Anda di halaman 1dari 13

EVALUASI DAN REKOMENDASI SISTEM PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU

(PPDB) DENGAN SISTEM ZONASI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Wawasan Pendidikan
Yang diampu oleh Prof. Dr. Eddy Sutadji, M.Pd.

Disusun oleh:
Agus Setyo (230551900155)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN VOKASI
OKTOBER 2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. LATA BELAKANG
B. TUJUAN
C. PERMASALAHAN
BAB II PEMBAHASAN
A. PERMASALAHAN PELAKSANAAN PPDB SISTEM ZONASI DI INDONESIA
B. EVALUASI SISTEM PPDB ZONASI
C. REFLEKSI PELKSANAAN PPDB ZONASI
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR RUJUKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah fondasi utama dalam pembangunan suatu negara. Namun, Indonesia
masih dihadapkan pada tantangan besar dalam meratakan kualitas pendidikan dan infrastruktur
pendidikan di berbagai daerah. Kesenjangan tersebut semakin tampak dalam Proses Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) (Hasbullah & Syaiful Anam, 2019). Oleh karena itu, penerapan sistem
zonasi pada PPDB menjadi semakin penting dalam mengatasi kesenjangan pendidikan dan
infrastruktur, dengan dampak positif yang signifikan.
Kesenjangan pendidikan dan infrastruktur di Indonesia menjadi tantangan serius dalam
menyediakan akses pendidikan yang setara bagi semua anak. Sekolah di daerah perkotaan
cenderung lebih mendapat dukungan sumber daya dan fasilitas yang lebih baik daripada sekolah
di daerah pedesaan (Mulyani et al., 2020). Akibatnya, peluang pendidikan yang merata menjadi
terhambat. Sistem zonasi pada PPDB diperlukan untuk memastikan bahwa semua anak memiliki
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, tanpa dibatasi oleh lokasi
tempat tinggal mereka.
Menurut Adiwisastra, Irawati dan Purwanti dalam penelitiannya (Mulyani et al., 2020)
dampak dari system zonasi dalam PPDB adalah : Meratakan Peluang Pendidikan: Dengan sistem
zonasi, kuota penerimaan peserta didik baru akan ditetapkan berdasarkan wilayah atau zona
tertentu. Hal ini akan mencegah akumulasi pendaftar di sekolah-sekolah populer di daerah
perkotaan. Sebagai hasilnya, anak-anak di daerah terpencil atau pedesaan akan mendapatkan akses
pendidikan yang lebih baik, meratakan peluang pendidikan di seluruh wilayah. Meningkatkan
Kualitas Sekolah: Zonasi tidak hanya membantu meratakan peluang pendidikan, tetapi juga
mendorong peningkatan kualitas sekolah di daerah yang sebelumnya terpinggirkan. Dengan
adanya alokasi kuota yang lebih merata, sekolah di daerah-daerah tersebut akan mendapatkan
dukungan dan perhatian lebih besar dari pemerintah, termasuk dalam hal fasilitas, tenaga pendidik,
dan kurikulum. Mengurangi Persaingan Tidak Sehat: Sistem zonasi juga dapat mengurangi
tekanan psikologis pada siswa dan orangtua yang mungkin terjebak dalam persaingan sengit untuk
masuk ke sekolah-sekolah favorit di daerah perkotaan. Dengan kuota penerimaan yang dibatasi
berdasarkan zona, anak-anak akan lebih cenderung mendaftar di sekolah yang berada di dekat
tempat tinggal mereka, mengurangi persaingan yang tidak sehat.
Penerapan sistem zonasi pada PPDB adalah langkah yang sangat relevan dalam upaya
mengatasi kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah. Dengan meratakan
peluang pendidikan, meningkatkan kualitas sekolah di daerah terpinggirkan, dan mengurangi
persaingan tidak sehat, sistem zonasi memiliki potensi untuk menciptakan sistem pendidikan yang
lebih inklusif dan merata di Indonesia(Setiawan & Rahaju, 2021). Dukungan dari sumber-sumber
terbaru, termasuk regulasi pemerintah dan lembaga internasional, semakin mengukuhkan urgensi
dan manfaat dari penerapan sistem zonasi pada PPDB.
Namun beberapa permasalahan sistem zonasi PPDB masih ramai di masyarakat meliputi
minimnya sosialisasi, kurangnya kesiapan pemerintah daerah dalam penentuan zona sekolah,
masih beragamnya pemahaman pemerintah daerah dan masyarakat tentang zonasi PPDB, serta
masih kuatnya dikotomi sekolah unggulan dan nonunggulan.

B. Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah pada makalah ini adalah :
a. Apa saja masalah yang timbul akibat system PPDB berbasis zonasi?
b. Bagaimana evaluasi yang telah dilakukan oleh pemerintah terkait dengan system zonasi?
c. Bagaimana pemerintah dan masyarakat melakukan upaya refleksi untuk perbaikan system ppdb
system zonasi?

C. Tujuan
Tujua dari makalah ini adalah untuk :
a. Mengetahui apa saja permasalahan yang timbul akibat system PPDB berbasis zonasi
b. Mengetahui evaluasi apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah terkait system zonasi
c. Mengetahui Upaya refleksi yang telah dilakukan oleh Masyarakat dan pemerintah dalam upaya
memperbaiki system zonasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERMASALAHAN PELAKSANAAN PPDB SISTEM ZONASI DI INDONESIA


Permasalahan zonasi pada pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau PPDB
menunjukkan bahwa kualitas seluruh sekolah belum merata. Kecurangan pendaftaran terkait
pemalsuan data kependudukan dapat dicegah dengan peraturan ketat yang menyelaraskan mutu
pendidikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018,
sistem penerimaan peserta didik dapat diterima melalui model perlombaan dengan hasil prestasi
akademik, maka dengan sistem zonasi ini berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) jarak tempat
tinggal dengan sekolah menurut zona. , 2) surat hasil ujian negara (untuk siswa SMP); 3) prestasi
akademik dan nonakademik. Kebijakan ini berlaku untuk semua sekolah pemerintah daerah.
Berdasarkan rincian kelayakan, jumlah siswa yang diterima adalah 90 persen, 5 persen dari akses
jalan non-zona, dan 5 persen dari relokasi atau bencana. Berdasarkan pedoman pemerintah, PPDB
mengikuti prinsip kebijakan sistem zonasi yang obyektif, transparan, bertanggung jawab, dan adil
di segala bidang (Syakarofath et al., 2020).
PPDB mendapat respon positif dari beberapa kalangan karena kemampuannya dalam
memberikan akses yang lebih luas kepada siswa dari latar belakang ekonomi rendah. Bagi siswa,
membayar biaya sekolah dan mendapatkan nilai tinggi di sekolah pilihannya bukan lagi sebuah
kendala. Anda tidak perlu khawatir untuk menempuh perjalanan jauh ke sekolah karena sarana
transportasi yang anda miliki terbatas. Padahal, jarak rumah ke sekolah hanya bisa ditempuh
dengan berjalan kaki. Dalam hal ini, zonasi menunjukkan kemampuannya dalam memfasilitasi
masuknya siswa dari kelas menengah ke kelas sosial yang lebih tinggi, seperti yang terjadi dalam
satu dekade terakhir (, Ishak, 2020). Bagi orang tua, mereka merasa lebih nyaman karena lebih
mudah untuk mengontrol anak-anak. Berkat pembagian wilayah, jarak rumah dan sekolah tidak
lagi jauh. Orang tua tiba di sekolah dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan
sebelumnya. Jarak rumah dan sekolah yang jaraknya lebih dekat dapat membuat orang tua lebih
leluasa dan mudah berkomunikasi langsung dengan pihak sekolah mengenai hasil akademik
anaknya. Bagi sekolah, sistem sistem zanasi dapat membantu banyak sekolah di suatu daerah
menjadi lebih canggih karena mereka menerima berbagai siswa berkualitas tinggi. Hal ini
membuat guru semakin termotivasi untuk meningkatkan keterampilannya. Sekolah yang tadinya
mempunyai nilai kurang disukai, kini mempunyai kesempatan yang sama untuk menerima siswa
yang nilainya di atas rata-rata. Masukan siswa yang lebih baik dapat digunakan untuk mencapai
kinerja yang lebih baik, yang dapat meningkatkan atau mengubah citra sekolah. Mengingat respon
dan dampak positif masyarakat, maka sistem zonasi layak diterapkan menurut banyak pengamat
dan peneliti kebijakan Pendidikan (Werdiningsih, 2020).
Namun, selain respon positif di atas, muncul pula tanggapan negatif dari banyak
pihak.Berdasarkan evaluasi, penerimaan PPDB yang dijalankan pemerintah secara serentak
ditingkat SMP dan SMA menuai bermacam kritik di kalangan masyarakat. Pertama, masyarakat
menilai bahwa sistem zonasi justru tidak mampu menyelesaikan isu pendidikan yang substansial
dan fundamental karena tidak semua kualitas sekolah dan pengajarnya setara di semua daerah.
Banyak sekolah yang lokasinya terkonsentrasi di suatu zona di daerah sehingga menyulitkan
masyarakat yang tinggal di pinggiran atau di zona lain, serta infrastruktur Indonesia dinilai belum
merata menjangkau daerah-daerah di luar pulau jawa. Alhasil pelaksanaan sistem zonasi yang
tergolong baru dirasakan malah hanya menambah sulit bagi orangtua untuk menyekolahkan
anaknya di sekolah dengan kualitas baik . Idealnya,pemerintah menyiapkan terlebih dahulu
sekolah-sekolah dengan merata secara geografis dan kualitas, baru kemudian menerapkan sistem
zonasi. Juga, kemungkinan polemik yang muncul seharusnya telah diduga jauh sebelum sistem
zonasi diterapkan. Dari sisi kapasitas sekolahyang secara umum masih minim, dapat dikatakan
bahwa sistem zonasi dianggap terlalu dini untuk diterapkan saat ini.Penerapan jalur prestasi juga
dirasa kurang tepat karena proporsi 5 sampai 10 persen dianggap terlalu kecil untuk dapat
mewadahi banyaknya siswa berprestasi. Efeknya, sebagian masyarakat merasa “tercurangi” atas
sistem zonasi, khususnya bagi mereka yang putra-putrinya mendapat nilai ujian akhir yang
tinggi.Mereka merasa capaian belajar anak-anak mereka menjadi tidak penting sebab sekolah
hanya melihat siapa-siapa yang tinggal paling dekat dengan sekolah . Banyak dari mereka yang
putus asa dan marah karena nilai akademis yang diperoleh dari proses perjuangan dengan
mengikuti program-program tambahan belajar (bimbel) kalah dengan mereka yang tinggal dekat
sekolah padahal nilai akademisnya jauh lebih rendah .Jarak rumah ke sekolah sebagai penentu
utama juga dipandang sulit diterapkan mengingat distribusi keberadaan sekolah dan jumlah
penduduk kurang merata. Hal ini berdampak terhadap sebaran siswa di setiap sekolah-sekolah.
Lebih jauh dari itu, kondisi tersebut menyebabkan ada sekolah yang kelebihan siswa dan ada
sekolah yang kekurangan siswa (Aidil Putra, 2022) .Masalah kekurangan siswa di zonasi bukan
padat penduduk akan berdampak pada jumlah jam mengajar guru. Ini tentu akan merugikan
mereka dalam hal pengurusan tunjangan sertifikasi. menambahkan bahwa polemik kekurangan
dan kelebihan siswa ternyata juga berdampak pada sekolah-sekolah swasta yang berlokasi di pusat
kota. Mereka mesti bersaing dengan sekolah-sekolah negeri yang umumnya menjamur di zona
pusat kota.Penerapan sistem zonasi juga dinodai dengan munculnya pelanggaran-pelanggaran
dalam pelaksanaan sistem zonasi. Dalam aturanyang berlaku, penentuan jarak tempat tinggal ke
sekolah dilihat dari jarak RW alamat tempat tinggal calon siswa sesuai yang tertera di Kartu
Keluarga. Hal ini meresahkan masyarakat karena berpeluang terjadinya kecurangan. Hal ini pun
terbukti, telah terjadi penitipan nama siswa dalam KK milik anggota keluarga yang tinggal
berdekatan dengan sekolah, hingga penjualan kursi oleh beberapa oknum.

B. EVALUASI SISTEM PPDB ZONASI


Pemerintah akan mengevaluasi penerapan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru atau
PPDB. Hal ini mengingat banyaknya keluhan masyarakat terkait sistem penerimaan siswa. Selain
evaluasi, pemerintah bakal memaksimalkan sosialisasi sistem zonasi PPDB pada Oktober. Ini guna
memudahkan pemerintah daerah atau pemda menyampaikan perubahan peraturan PPDB. Dinas
Pendidikan sebaiknya menyampaikan sosialisasi mengenai PPDB lebih awal guna mencegah
munculnya masalah dalam pelaksanaan penerimaan siswa baru. sosialisasi yang lebih awal dapat
membantu para orang tua dan calon siswa untuk memperhitungkan pilihan sekolah yang bisa
diambil lebih cepat (Nora, 2022).
Implementasi PPDB berbasis zonasi perlu mempertimbangkan kondisi wilayah, apakah
wilayah tersebut padat sekolah atau jarang/tidak ada sekolah. Direkomendasikan sekolah di
wilayah padat dapat dipilih calon peserta didik dari wilayah sedikit sekolah. Sebagai contoh, zona
4 merupakan wilayah yang jarang sekolah maka calon peserta didik di zona 4 diperbolehkan
mendaftar pada zona 1 sebagai wilayah yang padat sekolah. Demikian juga calon peserta didik di
zona 3 yang tergolong jarang sekolah mempunyai peluang untuk mendaftar di zona 1 atau zona 2.
Persentase kuota jalur (Zonasi, Prestasi dan Perpindahan orang tua) dapat mengacu pada
Permendikbud No 20 Tahun 2019. Usulan dalam pembagian zonasi adalah berdasarkan wilayah
di tingkat Kabupaten/Kota dan ditentukan oleh pemerintah daerah. Dalam hal ini, Kabupaten/Kota
dibagi menjadi 3 zona atau lebih. Wilayah zonasi bisa terdiri dari satu kecamatan dengan kategori
padat sekolah atau penggabungan dari beberapa kecamatan yang jumlah sekolahnya sedikit,
sehingga dapat dikategorikan menjadi 3 kriteria yaitu 1) zonasi kategori sangat baik, 2) zonasi
kategori baik dan 3) zonasi kategori kurang. Pembagian zonasi ini mewadahi sekolah pada jenjang
PAUD, SD, SMP, SMA/SMK serta sekolah non formal. Sebagai contoh, Zona 1 terdiri dari 1
wilayah kecamatan yang berkategori padat sekolah, Zona 2 terdiri dari 2 kecamatan dengan
kategori sedang untuk tingkat kepadatan sekolahnya, sedangkan Zona 3 dan zona 4 terdiri 3
kecamatan dengan kategori sedikit sekolah (Datuk, 2020).
Selain sosisa;isasi, pelaksanaan zonasi pendidikan perlu mempertimbangkan ketersediaan
dan ketercukupan guru serta kompetensi guru. Berikut beberapa rekomendasi kebijakan terkait
dengan kebutuhan guru, baik di jenjang SMP maupun SMA: 1) Pemenuhan guru sesuai kualikasi
Sebagian besar Pemerintah Kabupaten/Kota untuk jenjang SMP dan Pemerintah Daerah Propinsi
untuk jenjang SMA menyatakan mereka kekurangan guru Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu,
pemenuhan guru sesuai dengan standar yang ditetapkan perlu menjadi prioritas. Setiap daerah
perlu menyusun formasi kebutuhan guru yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan kelayakan
guru, jenis bidang ilmu yang dibutuhkan, rasio guru siswa, status kepegawaian guru (negeri atau
honorer/Guru Tidak Tetap), dan kepemilikan sertikat profesi guru, 2) Pemeratan guru Antar-
sekolah Pemda Kabupaten/Kota maupun Pemda Propinsi melaksanakan pemutasian guru secara
konsisten dan berkesinambungan dalam rangka memenuhi kebutuhan/pemerataan guru.
Pengecekan kecukupan guru perlu dilakukan setiap tahun, mengingat kuota siswa yang diterima
di setiap sekolah berpeluang mempengaruhi kebutuhan guru. Dalam melakukan pemutasian guru,
Dinas Pendidikan perlu melibatkan badan kepegawaian daerah (BKD) agar dapat memantau titik-
titik konsentrasi guru pada sekolah tertentu.

C. REKOMENDASI PELKSANAAN PPDB ZONASI


Sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 5, pemerintah berkewajiban
dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu kepada semua warga negara (Prasetyo,
2018) . Salah satu kebijakan pemerintah dalam mendorong peningkatan akses dan pemerataan
mutu pendidikan adalah melalui kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru
(PPDB). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Permendikbud Nomor 51
Tahun 2018 kemudian Permendikbud No 20 Tahun 2019 sebagai landasan legal PPDB berbasis
zonasi. Pada prinsipnya, zonasi adalah upaya pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada
warga usia sekolah agar dapat bersekolah di sekolah yang dekat dengan domisili mereka, tanpa
mempertimbangkan nilai akademik atau prestasi anak. Risalah kebijakan ini didasarkan pada studi
yang dilaksanakan sebagai evaluasi awal serta penggambaran pelaksanaan kebijakan zonasi.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) bagaimanakah penerapan PPDB zonasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dan 2) Apakah dampak implementasi PPDB zonasi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Lokasi yang menjadi sampel
penelitian ini adalah lima (5) provinsi/kabupaten/kota (Kota Surabaya, Kota Surakarta, Kota
Bandung, Kota Serang dan Kota Pontianak) karena kelima wilayah tersebut telah melaksanakan
kebijakan PPDB sistem zonasi. Adapun sekolah yang dipilih sebagai unit analisis di setiap sampel
lokasi didasarkan pada pertimbangan 1) kategori luas zona dan radius yaitu kategori rendah dan
sedang.
Agar implementasi PPDB berbasis zonasi dapat berjalan efektif, maka diperlukan beberapa
perangkat, antara lain 1) Permendikbud tentang PPDB dan juknis PPDB, 2) peta PPDB zonasi, 3)
sistem penentuan jarak dari domisi ke sekolah, 4) jaringan internet yang stabil, dan 5) waktu yang
cukup untuk sosialisasi (Madiana et al., 2022).
