BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah permasalahan diterjemahkan dari istilah “problem” (Bahasa Inggris) yang berarti :
perbedaan (discrepancy/different) antara sesuatu yang diharapkan (what should be/das solen)
dengan sesuatu yang terlihat atau terdapat sebagaimana adanya (what is/das sain) tentang sesuatu.
Dalam bahasa yang mudah dimengerti permasalahan adalah : “perbedaan/jarak/kesenjangan
antara sesuatu yang di cita-citakan (idealita) dengan sesuatu yang ternyata ada (realita).
Permasalahan penadidikan ialah perbeadaan program-program penadidikan antara yang diharapkan
dengana kenyataaan yang terlakasana dilapangan. Seperti diketahui program utama pengembangan
pendidikan ditanah air kita adalah :
5. Pengembangan kebudayaan.
Semakin besar/lebar perbedaan antara yang dicita-citakan dengan yang ternyata ditemui
dilapangan, semakin besar/rumit/komplek permasalah tersebut. Dewasa ini permasalahan yang
dipandang rumit/kompleks adalah permasalahan: 1) pemerataan, 2) mutu, 3) efisiensi dan
efektiviatas, 4) relevansi. Keemapat permasalahan pokok ini akan dipaparkan dalam pembahasan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian permasalahan pendidikan?
C. Tujuan Masalah
3. Untuk mengetahui bagaimana solusi atau cara mengatasi masalah pokok pendidikan tersebut?
D. Manfaat
Semoga dengan dibuatnya makalah ini pembaca mendapatkan informasi tentang masalah-
masalah pokok pendidikan beserta cara mengatasinya atau solusinya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan social budaya dan
masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistim pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika
tidak singkron dengan pembanguan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai
sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut di mana sistem pendidikan
menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahakn intern sistem
kondisi pendidikan itu menjadi sanggat kompleks, artinya suatu permasalahan intern dalam sistem
pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya
masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat di lepaskan dari kondisi sosial budaya dan
ekonomi masyarakat di sekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih
banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil
belajar tersebut.
Namun pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air
kita dewasa ini yaitu :
2. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap
untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Seperti yang sudah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka pada bagian ini akan dibahas 8
masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya. Adapun masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Pemerataan pendidikan.
2. Mutu pendidikan.
3. Kuantitas pendidikan.
4. Kualitas pendidikan.
5. Efesiensi pendidikan.
6. Efektivitas pendidikan.
7. Relevansi pendidikan.
Berikut ini adalah penjelasan lebih detailnya mengenai keempat jenis permasalahan pokok
pendidikan tersebut.
1. Pemerataan Pendidikan
Melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan nasional,
pendidikan nasional di harapkan dapat menyediakan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga
Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak
usia sekolah yang tidak dapat di tampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena
kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan
pendidikan itu telah dinyatakan dalam undang-undang no. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran disekolah. Pada Bab XI, pasal 17 berbunyi “Tiap-tiap warga Negara
Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika
syarat-syarat yang di tetepkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu terpenuhi”.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, pasal 10 Ayat 1, menyatakan : “Semua
anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah,
sedikitnya 6 tahun lamanya”. Ayat 2 menyatakan : “Belajar di sekolah agama yang telah mendapat
pengakuan dari materi agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”.
2. Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan di permasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang di
harapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai
produsen tenaga terhagdap calon luaran dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut
terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga
dengan sistem tes unjuk kerja (performance test). Lazimnya sesudah itu masih di lakukan pelatihan
pemegangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan
nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluarga dari suautu sistem
pendidikan menjadi pribadi yang bertakwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang social
dan bertangguang jawab, warga Negara yang cinta kepada tanah air dan memiliki rasa
kesetiakawanan social. Dengan kata lalin apakah keluaran itu mewujutkan diri sebagai manusia-
manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas
luaran sepertin itu disebut nurturant effect.
Meskipun di sadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata
hasil sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu sistem pendidikan di anggap
mempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah cara pegukuran produk tersebut
tidak mudah. Berhubungan dengan sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang
berbicara tentang mutu pendidikan, umumnya hanya mangasosiasikan dengan hasil belajar yang di
kenal sebagai hasil EBTA, Ebtanas atau hasil Sipenmaru, UMPTN (yang biasa di sebut instructional
effect), karena ini yang mudah di ukur. Hasil EBTA dan lain-lain tersebut itu di pandang sebagai
gambaran tentang hasil pendidikan.
Ada 2 faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu
belum dapat diusahakan pada saat demikian.
a. Gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan dan kesempatan pendidikan bagi rakyat
banyak memerlukan penghimpunan dana dan daya.
b. Kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena
jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten,
kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai, dan seterusnya.
Umumnya mutu pendidikan di pedesaan lebih rendah dari mutu pendidikan di perkotaan.
Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar system pendidikan khususnya system
persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah air (kota dan desa)
mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.
3. Kuantitas Pendidikan
Masalah kuantitas pendidikan merupakan masalah yang menyangkut banyak murid yang harus
ditampung di dalam system pendidikan atau sekolah. Masalah ini timbul karena calon murid yang
tidak tertampung di suatu sekolah, karena terbatasnya daya tampung. Kesempatan memperoleh
pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Permasalahan ini mencuat terutama di SD
pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa teratasi, apalagi dengan telah
banyaknya didirikan SD swasta yang dengan kata lain dapat mengatasi permasalahan kuantitas
pendidikan. Sisa permasalahan ini ada pada anak-anak yang tinggal di daerah terpencil.
4. Kualitas Pendidikan
Hal ini berhubungan dengan kualitas guru yang rendah, sarana belajar yang kurang memadai
dan tidak meratanya jumlah lulusan tiap jenjang pendidikan. Guru-guru tentunya punya harapan
terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Banyak orang yang menjadi guru
karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru – guru lama yang sudah
mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki
pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Sarana pembelajaran juga turut
menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang.
Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan
yang benar-benar dipakai untuk hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka
tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya antara lain kondisi sekolah
yang memprihatinkan.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu.
a. Faktor internal
Meliputi jajaran pendidikan seperti departemen pendidikan nasional, dinas pendidikan daerah
dan juga sekolah.
b. Faktor eksternal
Masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu
sebagai objek dari pendidikan.
5. Efesiensi Pendidikan
Analisa seperti ini dapat diarahkan pada unsur-unsur terkecil dari ketiga kriteria tersebut.
Misalnya apakah waktu yang digunakan sesuai dengan jadwal/rencana, apakah guru mengajar atau
dosen memberi kuliah minimal sama dengan jam wajib belajar setara dengan pegawai negeri.
Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai tetapi mereka tidak naik kelas,
putus sekolah, tidak lulus berarti ada masalah dalam efesiensi pendidikan. Masalah efesiensi
pendidikan juga terjadi di perguruan tinggi. Masalah tersebut dapat diketahui dari adanya kegagalan
seorang mahasiswa.
6. Efektivitas Pendidikan
Pendidikan dikatakan efektif ialah bila hasil yang dicapai sesuai dengan rencana/program yang
dibuat sebelumnya (tepat guna, bila rencana mengajar (persiapan mengajar) yang dibuat oleh guru
atau silabus yang dibuat oleh dosen sebelum mengajar/memberikan kuliah terlaksana secara utuh
dengan sempurna, maka pelaksanaan perkuliahan tersebut dikatakan efektif, sempurna disini
meliputi semua komponen perencanaan seperti tujuan, materi/bahan, strategi, evaluasi.
7. Relevansi Pendidikan
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam
seperti sektor produksi, sektor jasa dan lain-lain. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika
sistem pendidikan manghasilakan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan yang
aktual (yang tersedia) maupu potensial dengan memenuhi kriteria yang di persyaratkan oleh
lapangan kerja, maka relevansi pendidikan di anggap tinggi.
Berikut adalah solusi atau cara mengatasi permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan,
berikut penjelasannya.
1. Pemerataan Pendidikan
Banyak macam pemecaan masalah yang telah sedang dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-
langkat di tempui melaluai cara konvesional dan cara inovatif.
a. Cara konvensial
Sehubungan dengan itu yang perlu dikalahkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat atau keluarga yang kurang mampu agar mau
menyekolahkan anaknya.
b. Cara inovatif
1) Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat,orang tua, dan guru) atau inpacts system (Instrutional
Management by Parent, Community and teacher). Sistem tersebut di rintis di sekolah dan
didiseminasikan ke beberapa provinsi.
2. Mutu pendidikan
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang
bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia dan manajemen sebagai berikut.
a. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
b. Pengembangan kemampuan ketenaga kependidikan melalui studi lanjut misalnya berupa pelatihan,
penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-lain.
d. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran dan peralatan laboratorium.
3. Kuantitas Pendidikan
Untuk mengatasi masalah kuantitas pendidikan itu perlu adanya perhatian yang lebih dari
pemerintah agar anak-anak yang tinggal di daerah terpencil ikut merasakan pendidikan. Upaya yang
dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan membangun SD negeri di daerah-daerah yang msih
minim kuantitas pendidikannya, dan tentunya sekolah yang dibangun juga dilengkapi sarana dan
prasarana yang lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar.
4. Kualitas Pendidikan
Upaya pemecahan masalah kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut.
a. Seleksi yang ketat terhadap calon yang akan masuk sekolah lanjutan atau tempat kerja.
b. Pelatihan dan pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui latihan, penataran, seminar
dan lain-lain.
f. Pemantapan peraturan dalam berbagai ujian, baik itu ujian sekolah atau ujian kenegaraan.
5. Efesiensi Pendidikan
Prinsip berorientasi pada peserta didik berarti bahwa dalam pembelajaran hendaknya
memusatkan perhatian pada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik, minat, potensi dari
peserta didik.
Pemanfaatan sumber belajar berarti dalam pembelajaran peserta didik hendaknya dapat
memanfaatkan sumber belajar untuk mengakses pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkannya.
6. Efektivitas Pendidikan
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat
belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian pendidikan baik guru maupun dosen dituntut untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran agar materi pembelajaran yang diajarkan tersebut dapat berguna. Untuk
meningkatkan efektivitas pendidikan, yaitu dengan menentukan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan.
7. Relevansi Pendidikan
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi agar tercipta
manusia yang berkualitas tinggi sehingga meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan
dunia usaha dan industri.
Masalah pendidik dan tenaga kependidikan dapat dipecahkan dengan cara sebagai berikut.
a. Masalah Pendidik
Ini adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan citra profesionalan seorang
guru. Diharapkan sebelum calon guru memegang jabatan mereka sudah benar-benar profesional
dalam bidangnya melalui PPG ini.
Adanya upaya pemerintah dengan mengesahkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen. Di mana guru dan dosen berhak menerima pengahasilan di atas kebutuhan minimum.
Karakter kuat dan cerdas terdapat dalam pribadi guru sejati yang mampu mendidik dengan hati.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hal ini dikarenakan sasaran pendidikan adalah manusia yang merupakan pelaku dalam
kegiatan pembangunan serta usaha pendidikan yang mempunyai orientasi ke depan dan harus dapat
dijangkau oleh pemikiran manusia.
Secara garis besar, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
solusi sistemik dan solusi teknis.Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial
ekonomi yang berkaitan dengan sistem pendidikan.Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang
menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
B. Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah
satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-
negara lain adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan
semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala
bidang di dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA