Anda di halaman 1dari 5

Dilema Sistem Zonasi

Oleh : Nur Fiki Maharani

Abstrak
Sistem zonasi merupakan kebijakan pemerintah terkait penerimaan peserta didik
baru. Pemerintah menetapkan kebijakan tersebut sebagai upaya pemerataan kualitas
pendidikan di Indonesia. Sistem zonasi menuai berbagai macam reaksi. Mulai dari pihak
yang setuju karena kebijakan tersebut akan mengubah persepsi orang tua peserta didik
tentang sekolah unggulan dan non-unggulan hingga pihak yang tidak setuju dengan sistem
zonasi karena dianggap merugikan siswa berprestasi atau siswa yang nilai kelulusannya
tinggi karena tidak bisa memilih sekolah favorit yang diinginkan. Kendala-kendala pada
pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi sendiri juga masih perlu dievaluasi dan
dilakukan perbaikan oleh pemerintah.

Pendahuluan
Seluruh rakyat Indonesia berhak mengenyam pendidikan dan pemerintah berkewajiban
untuk menyelenggarakan pendidikan yang layak bagi seluruh rakyatnya. Upaya peningkatan
kulaitas pendidikan terus dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
penddikan di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan pendidikan di Indonesia. Salah satu kebijakan
terbaru yangdikelurakan pemerintah dalam rangka pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia
adalah kebijakan tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Dan Sekolah Menengah Atas yang diatur dalam Permendikbud No. 17
tahun 2017 dan Permendikbud No.14 tahun 2018 tentang sistem Zonasi. Berdasarkan peraturan
tersebut, semua sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon
peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah minimal 90 % dari jumlah
total calon pesera didik yang diterima. Radius zonasi sekolah sendiri diatur oleh pemerintah
daerah yang berwenang. Sementara kuota 10% yang tersisa diisi oleh dua kriteria calon peserta
didik, yaitu(1) calon peserta didik yang berdomisili di luar zona terdekat sekolah tapi berprestasi
dan (2) calon peserta didik yang mengalami perpindahan domisili. Dengan pemberlakukan
sistem zonasi ini, selain untuk mengurangi waktu tempuh siswa ke sekolah, pihak pemerintah
dalam hal ini Kemendikbud berharap sistem ini dapat menghapus tren sekolah unggulan-non
unggulan.
Pembahasan
Ketika masih menjadi wacana dan kemudian akhirnya ditetapkan, sistem zonasi menuai
berbagai reaksi dari lapisan masyarakat. Kebijakan sistem zonasi dipenuhi pro dan kontra setelah
penetapan dan pelaksanaan. Pihak yang kontra terhadap sistem zonasi, beralasan bahwa sistem
zonasi lebih banyak merugikan siswa berprestasi karena menghalangi siswa untuk memasuki
sekolah yang dinilai memiliki kualitas yang baik namun jauh dari domisili siswa tersebut. Selain
itu, dengan pemberlakukan sistem zonasi maka calaon peserta didik yang diterima sekolah
sangat memiliki kemampuan akademik yang sangat heterogen. Kemungkinan adanya
kesenjangan kemampuan akademik antara siswa dalam satu kelas sangat besar. Hal tersebut
dianggap dapat menghambat proses pembelajaran.
Lingkungan yang mengharuskan siswa yang berprestasi belajar bersama siswa yang
kurang berprestasi dapat memberikan efek negatif bagi peforma belajar siswa yang berprestasi
karena di dalam lingkungan tersebut tidak terdapat persaingan sehat antara siswa. Kemampuan
akademik siswa yang berprestasi dapat menurun karena siswa yang berprestasi merasa tidak
perlu belajar lebih keras daripada temannya. Selain dari faktor lingkungan kelas yang tercipta,
reaksi kontra terhadap sistem zonasi juga muncul karena masyarakat menilai bahwa kualitas
sekolah di Indonesia belum merata. Siswa yang berprestasi tidak bisa berkembang jika
bersekolah di sekolah yang sarana dan prasarana nya kurang memadai. Seharusnya pemerintah
melakukan pemerataan sarana dan prasarana sekolah serta meningkatkan kualitas SDM
penyelenggara dan pelaksana pendidikan, dalam hal ini adalah guru dan kepala sekolah.
Berseberangan dengan pendapat pihak yang kontra dengan sistem zonasi, pihak yang pro
terhadap kebijakan tersebut beralasan bahwa penerapan sistem zonasi akan memberikan dampak
positif jangka panjang bagi pendidikan di Indonesia. Disadari atau tidak, stigma sekolah
unggulan dan sekolah non-unggulan di masyarakat memberikan efek yang kurang baik. Salah
satunya adalah maraknya praktik jalur penerimaan peserta didik yang tidak transparan.
Lingkungan sosial masyarakat masih memandang siswa yang bersekolah di sekolah non-
unggulan sebagai siswa yang kurang pandai dan kemampuan akademiknya kurang. Hal tersebut
memicu orangtua siswa berlomba menyekolahkan anaknya di sekolah yang unggulan baik
menggunakan jalur PPDB resmi maupun melalui jalur belakang yaitu dengan kekuatan koneksi
dan uang. Penerapan sistem zonasi memang membatasi siswa dalam memilih sekolah yang
diinginkan, akan tetapi sistem zonasi juga memperkecil kemungkinan terjadinya penerimaan
peserta didik baru melalui jalur yang tidak transparan tersebut. Dengan demikian, pemerataan
input SDM atau peserta didik di seluruh sekolah di Indonesia dapat terwujud.
Selain itu, secara tidak langsung pemerataan input peserta didik juga berpengaruh pada
pemerataan beban mengajar guru-guru di Indonesia. Guru yang mengajar di sekolah unggulan
memiliki beban mengajar yang bisa dikatakan tidak terlalu berat karena input peserta didik yang
masuk sudah memiliki kemampuan akademik tinggi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan
yang terjadi di sekolah non-unggulan. Guru yang mengajar di sekolah tersebut harus bekerja
lebih keras dalam mengajar karena input peserta didik yang masuk rata-rata memiliki
kemampuan akademik yang rendah. Dengan pemerataan input peserta didik melalui sistem
zonasi, guru di sekolah unggulan harus menyesuaikan cara mengajar dengan adanya input siswa
yang kemampuan akademiknya kurang, begitu sebaliknya dengan guru di sekolah non-unggulan
yang juga harus menyesuaikan metode mengajar dengan adanya input siswa dengan kemampuan
akademik yang tinggi. Hal tersebut akan memicu guru untuk meningkatkan kualitas diri sebagai
SDM penyelenggara pendidikan. Adanya input siswa berprestasi di sekolah non-unggulan
diharapkan juga akan memicu pihak sekolah untuk menyediakan dan meningkatkan kualitas
fasilitas sekolah sebagai penunjang proses pembelajaran.
Terlepas dari pro dan kontra yang ada, pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi masih
perlu untuk diperbaiki. Menurut Wahyunu (2018) penerapan sistem zonasi pada PPDB tahun
ajaran 2018/2019 tidak berjalan optimal karena beberapa faktor. Pertama, sosialisai terkait sistem
zonasi yang dilakukan masih sampai pada pihak pemimpin daerah, kepala sekolah, dan tokoh
masyarakat, akan tetapi sosialisasi belum menjangkau pihak orang tua siswa sehingga masih
banyak orang tua siswa yang belum memahami prosedur pelaksanaan sistem zonasi. Hal tersebut
bertambah buruk dengan masih banyak orang tua siswa yang kurang tanggap teknologi sehingga
orang tua kesulitas memantau proses seleksi zonasi secara online. Ketidaktahuan orang tua calon
peserta didik tentang prosedur sistem zonasi menyebabkan masih ada orang tua calon peserta
didik yang mengupayakan anaknya untuk bersekolah di sekolah yang diinginkan melalui jalur
yang tidak resmi. Pada tahap yang lebih ekstrim, terdapat beberapa orang tua yang memanipulasi
data jarak tempat tinggal domisili agar anaknya diterima di sekolah yang diinginkan.
Kedua, kendala teknis seperti server PPDB yang mengalami gangguan karena terlalu
banyak yang mengakses. Selain itu, masih terdapat kekurangan jumlah SDM yang bertugas
sebagai operator seleksi online. Hal ini harus dievaluasi dan diperbaiki pemerintah agar nantinya
terlaksana PPDB sistem zonasi yang lebih baik. Kendala lainnya berasal dari faktor tidak
seimbangnya kapasitas atau kuota calon peserta didik yang harus diterima sekolah dengan
jumlah calon peserta didik termasuk dalam radius zonasi sekolah tersebut.
Berkaca dari pelaksanaan PPDB tahun 2018/2019 pemerintah perlu bertindak agar
kendala tersebut dapat diminimalisir. Sosialisasi sistem zonasi harus lebih gencar dilakukan
hingga menjangkau orang tua calon peserta didik. Sosialisasi ini penting untuk memberikan
gambaran kepada orang tua peserta didik tentang tujuan pemerataan kualitas pendidikan yang
ingin dicapai melalui sistem zonasi ini dan mengubah persepsi orang tua terkait sekolah
unggulan dan non-unggulan. Permasalahan ketidakseimbangan kuota calon peseta didik dengan
jumlah calon peserta didik yang masuk radius zonasi sekolah harus segera diatasi oleh
pemerintah daerah yang berwenang. Menurut Andina (2017) dalam pelaksanaan sistem zonasi,
jumlah sekolah pada tiap zona harus dipastikan cukup untuk menampung calon peserta didik di
radius zona tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penambahan jumlah sekolah negeri pada tiap-tiap
zona dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ketidakseimbangan antara kuota peserta
didik yang dapat diterima dengan jumlah calon peserta didik di suatu zona . Kemudian sebelum
memberlakukan PPDB dengan sistem zonasi, pemerintah harus memastikan kesiapan teknis dan
sumber daya manusia yang terlibat demi terlaksananya PPDB yang transparan.
Secara pribadi, penulis mendukung penerapan PPDB dengan zonasi ini. Jika
ketidaksiapan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia sekolah yang menjadi akar penolakan
sistem zonasi, maka menurut penulis justru dengan adanya sistem zonasi maka kualitas dari
suatu sekolah akan meningkat. Adanya peserta didik baru yang kemampuan akademiknya sangat
heterogen akan memaksa penyelenggara pendidikan dalam hal ini pihak sekolah dan guru untuk
keluar dari zona nyamannya dan meningkatkan kualitas sarana prasarana sekolah untuk
mendukung proses pembelajaran peserta didik baru. Di awal penerapan sistem zonasi pasti masih
banyak yang harus dievaluasi dan diperbaiki oleh pemerintah. Akan tetapi, dengan seiring waktu
dan perbaikan yang terus dilakukan diharapkan dampak jangka panjang dari sistem zonasi terkait
pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia dapat terlihat.
Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan sistem zonasi juga menyebabkan
siswa memiliki persepsi yang kurang baik terhadap pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.
Dengan adanya sistem zonasi, siswa menganggap bahwa mereka tidak perlu belajar dengan
sungguh- sungguh karena mereka sudah mengetahui di sekolah mana mereka akan diterima
setelah lulus. Permasalahan ini butuh perhatian khusus dari orang tua dan guru. Siswa perlu
diberi motivasi untuk belajar walaupun sudah ada sistem zonasi karena proses belajar tidak
hanya menyangkut nilai akademik melainkan lebih menekankan pada karakter dan keterampilan
siswa setelah proses pembelajaran tersebut.

Kesimpulan
Sistem zonasi merupakan upaya nyata yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan
pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Terlepas dari pro dan kontra yang mengiringi
sistem zonasi, pihak-pihak yang terlibat seperti pemimpin daerah, tokoh masyarakat, kepala
sekolah, guru, masyarakat umum, dan orang tua peserta didik harus bersinergi demi tercapainya
tujuan pemerataan pendidikan di Indonesia. Berkaca dari kendala-kendala yang terjadi saat
PPDB dengan sistem zonasi pada tahun ajaran sebelumnya, pihak pemerintah harus berbenah
diri dalam hal persiapan teknis dan penyuluhan prosedur sistem zonasi agar mampu menjangkau
orang tua peserta didik.

Referensi
Permendikbud No.14 tahun 2018
Andina,E.2017.Sistem Zonasi dan Dampak Psikososial bagi Peserta Didik.Puslit,9(14),13-18
Wahyuni,D.2018.Pro Kontra Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran
2018/2019.Puslit,10(14),13-18

Anda mungkin juga menyukai