Anda di halaman 1dari 7

RESUME DASAR DASAR ILMU PENDIDIKAN

NAMA: MARTAPOLI ZULVA


NIM: 20045053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
1. Masalah Pemerataan Pendidikan

Masalah pemerataan pendidiksn adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan


dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara
untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi
pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembanagunan.

Masalah pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak
usia sekolah yang tidak dapat ditampung dalam sistem atau lembaga pendidikan
karaena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.

Pada awalnya di tanah air kita pemerataan pendidikan telah dinyatakan dalam
undang-undang no. 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran
disekolah, pada bab XI, pasal 17 berbunyi: “Tiap-tiap warga negara Republik
indonesi mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi muridsuatu sekolah
jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran disekolah itu
dipenuhi.“  (Prof.Dr.Umar Tirtarahaja dan Drs.La Sula,227,2000)

Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai


landasan pelaksanaan uapaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan
kita sebagai akibat penjajahan. (Prof.Dr.Umar Tirtarahaja dan Drs.La
Sula,228,2000)

Diharapkan : “pendidikan nasional dapat menyediakan kesempatan yang seluas-


luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan”.

Kenyataan : “masih banyak warga negara khususnya warga usia sekolah tidak
tertampung dilembaga pendidikan yang ada. Permasalahannya ialah bagaimana
sistem  pendidikan di kelolah sehingga dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga negara memperoleh pendidikan. (pengantar
pendidikan,97,2006

Dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya itu diharapkan pendidikan


akan semakin merata, karena merata dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin
dicapai, hal ini antara lain disebabkan peraturan perundang-undangan tentang
wajib belajar tidak diikuti dengan sanksi bagi yang tidak mengikutinya, karena
sistem pendidikan itu sendiri belum memungkinkan untuk itu.
2.      Kuantitas Pendidikan

Masalah kuantitas pendidikan merupakan masalah yang menyangkut banyak murid


yang harus ditampung di dalam system pendidikan atau sekolah.

Masalah ini timbul karena calon murid yang tidak tertampung di suatu sekolah,
karena terbatasnya daya tampung.Kesempatan memperoleh pendidikan masih
terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.Permasalahan ini mencuat terutama di SD
pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa teratasi, apalagi
dengan telah banyaknya didirikan SD swasta yang dengan kata lain dapat
mengatasi permasalahan kuantitas pendidikan. Sisa permasalahan ini ada pada
anak-anak yang tinggal di daerah terpencil

Untuk mengatasi masalah kuantitas pendidikan  itu perlu adanya perhatian yang


lebih dari pemerintah agar anak-anak yang tinggal di daerah terpencil ikut
merasakan pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan
membangun SD negeri di daerah-daerah yang masih minim kuantitas
pendidikannya, dan tentunya sekolah yang dibangun juga dilengkapi sarana
prasarana yang lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar.

3.      Masalah Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan umumnya dilihat dari hasil (output) pendidikan itu sendiri,
kriteria untuk hasil ini adalah kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri,
kadar ketercapaian tujuan ini dapat dilihat dari hirarki tujuan terkecil yaitu tujuan
pembelajaran khususnya indikator pencapaian hasil belajar kualitas ketercapaian
TPK indikator selanjutnya dapat menggambarkan ketercapaian tujuan
pembelajaran umum kompensasi dasar.

Demikian secara hirarki sehingga dapat diketahui pula tujuan-tujuan yang lebih
jauh yaitu tujuan kurikuler (tujuan mata pelajaran/kuliah), tujuan institusional
(lembaga pendidikan), dan tujuan nasional pendidikan, tujuan ini diterapkan
sebelum proses pendidikan dimulai. (pengantar pendidikan,96,2006)
Kadar ketercapaian tujuan ini tergantung pada lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan tersebut, unit terkecil yang akan menentukan ialah guru mata pelajaran
yang bersangkutan. Memang kadar ketercapaian tujuan  sukar / sulit ditetapkan
secara pasti  karena alat ukur keberhasilan seorang anak di sekolah belum ada yang
baku,  adakalanya sistem penilaian ada yang menggunakan  panduan acuan normal
dan acu an patokan, rambu-rambur kadar keberhasilan (ketercapaian tujuan) secara
umum dapat ditetapkan seperti kadar pencapaian tujuan minimal 75% (menurut
kurikulum sekolah), indek prestasi (IP) minimal 2,00 untuk program S1 di
Perguruan Tinggi.