Pemerintah daerah telah mengeluarkan Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Wali Kota
serta petunjuk teknis (juknis) PPDB untuk menindaklanjuti Permendikbud tentang zonasi PPDB
tersebut, dimana proporsi kuota pada setiap jalur adalah 1) kuota jalur zonasi 80%; 2) kuota jalur
prestasi maksimal 15%; dan 3) kuota jalur perpindahan tugas orang tua maksimal 5%. Berdasarkan
hasil studi, terdapat variasi pelaksanaan zonasi PPDB di berbagai daerah. PPDB SMA di Provinsi
Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat menseleksi berdasarkan nilai UN, sedangkan di Kota
Surabaya, ditambahkan beberapa kategori jalur seperti sistem seleksi berdasarkan nilai USBN dan
hasil TPA. Di sisi lain, PPDB di Kota Bandung menggunakan kombinasi antara jarak tempat
tinggal dengan nilai USBN. Contoh lainnya adalah berdasarkan waktu daftar. Misalnya, jika ada
beberapa calon peserta didik memiliki domisili dengan jarak yang sama, maka calon peserta didik
dengan waktu daftar lebih awal yang akan diterima. Di sisi lain, dinas pendidikan (Disdik) juga
menyatakan adanya hambatan teknis akibat ketidakakuratan system aplikasi google map dalam
menentukan jarak domisili calon peserta didik. Selain itu, walaupun sudah dilakukan sosialisasi,
masih ada sebagian kecil daerah yang merasa sosiasliasi masih minim terutama kepada masyarakat
atau orang tua dari calon peserta didik baru.
Pelaksanaan PPDB berbasis zonasi secara umum memiliki enam poin dampak (Alpikar,
2021). Pertama, untuk peserta didik, jarak antara domisili dengan sekolah menjadi dekat dan kelas
menjadi heterogen dengan latar belakang sosial, ekonomi dan kemampuan akademik yang
beragam. Kedua, terhadap pembelajaran peserta didik baru, penyiapan materi ajar serta proses
belajar memiliki pendekatan yang berbeda, seperti adanya penerapan strategi pembelajaran yang
dikelompokkan menurut kemampuan akademik. Guru perlu melakukan pemilihan metode yang
sesuai dengan kemampuan peserta didik baru yang beragam. Ketiga, terhadap satuan pendidikan,
stigma sekolah favorit sudah mulai menurun. Sekolah yang dipersepsikan favorit saat ini menerima
siswa dengan latar belakang sosial, ekonomi dan akademik yang bervariasi. Keempat, adanya
distribusi guru yang belum merata antar sekolah. Kelima, pemerintah daerah perlu melakukan
pemetaan untuk penyediaan sekolah baru pada kecamatan yang masih belum ada SMP maupun
SMA. Keenam, dalam pelaksanaan PPDB berbasis zonasi perlu didukung oleh ketentuan zonasi
pendidikan sebagai wadah dalam intervensi kebijakan pemerataan mutu dan akses pendidikan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama,
implementasi kebijakan sistem zonasi dalam PPDB sangat positif dan telah berjalan dengan baik.
Namun, ada beberapa kendala antara lain: regulasi penetapan zonasi (jarak antara rumah dengan
sekolah jelas), sosialisasi mengenai zonasi perlu ditingkatkan, sekolah yang berada dalam naungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, penyebaran guru yang belum merata di sekolah, dan
tidak adanya epinstrum hukum yang kuat yang mengatur tentang sistem zonasi. Kedua, proses
Implementasi Kebijakan sistem zonasi dalam PPDB berdasarkan responden siswa, orang tua, dan
guru berada dalam kategori tinggi/baik. Hal ini menunjukkan implementasi kebijakan zonasi telah
berjalan dengan baik. Ketiga, tujuan kebijakan sistem zonasi dalam PPDB yang ditinjau dari nilai
siswa telah merata. Dengan demikian membuktikan bahwa dengan sistem zonasi menyebabkan
siswa berprestasi tidak menumpuk pada sekolah tertentu tetapi menyebar ke semua sekolah.
B. SARAN
Agar implementasi PPDB berbasis zonasi dapat berjalan efektif, maka diperlukan beberapa
perangkat, antara lain 1) Permendikbud tentang PPDB dan juknis PPDB, 2) peta PPDB zonasi, 3)
sistem penentuan jarak dari domisi ke sekolah, 4) jaringan internet yang stabil, dan 5) waktu yang
cukup untuk sosialisasi.
