Anda di halaman 1dari 13

PEMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN DI

INDONESIA

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa :
1. Mampu menganalisis jenis permasalahan pokok pendidikan di Indonesia
2. Mampu mengaitkan setiap permasalahan yang ditemui dengan jenis
permasalahan pendidikan
3. menunjukkanpermasalahan pendidikan yang ada di Indonesia

B. Indikator Pencapaian Kompetensi


Kompetensi yang diharapkan, ditetapkan indikator sebagai berikut :
1. Mahasiswa menganalisis permasalahan pokok pendidikan di
Indonesia
2 .Mahasiswa menemukan permasalahan pendidikan yang terjadi di
daerah masing – masing, padang jenjangn pendidikan dasar dan
menengah

C. Pokok – Pokok Materi


Pokok-pokok materi yang akan dibahas pada modul ini adalah :
1. Permasalahan pokok Pendidikan di Indonesia
b. Pemerataan
c. Kuantitas
d. Kualitas
e. Efisiensi
f. Efektivitas
g. Relevansi
h. Tenaga pendidikdan tenaga Kependidikan
D. Uraian Materi
1. Pemerataan

Isu-isu masalah pemerataan pendidikan berkaitan dengan sistem


pendidikan seyogyanya menyiapkan peluang yang sangat besar bagi seluruh
masyarakat agar dapat mengakses pendidikan, yang mana mampu menjadi tempat
bagi keberlanjutan peningkatan SDM di Indonesia. Menurut Wayan (1992)
pemerataan pendidikan yang berkaitan dengan mutu proses dan hasil pendidikan
belumlah merata di Indonesia. Masih banyak terdapat gap yang cukup besar pada
penyelenggaraan pembelajaran pendidikan baik di kota maupun di desa, lebih
khusus lagi bila dibandingkan daerah Jawa dan daerah Timur Indonesia.
Apabila diamati lebih seksama dalam kurun waktu 10 tahun terakhir masih
dirasa belum berhasil Pendidikan secara keseluruhan dapat meningkatkan
kualitas hasil belajar sebagaimana pendapat Idris (1992:61-62) yang mana banyak
peserta didik mempunyai kemampuan yang sedang/kurang dalam hasil belajar.
Pasal 10 Ayat 2 : “belajar di sekolah beragama yang telah mendapatkan
pengakuan dari mentri agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”
Urgensi pemerataan pendidikan menjadi isu yang menarik, karena apabila anak-
anak yang seharusnya mengenyam pendidikan, di tingkat sekolah dasar, maka
siswa tersebut mempunyai kemampuan berupa membaca, menulis dan berhitung.
Dengan demikian ia mampu mengikuti tidak akan tertinggal dengan kemajuan
zaman, mereka menjadi mandiri dan tidak menjadi penghambat dari
pembangunan Indonesia. Pada tingkat pendidikan dasar, kebijakan yang
berkaitan dengan tersedianya akses pendidikan yang mempertimbangkan aspek
kuantitatif, sebab seluruh masyarakat perlu diberikan materi pemahaman yang
seimbang. Jika dilihat dengan seksama untuk jenjang pendidikan menengah
sampai dengan jenjang pendidikan tinggi, kebijakan pemerintah berkaitan dengan
pembangunan kualitatif dan relevansi, yang berhubungan dengan minat dan bakat
siswa, dimana kebutuhan lapangan kerja dan untuk pengembangan kebudayaan,
dan teknologi terbarukan. Namun dalam perkembangan yang terjadi pada dewasa
ini, terjadi ketidak seimbangan antara jumlah lembaga pendidikan dengan peserta
didiknya, antara sekolah umum dan sekolah kejuruan pada masing masing tingkat
satuan pendidikan, padahal sekolah kejuruan seharusnya lebih banyak dari pada
sekolah umum karena pembangunan membutuhkan kader kader yang cerdas dan
terampil, yang hal ini dapat ditangani melalui pendidikan kejuruan, dan ketidak
seimbangan juga terlihat pada adanya perbandingan jumlah yang mencolok antara
SD, SMP dan SMA. Lembaga SD jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah
lembaga SMP dan SMA.
Di sisi lain adanya upaya untuk pemerataan pendidikan melalui pendidikan
luar kelas berkembang cukup pesat, dalam hal ini ada dua faktor yang menjadi
pemicu hal tersebut. Pertama perkembangan IPTEK yang memberikan alternatif
bagi masyarakat dan kedua konsep pendidikan sepanjang hayat yang tidak
membatasi usia dari peserta didik dan tidak terbatas pada dinding ruangan kelas
yang mana hal ini dapat memberi akses yang luas bagi masyarakat dalam
menikmati kesempatan belajar. Ada banyak cara dapat dilakukan pemerintah
untuk mengatasi masalah pemerataan pendidikan. Mulai dari cara konvensional
sampai dengan cara inovatif. Adapun untuk cara tradisonal pemerintah dapat
melakukan: Pertama dengan membangun gedung sekolah dan ruang belajar dan
kedua memanfaatkan sekolah dengan sistem double sift (siswa dibagi kelas pagi
dan sore). Adapun cara kedua yaitu cara inovatif dengan membangun sistem
pamong (pendidikan bekerjasama dengan masyarakat), membangun sekolah di
daerah terpencil dan mengirimkan guru-guru untuk mendidik didaerah tersebut
(pola SM3T), pola pendekatan rumah (guru mendatangi rumah siswa), Program
Kejar Paket, Pembelajaran jarak jauh seperti yang diterapkan pada Universitas
Terbuka. Berkenaan dengan solusi di atas yang lebih penting dan utama adalah
bagaimana menumbuhkan dan membangkitkan kemauan belajar dari peserta
didik, baik masyarakat maupun keluarga yang kurang mampu supaya semangat
dan terus terpacu untuk membuat anak-anak mereka agar tetap bisa sekolah.
Pemecahan masalah pemerataan pendidikan sedang dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara
inovatif. Cara konvensional antara lain:
a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi
dan sore)
Cara inovatif antara lain:
a. Sistem PAMONG (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru)
atau Impacts system (Instructional Management by Parent, Community
and, Teacher). sistem tersebut dirintis di Solo dan di diseminasikan ke
beberapa provinsi :.
1) SD Kecil pada daerah terpencil.
2) Sistem Guru Kunjung.
3) SMP Terbuka dan SMAT (ISOSA _ In School Out off School
Approach),
4) Kejar Paket A dan B.
5) Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

