi sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zonasi Sekolah

Sistem zonasi adalah penataan reformasi dalam pembagian wilayah sekolah. Secara
keseluruhan sistem zonasi yang berlaku saat ini merupakan landasan pokok penataan
reformasi sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas
(SMA). Sistem zonasi yang mengatur mengenai zona wilayah bagi calon siswa di muat dalam
sistem PPDB yang baru melalui Permendikbud No.14 tahun 2018. Sistem zonasi terbaru ini
prinsip nya hampir sama dengan Sistem Bina Lingkungan, hanya saja pada jumlah kuota
sistem zonasi ini jauh lebih banyak dibandingkan Bina Lingkungan yaitu mencapai 80%.
Ketentuan dalam sistem zonasi :
1. Di dalam sistem zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib
menerima calon peserta didik berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah
dengan persentase minimal sebesar 80% dari total keseluruhan peserta didik yang
diterima.
2. Domisili calon peserta didik berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan
paling lambat 6 bulan sebelum pelaksanaan PPDB, tujuannya adalah untuk
memastikan radius zona terdekat calon peserta didik terhadap suatu sekolah.
3. Dalam hal radius zona terdekat, ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kondisi di daerah berdasarkan ketersediaan anak usia Sekolah di daerah tersebut dan
jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing
sekolah.
4. Dalam menetapkan radius zona pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan dan
kebudayaan melibatkan musyawarah/kelompok kerja bersama Kepala Sekolah
ataupun instansi terkait.
5. Untuk Proses Penerimaan Calon Peserta didik yang berdomisili di luar radius zona
dapat menggunakan jalur prestasi dengan kuota sebanyak 5% dari jumlah yang akan
diterima. Ataupun calon peserta didik yang melakukan perpindahan domisili dengan
alasan khusus dapat menggunakan jalur perpindahan domisili sebesar 5% dari jumlah
yang akan di terima. Artinya sistem zonasi ini memberikan 90% kuota terhadap calon
peserta didik dengan radius zona terdekat dan 10% di luar penerimaan melalui radius
zona terdekat.
2.2 Pro/Kontra tentang Zonasi Sekolah

Pro :
a. Mengatasi ketimpangan kualitas antar sekolah.
b. Menghapus sekolah-sekolah favorit yang ada di kota-kota besar.
c. Meningkatkan kapasitas guru.
d. Pemerataan akses pendidikan.
e. Mendekatkan siswa dengan sekolah.
f. Kondisi kelas yang heterogen mendorong siswa untuk bekerja sama.
g. Memberikan data pendidikan yang valid terhadap pendidikan.
h. Mengoptimalkan Tri Pusat Pendidikan dalam Penguatan Pendidikan Karakter.
i. Menghilangkan praktek jual beli kursi dan pungli.
j. Menghilangkan keleluasaan sekolah favorit dalam mengatrol nilai akreditasi sekolah,
dimana salah satu indikatornya yaitu prestasi siswa.
k. Mengembalikan esensi sekolah negeri sebagai layanan publik. Layanan publik harus
memiliki 3 aspek, non-rivalry, non-excludable, dan non-discrimination.
l. Sistem zonasi akan menghilangkan kesenjangan sosial karena memberikan
kesempatan pada seluruh siswa yang tinggal di sekitar sekolah.

Kontra :

a. Prasyarat dari pemerataan belum di penuhi seperti sarana dan prasarana serta
distribusi guru.
b. Merugikan calon siswa yang lokasi rumahnya jauh dari sekolah negeri pilihan.
c. Mayarakat menilai kebijakan zonasi tidak adil. Siswa yang memiliki nilai tinggi bisa
kalah bersaing dengan yang nilainya lebih rendah hanya karena berdomisili lebih
dekat dengan sekolah.
d. Kemendikbud dinilai telah melanggar Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa standar pelayanan yang digunakan adalah prinsip
manajemen berbasis sekolah.
2.3 Teori yang Mampu Menjelaskan tentang Zonasi Sekolah.

a. Teori Stratifikasi Sosial.


Stratifikasi sosial menurut Pitirim Sorikin adalah perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis). Pitirim A. Sorikin
dalam karangannya yang berjudul Social Stratification mengatakan bahwa sistem lpisan pada
masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z. Lawang adalah penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut
dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.

b. Teori Differensiasi Sosial.


Differensiasi sosial merupakan proses pembedaan penduduk secara horizontal.
Berbeda dengan stratifikasi sosial, proses differensiasi tidak menghasilkan perbedaan status
atau posisi sosial secara vertikal. Kunci gagasan diferensiasi sosial adalah kesetaraan. Setiap
orang memiliki derajat atau kesempatan yang sama meskipun karakteristik atau ciri-cirinya
berbeda. Diferensiasi sosial secara teoritis tidak membentuk suatu kelompok masyarakat
untuk mendapatkan perlakuan secara spesial atau di telantarkan. Semua kelompok
masyarakat setara, menyandang status yang sama

