Anda di halaman 1dari 3

Budaya Literasi Sekolah Berawal dari Guru

Oleh : Indra Yusuf

Kebiasaan dan kemampuan menulis guru saat ini dirasakan masih sangat rendah.
Padahal kemampuan menulis bagi seorang guru telah menjadi tuntutan dan kebutuhan bagi
profesi guru. Banyak faktor mengapa sangat sedikit sekali jumlah guru yang memiliki
kebiasaan dan kemampuan menulis baik berupa karya tulis ilmiah maupun artikel di media
massa. Diantaranya adalah karena rendahnya minat baca, dan sebagian besar iklim disekolah
belum mendukung tumbuhnya budaya literasi.
Padahal budaya literasi yang salah satunya kemampuan menulis adalah salah satu ciri
dari masyarakat intelektual, yang didalamnya termasuk profesi guru. Oleh karenanya budaya
literasi di sekolah perlu terus dibangun oleh warga sekolah itu sendiri. Budaya menulis
merupakan suatu tradisi ilmiah yang mengandung aspek inovatif, edukatif dan produktif.
Inovatif, dengan menulis kita dapat menyalurkan ide-ide baru dan kreatif kepada orang lain
sehingga memberikan pemahaman dan pencerahan bagi penulis maupun pembaca. Edukatif,
dengan menulis berarti kita telah melakukan proses pendidikan secara tidak langsung kepada
masyarakat luas melalui tulisan-tulisan yang dimuat media. Produktif, dari menulis kita juga
kadang mendapatkan sedikit insentif ekstra.
Pada umumnya guru yang memiliki kebiasaan menulis akan juga memiliki budaya
membaca yang baik, sebab modal utama menulis adalah gemar membaca. Dengan demikian
seorang guru yang memiliki budaya menulis akan mempunyai referensi wawasan
pengetahuan yang lebih luas dan kuat. Sehingga pembelajaran yang dilakukan dalam kelas
tidaklah kering melainkan hidup karena penuh kreatifitas dan inovasi. Sekolah seharusnya
memiliki iklim yang mendukung agar tumbuhnya budaya literasi dikalangan gurunya. Ketika
budaya literasi dikalangan guru telah terbangun maka budaya literasi di kelas akan dengan
mudah dibangun.
Ada dua upaya untuk meningkatkan kompetensi literasi dasar guru, yakni :
Pertama, sebaiknya sekolah mempunyai agenda kegiatan bedah buku (a book review) secara
rutin. Setiap secara bergiliran guru berkewajiban untuk menjadi narasumber dalam kegiatan
bedah buku tersebut. Para berhak memilih buku yanga akan dibedah sesuai dengan minat dan
bidang keilmuan yang diampunya. Jika kegiatan buku dilakukan setiap bulan oleh 2-3 orang
guru, maka dalam setahun kita sudah dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan
keilmuan melalui 36 buku yang dibedah oleh rekan kita.
Kedua, saat ini masih banyak sekali media massa yang hadir ditengah gempuran
informasi dari media digital dan online. Pada umumnya setiap media massa memiliki rubrik
khusus untuk memuat karya tulis ilmiah dari berbagai latar belakang pembaca atau bidang
ilmu pengetahun. Karya tulis tersebut sering dikenal dengan sebutan artikel atau karya ilmiah
populer. Tentu ini media yang sangat baik untuk guru dalam mengasah kompetensi literasi
dasarnya. Menulis tulisan ilmiah populer di media massa juga merupakan salah satu bentuk
pengembangan keprofesian berkelanjutan yang wajib guru lakukan.
Kegiatan menulis merupakan salah satu kegiatan yang sarat dengan nilai pendidikan
yang perlu terus di bangun dikalangan guru. Karena dengan menulis berarti seorang guru
juga telah mampu membangun profesionalitasnya. Dengan menulis di media massa sama
halnya dengan memberikan pembelajaran kepada masyarakat. Manfaat menulis yang sangat
besar bagi guru diantaranya adalah untuk mengembangkan kompetensi guru, yang meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional (Pasal 10 ayat 1 UU
No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Tentu sebelum proses menulis seorang guru harus melewati proses membaca yang
sangat intensif untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang luas. Dengan demikian
guru yang sudah mulai menulis kebutuhan membacanya semakin luas. Kini tidak hanya
koran yang dilahap setiap harinya melainkan buku dan situs internet pun dibacanya. Karena
untuk menghasilkan sebuath tulisan yang baik diperlukan bahan bacaan yang beragam dan
luas. Ketika wawasan dan pengetahuan makin luas maka semakin mudahlah menghasilkan
tulisan dalam bentuk artikel untuk dikirim ke media massa.
Langkah selanjutnya untuk memupuk dan mempertahankan minat baca para guru,
sekolah mengagendakan kegiatan resensi, diskusi atau bedah buku setiap bulannnya. Masing-
masing guru diharapkan minimal dapat membaca sebuah buku bacaan dengan tema tertentu
dalam sebulan. Selanjutnya guru menyampaikan isi buku tersebut dalam kegiatan resensi,
diskusi atau bedah buku. Hal itu dilakukan secara rutin dan bergantian diantara para guru.
Dengan demikian jika setiap kegiatan terdapat 5 guru yang menyampaikan resensi
atau isi buku maka sama halnya dengan guru telah membaca 5 lima buku dengan judu dan
tema yang berbeda dalam sebulan. Tentu hal ini akan berdampak positif bagi proses
pembelajaran dikelas. Karena guru yang selalu menambah wawasan dan pengetahauan maka
ilmunya kan disampaikan seperti halnya air yang mengalir dari mata air pegunungan.
Berbeda dengan guru yang segan menambah wawasan dan pengetahuannya,maka ilmunya
bagai air tergenang yang tidak mengalir. Kini beberapa guru dari sekolah kami sudah telah
banyak artikelnya yang dimuat di media massa baik lokal maupun nasional. Bahkan telah
berhasil menyusun buku, baik buku bacaan maupun buku teks pelajaran.
Akhirnya kompetensi literasi dasar (membaca dan menulis) guru dan tenaga
kependidikan sangat berperan besar dalam membangun budaya literasi sekolah. Selain itu
kebiasaan menulis seorang guru akan membawa pengaruh positif terhadap budaya literasi
informasi dalam pembelajaran di kelas. Karena, setidaknya siswa-siswa di sekolah akan
terpacu untuk mengikuti kebiasaan gurunya dalam membaca dan menulis. Guru yang
memiliki kemampuan kompetensi literasi dasar akan dapat memberikan pembelajaran yang
segar dan kontekstual.

Penulis adalah guru SMAN 7 Cirebon.


Alamat : Jl Majalengka No 11 B7 Nuansa majasem
No. HP 081324229522

Anda mungkin juga menyukai