2. Kuantitas
Kuantitas merupakan input peserta didik dalam sistem pendidikan atau
sekolah. Masalah ini timbul karena calon murid yang tidak tertampung di suatu
sekolah, karena terbatasnya daya tampung. Kesempatan memperoleh pendidikan
masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Permasalahan ini mencuat terutama di
SD pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa diatasi. Sisa
permasalahan ini ada pada anak-anak yang tinggal didaerah terpencil. Diharapkan
(ideal): ”pendidikan nasional dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan”. Kenyataan
(realita): ”masih banyak warga negara khususnya warga usia sekolah tidak
tertampung di lembaga pendidikan (sekolah) yang ”ada” (Sumber: Statistik
pendidikan daerah atau nasional).
Permasalahannya ialah bagaimana sistem pendidikan dikelola sehingga
dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara
memperoleh pendidikan. Dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
itu diharapkan pendidikan akan semakin merata, karena merata dalam arti yang
sesungguhnya tidak mungkin dicapai. Hal ini antara lain disebabkan peraturan
perundang-undangan tentang wajib belajar (wajar) tidak diikuti dengan sangsi
bagi yang tidak mengikutinya, karena sistem pendidikan itu sendiri belum
memungkinkan untuk itu.
3. Kualitas

Kualitas pendidikan dilihat dari hasil (output) pendidikan itu sendiri.


Kriteria untuk hasil ini adalah kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri.
Kadar ketercapaian tujuan ini mulai dapat dilihat dari hirarki tujuan terkecil yaitu
tujuan pembelajaran khusus (TPK)/indikator pencapaian hasil belajar. Kualitas
ketercapaian TPK/indikator selanjutnya dapat menggambarkan ketercapaian
tujuan pembelajaran umum (TPU)/kompetensi dasar. Demikian secara hirarki,
sehingga dapat diketahui pula tujuan-tujuan yang lebih jauh/tinggi yaitu tujuan
kurikuler (tujuan mata pelajaran/kuliah), tujuan institusional (lembaga
pendidikan) dan tujuan nasional pendidikan. Tujuan-tujuan ini dibuat/ditetapkan
sebelum proses pendidikan dimulai.