2.4 Solusi
1. Sinkronisasi pusat dan daerah.
Berdasarkan hasil evaluasi, belum banyak pihak yang mengerti tentang pelaksaan
sistem zonasi pada PPDB. Termasuk para kepala daerah. Maka dari itu hal pertama
yang harus di perbaiki yaitu menyatukan visi antara Provinsi, Kabupaten/Kota
bersama Kemendikbud sehingga bisa sejalan.
2. Pemetaan oleh pemerintah.
Pemerintah daerah dan pemerintah provinsi wajib melakukan pemetaan. Sehingga
anak-anak yang tinggal di wilayah minim sekolah negeri bisa tetap terfasilitasi
melalui kebijakan zona bersebelahan.
3. Perwujudan standar nasional pendidikan yang merata.
Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus mampu memenuhi standar
nasional yang merata di seluruh sekolah dan membangun sekolah-sekolah negeri baru
di wilayah zonasi yang sekolah negerinya minim. Karena kelemahan utama sistem
zonasi adalah tidak merata nya standar nasional pendidikan di semua sekolah dan
kuota daya tampung siswa di setiap wilayah yang belum jelas distribusinya.
4. Rotasi guru.
Belajar dari pengalman negara lain seperti Jepang, dimana negara tersebut
memberlakukan sistem rotasi guru dalam satu wilayah prefecture atau provinsi.
Sebagai contoh di Nagasaki prefecture setiap 6 tahun sekali seorang guru akan
mengalami rotasi dari sau sekolah ke sekolah yang lain dalam prefecture tersebut.
Bahkan guru wajib di rotasi sekolah yang ada di wilayah kepulauan selama 4 tahun.
Dengan sistem ini guru haru merasakan mengajar di wilayah lain yang jauh dari
keramaian. Dengan demikian guru dapat memiliki wawasan luas serta kebijaksanaan
dan daya juang yang lebih tinggi dengan pengalaman mengajar di berbagai sekolah
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bagi peserta didik mereka dapat
merasakan belajar dengan guru yang berbeda-beda dengan segala kreativitasnya.
5. UKG.
Rotasi guru dengan mempertimbangkan hasil uji kompetensi guru dalam konteks
desentralisasi, rotasi dapat di laksanakan antar kota dalam provinsi. Serta
mempertimbangkan besaran angka kredit untuk kenaikan pangkt sebagai reward bagi
guru yang di rotasi. Hal ini di perlukan sebagai motivasi dan kompensasi. Sebab
secara psikologis umumnya orang enggan berpindah tempat jika sudah berada di zona
nyaman.
6. Pelatihan bagi guru-guru.
Tidak hanya melakukan redistribusi terhadap guru-guru di sekolah negeri namun juga
melakukan pelatihan. Pelatihan ini di tujukan bagi guru-guru guna mengembangkan
keahlian mereka dalam mengajar. Dengan pemberian pelatihan ini di harapkan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran yang akan di terapka di sekolah-sekolah.
7. Memperhatikan ketersediaan fasilitas belajar.
Langkah lain yang akan di ambil adalah dengan memperhatikan fasilitas belajar bagi
anak-anak. Hal ini dianggap penting untuk meratakan dan meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang di tempuh Kementrian


Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada
layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional. Mntri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Muhdjir Effendy menyampaikan bahwa zonasi menjadi salah satu
strategi pemerintah yang utuh dan terintegrasi. Kebijakan yang mulai diterapkan sejak tahun
2017 yang lalu ini telah melalui pengkajian yang cukup panjang dan memperhatikan
rekomendasi dari berbagai lembaga kredibel. Zonasi di pandang strategis untuk mempercepat
pemerataan di sektor pendidikan.
Selama ini menurut Mendikbud, terjadi adanya ketimpangan antara sekolah yang
dipersepsikan sebagai sekolah unggul atau sekolah favorit, dengan sekolah yang di
persepsikan tidak favorit. Terdapat sekolah yang di isi oleh peserta didik yang prestasi
belajarnya tergolong baik/tinggi, dan umumnya berlatar belakang keluarga dengan status
ekonomi dan sosial yang baik. Sementara terdapat juga di titik ekstrim lainnya, sekolah yang
memiliki peserta didik dengan tingkat prestasi belajar yang tergolong kurang baik/rendah dan
umumnya dari keluarga yang tidak mampu. Selain itu terdapat pula fenomena peserta didik
yang tidak bisa menikmati pendidikan di dekat rumahnya karena faktor capaian akademik.
Hal itu dinilai Mendikbud tidak benar dan di rasa tidak tepat mengingat prinsip keadilan.
Dikhotomi sekolah favorit dan tidak favorit di pandang dapat memperuncing perbedaan dan
memperbesar kesenjangan. Hal itu menurut Mendikbud tidak boleh dibiarkan
berkepanjangan.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataanya masih banyak kekuranga yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Kemendikbud. 25 Juli 2018. Semua Bisa Sekolah Zonasi Untuk Pemerataan yang
Berkualitas. https://www.kemendikbud.go.id/main/blog/2018/07/semua-bisa-sekolah-
zonasi-untuk-pemerataan-yang-berkualitas. diakses tanggal 29 Oktober 2019.
Khadowmi, Eka Reza. 2019. Implementasi Kebijakan Sistem Zonasi Terhadap Proses
Penerimaan Peserta Didik Baru Kabupaten Lampung Tengah. Skirpsi : Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai