Anda di halaman 1dari 4

Keluwesan Sistem Zonasi

Dosen Pengampu: Nur Fatah Abidin S. Pd., M. Pd.


Kelompok 1
Abdurrahman Setiaji (K4422001)
Aisna Chantika Aslinda Istighfari (K4422004)
Amara Raudhatul Jannah (K4422006)
Fiona Renata Padmasastri (K4422028)

Kasus
Masa Ajaran Baru atau masa Penerimaan Peserta Didik Baru atau masa perpindahan
jenjang sekolah dari tk,sd,smp maupun sma dan universitas, memuat begitu banyak kontroversi
dari tahun ke tahun, karena di setiap bergantinya menteri pendidikan kita akan dibarenginya
perombakan dan perubahan dalam sistem pendidikan di negeri kita.
Dari sebelum tahun 2018 yang mana dalam penerimaan peserta didik baru masih
menggunakan nilai UN lalu di tahun 2018/19 berganti menjadi sistem zonasi untuk mengatasi
masalah yang terjadi pada PPDB sebelumnya.
Tetapi dalam penerapannya, tidak seperti yang kita bayangkan, sistem zonasi yang dibuat
masih belum sempurna dalam penerapannya terbukti dari berbagai pandangan para orang tua
yang protes terhadap sistem zonasi ini, karena minimnya fasilitas sekolah didaerah mereka,
lalu bagaimana pemerintah menanggapi dan mencari solusi dalam pemecahan masalah
tersebut, berikut ini adalah beberapa masalah yang terjadi dalam penerapan sistem zonasi,
yaitu:
1. Peta koordinat kurang tepat dan kurang efektif untuk sistem zonasi, karena jarak peta
berbeda dengan jarak sebenarnya.
2. Kurangnya sosialisasi sistem zonasi kepada masyarakat.
3. Ketidakmerataan fasilitas sekolah di daerah tertentu.
4. Sistem yang masih sangat mudah dimanipulasi
5. Membuat siswa tidak semangat dalam belajar
Sistem zonasi dengan prioritas jarak menyebabkan motivasi belajar peserta didik menurun,
karena nilai atau prestasi menjadi dianggap tidak penting. Sesuai aturan zonasi, calon
peserta didik dapat diterima di sekolah negeri meskipun dengan nilai seadanya. Hal ini
menjadi kontra produktif antara tujuan utama kebijakan zonasi untuk pemerataan kualitas
pendidikan dengan peningkatan prestasi akademik peserta didik. Apabila anak dipaksa
belajar di sekolah yang bukan pilihannya, maka sesuai teori tersebut, motivasi anak untuk
belajar dan berprestasi akan rendah. Karena motivasi akan muncul apabila anak benar-
benar merasa cocok dengan tempat belajarnya.
6. Ketersediaan sekolah negeri belum merata di semua daerah. Sementara aturan zonasi
mewajibkan anak mendaftar ke sekolah terdekat dengan rumahnya. Aturan ini
menyebabkan beberapa anak terancam tidak dapat bersekolah karena tidak ada sekolah di
daerah tempat tinggalnya. Belum meratanya jumlah sekolah negeri diperparah dengan rasio
daya tampung sekolah lanjutan dengan lulusan sekolah asal belum seimbang.
7. Persepsi sekolah unggulan muncul karena sekolah memiliki kelebihan dibandingkan
dengan sekolah lain seperti sarana prasarana pendidikan, sistem pembelajaran, dan kualitas
guru yang kompeten. Dengan berbagai kelebihan tersebut, sekolah unggulan diyakini akan
melahirkan lulusan berkualitas yang mempengaruhi kelanjutan studi di tingkat yang lebih
tinggi. Berlakunya aturan zonasi akan membatasi calon peserta didik untuk dapat diterima
di sekolah unggulan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di pihak orang tua, apalagi bila
anaknya mempunyai nilai akademis tinggi. Berawal dari sinilah muncul praktik jual beli
kursi, manipulasi KK, dan manipulasi surat pindah tugas agar anak dapat diterima di
sekolah yang dinilai unggulan.Sejumlah permasalahan sistem zonasi dalam PPDB
menunjukkan kebijakan ini belum mengakomodasi seluruh calon peserta didik. Meskipun
kebijakan ini bukan kebijakan baru, namun aturan zonasi membuat calon peserta didik baru
dihadapkan pada pilihan yang sulit. Dalam hal ini, pemerintah dinilai belum mampu
memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 11 ayat 1 yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Analisis
Kebijakan zonasi adalah sistem penerimaan peserta didik berdasarkan radius dan jarak.
Kelebihan dari sistem zonasi ini diantaranya adalah pemerataan pendidikan, lebih hemat waktu
karena sekolah dekat, lebih hemat biaya transportasi, kondisi peserta didik lebih bugar, serta
mengurangi kemacetan. Pro kontra dalam penerapan sistem zonasi ini menjadi polemik
tersendiri, diantara pendapat kontra adalah kurangnya sosialisasi dari dinas Pendidikan, adanya
blank spot dan perilaku kurang disiplin siswa.
Namun, sisi pronya adalah sistem zonasi menghapus dikotomi sekolah antara favorit
dan biasa, mendorong anak dekat dengan keluarga dan efesien dalam jarak dan ongkos.
Namun, hal yang sering kali ditemukan di lapangan adalah sistem zonasi yang mengumpulkan
anak-anak dengan kondisi yang tidak jauh berbeda menjadi keluhan tersendiri untuk guru demi
menangani perilaku siswa yang semakin “urakan” atau tidak disiplin, hal ini perlu segera
ditangani karena dapat menyebabkan penularan sikap dari yang awalnya berperilaku baik
menjadi berperilaku buruk, dikarenakan pergaulan yang kurang baik.
Sebelum mengeluarkan kebijakan sistem zonasi, pemerintah perlu melakukan
sosialisasi secara masif. Pemerintah daerah harus mencermati lebih dalam beberapa faktor
seperti pendapatan jumlah penduduk, jarak sekolah, dan akses sekolah dari sejumlah daerah.
Jumlah calon peserta didik yang akan masuk SD,SMP, dan SMA perlu didata dan diselaraskan
dengan gaya tampung sekolah negeri di masing-masing zona. Selanjutnya pembangian zonasi
juga perlu memperhatikan calon peserta didik yang berlokasi di perbatasan zonasi agar bisa
terakomodasi di sekolah negeri.
Berlakunya sistem zonasi PPDB, masih ditemuka permasalahan dalam pelaksanaannya
seperti minimnya sosialisasi, kurangnya kesiapan pemerintah dalam penentuan zona sekolah,
masih beragamnya pemahaman pemerintah dan masyarakat sehingga belum sesuai dengan
tujuan kebijakan, serta masih kuatnya dikotomi sekolah unggulan dan nonunggulan. Oleh
karena itu, pemerataan pembangunan dan sumber daya pendidikan harus segera dilakukan
sehingga kualitas sekolah di semua daerah akan merata.
Sosialisasi kebijakan perlu dilakukan lebih masif sehingga pemahaman pemerintah
daerah dan masyarakat selaras dengan tujuan kebijakan. Edukasi mengenai tujuan jangka
panjang sistem zonasi perlu dilakukan di kalangan orang tua peserta didik untuk
menghilangkan persepsi sekolah unggulan dan non unggulan. Selain itu, koordinasi pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan pihak sekolah perlu diperkuat sehingga kebijakan pendidikan
yang dibuat selaras dan berkesinambungan.
Maka dari itu, dari kasus dan analisis kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan
dalam sistem PPDB sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia,
Karena dari perubahan sistem PPDB dari yang awalnya melalui nilai UN lalu berubah menjadi
Sistem Zonasi ini membuat siswa dan siswi yang pintar tidak bergerombol dalam satu sekolah,
karena persebaran siswa yang berprestasi dan pintar ini dapat membuat siswa dan siswi dari
sekolah yang tidak favorit menjadi tertular dalam kebiasaan siswa siswi yang pintar tersebut,
dan kebijakan sistem yang baru ini juga menghilangkan kesenjangan sosial dalam sekolah dan
menghilangkan sistem kasta dalam sekolah, sehingga tidak ada lagi kata sekolah favorit.
Daftar Pustaka
Ida Ayu Putu Ruswita Dewi, Naswan Suharsono, Made Ary Meitriana (2019). Persepsi Warga
Sekolah dan Orang Tua Siswa terhadap Sistem Zonasi. https://ejournal.undiksha.ac.id/
Rendika Vhalery, Albertus Maria Setyastanto, Ari Wahyu. Kurikulum Merdeka Belajar
Kampus Merdeka: Sebuah Kajian Literatur Lekson.
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/RDJE
Muammar. Problematika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan Sistem Zonasi Di
Sekolah Dasar (SD) Kota Mataram. http://journal.uinmataram.ac.id/index.php/elmidad
Dinar Wahyuni. Permasalahan Dan Upaya Perbaikan Sistem Zonasi Dalam Penerimaan
Peserta Didik Baru 2019.
Dany Miftahul Ula, Irvan Lestari. Dampak Sistem Zonasi bagi Sekolah Menengah Pertama.
http://www.jurnal.unublitar.ac.id/index.php/briliant
Kiki Engga Dewi, Ririn Septiana. Evaluation of Zoning Student Recruitment System in Year
2018. http://jurnal.ustjogja.ac.id
Tim Komunikasi Pemerintah Kemenkominfo dan Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kemendikbud (2018). Semua Bisa Sekolah! Zonasi untuk Pemerataan yang
Berkualitas. https://www.kominfo.go.id/content/detail/13689/semua-bisa-sekolah-
zonasi-untuk-pemerataan-yang-berkualitas/0/artikel_gpr
Ki Hadjar Dewantara (1977). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama Pendidikan.
Y.B Mangunwijaya (2021). Sekolah Merdeka Pendidikan Pemerdekaan.
Dewa Ayu Made Manu Okta Priantini, Ni Ketut Suarni, I Ketut Suar Adnyana (2022). Analisis
Kurikulum Merdeka Dan Platform Merdeka Belajar Untuk Mewujudkan Pendidikan
Yang Berkualitas. http://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/JPM/article/view/1386

Anda mungkin juga menyukai