Kadar ketercapaian tujuan tersebut tergantung pada unit/lembaga yang


menyelenggarakan pendidikan tersebut. Unit terkecil yang akan menentukan
tersebut ialah guru mata pelajaran (dosen mata kuliah) yang bersangkutan.
Memang kadar ketercapaian tujuan tersebut sukar ditetapkan secara eksak (pasti),
karena alat ukur keberhasilan seseorang anak di sekolah belum ada yang baku
(standar). Adakalanya sistem penilaian ada yang menggunakan panduan acuan
normal (PAN) dan acuan patokan (PAP). Rambu-rambu kadar keberhasilan
(ketercapaian tujuan) secara umum dapat ditetapkan (ideal) seperti kadar
pencapaian tujuan minimal 75% (menurut kurikulum sekolah), indeks prestasi
(IP) minimal 2,00 untuk program S1 di Perguruan Tinggi. Walaupun kadar
minimal sudah ditetapkan, tetapi pada akhirnya yang memutuskan nilai/kadar
tersebut adalah si penilai (evaluator) sendiri.

Keadaan seperti ini, menyebabkan kita mengalami kesukaran untuk


menetapkan kadar mutu yang sesungguhnya (realita). Oleh sebab itu
permasalahan mutu pendidikan sukar diketahui dalam arti yang sesungguhnya.
Apalagi bila si penentu (evaluator) dilakukan oleh orang yang berbeda dengan
kriteria yang berbeda pula maka gambar permasalahan mutu ini sesuatu yang
misteri. Nilai 8 (pencapaian 80%) pada suatu sekolah tidak akan sama kadarnya
dengan nilai 8 pada sekolah lain. Dengan demikian bisa terjadi bahwa di suatu
sekolah mutu pendidikan tidak dipandang sebagai masalah karena antara mutu
yang riil dengan yang ideal dapat diatur. Sementara secara nasional
(menggunakan UAN) ternyata bermasalah. Tetapi apakah UAN sudah
memberikan gambaran kualitas yang sesungguhnya?

Walaupun demikian kompleksnya permasalahan ini, secara umum dapat


kita katakan bahwa dilihat dari UAN mutu pendidikan suatu daerah dapat
dikatakan bermasalah, sementara daerah lain tidak. Pencapaian yang sama dengan
kadar perolehan yang minimal apalagi di atasnya (100%) maka mutu tidak
masalah dan sebaliknya.

4. Efisiensi

Efisiensi erat kaitannya dengan pemanfaatan segala kekuatan yang dimiliki


agar tercapai misi yang rencanakan. Apabila dalam penggunaanya hemat dan
cermat maka bisa disimpulkan bahwa tingkat efisiensinya tinggi. Tetapi apabila
terjadi sebaliknya, maka efisiensinya dikatakan kurang. Banyak para ahli yang
berpendapat sistem pendidikan Indonesia sudah bagus mengikuti perkembangan
zaman dan teknologi. Hanya saja ada beberapa area yang tidak bisa dijangkau
oleh kebijakan pemerintah pusat.

Kelemahan tersebut dapat dilihat dengan masih banyaknya peserta didik


yang mengalami drop out, banyak peserta didik yang seharusnya sekolah mereka
bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan orang tua. Adanya pembedaan
kelas unggulan, kelas siswa berbakat dengan kelas biasa, sehingga dibutuhkan
suatu sistem yang menjadikan pendidikan lebih efisien (Idris, 1992:60-61)
Masalah ini meliputi : (1) kesenjangan antara lulusan dan lapangan kerja, dimana
lulusan atau angkatan kerja lebih tinggi dari lapangan pekerjaan sehingga banyak
yang tidak terserap; (2) Beberapa daerah masih banyak guru yang mengajar diluar
bidang keahlianya dan sukarnya untuk membuat guru mau mengabdi di daerah
perbatasan maupun yang minim akses ke kota juga kurangnya insentif yang
diberikan; (3) Pengembangan tenaga pendidik yang kurang cepat seperti
perubahan kurikulum baru, sehingga banyak guru-guru yang belum siap
menerima kurikulum baru; (4) Distribusi dan penggunaan sarana pembelajaran
bila tidak diimbangi dengan kemampuan yang handal dari penggunanya
mengakibatkan terjadi masalah di lapangan. Kemudian perubahan kurikulum yang
menyebabkan buku lama tidak terpakai. Semua ilustrasi di atas mengindikasikan
bahwa pemborosan anggaran telah terjadi walaupun sukar untuk dihindari, karena
pembaharuaan kurikulum adalah usaha untuk menyiapkan bahan dan kompetensi
yang harus dimiliki oleh luaran supaya diterima pasar.

Pendidikan dikatakan efisiensi (ideal) apabila penyelenggaraan pendidikan


tersebut hemat waktu, tenaga, dan biaya tetapi produktivitas (hasil) optimal.
Pendidikan dikatakan efisiensi bila pendayagunaan sumber daya yang ada (waktu,
tenaga, biaya) tepat sasaran. Kadar efisiensi itu tentu tergantung pada
pemberdayaan sumber daya tersebut. Bila yang terjadi misalnya tidak hemat
(boros) waktu, biaya dan tenaga tidak berfungsi secara optimal maka kadar
efisiensi rendah (tidak/kurang efisien). kadar efisiensi itu di lapangan (realita)?
Hal ini ditentukan oleh keadaan pendayagunaan Ketiga kriteria seperti disebutkan
terdahulu. Bila penyelenggaraan pendidikan tidak/kurang memfungsikan tenaga
yang ada, sementara waktu kurang dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga
banyak yang terbuang sia-sia, apalagi biaya yang dikeluarkan banyak maka kadar
efisiensi rendah (kurang efisien). Analisis seperti ini dapat diarahkan pada unsur-
unsur terkecil dari ketiga kriteria tersebut. Misalnya apakah waktu digunakan
sesuai jadwal/rencana, apakah guru mengajar atau dosen memberi kuliah minimal
sama dengan jam wajib mengajar setara dengan pegawai negeri. Demikian pula
analisis dapat dilakukan dari unsur-unsur makro sehingga dapat diketahui efisiensi
secara nasional.
5. Efektivitas

Pendidikan dikatakan efektif (ideal) ialah bila hasil yang dicapai sesuai
dengan rencana/program yang dibuat sebelumnya (tepat guna). Bila rencana
mengajar (persiapan mengajar) yang dibuat oleh guru atau silabus/SAP yang
dibuat dosen sebelum mengajar/memberi kuliah terlaksana secara utuh dengan
sempurna, maka pelaksanaan perkuliahan tersebut dikatakan efektif. Sempurna
disini meliputi semua komponen perencanaan seperti tujuan, materi/bahan,
strategi dan evaluasi. Sebaliknya, dikatakan kurang efektif bila komponen-
komponen rencana tidak terlaksana dengan sempurna, misalnya tujuan tidak
tercapai semua, materi tidak tersajikan semua, strategi belajar mengajar tidak
tepat, evaluasi tidak dilakukan sesuai rencana.

6. Relevansi

Masalah relevansi berkaitan erat dengan sistem pendidikan dan


pembangunan secara umum serta kepentingan perseorangan, masyarakat secara
jangka pendek maupun jangka panjang. Masalah ini membahas seberapa dalam
sistem pendidikan bisa menciptakan karya yang cocok dengan keberlangsungan
suatu proses pembangunan. Apabila sistem pendidikan menghasilkan output yang
dibutuhkan di semua lini pembangunan, bisa berhubungan langsung ataupun tidak
dengan permintaan dunia kerja maka kualitas luaran yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja, maka tingkat kebutuhan tersebut sesuai dengan yang dibangun
oleh lembaga. Apabila dilihat dengan seksama, dalam membangun sebuah
sekolah pasti dilandaskan kebutuhan yang riil dan selaras dengan pembangunan
nasional, dan melihat juga kearifan lokal di masing-masing daerah (Idris,
1992:60) Pada umumnya kriteria relevansi yang disebutkan diatas cukup ideal
apabila dihubungkan dengan keadaan yang ada di Indonesia dimana: (1) kKualitas
lembaga pendidikan masih bervariasi; (2) Sistem pendidikan kita banyak yang
menciptakan output yang siap diterima di dunia kerja; (3)Belum dimilikinya
roadmap kebijakan kebutuhan tenaga kerja yang mana dapat dipakai untuk
menyiapkan lulusan yang bisa diterima di dunia kerja pendidikan dikatakan
relevan (ideal) ialah bila sistem pendidikan dapat menghasilkan output (keluaran)
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Kesesuaian (relevansi) tersebut
meliputi/mencakup kuantitas (jumlah) ataupun kualitas (mutu) output tersebut.
Selanjutnya kesesuaian tersebut hendaknya mempunyai tingkat keterkaitan (link)
dan kesepadanan (match).

Pendidikan dikatakan tidak atau kurang relevan ialah bila tingkat


kesesuaian tersebut tidak ada/kurang. Kadar permasalahan ditentukan oleh tingkat
kesesuaian antara sistem pendidikan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan
tersebut. Bila tingkat kesesuaian tinggi maka pendidikan dikatakan relevan.
Permasalahan akan semakin besar/rumit bila tingkat kesesuaian tersebut rendah.

7. Permasalahan Khusus Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Paradigma sekolah sudah banyak berkembang dari dulu hingga saat ini.
Dulu sebuah sekolah sudah bisa menjalankan kegiatan pembelajaran apabila
terdapat siswa, guru dan ruangan untuk proses pembelajaran dengan peralatan dan
sarpras seadanya. Guru juga dijadikan sebagai sumber utama. Ia dijadikan sebagai
sumber ilmu. Tugasnya mengalirkan pengetahuan ke siswa. Hal tersebut untuk
saat ini sudah sudah tidak relevan dimana tugas guru sudah tidak menjadi
penceramah yang harus selalu berdiri di depan siswa dan menjelasakan materi
semua. Melainkan peran guru sudah berubah dimana tugas guru menjadi
fasilitator, mediator motivator guna menumbuhkan kreativitas dan daya imajinasi
yang bagus siswa.

Peraturan Menteri Pendidikan dengan membangkitkan budaya baca patut


diberi apresiasi dimana siswa pada jam pertama dianjurkan untuk membaca buku
bacaan apa saja. Sumber belajar bisa ditemukan dimana saja sehingga guru
bukanlah menjadi perpustakaan berjalan, proses mendapatkan pengetahuan bisa
didapat dari siswa sendiri pada saat mereka mengakses informasi dari berbagai
media yang ada mulai dari lingkungan sekitar maupun melalui internet.
Sebagaimana pendapat Cornelius (dalam Sadler 2013) yang mengungkapkan
bahwa “alam adalah buku besar yang sangat lengkap isinya”. Masalah
penempatan guru, khususnya dalam penempatan studi, sering mengalami
permasalahan yaitu guru ditempatkan tidak sesuai dengan bidangnya. Sebagai
contoh ada sekolah yang diberikan guru baru tetapi untuk mata pelajaran yang
bersangkutan sudah penuh dan beliau harus mengajar mata pelajaran lain diluar
keahliannya. Ada juga guru yang merangkap mengajar misalnaya guru
Matematika juga mengajar kesenian. Dalam hal ini, seorang guru yang
seharusnaya mengajar sesuai dengan bidang studinya, karena terbatasnya tenaga
pendidik (guru), seorang guru harus mengajar bukan dengan bidangnya. Hal ini
akan mengakibatkan bertambahnya tugas seorang guru. Multi peran seorang guru
yaitu: melakukan interaksi dan pendeketan khusus dengan siswanya. Perhatian
kepada siswa secara klasikal dan individu harus dikuasai oleh guru, dimana tugas
guru pada saat memberikan motivasi dan mengarahkan siswa tidak boleh memilih
siswa tertentu misalkan guru hanya memperhatikan siswa yang pandai, sementara
siswa yang kurang pandai tidak diperhatikan.

Guru hendaknya memberikan perhatian yang sama dengan selalu


menanamkan rasa tanggung jawab, disiplin, percaya diri, menghargai pendapat
teman dan pendidikan karakter lainnya. Dalam segi pembelajaran guru diharapkan
dapat: sebagai pengembil keputusan dalam pembelajaran (sebagai manager),
memberikan arah pembelajaran (director), mengorganisasi kegiatan pembelajaran
(organisator), mengkoordinasikan semua pihak yang terlibat dalam proses
pembelajaran (koordinator), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber
belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan
belajar (fasilitator), memberikan dorongan belajar (stimulator). Kebanyakan guru
belum mampu untuk melakukan multi perannya itu karena kebanyakan sekolah,
guru adalah pejuang tunggal, yaitu guru merupakan sumber belajar, sebagai pusat
tempat bertanya dan juga penempatan guru yang tidak sesuai dengan bidangnya
sehingga banyak guru yang merangkap mengajar. Oleh karena itu tugas guru
semakin bertambah sehingga guru tidak memiliki waktu untuk melakukan multi
perannya itu. Guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Sebagaimana hasil
penelitian dari Ismail (2010) yang menyatakan bahwa guru haruslah memiliki
standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam undang-undang guru dan dosen
agar mendapat sertifikasi dan menjadi guru yang profesional. Menurut Woolfolk
(1984) guru dikatakann berhasil dalam mengajar apabila menguasi berbagai
metode pembelajaran dan mengetahui bahan ajar serta pengelolaan kelas.

E. Aktivitas Pembelajaran
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran daring dan luring, maka
mahasiswa dapat mengikuti aktifitas pembelajaran sebagai berikut :
Menu Aktifitas Keterangan
Informasi, Kehadiran dan Tatap Maya
1. Informasi Mahasiswa melihat informasi
Perkuliahan terbaru terkait perkuliahan
melalui menu Announcement
2. Presensi Mahasiswa melakukan pengisian
Online presensi online

3. Tatap Mahasiswa melakukan tatap


Maya maya (web conference) sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan
oleh dosen (opsional)
Sumber Belajar
3. Modul Ajar Mahasiswa mempelajari materi
kuliah melalui Modul Ajar
4. Slide Mahasiswa mempelajari intisari
materi melalui slide presentasi

5. Video Mahasiswa menyaksikan


Pendukung tayangan video pendukung dan
mencatat poin-poin utama yang
disajikan
Aktifitas Belajar

6. Forum Mahasiswa mengikuti dan


Diskusi berpartisipasi dalam forum
diskusi yang dibuat oleh dosen
Pembina Mata Kuliah
7. Tugas Mahasiswa menjawab dan
menyelesaikan tugas yang
diberikah oleh Dosen

8. Tes Online Mahasiswa mengikuti Tes yang


dilakukan pada akhir topik
bahasan materi (Opsional)

F. Rangkuman
Permasalahan-permasalahan pokok pendidikan di Indonesia disebabkan oleh
hal-hal berikut.
a. Pemerataan.
Upaya untuk pemerataan pendidikan berkaitan dengan sistem pendidikan
seyogyanya menyiapkan peluang yang sangat besar bagi seluruh masyarakat
agar dapat mengakses pendidikan, yang mana mampu menjadi tempat bagi
keberlanjutan peningkatan SDM di Indonesia.
b. Kuantitas
Kuantitas merupakan input peserta didik dalam sistem pendidikan atau
sekolah. Masalah ini timbul karena calon murid yang tidak tertampung di
suatu sekolah, karena terbatasnya daya tampung. Masalah timbul karena
calon murid yang tidak tertampung di suatu sekolah, karena terbatasnya daya
tampung. Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat
Sekolah Dasar.
c. Kualitas
Kualitas pendidikan merupakan output pendidikan itu sendiri. Kriteria untuk
hasil ini adalah kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Kadar
ketercapaian tujuan ini mulai dapat dilihat dari hirarki tujuan terkecil yaitu
tujuan pembelajaran khusus (TPK)/indikator pencapaian hasil belajar.
d. Efisiensi
Pendidikan dikatakan efisiensi (ideal) ialah bila penyelenggaraan pendidikan
tersebut hemat waktu, tenaga, dan biaya tetapi produktivitas (hasil) optimal.
Pendidikan dikatakan efisiensi bila pendayagunaan sumber daya yang ada
(waktu, tenaga, biaya) tepat sasaran.
e. Efektivitas
Efektifnya sebuah pendidikan dapat dilihat apabila hasil yang dicapai sesuai
dengan rencana/program yang dibuat sebelumnya (tepat guna).
f. Relevansi
Relevansi erat kaitannya dengan sistem pendidikan dan pembangunan secara
umum serta kepentingan perseorangan, masyarakat secara jangka pendek
maupun jangka panjang.

G. Latihan/Kasus/Tugas
1. Jelaskan mengapa pemerataan pendidikan menjadi salah satu penyebab
terjadinya permaslahan pendidikan !
2. Jelaskan seberapa besar pengaruh relevansi pendidikan terhadap
perkembangan pendidikan !
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kuantitas dan kualitas pendidikan
sertai dengan contoh-contohnya

Anda mungkin juga menyukai