Anda di halaman 1dari 3

Menyoal Sistem Zonasi dalam PPDB

Oleh : Indra Yusuf

Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2019/2020 terdapat 3

jalur yakni jalur zonasi, jalur prestasi dan jalur perpindahan orang tua/wali. Untuk jalur

zonasi kuotanya sebesar 90 persen, sedangkan jalur lainnya masing-masing sebesar 5 persen.

Berdasarkan pembagian jalur tersebut ternyata jalur PPDB sangat didominasi oleh jalur

zonasi. Sistem zonasi merupakan sistem penerimaan peserta didik yang didasarkan pada

domisili atau jarak tempat tinggal peserta didik terhadap lokasi sekolah. Domisili peserta

didik didasarkan pada alamat yang tertera di pada keluarga keluarga dalam satu tahun

terakhir.

Zonasi jelas sangat menguntungkan mereka yang tinggal di dekat sekolah-sekolah

yang telah baik kualitas dan sarana pendidikannya. Meskipun nilai UN mereka rendah akan

dengan sangat mudah masuk ke sekolah tersebut. Sementara mereka yang jadi korban adalah

para siswa yang sudah dengan susah payah telah meraih nilai UN tinggi namun rumahnya

berada diluar zona dari sekolah tersebut.

Sehingga peserta didik yang memiliki nilai tinggi tersebut dengan terpaksa mendaftar

di sekolah-sekolah yang hanya termasuk zonasinya. Padahal sekolah yang terdapat di

zonasinya merupakan sekolah yang kualitasnya relatif rendah dengan fasilitas pendidikannya

jauh dari memadai jika dibandingkan dengan sekolah diluar zonasinya.

Meskipun pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB terus mengalami penyempurnaan

oleh Kemendikbud. Namun demikian sistem zonasi tetap saja masih banyak mengandung

masalah yang sangat mendasar tentang makna pendidikan itu sendiri. Sistem zonasi pada

dasarnya adalah kebijakan yang bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan, namun

sayang nampaknya kebijakan zonasi tidak memepengaruhi percepatan akselerasi kualitas


pendidikan nasional. Kebijakan zonasi justru hanya akan menghilangkan atau menurunkan

kualitas sekolah yang sudah baik.

Dengan sistem zonasi juga akan menurunkan motivasi dan prestasi belajar siswa.

Daya juang siswa untuk meraih nilai UN atau USBN menjadi sia-sia. Yang pada akhirnya

akan melemahkan semangat belajar adik kelasnya untuk meraih nilai UN yang maksimal.

Dulu sebelum ada sistem zonasi siswa saling berkompetisi untuk dapat menempuh

pendidikan di sekolah yang lebih baik.

Kompetisi ini dilakukan untuk mendapatkan kursi di sekolah yang lebih baik. Hal

inilah yang telah memacu siswa untuk belajar lebih giat bahkan rela untuk mengikuti

bimbingan belajar di luar sekolah. Semua upaya dilakukan dengan harapkan mendapatkan

nilai Ujian Nasional (UN) atau Ujian Sekolah berstandar Nasional (USBN) yang tinggi.

Karena nilai UN atau USBN menjadi syarat seleksi dalam proses PPDB.

Kini nilai UN dan USBN yang didapat oleh para siswa tidak banyak memiliki arti

dalam proses PPDB. Padahal nilai UN/USBN merupakan salah satu dokumen yang berisi

rekam jejak kemampuan akademik disekolah sebelumnya. Proses PPDB dengan sistem

zonasi telah mengesampingkan kemampuan akademik peserta didik. Sistem zonasi lebih

mengakomodir faktor lain selain akademik. Kebijakan sistem zonasi adalah adalah kebijakan

yang bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan namun dengan mengorbankan hak anak

untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

Kita tentu sangat mengetahui betul bahwa ada kesenjangan antara satu sekolah

dengan sekolah lainnya adalah suatu kenyataan. Ada bangunan sekolah yang berdiri dengan

kokoh dan megah sementara sekolah lain kondisinya sangat memperihatinkan. Prasarana dan

sarana yang dimiliki antara sekolah yang satu dan yang lain pun sangat beragam. Ada suatu

sekolah yang telah memiliki semua ruang laboratorium dengan segala kelengkapanya, tapi

ada sekolah yang sama sekali tidak memiliki ruang laboratorium.


Belum lagi dalam hal pemerataan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan disetiap

sekolah. Ada suatu sekolah yang kekurangan tenaga pendidikanya sehingga proses KBM

tidak dapat berjalan efektif sementara sekolah yang lain berlebihan tenaga pendidik dan

kependidikanya.

Dengan sistem zonasi telah membatasi hak anak untuk melanjutkan pendidikan

disekolah yang terbaik. Dalam memenuhi hak untuk mendapatkan pendidikan anak lebih

memilih sekolah yang relatif lebih baik bukan sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya.

Berbeda jika kondisi semua sekolah telah benar-benar sama dalah hal kondisi fisik maupun

non fisik tentu sekolah yang akan lebih dekat menjadi pilihanya.

Sistem zonasi bukanlah solusi utama untuk pemerataan kualitas pendidikan,

melainkan pemerataan sarana dan prasarana serta pemenuhan tenaga pendidik yang memadai

di tiap sekolah yang perlu dilakukan. Sistem zonasi tidaklah efektif untuk menghilangkan

label sekolah favorit. Langkah yang tepat adalah menjadikan sekolah yang bukan favorit

menjadi sekolah favorit sehingga semua sekolah menjadi favorit dan sejajar. Dorong sekolah

yang non favorit dan non unggulan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah seperti dengan

peningkatan 8 standar pendidikan secara intensif bagi sekolah-sekolah tersebut.

Penulis adalah guru SMAN 7 Cirebon, Wakil Ketua MGMP Geografi Provinsi Jawa Barat.

Alamat : Jl Majalengka NO 11/B7 Nuansa Majasem Cirebon 45135.


No. Hp 081324229522
No. Rek BTN : 001 540 015 001 978 31

Anda mungkin juga menyukai