Anda di halaman 1dari 5

TUGAS ESSAY

PELATIHAN KEPEMIMPINAN PENGAWAS


AGENDA I

Analisis Masalah Dalam Mengatasi Kemiskinan Ekstrim


di Indonesia

Disusun oleh:

Nama Peserta : Eva Apriliyanti, SE, MM


NIP : 19780428 200112 2 002
Instansi : Dinas Pertanian Provinsi Banten
Jabatan : Kepala Subbag Tata Usaha UPTD
BPTPHP
Angkatan PKP : 11
Kelompok : 2

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah


Provinsi Banten
Tahun 2023
1. Pendahuluan

Sistem penerimaan siswa baru berbasis zonasi (PSB Zonasi) pertama kali
dikenalkan di Indonesia pada tahun 2015. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia mengeluarkan regulasi yang mengamanatkan penerapan PSB Zonasi
sebagai sistem baru dalam penerimaan siswa baru di tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan dan mencegah
penumpukan siswa di sekolah-sekolah yang populer. Tentu saja tujuan ini sangat baik
dan mulia.

Namun demikian, dalam perjalanannya sistem PSB Zonasi sering menghadapi


masalah di berbagai tempat di Indonesia. Citra sekolah-sekolah populer masih belum
hilang di benak masyarakat, sehingga masih berjuang bagaimana caranya agar anak-anak
mereka masuk ke sekolah yang dianggap oleh mereka bagus. Hal inilah yang kemudian
menciptakan praktik-praktik kecurangan dalam proses penerimaan siswa baru. (LATAR
BELAKANG)

Essay ini berusaha menjelaskan apa saja potensi-potensi kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan PSB zonasi di Indonesia, setelah implementasi kebijakan ini selama
hamper satu dasawarsa. Analisis terhadap potensi-potensi kendala ini sangat penting
untuk perumusan kebijakan pendidikan di masa yang akan datang. (TUJUAN)

2. Analisis Masalah

Analisis dalam essay ini disarikan dari beberapa literatur di antaraya adalah
(Andina, 2017; Kaffa et al., 2021; Mareta et al., 2021; Widyastuti, 2020). Berikut ini
permasalahan-permasalahan yang dihadapi setelah beberapa tahun pelaksanaan
penerimaan siswa baru menggunakan sistem zonasi.

Ketidakseimbangan kualitas pendidikan: Sistem zonasi sekolah dapat


menyebabkan ketidakseimbangan kualitas pendidikan di berbagai wilayah. Sekolah yang
berada di daerah dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah atau lingkungan yang
kurang mendukung mungkin memiliki sumber daya yang terbatas dan kurang berkualitas
dibandingkan dengan sekolah di daerah yang lebih makmur. Sistem zonasi sekolah tidak
selalu mencerminkan perubahan kualitas sekolah dari waktu ke waktu. Sekolah yang
dulunya unggul mungkin mengalami penurunan kualitas, tetapi tetap menjadi pilihan
utama bagi siswa dalam zona. Berbeda dengan negara maju yang menerapkan system
zonasi, seperti Jepang. Di sana, semua sekolah memang telah memiliki standar kualitas
dan fasilitas yang sama di semua wilayah, sehingga orang tua tidak terlalu khawatir
dalam memilih sekolah untuk anaknya.

Penurunan daya saing: Sistem zonasi sekolah dalam beberapa kasus dapat
mengurangi daya saing antar sekolah, karena siswa hanya memiliki pilihan terbatas
dalam memilih sekolah yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.

Kurangnya pilihan: Siswa dan orang tua di daerah tertentu mungkin terbatas pada
sekolah-sekolah tertentu yang berada dalam zona mereka. Ini bisa menjadi masalah jika
sekolah yang ditugaskan tidak sesuai dengan kebutuhan, minat, atau potensi siswa.

Kurangnya inovasi dan kompetisi: Ketika siswa dan orang tua hanya memiliki
pilihan terbatas untuk sekolah, ini bisa menghambat kompetisi antar sekolah. Kurangnya
persaingan dapat menghambat motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
inovasi.

Masalah transportasi: Beberapa siswa mungkin harus menghadapi perjalanan


yang jauh dan rumit untuk mencapai sekolah yang ditugaskan karena zonasi, yang dapat
menyebabkan stres dan beban bagi siswa dan orang tua. Sejatinya, sistem zonasi justru
seharusnya mendekatkan siswa ke sekolah. Sayangnya, adanya batas-batas administrasi
kewilayahan (kabupaten / kota / provinsi) menyebabkan seseorang bersekolah ke sekolah
yang lebih jauh, karena sekolah yang terdekat dengan rumahnya ternyata berada di
wilayah administrasi daerah lain yang tidak sesuai dengan domisili kartu keluarganya.

Mobilitas keluarga: Sistem zonasi sekolah juga dapat menyulitkan mobilitas


keluarga. Jika keluarga harus pindah ke lokasi yang berbeda, anak-anak mungkin harus
berpindah sekolah juga, yang bisa berdampak negatif pada pendidikan dan
perkembangan mereka.

Pertumbuhan populasi: Sistem zonasi sekolah mungkin kesulitan menangani


perubahan dinamis dalam pertumbuhan populasi. Jika suatu daerah mengalami
peningkatan pesat jumlah penduduk, sekolah-sekolah di zona tersebut mungkin menjadi
terlalu padat, menyebabkan penurunan kualitas pendidikan. Sebaliknya, pada daerah
yang kekurangan penduduk, bisa jadi sekolah-sekolah di wilayahnya kekurangan siswa.

Ketidakseimbangan distribusi murid: Sistem zonasi sekolah dapat menyebabkan


ketidakseimbangan distribusi murid di antara sekolah-sekolah. Beberapa sekolah
mungkin mengalami peningkatan jumlah murid, sementara sekolah lain mungkin
mengalami penurunan. Hal ini bisa menyebabkan kesulitan dalam mengelola jumlah
murid dan alokasi sumber daya yang merata.

Potensi segregasi: Sistem zonasi sekolah bisa menyebabkan segregasi sosial dan
ekonomi, karena daerah yang kaya cenderung memiliki akses ke sekolah yang lebih
baik, sementara daerah yang kurang beruntung dapat terjebak dalam lingkaran
kemiskinan pendidikan.

Pemisahan sosial dan ekonomi: Sistem zonasi sekolah dapat memisahkan


kelompok sosial dan ekonomi, di mana sekolah-sekolah di daerah yang lebih makmur
atau elit cenderung memiliki siswa dari latar belakang sosial-ekonomi yang lebih tinggi,
sementara sekolah-sekolah di daerah kurang makmur mungkin lebih dihadiri oleh siswa
dari latar belakang yang lebih rendah. Hal ini dapat meningkatkan kesenjangan sosial
dan menyulitkan upaya mencapai inklusivitas dalam pendidikan.

Namun demikian, penting untuk diingat bahwa sistem zonasi sekolah juga
memiliki beberapa manfaat, seperti menciptakan kestabilan dan pemetaan yang lebih
mudah bagi pihak berwenang untuk mengalokasikan sumber daya. Sistem zonasi
sekolah juga mendorong pemerintah untuk melakukan penyeragaman kualitas dan
fasilitas di seluruh wilayah Indonesia.

3. Penutup

Setiap sistem memiliki kelebihan dan kelemahan, dan seringkali perlu


diseimbangkan dengan kebutuhan dan tujuan masyarakat setempat. Jika ada masalah
atau kelemahan dalam sistem zonasi sekolah, ada baiknya untuk melibatkan semua
pemangku kepentingan, seperti orang tua, guru, dan pihak berwenang, dalam upaya
untuk mencari solusi yang lebih baik dan lebih inklusif bagi pendidikan. Para praktisi
dan peneliti bidang pendidikan harus diberikan kesempatan dalam forum-forum ilmiah
menyampaikan masalah-masalah ini, sementara pemerintah harus berani legowo
menerima masukan-masukan ini untuk mengubah, memperbaiki, dan menyempurnakan
sistem zonasi ini.

Daftar Pustaka

Andina, E. (2017). Sistem Zonasi dan Dampak Psikososial bagi Peserta Didik. Majalah Info
Singkat Kesejahteraan Sosial, 9(14), 9–12. www.puslit.dpr.go.id
Kaffa, Z., Budi, S. S., & Gistituati, N. (2021). Kebijakan Penerapan Sistem Zonasi. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 5(1), 1870–1877.
https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1193
Mareta, I., Ayuningtyas, I., Rosa, D., & Islamiah, N. W. I. (2021). Analisis Kebijakan
Zonasi : Terampasnya Hak Sekolah dan Siswa dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan,
30(2), 235–244. https://doi.org/10.32585/jp.v30i2.1522
Widyastuti, R. T. (2020). Dampak Pemberlakuan Sistem Zonasi Terhadap Mutu Sekolah Dan
Peserta Didik. Edusaintek : Jurnal Pendidikan, Sains Dan Teknologi, 7(1), 11–19.
https://doi.org/10.47668/edusaintek.v7i1.46

Anda mungkin juga menyukai