Pemerintah daerah telah mengeluarkan Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Wali Kota
serta petunjuk teknis (juknis) PPDB untuk menindaklanjuti Permendikbud tentang zonasi PPDB
tersebut, dimana proporsi kuota pada setiap jalur adalah 1) kuota jalur zonasi 80%; 2) kuota jalur
prestasi maksimal 15%; dan 3) kuota jalur perpindahan tugas orang tua maksimal 5%. Di sisi lain,
dinas pendidikan (Disdik) juga menyatakan adanya hambatan teknis akibat ketidakakuratan
system aplikasi google map dalam menentukan jarak domisili calon peserta didik. Selain itu,
walaupun sudah dilakukan sosialisasi, masih ada sebagian kecil daerah yang merasa sosiasliasi
masih minim terutama kepada masyarakat atau orang tua dari calon peserta didik baru.
DAFTAR RJUKAN

Ishak, D. C. S. (2020). Evaluasi Kebijakan Sistem Zonasi Dalam Seleksi Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) Tingkat Sekolah Menengah Atas di Kota Pekanbaru. Nakhoda: Jurnal
Ilmu Pemerintahan, 18(2), 92. https://doi.org/10.35967/jipn.v18i2.7829
Aidil Putra, I. (2022). Perspektif Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi Di Sekolah Menengah
Atas (Sma) Kota Depok. JISPE: Journal of Islamic Primary Education, 3(1), 55–66.
https://doi.org/10.51875/jispe.v3i1.47
Alpikar, A. (2021). Pengaruh sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru dan budaya
sekolah terhadap mutu pendidikan. JPGI (Jurnal Penelitian Guru Indonesia), 6(2), 449.
https://doi.org/10.29210/021069jpgi0005
Datuk, A. (2020). Sistem Zonasi Sebagai Solusi Bagi Orang Tua untuk Mendapatkan Pendidikan
Anak Yang Bermutu Di Kota Kupang. Attractive : Innovative Education Journal, 2(2), 20.
https://doi.org/10.51278/aj.v2i2.40
Hasbullah & Syaiful Anam. (2019). Evaluasi Kebijakan Sistem Zonasi Dalam Pemerimaan
Sekolah Menengah Pertama Negeri ( SMPN ) di Kabupaten Pemekasan.
Jurnal.UNITRI.Ac.Id, 9(2), 112–122.
Madiana, I., Alqadri, B., Sumardi, L., & Mustari, M. (2022). Penerapan Kebijakan Sistem Zonasi
serta Dampaknya terhadap Kesetaraan Hak Memperoleh Pendidikan. Jurnal Ilmiah Profesi
Pendidikan, 7(2c), 735–740. https://doi.org/10.29303/jipp.v7i2c.633
Mulyani, S. V., Tobari, & Houtman. (2020). Manajemen Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik
Baru Sistem Zonasi. Jambura Journal of Educational Management, 1(September), 71–84.
https://doi.org/10.37411/jjem.v1i2.162
Nora, D. (2022). Implementasi Kebijakan Sistem Zonasi. Jurnal Ecogen, 5(3), 498.
https://doi.org/10.24036/jmpe.v5i3.12904
Prasetyo, J. (2018). Evaluasi Dampak Kebijakan Sistem Zonasi Ppdb Terhadap Jarak Tempat
Tinggal Dan Biaya Transportasi Pelajar SMA Di DIY. Universitas Gajah Mada, 12.
http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/166064
Setiawan, H. R., & Rahaju, T. (2021). Evaluasi Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru
(Ppdb) Tingkat Smp Di Kota Surabaya. Publika, 491–502.
https://doi.org/10.26740/publika.v9n4.p491-502
Syakarofath, N. A., Sulaiman, A., & Irsyad, M. F. (2020). Kajian Pro Kontra Penerapan Sistem
Zonasi Pendidikan Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 5(2), 115–130.
https://doi.org/10.24832/jpnk.v5i2.1736
Werdiningsih, R. (2020). Kebijakan Sistem Zonasi Dalam Perspektif Masyarakat Pendidikan.
Public Service and Governance Journal, 1(02), 181.
https://doi.org/10.56444/psgj.v1i02.1562

Anda mungkin juga menyukai