 Walaupun kadar minimal sudah ditetapkan, tetapi pada akhirnya yang


memutuskan nilai adalah si penilai (evaluator) itu sendiri, keadaan seperti ini
menyebabkan kita mengalami kesukaran untuk menetapkan kadar mutu yang
sesungguhnya, oleh sebab itu permasalahan mutu pendidikan sukar diketahui
dalam arti yang sesungguhnya.  (pengantar pendidikan,97,2006)

4. Efisiensi

Pendidikan dikatakan efisiensi (ideal) ialah bila penyelenggaraan pendidikan


tersebut hemet waktu, tenaga dan biaya tetapi produktivitas (hasil) optimal.
Pendidikan dikatakan efisiensi bila pendayagunaan sumberdaya yang ada (waktu,
tenaga, biaya) tepat sasaran, kadar efisiensi itu tentu tergantung pada
pemberdayaan sumberdaya tersebut, bila yang terjadi misalnya tidak hemat (boros)
waktu, biaya dan tenaga tidak berfungsi secara optimal maka kadar efisiensi
rendah (kurang efisien).

Kadar efisinsi dilapangan (realita) ditentukan oleh keadaan pendayagunaan ketiga


kriteria tersebut, bila penyelengaraan pendidikan tidak/kurang memfungsian tenaga
yang ada, sementara waktu kurang dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga banyak
yang terbuang sia-sia, apalagi biaya yang dikeluarkan banyak maka kadar efisiensi
rendah. (pengantar pendidikan,98,2006)

Analisis seperti ini dapat diarahkan pada unsur-unsur terkecil dari ketiga kriteria
tersebut, misalnya apakah waktu yang digunakan sesuai dengan rencana, apakah
guru mengajar  sama dengan jam wajib mengajar setara dengan pegawai negri (24
jam/ minggu), demikian pula analisis dapat dilakukan dari unsur-unsur makro
sehingga dapat diketahui efisiensi secara nasional. (pengantar pendidikan,98,2006)

5. Efektivitas

Pendidikan dikatakan efektif ialah bila hasil yang dicapai sesuai dengan
rencana/program yang dibuat sebelumnya (tepat guna, bila rencana mengajar
(persiapan mengajar) yang dibuat oleh guru atau silabus yang dibuat oleh dosen
sebelum mengajar/memberikan kuliah terlaksana secara utuh dengan sempurna,
maka pelaksanaan perkuliahan tersebut dikatakan efektif, sempurna disini meliputi
semua komponen perencanaan seperti tujuan, materi/bahan, strategi, evaluasi.

 Sebaiknya dikatakan kurang efektif apabila komponen-komponen rencana tidak


terlaksana dengan sempurna, misalnya tujuan yang ingin dicapai tidak tercapai
semuanya, materi tidak tersajikan semuanya, stretegi belajar mengajar tida tepat,
evaluasi tidak dilakukan sesuai dengan rencana. (pengantar pendidikan,98,2006)

6.  Masalah Relevansi Pendidikan

Pendidikan dikatakan relevan ialah bila sistem pendidikan dapat menghasilkan


output yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, kesesuaian tersebut meliputi
kuantitas(jumlah) ataupun kualitas (mutu) output tersebut, selanjutnya kesesuaian
tersebut hendaknya mempunyai tingkat keterkaitan dan keterpaduan.

Pendidikan dikatakan tidak / kurang relevan apabila tingkat kesesuaian tidak ada,
kadar permasalahan ditentukan oleh tingkat kesesuaian antara sistem pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat pembangunan tersebut, bila tingkat kesesuaian
tinggi maka pendidikan dikatakan relevan, permasalahan akan semakin besar bila
tingkat kesesuaian rendah. (pengantar pendidikan,99,2006)

7. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Identifikasi masalah sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan antara lain :

a.       Pendidik bukan berasal dari lulusan yang sesuai. Maksudnya terkadang


terdapat tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Contoh,
pendidik yang  merupakan lulusan metematika mengajar bahasa Indonesia. Hal ini
secara tidak langsung akan menjadi masalah pendidikan di Indonesia.

Padahal dalam PP NO.19 tahun 2005 tentang standar pendidik dan tenaga
kependidikan pasal 28 ayat 2, dijelaskan bahwa pendidik harus sesuai dengan
ijazah dan sertivikat keahlian yang relevan dengan perundang-undangan yang
berlaku.

b.       Pendidik kurang menguasai dari 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh


pendidik maupun tenaga kependidikan sehingga hal ini menyebabkan adanya
masalah kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang kurang baik.

Dalam UU RI no.14 Tahun 2005 pasal 8 ayat dijelaskan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi yang salah satu diantaranya kompetensi , dan diperjelas dalam
pasal 10 ayat 1 yang berbunyi “ kompetensi guru sebagai mana dalam pasal 8
meliputi kopetensi pedagogic, kepribadian, social dan professional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.” 

Selain itu juga dijelaskan dalam PP No.19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 mengenai
kometensi yang harus dimiliki oleh pendidik.

c.       Pendidik terkadang menjadikan mengajar hanya untuk menggugurkan


kewajiban sebagai pendidik, sehingga dia mengajar secara tidak maksimal.

Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 yang seharusnya
pendidik memiliki kompetensi professional, yang mengharuskan pendidik wajib
bertanggung jawab dengan tugas dan pembinaan terhadap peserta didik. 

d.      Pendidik belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena


itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang
tidak tuntas, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil
pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi,
politik , sosial, dan budaya.

e.        Pendidik mengajar tidak sesuai dengan silabus sehingga target dari tujuan
pembelajaran tidak sepenuhnya tercapai
 Hal ini tidak sesuai dengan kompetensi pedagogic yang harus dimiliki oleh guru
sesuai dengan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28 (3) yang berbunyi “Kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi pedagogic, Kompetensi
kepribadian, Kompetensi professional dan Kompetensi sosial.”

f.       Masih banyak pendidik yang belum memenuhi ketentuan sesuai dengan PP


No. 19 tahun 2005 seperti pengajar di tingkat SD/MI minimal berijazah S1/ D4.
Tapi dalam kenyataan di masyarakat masih terdapat pendidik yang belum berijazah
D4 atau dengan kata lain  masih D3.

g.      Tenaga kependidikan biasanya masih berasal dari tenaga pendidik yang


merangkap tugas menjadi tenaga kependidikan seperti guru merangkap menjadi
tenaga administrasi atau tenaga perpustakaan.

Masalah-masalah pendidikan dapat terjadi jika tenaga kependidikan tidak mampu


menjalankan perannya dengan baik sebagai manajer pendidikan.  Sebagai manajer
pendidikan setiap tenaga kependidikan terlebih lagi untuk setiap pemimpin institusi
pendidikan harus mengembangkan kemahiran dasar yang oleh Rex F. Harlow
(Sarwoto, 1998: 47) dibedakan menjadi tiga, yaitu :

·         Kemahiran teknis (technical skill) yang cukup untuk melakukan upaya dari
tugas khusus yang menjadi tanggung jawabnya.

·         Kemahiran yang bercorak kemanusiaan (human skill), yang diperlukan


untuk bekerja dengan sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok yang
efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota
bawahan yang dia pimpin.

·         Kemahiran menganalisis situasi dan permasalahan dengan konsep-konsep


ilmiah yang relevan (conceptual skill), yang dapat dijadikan dasar dalam
mengambil keputusan dan bertindak secara tetap.

Anda mungkin juga menyukai